Anda di halaman 1dari 14

The White

Rabu, 09 Mei 2012


PENDEKATAN DALAM PROMKES

BAB I
PENDAHULUAN
Hidup hanya dapat dimengerti dengan menoleh ke belakang
Mengamati yang telah dilakukan
Tetapi harus dijalani dengan melihat ke depan
(Soren Kierkegaard)
We learn from the past days, we belong to the present,
and with the guidance from the Almighty we build our tomorrow
(A wise persons saying)
Di era milenium ini, setiap hari bahkan setiap saat, kepada kita disajikan perbagai
macam iklan atau upaya pemasaran perbagai macam produk dan jasa. Iklan-iklan itu dengan
gencarnya menyapa kita melalui berbagai media, terutama TV dan radio. Melalui internet, iklaniklan itu juga datang silih berganti. Iklan juga menyergap kita melalui telepon seluler. Jangan
ditanya iklan melalui surat kabar dan majalah. Juga melalui film layar lebar di gedung bioskop.
Iklan-iklan juga mejeng secara mentereng melalui billboard, spanduk, umbul-umbul, dll. Tentu
saja iklan juga muncul melalui poster, leaflet atau brosur. Belum lagi iklan melalui selebaran
yang secara berdesakan nongol di tembok-tembok, tiang listrik/telepon, pagar rumah, dll. Ada
juga iklan yang disamarkan melalui tulisan ilmiah atau tulisan populer. Jangan dilupakan iklan
atau pemasaran produk atau jasa yang dikemas secara sangat professional dalam bentuk
pameran, seminar atau pertemuan. Belum lagi iklan atau upaya pemasaran yang dilakukan secara

agresif melalui tatap mula langsung dari rumah ke rumah dan secara berantai (multy level
marketing). Demikian pula upaya yang dilakukan melalui loby kepada pelbagai pihak,
khususnya pengambil kebijakan, agar produk atau jasanya dapat dipergunakan oleh khalayak
luas. Dan masih banyak lagi cara-cara kreatif yang dilakukan dalam rangka menjajakan suatu
produk atau jasa. Upaya-upaya itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap lakunya
suatu produk atau jasa. Produk atau jasa apa saja, termasuk produk atau jasa di bidang kesehatan
serta produk dan jasa yang merugikan kesehatan seperti rokok, minuman keras, obat-obatan yang
tidak layak, dll. Itu semua termasuk upaya pemasaran atau upaya untuk mempromosikan produk
atau jasa. Pada zaman dulu upaya itu disebut propaganda.
Istilah propaganda sering dikaitkan dengan bidang politik. Namun sebenarnya tidak
selalu demikian. Bisa juga tentang masalah sosial, termasuk kesehatan. Di zaman pra dan awal
kemerdekaan dulu propaganda masalah kesehatan itu sudah dilakukan. Pada waktu itu cara
propaganda itulah yang dilakukan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang
kesehatan. Propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuknya yang sederhana melalui
pengeras suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga melalui film layar tancap. Cara-cara
itu kemudian berkembang, karena propaganda dirasakan kurang efektif apabila tidak dilakukan
upaya perubahan atau perbaikan perilaku hidup sehari-hari masyarakat. Maka dilancarkanlah
upaya pendidikan kesehatan masyarakat (health education) yang dipadukan dengan upaya
pembangunan masyarakat (community development) atau upaya pengorganisasian masyarakat
(community organization).
Upaya ini berkembang pada tahun 1960 an, sampai kemudian mengalami perkembangan
lagi pada tahun 1975 an, menjadi Penyuluhan Kesehatan. Meski fokus dan caranya sama,
tetapi istilah Pendidikan kesehatan itu berubah menjadi Penyuluhan Kesehatan, karena pada
waktu itu istilah pendidikan khusus dibakukan di lingkungan Departemen Pendidikan. Pada
sekitar tahun 1995 istilah Penyuluhan kesehatan itu berubah lagi menjadi Promosi Kesehatan.
Perubahan itu dilakukan selain karena hembusan perkembangan dunia (Health promotion mulai
dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986), juga sejalan dengan paradigma sehat, yang merupakan
arah baru pembangunan kesehatan di Indonesia. Istilah itulah yang berkembang sampai
sekarang, yang antara lain menampakkan wujudnya dalam bentuk pemasaran atau iklan, yang
marak pada era milenium ini.

Perjalanan dari propaganda, kemudian menjadi pendidikan, lalu penyuluhan dan


sekarang promosi kesehatan itu, merupakan sejarah. Dalam perjalanan dari waktu ke waktu itu
ada kejadian atau peristiwa yang patut dikenang, dan ada cerita atau kisah yang menarik,
mengharukan, atau juga lucu. Tetapi yang penting pastilah ada hikmah, kebijaksanaan, nilai atau
wisdom yang dapat diangkat dari rentetan kisah atau cerita itu. Hikmah, kebijaksanaan, nilai
atau wisdom itu tentulah sangat besar manfaatnya bagi kita semua, terutama generasi muda
yang merupakan penerus pembangunan bangsa tercinta ini. Kebijaksanaan itu pula yang rasanya
patut sekali dapat dimiliki oleh para pembuat kebijakan, yang menentukan arah perkembangan
negara kita di masa y.a.d. Demikianlah, maka sejarah atau perkembangan tentang promosi
kesehatan di Indonesia itu perlu dituliskan. Penulisan sejarah atau perkembangan promosi
kesehatan di Indonesia itu dirasakan semakin perlu karena nampaknya sejarah berulang. Apa
yang kita pikirkan sekarang, rupanya sudah pernah dipikirkan bahkan dilaksanakan pada waktu
yang lalu. Melalui tulisan ini diharapkan kita dapat lebih cepat belajar dan tidak mengulangi
kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan pada waktu yang lalu itu.
Dengan demikian yang dimaksud dengan sejarah di sini bukan dalam arti rentetan
peristiwa dalam tanggal, bulan dan tahun. Tetapi sejarah adalah uraian tentang peristiwa nyata
berupa fakta dan data yang bisa dijadikan bahan analisa untuk disimpulkan manfaat dan
mudaratnya bagi pijakan untuk kegiatan masa kini dan yang akan datang. Di sini sejarah lebih
mempunyai arti ke depan. Dalam kaitan itu beberapa negara sedang ribut dalam penulisan
sejarah ini. Korea, Jepang dan China berebut meluruskan sejarah dengan versi masing-masing.
Pemerintah RI sejak merdeka sampai sekarang juga sangat berkepentingan dengan penulisan
sejarah. Ini menunjukkan bahwa sejarah sering dibuat untuk kepentingan sesaat demi pemenuhan
si pembuat sejarah. Seharusnyalah bahwa sejarah itu netral. Yang penting adalah tentang
pembelajaran sejarah. Makna, nilai atau kebijaksanaan apa yang dapat ditangkap di balik
kejadian atau rentetan peristiwa itu. Para pembacalah yang menganalisis sendiri, menyimpulkan
dan mengambil makna sebagai landasan untuk pengambilan kebijakan bagi langkah-langkah
tindakannya masa kini dan yang akan datang.
Sejarah, menurut Prof Nugroho Notosutanto, mengandung dua hal: fakta dan persepsi. Di
satu pihak merupakan rentetan peristiwa berdasar fakta. Tekanannya pada uraian fakta yang
bersifat deskriptif. Di pihak lain sejarah juga merupakan persepsi dari para pelaku, para saksi dan
para pengamatnya. Tekanannya berupa analisis peristiwa bahkan dilanjutkan dengan prediksi ke

depan. Demikianlah, maka sejarah perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia ini ditulis
senetral dan seobyektif mungkin berdasarkan fakta sesuai rentetan peristiwa.
Namun demikian juga tidak dapat dihindari adanya pandangan subyektif berupa analisis
dan prediksi dari para pelaku, para saksi atau pengamat yang kebetulan menjadi penulisnya.
Sikap subyektif ini ditekan seminimal mungkin karena buku ini ditulis oleh satu tim yang terdiri
dari berbagai unsur dan lintas generasi. Selanjutnya kebenaran deskripsi fakta, analisis dan
prediksi tim penulis ini diserahkan sepenuhnya kepada para pembaca. Para pembaca buku ini
dapat siapa saja : para pengambil kebijakan, praktisi lapangan, kalangan Perguruan Tinggi
khususnya mahasiswa, kalangan ilmuwan, para profesional, media massa, dan lain-lain. Melalui
tulisan ini, para pembaca diharapkan dapat menangkap makna, nilai atau kebijaksanaan di setiap
peristiwa itu dan memanfaatkannya untuk menghadapi masalah sekarang dan yang akan datang,
untuk peningkatan kesehatan masyarakat pada khususnya dan pembangunan nasional pada
umumnya. Setidak-tidaknya tulisan ini diharapkan dapat menjadi dokumen tertulis yang
memperkaya dokumen-dokumen lain, yang ternyata tidak banyak jumlahnya.
Buku tentang sejarah atau perkembangan Promosi Kesehatan ini diberi nama
Perkembangan Dan Tantangan Masa Depan Promosi Kesehatan Di Indonesia, dengan sub
judul: Dari Propaganda, Pendidikan dan Penyuluhan Sampai Promosi Kesehatan. Ini berarti
bahwa meskipun buku ini ditulis berdasar rentetan peristiwa, tetapi yang ingin diungkap
terutama adalah makna yang dapat ditarik dari balik rentetan peristiwa itu. Maka periodesasi atau
kurun waktu perjalanan promosi kesehatan dikaitkan dengan isu yang mengemuka serta
widom yang dapat dipetik di setiap periode atau kurun waktu itu. Sekali lagi yang diharapkan
dari buku ini adalah bahwa pembaca dapat belajar dari masa lalu, untuk menghadapi masalah
sekarang, serta terutama untuk menjajagi dan proaksi masa depan, sebagaimana dikatakan oleh
orang bijak yang dikutip pada awal tulisan ini.
Mengenai istilah Promosi Kesehatan sendiri juga mengalami perkembangan. Mula-mula
dicetuskan di Ottawa, Canada pada tahun 1986 (dikenal dengan Ottawa Charter), oleh WHO
promosi kesehatan didefinisikan sebagai: the process of enabling people to control over and
improve their health. Definisi tersebut diaplikasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi :
Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya. Definisi ini tetap dipergunakan, sampai kemudian mengalami revisi pada
konferensi dunia di Bangkok pada bulan Agustus 2005, menjadi: Health promotion is the

process of enabling people to increase control over their health and its determinants, and
thereby improve their health (dimuat dalam The Bangkok Charter). Definisi baru ini belum
dibakukan bahasa Indonesia. Selain istilah Promosi Kesehatan, sebenarnya juga beredar banyak
istilah lain yang mempunyai kemiripan makna, atau setidaknya satu nuansa dengan istilah
promosi kesehatan, seperti : Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), Pemasaran sosial,
Mobilisasi sosial, Pemberdayaan masyarakat, dll. Istilah-istilah tersebut juga akan diulas dalam
buku ini, dalam bab-bab yang berkaitan.
Buku ini terdiri dari 11 bab. Masing-masing bab, mulai bab II sampai dengan bab V
mencoba menceritakan : peristiwa atau kejadian secara ringkas pada waktu itu, pemikiran atau
konsep yang mengemuka, pengalaman empirik di lapangan, tokoh atau figur yang menonjol,
serta pelajaran yang dapat ditarik dari episode itu. Dalam beberapa bab itu ada juga diselipkan
cerita atau kisah ringan yang merupakan kenangan khusus pada waktu itu. Sedangkan bab VI
khusus bercerita tentang perkembangan Promosi Kesehatan dari segi organisasi, yang mengalami
pasang surut. Pernah menjadi jabatan yang berada langsung di bawah Menteri Kesehatan (dapat
disebut setara eselon I) di awal kemerdekaan, pernah pula menjadi eselon III pada era 1960-1970
an.
Kemudian menjadi beberapa unit eselon II. Bab VII bercerita tentang perkembangan
Pendidikan Kesehatan di Perguruan Tinggi, baik di Jakarta maupun di kota-kota lain, juga yang
ada di PT Swasta. Bab VIII bercerita tentang perkembangan tenaga profesional Penyuluh atau
Promosi Kesehatan, yang ternyata juga sudah dimulai di zaman awal kemerdekaan dulu, sampai
pengembangannya secara besar-besaran pada era 1970 an dan terus berlangsung sampai
sekarang. Dalam bab itu juga dikisahkan perkembangan organisasi profesi Tenaga Penyuluh
Kesehatan, baik sebagai jabatan profesional di lingkungan pemerintahan, maupun sebagai
organisasi profesi yang juga mempunyai hubungan dengan organisasi sejenis di luar negeri. Bab
IX tentang Proaksi Promosi Kesehatan di masa depan. Secara ringkas diuraikan kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi dengan dilatar belakangi analisis situasi dan
kecenderungan ke depan. Di dalamnya termasuk kaitannya dengan the Bangkok Charter yang
dihasilkan dalam Konferensi Dunia Promosi Kesehatan ke-enam di Bangkok, Thailand pada
bulan Agustus 2005. Bab X mencoba mendokumentasikan kesan dan pesan dari para pelaku atau
mereka yang terkait dengan upaya promosi kesehatan, baik yang berada di Jakarta maupun di
kota-kota lain, yang berada di unit promosi kesehatan atau di unit lainnya, di pemerintahan dan

di luar pemerintahan. Terakhir bab XI adalah bab Penutup, yang juga memuat kesimpulan dan
sumbang saran yang berkaitan dengan promosi kesehatan untuk masa sekarang dan yang akan
datang. Dalam beberapa bab terasa terjadi pengulangan, tetapi hal itu tidak dapat dihindari,
bahkan semoga dapat memperkuat cerita. Ini sesuai dengan salah satu jargon Health Education,
bahwa Education is reenforcement.

BAB II
PEMBAHASAN
A. STRATEGI GLOBAL
Strategi global promosi kesehatan diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO)
pada tahun 1984, di mana ada tiga strategi pokok untuk mewujudkan visi dan misi promosi
kesehatan yaitu Advokasi, Dukungan Sosial (Social Support), dan Gerakan Masyarakat
(Empowerment).
Advokasi
Melakukan pendekatan atau lobi (lobbying) dengan para pembuat keputusan agar mereka
menerima commited dan akhirnya mereka bersedia mengeluarkan kebijakan atau keputusankeputusan untuk membantu dan mendukung program yang akan dilaksanakan. Kegiatan ini
disebut advokasi. Dengan kata lain, advokasi dapat diartikan sebagai upaya pendekatan
(approaches) terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan
suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan. Dalam pendidikan kesehatan para pembuat
keputusan baik baik di tingkat pusat maupun daerah disebut sasaran tersier. Bentuk kegiatan
advokasi bias dilakukan secara formal dan informal.
Bentuk kegiatan advokasi antara lain adalah sebagai berikut :
1. Lobi politik (political lobbying)
Lobi adalah berbincang-bincang secara informal dengan para pejabat untuk menginformasikan
dan membahas masalah dan program kesehatan yang akan dilaksanakan. Langkah-langkah yang
akan dilaksanakan dimulai dari penyampaian masalah kesehatan yang ada, dampak dari masalah
kesehatan, kemudian solusi untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut. Pada saat lobi harus
disertai data yang akurat (evidence based) tentang masalah kesehatan tersebtu.

2. Seminar dan atau persentasi


Seminar atau persentasi menyajikan masalah kesehatan di hadapan para pembuat keputusan baik
lintas program maupun lintas sektoral. Penyajian masalah kesehatan disajikan secara lengkap
dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana program dan pemecahannya. Kemudian
masalah tersebut dibahas bersama-sama dan pada akhirnya akan diperoleh komitmen dan
dukungan terhadap program yang akan dilaksanakan.
3. Media
Advokasi media adalah melakukan kegiatan advokasi dengan menggunakan media, khusunya
media massa (media cetak dan media elektronik). Masalah kesehatan disajikan dalam bentuk
tulisan dan gambar, berita, diskusi interaksif, dan sebagainya. Media massa mempunyai
kemampuan yang kuat untuk membentuk opini publik dan dapat mempengaruhi bahkan
merupakan tekanan (pressure) terhadap para penentu kebijakan dan para pengambil keputusan.
4. Perkumpulan (asosiasi) peminat
Asosiasi atau perkumpulan orang-orang yang mempunyai minat atau keterkaitan terhadap
masalah tertentu, termasuk juga perkumpulan profesi. Misalnya perkumpulan masyarakat peduli
AIDS, kemudian kelompok ini melakukan kegeiatan-kegiatan untuk menanggulangi AIDS.
Kegiatan tersebut dapat memberikan dampak terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil para
birokrat di bidang kesehatan dan para pejabat lain untuk peduli HIV/AIDS.
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan para penentu kebijakan atau para pembuat
keputusan sehingga mereka memberikan dukungan, baik kebijakan, fasilitas, maupun dana
terhadap program yang ditawarkan. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang dapat memperkuat
argumentasi pada saat melakukan advokasi, yaitu sebagai berikut :
1. Meyakinkan (credible)
Program yang ditawarkan harus meyakinkan para penentu kebijakan dan pembuat keputusan.
Oleh karena itu, harus didukung oleh data dari sumber yang dapat dipercaya. Dengan kata lain
program yang diajukan harus didasari oleh permasalahan yang utama dan factual artinya masalah
tersebut memang ditemukan di lapangan dan penting untuk segera diatasi. Kalau tidak diatasi
akan membawa dampak yang lebih besar dari masyarakat.
2. Layak (feasible)

Program yang diajukan harus tersebut secara teknis, politik, dan ekonomi harus memungkinkan
atau layak. Layak secara teknis artinya program tersebut dapat dilaksanakan dengan sarana dan
prasarana yang tersedia. Layak secara politik artinya program yang diajukan tidak akan
membawa dampak politik pada masyarakat. Layak secara ekonomi artinya program tersebut
didukung oleh dana yang cukup, dan apabila program tersebut merupakan program layanan,
maka masyarakat mampu membayarnya
3. Relevan (relevant)
Program yang diajukan tersebut minimal harus mencakup dua kriteria yaitu memenuhi
kebutuhan masyarakat dan benar-benar dapat memecahkan masalah yang dirasakan masyarakat.
Oleh sebab itu semua program harus ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat dengan cara
membantu pemecahan masalah masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
4. Penting (urgent)
Program yang diajukan tersebut harus mempunyai urgensi yang tinggi dan harus segera
dilaksanakan, kalau tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Oleh sebab itu,
program yang diajukan adalah program yang paling penting di antara program-program yang
lain.
5. Prioritas tinggi (high priority)
Program mempunyai prioritas tinggi

apabila feasible baik secara teknis, politik maupun

ekonomi, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan mampu memecahkan masalah kesehatan
masyarakat
Dukungan Sosial (Social Support)
Strategi dukungan social adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan social melalui
tokoh masyarakat (toma), baik formal maupun informal. Kegiatan mencari dukungan social
melalui toma pada dasarnya adalah menyosialisasikan program-program kesehatan agar
masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program kesehatan. Oleh sebab itu,
strategi ini dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana atau membina suasana yang kondusif
terhadap kesehatan yaitu upaya

untuk membuat suasana atau iklim yang kondusif atau

menunjang pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan perilaku


hidup bersih dan sehat. Beberapa bentuk kegiatan tersebut adalah pelatihan-pelatihan para toma,
seminar, lokakarya, dan sebagainya. Sasaran pada dukungan social adalah sasaran sekunder.

Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)


Pemberdayaan masyarakat artinya adalah mengembangkan kemampuan masyarakat agar dapat
berdiri sendiri, serta memiliki keterampilan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan mereka
sendiri. Pemberdayaan masyarakat ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan utamanya
adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri. Bentuk kegiatannya antara lain penyuluhan kesehatan, pengembangan
masyarakat, dan sebagainya. Sasaran gerakan masyarakat adalah sasaran primer.
B. STRATEGI BERDASARKAN OTTAWA CHARTER
Konferensi internasional promosi kesehatan di Ottawa, Canada, pada tahun 1986 menghasilkan
Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Pada Piagam Ottawa dirumuskan strategi pendekatan promosi
kesehatan yang terdiri atas lima butir yaitu sebagai berikut :
1. Kebijakan Berwawasan Kesehatan (Health Public Policy).
Strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada para penentu atau pembuat kebijakan, agar
mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan public yang mendukung atau menguntungkan
kesehatan. Dengan kata lain, agar kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, peerundangan,
surat keputusan dan sebagainya selalu berorientasi kepada kesehatan public, misalnya undangundang/peraturan tenaga kerja yang mengatur adanya cuti bagi tenaga kerja wanita yang akan
melahirkan, undang-undang/peraturan tentang perlindungan terhadap tenaga kerja yang mau
bekerja di luar negeri, undang-undang/peraturan tentang analisis dampak lingkungan pada saat
akan mandirikan pabrik, dan sebagainya.
2. Lingkungan yang Mendukung (Supportive Environment)
Tujuan promosi kesehatan tidak akan tercapai apabila tidak ada lingkungan yang mendukung
kesehatan. Oleh karena itu, strategi ini ditujukan bagi siapapun para pengelola tempat umum,
baik itu pemerintah maupun swasta, agar mereka menyediakan sarana, prasarana, atau fasilitas
yang mendukung terciptanya perilaku sehat bagi masyarakat, atau pengunjung tempat umum.
Lingkungan yang mendukung kesehatan bagi tempat umum antara lain adalah tersedianya
ruangan unruk menyusui bayi di mall sehinggaprogram ASI eksklusuf akan berhasil, tersedianya
tempat buang air besar/kecil dengan air bersih bagi pekerja pabrik wanita, tersedianya ruangan
merokok, tempat sampah, dan sebagainya.
3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Service)
Masyarakat memahami bahwa dalam pelayanan kesehatan ada istilah provider atau
penyelenggaraan kesehatan yaitu pemerintah dan swasta termasuk juga petugas kesehatan dan

consumer atau pemakai/pengguna pelayanan kesehatan yaitu masyarakat. Pemahaman seperi ini
harus diubah atau reorientasi, bahwa masyarakat bukan hanya sekedar pengguna atau penerima
pelayanan kesehatan, tetapi sekaligus juga penyelenggara pelayanan kesehatan harus melibatkan
masyarakat bahkan memberdayakan masyarakat agar bersama-sama dalam meningkatkan derajat
kesehatan.
4. Keterampilan Individu (Personel Skill)
Individu merupakan bagian dari masyarakat, apabila individu terampil mengenai kesehatan,
maka kesehatan masyarakat pun akan terwujud. Strategi promosi kesehatan untuk mewujudkan
keterampilan individu memelihara dan meningkatkan kesehatan sangatlah penting. Langkah
awalnya adalah dengan memberikan pemahaman-pemahaman kepada anggota masyarakat
tentang cara-cara memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengenal penyakit dan sebagainya.
Metode dan teknis pemberian pemahaman lebih bersifat individual daripada kelompok. Sebagai
contoh : ibu hamil tahu mengenai tanda-tanda bahaya kehamilan dan akan segera ke petugas
kesehatan apabila ditemukan adanya tanda-tanda bahaya tersebut pada kehamilannya, ibu rumah
tangga dapat membuat larutan gula garam untuk anaknya yang terkena diare sebelum dibawa ke
petugas kesehatan, dan sebagainya.
5. Gerakan Masyarakat (Community Action)
Gerakan masyarakat dalam hal ini adalah upaya untuk memandirikan individu, kelompok, dan
masyarakat agar berkembang kesadaran, kemauan, dan kemampuannya di bidang kesehatan
dengan kata lain agar masyarakat secara proaktif mempraktikkan hidup bersih dan sehat secara
mandiri. Gerakan masyarakat untuk kesehatan harus mendorong dan memacu kegiatan-kegiatan
di masyarakat dalam mewujudkan kesehatan mereka. Tanpa adanya kegiatan masyarakat di
bidang kesehatan, maka tidak akan terwujud perilaku yang kondusif untuk kesehatan, misalnya :
jimpitan beras untuk mendukung kegiatan kebersihan di masyarakat, pos pelayanan terpadu
untuk mendukung kesehatan ibu hamil, bayi serta balita dan sebagainya.
C. PENDEKATAN MEDIKAL
Pendekatan yang melibatkan kedokteran untuk mencegah atau meringankan kesakitan, dengan
menggunakan metode persuasive maupun peternalistik. Adapun tujuannya adalah terbebas dari
penyakit dan kecacatan yang didefenisikan secara medis seperi penyakit infeksi, kanker, dan
penyakit jantung. Sebagai contoh :memberitahu orang tua agar membawa anak mereka untuk
diimunisasi (mencegah terhadap penyakit infeksi), mengajak wanita yang sudah menikah tanpa
memandang usia untuk melakukan pap smear (mencegah kanker), dan sebagainya.

D. PENDEKATAN PERUBAHAN PERILAKU


Perilaku adalah respons yang terdiri atas respons motorik, respons fisiologis, respons kognitif,
dan respons efektif. Tujuannya adalah mengubah sikap dan perilaku individu maupun
masyarakat supay mereka meniru perilaku hidup sehat. Orang yang menerapkan pendekatan ini
menganggap bahwa gaya hidup sehat merupakan contoh yang paling baik bagi klien atau
masyarakat supaya masyarak berperilaku hidup sehat. Selain itu, tanggung jawab mereka untuk
mendorong masyarakat agar mengadopsi gaya hidup sehat seperti yang dianjurkan, misalnya :
berolahraga, makan makanan yang sehat, tidak merokok, memelihara gigi, dan sebagainya.
E. PENDEKATAN EDUKASI
Pendidikan adalah upaya persuasive atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau
melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Inforamsi
tentang kesehatan disajikan, kemudian masyarakat dibantu untuk menggali nilai dan sikap
sehingga mereka dapat membuat keputusan sendiri untuk mengadopsi praktik kesehatan yang
baru sesuai dengan informasi kesehatan yang diberikan. Orang yang mendukung pendekatan ini
akan member arti tinggi proses pendidikan dan akan menghargai individu untuk memilih
perilaku sendiri.
Tujuannya adalah memberikan informasi dan memastikan pengerahuan dan pemahaman
masyarakat tentang masalah kesehatan, serta menetapkan keputusan untuk mengubah perilaku
atas dasar informasi kesehatan yang diberikan, misalnya : pekerja seks komersial diberi
penyuluhan tentang kondom dalam mencegah HIV/AIDS, ibu hamil diberi penyuluhan tentang
cara mengolah makanan yang baik dan benar, dan sebagainya.
F. PENDEKATAN BERPUSAT PADA KLIEN
Tujuannya adalah bekerjasama dengan klien agar dapat membantu mereka mengidentifikasi apa
yang ingin mereka ketahui dan lakukan, memilih dan membuat keputusan sesuai dengan
kepentingan dan keinginan mereka. Klien dianggap sejajar, yakni mempunyai pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan berkontribusi serta mempunyai hak mutlak untuk mengontrol
tujuan kesehatan mereka sendiri. Sebagai contoh : isu anti-merokok, dengan adanya isu tersebut
masyarakat diharapkan dapat mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan kerjakan
berkaitan dengan isu tersebut, dan sebagainya.
Peran promotor kesehatan bertindak sebagai fasilitator untuk membantu masyarakat
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan mereka agar memperoleh pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan masalah kesehatan yang mereka temui. Pemberdayaan diri masyarakat/klien
merupakan sentral dari tujuan pendekatan berpusat pada klien.

G. PENDEKATAN PERUBAHAN SOSIAL


Pendekatan ini memberikan nilai penting bagi hak demokrasi untuk mengubah masyaarakat agar
mempunyai komitmen pada kesehatan. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini dapat
melakukan aksi politik atau social untuk mengubah lingkungan fisik dan social yang mendukung
kesehatan.
Adapun tujuannya adalah melakukan perubahan pada lingkungan fisik, social, dan
ekonom, supaya mendukung lingkungan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan.
Lingkungan fisik yang dimaksud misalnya air, tanah, dan udara, apabila salah satu dari
lingkungan fisik tersebut tercemar maka dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan. Sebagai
contoh : ibu hamil minum air yang berasal dari tanah yang tercemar oleh limbah pabrik dalam
waktu lama, maka akan menyebabkan gangguan kehamilan dan gangguan janin; untuk mencegah
supaya air tanah tidak tercemar limbah pabrik banyak aksi social yang dilakukan untuk
mendukung supaya air tanah tidak tercemar, dan sebagainya.
H. PENDEKATAN PROMOSI KESEHATAN
Berangkat dari pengalaman keberhasilan promosi kesehatan , termasuk penerapan strategi
promosi kesehatan yang dirumuskan dalam Piagam Ottawa ini, maka peserta konferensi di
Jakarta merumuskan pendekatan baru. Pendekatan baru promosi kesehatan yang dimaksud di
dalam Deklarasi Jakarta ini adalah sebagai berikut :
Pendekatan Komprehensif
Pendekatan komrehensif yang dimaksud adalah melaksanakan kelima strateegi Ottawa Charter
secara bersamaan dalam Promosi Kesehatan. Dalam melaksanakan promosi kesehatan akan lebih
efektif bila kelima strategi tersebut digunakan secara bersama sesuai dengan sasarannya.
Untuk strategi mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan, menciptakan
lingkungan yang mendukung, reorientasi pelayanan kesehatan ditujukan kepada para pembuat
keputusan (sasaran tertier) dan tokoh masyarakat (sekunder). Sementara itu, untuk strategi
memperkuat kegiatan masyarakat dan meningkatkan keterampilan perorangan, sasaran utamanya
adalah masyarakat dalam berbagai jenis kelompok dan tatanan (sasaran primer), serta tokoh
masyarakat (sasaran sekunder).
Pendekatan melalui Tatanan
Untuk lebih mengefektifkan dalam mengkomsumsi promosi kesehatan, pelaksanaan atau
implementasinya diarahkan pada tatanan-tatanan (setting) tertentu. Tatanan-tatanan implementasi
promosi kesehatan dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, antara lain sebagai berikut:

1.

Tatanan administrasi pemerintah, misalnya: kebupaten/kota, kecematan, desa atau kelurahan,


pulau, dan sebagainya. Dari masing-masing tatanan administrasi pemerintah ini diharapkan
terdapat program-program promosi kesehatan yang terfokus pada tingkat tatanan tersebut,
misalnya: Provinsi Sehat, Kabupaten Sehat, Desa Sehat, dan sebagainya. Dalam Implementasi
local, mungkin akan muncul misalnya: Sumatera Selatan Sehat, Prabumulih Sehat, Lahat Sehat,

dan sebagainya.
2. Institusi pendidikan: sekolah, madrasah, perguruan tinggi. Promosi Kesehatan di tatanan ini,
diharapkan muncul program health promoting school atau sekolah yang mempromosikan
kesehatan atau health promoting university, misalnya: usaha kesehatan sekolah, dan sebagainya.
3. Institusi pelayanan kesehatan: rumah sakit, puskesmas, poloklinik, dan lain sebagainya.
Promosi kesehatan di tatanan institusi pelayana kesehatan, berarti menerapkan promosi
kesehatan di rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, dan sebagainya. Pelaksanaan promosi
kesehatan di rumah sakit atau poliklinik bukan untuk mengurangi arti dari pelayanan kuratif dan
rehabilitative, tetapi justru untuk menunjang pelayanan ini. Hal ini karena dengan melaksanakan
promosi kesehatan di tempat-tempat pelayanan ini justru meningkatkan kualitass pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA
Nesi Novita dan Yunetra Fransisca. 2011. Promosi Kesehatan dalam Pelayanan Kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika.
http://pendekatan promosi kesehatan.com
Diposkan oleh marhany hasan di 05.39
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2012 (6)

o Mei (6)

PENDEKATAN DALAM PROMKES

Aliansi Remaja Independen: Pentingnya Kesehatan Re...

Perawat Muda Indonesia: GCS

jasra away: AKIBAT GANGGUAN GIZI TERHADAP FUNGSI T...

jasra away: AKIBAT GANGGUAN GIZI TERHADAP FUNGSI T...

The White

Mengenai Saya

marhany hasan
Lihat profil lengkapku
Template Awesome Inc.. Gambar template oleh molotovcoketail. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai