Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai manusia kita mengalami berbagai macam perkembangan, namun
bukan hanya manusia saja yang mengalami perkembangan, dunia yang kita
tempati ini juga mengalami perkembangan.
Dari tahun ke tahun kita dapat merasakan perkembangan pesat di kota-kota
besar, salah satunya kita juga melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada
jalan-jalan raya. Di negara kita sendiri Indonesia, setiap tahunnya kita dapat
melihat banyaknya bangunan baru bermunculan. Banyak lahan saat ini yang
digunakan untuk tempat berdirinya bangunan-bangunan tinggi dan permukiman
penduduk. Juga banyak bangunan berdiri di daerah aliran sungai dan resapan air,
yang menyalahgunakan penggunaan lahan yang tersedia di daerah tersebut.
Depok salah satu penopang Ibu Kota yang terkena dampak pembangunan
yang cukup pesat, salah satunya di daerah Margonda Raya. Rencana dibuatnya
Jalan Tol Cinere Jagorawi, kemungkinan akan meningkatkan perkembangan di
daerah Cinere, Jalan Limo Raya, Sawangan, dan Rangkapan Jaya. Pada daerah
tersebut banyak terdapat perumahan besar dan real estate, yang nantinya
diprediksi akan semakin meningkat dengan adanya pembangunan Jalan Tol
Cinere-Jagorawi, yang juga akan meningkatnya masalah lingkungan di Depok
seperti terjadi penyalahgunaan lahan di daerah tersebut. Bukan hanya
penyalahgunaan lahannya saja, masalah lingkungan di Kota Depok juga memiliki
masalah polusi udara yang kotor dan bahkan parah karena kepadatan kota Depok
dengan kendaraannya inilah yang membuat Kota Depok memiliki udara yang
kotor dan polusi udara yang dibuat ini berasal dari kontribusi kendaraan yang
tidak diseimbangi dengan perluasan lahan terbuka hijau di Depok. Pencemaran
sungai di Kota Depok yang semakin lama semakin parah saja keadaan sungai di
Kota Depok juga menjadi salah satu masalah lingkungan di Kota Depok. Dari 13
sungai di Depok, 5 di antaranya tercemar limbah.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa Kota Depok adalah salah satu
penyangga Ibu Kota, serta diarahkan untuk menjadi kota permukiman. Di wilayah
Depok sendiri pembangunan sektor propertinya tidak terencana dengan matang,
oleh karena itu banyak daerah resapan yang digunakan untuk permukiman
1

(Kompas, 2013). Karena beban pembangunan berada di pusat kota yaitu Jalan
Margonda Raya, kini daerah di sekitarnya terkena dampak pembangunan dan
kemacetan. Hanya 40% permukiman yang sudah tertata dengan baik sedangkan
60% belum tertata dengan baik. Kawasan permukiman terbesar terdapat di
Sawangan.
Pusat Studi Properti Indonesia juga mencatat bahwa perkembangan properti
untuk kelas menengah atas jalur Sawangan dan Cinere meningkat pesat jauh
melebihi perkiraan sebelumnya dalam 15 tahun terakhir. Jalan Sawangan dan
Jalan Raya Muchtar adalah jalan penghubung pusat Kota Depok yaitu daerah
Margonda dan Ciputat yang menghubungkan Bogor dan Tanggerang, oleh karena
itu sering terjadi kemacetan di daerah Sawangan. Kemacetan semakin parah
karena pertumbuhan perumahan di daerah tersebut, termasuk perumahanperumahan kecil yang didirikan beberapa tahun terakhir, banyaknya perumahan
kecil di daerah tersebut karena adanya target pasar yang relatif luas.
Sekitar tahun 1998 dulunya daerah Sawangan adalah daerah hijau dan sejuk
(Kompasiana, 2013). Namun kini keadaan berubah, seperti yang dikatakan
sebelumnya bahwa Sawangan kini menjadi kawasan permukiman terbesar.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijabarkan sebelumnya, maka akan dilakukan
penelitian tentang Kesesuaian Penggunaan Lahan untuk Permukiman di
Kecamatan Sawangan, Kota Depok agar dapat mengetahui lahan yang sesuai
untuk pemukiman di daerah Sawangan, Kota Depok.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Dimanakah lahan yang sesuai untuk digunakan sebagai permukiman di
Kecamatan Sawangan, Kota Depok?

C. Tujuan

Agar mengetahui lahan yang sesuai untuk permukiman di Kecamatan


Sawangan, Kota Depok yang layak.
D. Manfaat
Memberikan informasi mengenai lahan yang ramah lingkungan untuk
dijadikan pemukiman Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS


A. Landasan Teori
1. Kota
Menurut Arthur B Gallion, Simon Eisner (1986) kota mengandung arti satu
konsentrasi penduduk dalam satu wilayah geografis tertentu relatif permanen
dapat menghidupi dirinya sendiri dari kegiatan ekonomi yang ada di
wilayahnya.
Sedangkan menurut Sandy (1978), kota adalah keseluruhan unsur-unsur
bangunan, jalan dan sejumlah manusia di suatu tempat tertentu. Unsur-unsur
tersebut adalah satu kesatuan dan saling berkaitan antara satu dan yang lainya,
yang menjadi hasil dari suatu proses pertumbuhan. Kota adalah permukiman
dengan kepadatan penduduk tinggi, jadi sebelum sebuah permukiman mencapai
ukuran tertentu, tidak bu kota. Perkembangan kota merupakan suatu proses
keadaan perkotaan dari satu keadaan ke keadaan lain dalam waktu yang berbeda
yang biasanya didasarkan pada ruang yang sama. (Yunus, 1978)
Permukiman kota cenderung tumbuh terus, baik dalam hal luasnya maupun
jumlahnya (Branch, 1985).
2. Permukiman
Sedangkan yang dimaksud permukiman merupakan bagian permukaan bumi
yang dihuni manusia yang meliputi pula segala prasarana dan sarana yang
menunjang kehidupan penduduk yang menjadi satu kesatuan dengan tempat
tinggal yang bersangkutan (Sumaatja, 1981). Sedangkan menurut UU RI No. 4
tahun 1992 permukiman adalah suatu kawasan perumahan memiliki luas wilayah
dengan jumlah penduduk tertentu yang dilengkapi dengan sistem prasarana dan
sarana lingkungan dengan penataan ruang yang terencana dan teratur, tempat kerja
terbatas sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. Pada
penggunaan lahan untuk permukiman sangat penting untuk dikaji kesesuaian
lahannya.
Untuk mendirikan suatu pemukiman yang baik, juga harus dilihat dari lahan
yang akan digunakannya.

Menurut Zaherunaya (2003), dalam Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang


Wilayah Pulau Kecil

dengan Sistem Informasi Geografis membuat kriteria

penentuan kawasan permukiman, yaitu sebagai berikut:


a. Terletak pada daerah yang memiliki sumber daya air tawar kecil sampai
dengan tinggi atau pada aquifer produktivitas kecil sampai dengan tinggi
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

(0 500 I/dt.).
Terletak pada kemiringan lereng 3% - 15%.
Terletak pada daerah tidak tergenang.
Terletak pada ketinggian 0 20 m diatas permukaan laut rata-rata.
Lokasi berada pada 0 500 m dari sarana dan prasarana jalan.
Kedalaman efektif tanah 31 90 cm.
Berada pada segala jenis tanah.
Potensi kembang kerut rendah.

3. Lahan
Lahan adalah ruang muka bumi yang mempunyai ukuran luas dengan satuan
hektar (ha),

sebagai sumber daya untuk melakukan kegiatan yang berkaitan

dengan keruangan (Kartono,dkk,1989). Penggunaan lahan merupakan indikator


dari aktivitas manusia di suatu tempat. Pada umumnya aktivitas penduduk dapat
tercermin dari penggunaan tanahnya (Sandy, 1982)
Pengertian lahan dapat ditinjau dari beberapa segi. Dari segi fisik geografi,
lahan dalah tempat dimana sebuah hunian mempunyai kualitas fisik yang penting
dalam penggunaanya. Sementara dari segi ekonomi lahan adalah suatu sumber
daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi (Lichrield dan
Drabkin, 1980) di muka bumi, Diana tempat yang satu dengan yang lainya
memiliki kondisi fisik dan non fisik yang berbeda, hal ini yang menyebabkan
jenis-jenis penggunaan tanahnya berbeda pula. (Sandy, 1977).
Beberapa sifat atau karakteristik lahan adalah sebagai berikut:
a. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh
nilai dan harga, dan tidak terpangaruhi oleh waktu, lahan juga merupakan
aset yang terbatas

dan

bertambah

kecuali melalui

besar

reklamasi.
b. Perbedaan antara
terbangun

lahan

dan

lahan

tidak

tidak

terbangun adalah lahan tidak terbangun tidak akan dipengaruhi oleh


kemungkinan penurunan nilai, sedangkan lahan terbangun nilainya
cenderung turun karena penurunan nilai struktur bangunan yang ada di
atasnya. Tetapi penurunan nilai struktur bangunan juga dapat meningkatkan
nilai lahannya karena adanya harapan peningkatan fungsi penggunaaan
lahan tersebut selanjutnya.
c. Lahan tidak dapat dipindahkan tetapi sebagai subtitusinya intensitas
penggunaan lahan dapat ditingkatkan. Sehingga faktor lokasi untuk setiap
jenis penggunaan lahan tidak sama.
Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai
investasi jangka panjang atau tabungan. Keterbatasan lahan dan sifatnya yang
secara fisik tidak terdepresiasi membuat lahan menguntungkan sebagai tabungan.
Selain itu investasi lahan berbeda dengan investasi barang ekonomi yang lain,
dimana biaya perawatannya hanya meliputi pajak dan interest charge. Biaya ini
relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh dari
penjualan lahan tersebut.
4.

Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan

tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian
lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).
(http://prillygeography.blogspot.com/2012/04/pengaruh-kesesuaian-lahan-

untuk.html)
5. Tanah
Penggunaan tanah harus diperhatikan ketika ingin membangun suatu
bangunan, tanah yang belum didirikan bangunan atau tanah kosong merupakan
sebidang tanah yang tidak dibebani sesuatu hak diatasnya oleh anggota
masyarakat atau badan hukum, dengan catatan tanah tersebut adalah tanah negara
(Sandy, 1977). Menurut penggunaan tanah kota Direktorat Tata Guna Tanah
(TGT), Direktur Jendral Agaria Departemen Dalam Negri tahun 1982, tanah
kosong

diklasifikasikan

menjadi 3 yaitu:

a. Tanah kosong yang sudah diperuntukkan, maksudnya tanah itu sudah di


kavling akan dibangun baik perumahan, perusahaan, jasa maupun industri.
b. Tanah kosong yang tidak diusahakan, artinya tanah tersebut secara fisik
tampak seperti tidak terurus dan terlantar.
c. Tanah kosong berupa bencah rawa, yaitu tanah yang letaknya lebih rendah
dari permukaan disekitarnya jadi sepanjang tahun atau secara periodik
tergenang air.
Adapun hak- hak atas tanah yang termasuk dalam Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA, 1960 dalam Boedi H) yaitu :
a. Hak milik ialah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah (pasal 20).
b. Hak Guna Usaha (HGU) ialah hak untuk mengusahakan tanah negara dalam
jangka waktu yang terbatas dan tertentu guna perusahaan pertanian
(perikanan atau peternakan) (pasal 28).
c. Hak Guna Bangunan (HGB) ialah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri (tanah negara
atau tanah milik orang lain) yang jangka waktunya terbatas dan tertentu
(pasal 35).
d. Hak Pakai ialah hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah
negara atau tanah milik orang lain, yang memberika wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan atau perjanjian pemberiannya,
yaitu hak yang tidak bersumber pada hubungan sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah sebagai mana misalnya perjanjian bagi hasil
(pasal 14). (Widiastuti, Tanah-tanah Kosong di Jakrata Barat)

6. Relief
Relief

merupakan bentuk

kekasaran

permukaan

baik

berupa

tonjolan,

bumi,
dataran,

atau cekungan yang

terjadi

adanya

tenaga-tenaga

pembentuk

pengaruh
muka

karena

bumi, baik tenaga


7

endogen maupun tenaga eksogen. Relief bisa berada di daratan maupun di lautan.
(http://www.kamusq.com/2012/12/relief-daratan-adalah-pengertian-dan.html)

BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Desain
Metode

Penelitian
penelitian

digunakan

dalam

adalah

metode kualitatif, dengan

penelitian

yang
ini

pendekatan kompleks wilayah.


Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah, ketinggian,
lereng, penggunaan lahan, dan aliran sungai.

Penelitian ini dimulai pada tanggal 22 September 2014. Penelitian ini


dilakukan di Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
B. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Peta Administrasi Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
2. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
3. Peta Lereng di Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
4. Peta Jarak Dari Sungai di Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
5. Peta Jenis Tanah di Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur dari penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan data peta
2. Overlay peta yang telah dikumpulkan
3. Menganalisis peta dan hasil overlay sesuai dengan kajian teori
4. Menyajikan hasil analisis dalam bentuk deskriptif

Pengunaan
Lahan

Aliran Sungai

Lereng

Overlay

Peta Kesesuaian Lahan


Permukiman

D. Teknik Pengumpulan Data

Jenis Tanah

10

Data peta diambil dari Perpustakaan Universitas Indonesia di Depok, yang


nantinya data peta tersebut akan di overlay. Overlay adalah proses penyatuan data
atau tumpang susun data dari lapisan yang berbeda.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah dengan pengolahan data berupa peta dan
menganalisis daerah di Kecamatan Sawangan yang sesuai untuk dibangun
permukiman.

BAB IV
HASIL
PENELITIAN

DAN

PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Peta

Administrasi
Peta 1.1 Peta Administrasi

10

11

Kecamatan Sawangan dibagi menjadi 14 Kelurahan yaitu Kelurahan Pondok


Petir, Kelurahan Serua, Kelurahan Kedaung, Kelurahan Cinangka, Kelurahan
Curug, Kelurahan Bojongsari Baru, Kelurahan Bojongsari Lama, Kelurahan
Sawangan Lama, Kelurahan Sawangan Baru, Kelurahan Duren Mekar, Kelurahan
Pengasinan, Kelurahan Duren Seribu, Kelurahan Bedahan, dan Kelurahan Pasir
Putih.
Pada bagian Utara Kecamatan Sawangan berbatasan dengan Provinsi Banten,
untuk sebelah Timur dan Selatanya berbatasan dengan Kabupaten Bogor,
sedangkan sebelah Baratnya berbatasan dengan Kecamatan Pancoran Mas dan
Kecamatan Limo.
2.

Peta Lereng
Peta 1.2 Peta Lereng

11

12

Pada daerah Kecamatan Sawangan cendrung kebanyakan memiliki


kemiringan lereng kisaran 8 15 % yang tersebar hampir di seluruh Kecamatan
Sawangan. Pada Kelurahan Duren Seribu, Pengasinan, Bedahan,Sawangan Lama,
Sawangan Baru, Bojongsari Lama, Bojongsari Baru, dan Cinangka. Untuk daerah
kemiringan 2 8 % relatif banyak di Kelurahan Duren Mekar, Pasir Putih, Curug,
Pondok Petir, dan Serua, sedangkan untuk daerah kemiringan 15 20 % hanya
ada di Kelurahan Kedaung, Cinangka, Sawangan Baru, dan Duren Seribu.
Klasfikasi Peta Lereng sebagai berikut:
Tabel 1.1 Klasifikasi Peta Lereng
Lereng
Keterangan
28%
Sesuai
8 15 %
Kurang Sesuai
15 20 %
Tidak Sesuai
Sumber: Van Zuidam, 1979 (dalam Tri Martati Rahmi, 2002)

3.

Peta Jarak Dari

Sungai
Peta 1.3 Peta

Jarak

Dari Sungai

12

13

Jarak kurang dari 100 m dan 100 - 200 m dominan berada di daerah Kelurahan
Kedaung, Bojongsari Baru, Bojongsari Lama, dan Sawangan baru. Untuk jarak
lebih dari 200 m dominan berada di daerah Kelurahan Bedahan, Pengasinan,
Duren Seribu, Duren Mekar, Sawangan Lama, Serua, Pondok petir, Serua , Curug,
dan Pasir Putih.
Klasifikasi Peta Jarak dari Sungai:
Tabel 1.2 Klasifikasi Peta Jarak dari Sungai
Jarak dari tepi sungai
Keterangan
< 30
Tidak Sesuai
30 60
Kurang Sesuai
>60
Sesuai
Sumber: Perda Kota Depok No. 18 tahun 2003 tentang garis sempadan

4. Peta

Penggunaan

Tanah

Peta 1.4 Peta

Penggunaan

Tanah
Tanah pada daerah

Sawangan

lebih banyak digunakan

untuk

permukiman

untuk daerah

terutama

utara yang meliputi Kelurahan Pengasinan, Kelurahan Bedahan, Keluraha Pasir


Putih, dan Kelurahan Sawangan Baru
Untuk daerah persawahan lebih dominan di daerah selatan, yang mencakup
Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Bojongsari Lama, Kelurahan Bojongsari
Baru, Kelurahan Duren Mekar, Kelurahan Duren Seribu, dan Kelurahan Curug.
Bereda dari daerah Selatan, untuk daerah Barat justru cendrung lebih banyak
tanah kosong.
Sedangkan untuk wilayah kebun dan ladang lebih banyak terletak di daerah
Kelurahan Pasir Putih, Kelurahan Bedahan, Kelurahan Cidaung dan Kelurahan
Cinangka.

13

14

Daerah yang digunakan untuk Industri di Kecamatan Sawangan hanya ada di


antara Kelurahan Cinangka dan Kelurahan Kedaung saja yang digunakan sebagai
Industri.
Untuk daerah
terletak

di

barat tepatnya di

perairan

hanya

Sawangan

bagian

Kelurahan

Sawangan Lama.
5. Jenis Tanah

1.5 Peta Jenis Tanah

Kecamatan Sawangan memiliki jenis tanah yang sama di setiap daerah yang
didominasi oleh tanah latosol cokelat kemerahan. Tanah latosol berwarna cokelat
kemerahan memiliki profil tanah yang dalam, mudah menyerap air, memiliki pH
6 7 (netral) hingga asam, memiliki zat fosfat yang mudah bersenyawa dengan
unsur besi dan aluminium, dan kadar humusnya mudah menurun. Jenis tanah ini

14

15

pada dasarnya merupakan bentuk pelapukan dari batuan vulkanis. (http://ipsabi.blogspot.com/2012/10/persebaran-jenis-tanah-dan.html)

B. Pembahasan
Peta 1.6 Peta

Kesesuaian

Lahan Permukiman
Berdasarkan
Kecamatan

hasil

penelitian,

Sawangan

memiliki

lokasi yang sesuai untuk menjadi lahan permukiman lokasi tersebut yang tersebar
di:
Di Kelurahan Serua tersebar 2 lokasi, kedua lokasi di Kelurahan Serua
tersebut termasuk sesuai berdasarkan Peta Lereng yaitu 2 8 %. Dari hasil
pengklasifikasian dari Peta Jarak sungai kedua lokasi termasuk sesuai karena
jaraknya lebih dari 60 m dari tepi sungai.
Tanah kosong yang tersebar di Kelurahan Bojongsari Baru terdapat 1 1okasi,
yang memiliki kemiringan lereng yang sesuai antara 2 8 % , sedangkan untuk
kesesuaian jarak dari sungai termasuk sesuai karena lebih dari 60 m.
Pada daerah Kelurahan Bojongsari Lama terdapat 1 lokasi, kemiringan lereng
yang dimiliki lokasi tersebut antara 2 8 %. Namun berdasarkan jarak dari sungai
lokasi tersebut sesuai karena berada pada jarak lebih dari 60 m dari tepi sungai.
Untuk di daerah Sawangan Lama ada 2 lokasi, 2 lokasi tersebut memiliki
kemiringan dan jarak dari sungai yang sesuai, yaitu 2 8 % kemiringan untuk
kemiringan lerengnya dan jarak dari sungai lebih dari 60 m dari tepi sungai.
Satu lokasi
terakhir berada
di

Kelurahan

Pasir Putih,

dapat
sesuai

dinyatakan
karena

kemiringan
15

16

lereng yang terdapat pada daerah tersebut masih berkisar antara


2 8 % kemiringannya. Sedangkan untuk jarak dari sungainya
juga dikatakan sesuai karena lebih dari 60 m.

BAB V
KESIMPULAN

DAN

SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
dan

overlay

klasifikasi,

bahwa

daerah yang sesuai untuk lahan permukiman di Kecamatan


Sawangan ada 7 lokasi, 2 lokasi berada di Kelurahan Serua,
Kelurahan Sawangan Lama memiliki 2 lokasi, di Kelurahan
Bojongsari Lama memiliki 1 lokasi, begitu juga Kelurahan

16

17

Bojongsari Baru memiliki 1 lokasi dan yang terakhir 1 lokasi


berada di Kelurahan Pasir Putih.
Kelima lokasi tersebut dinyatakan sesuai karena termasuk
sesuai pada pengklasifikasian peta yang ada, yaitu Peta Lereng
karena ketujuh lokasi memiliki kemiringan lereng anatar 2 8 %
dan Peta Jarak Dari Sungai dikarenakan kelima lokasi tersebut
berada pada jarak lebih dari 60 m dari tepi sungai.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan saran:
1. Penambahan instrument penelitian, yaitu Peta Jenis Batuan
2. Teknik pengumpulan data berupa peta, seharusnya tidak
bersumber dari satu tempat saja.

DAFTAR PUSTAKA
Agung, Avianto Wibowo. 1995. Pola Permukiman di Kotamadya Sukabumi.
Jurusan Geografi FMIPA UI. Depok.
Aris, M Saleh. 2007. Kesesuaian Tanah Untuk Permukiman dikawasan Sempadan
Ci Liwung. Jurusan Geografi FMIPA UI Depok.
17

18

Dwinanto, Rachmat. 2007. Wilayah Kerentanan Air Tanah di Kecamatan


Sawangan. Jurusan Geografi FMIPA UI . Depok.
Mochtar, Fitriani. 1999. Karakteristik Permukiman di Sepanjang Bantaran Ci
Liwung Kotamadya Bogor Tahun 1999. Jurusan Geografi FMIPA UI.
Depok.
Mononimbar Windy J. 2014. Penanganan Permukiman Rawan Banjir di
Bantaran Sungai. Manado.
Prasetyo, Wahyu Tirto dan Sri Rahayu. 2013. Kajian Kualitas Permukiman
dengan Citra Quickbird dan SIG di Kecamatan Serengan, Kota Surakarta.
Semarang.
Sahidin, Didin. 2000. Perubahan Penguasaan Lahan Perumahan di Jakarta
Selatan Tahun 1991 1998. Jurusan Geografi FMIPA UI. Depok.
Sandy, I Made. 1982. Kebijakan Pertanahan di Indonesia Sehubungan Dengan
Pembangunan Regional. Publikasi Nomor 153. Direktorat Tata Guna
Tanah Depdagri. Jakarta.
Sandy, I Made. 1997. Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Publikasi
Nomor 75. Direktorat Tata Guna Tanah. Depdagri. Jakarta
Solihatin. 2002. Kesesuaian Nilai Tanah Terhadap Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) Tanah di Koridor Margonda Citayam tahun 2001. Jurusan
Geografi FMIPA UI. Depok
Tsanya, Yuri Albashitu. 2013. Daya Dukung lahan terhadap permukiman di kota
depok setelah tahun 2009. SMA Lazuardi GIS. Depok.
Yunus, S. 1982. Konsep perkembangan dan pengembangan daerah perkotaan.
Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
http://bappeda.kendalkab.go.id/lahan/content.php?query=jenis_tanah diakses pada
21 November 20014 (22.14)
http://hilalhidayatullah.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id/?cat=4

diakses

pada 21 November 2014 (14.39)


http://www.digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-11417-Paper.pdf
tanggal 26 Oktober 2014 (10.33)

18

diakses

pada

19

http://www.damandiri.or.id/file/ronilaipbbab4.pdf

diakses pada tanggal 1

November 2014 (22.45)


http://www.kamusq.com/2012/12/relief-daratan-adalah-pengertian-dan.html
diakses pada tanggal 22 November 2014 (08.15)
http://www.metro.kompasiana.com/2013/06/21/pertumbuhan-mengerikankawasan-sawangan-570710.html
diakses pada tanggal 1 November 2014 (22.40)
http://prillygeography.blogspot.com/2012/04/pengaruh-kesesuaian-lahanuntuk.html 20 Oktober 2014 (20.04)
http://www.properti.kompas.com/read/2014/01/22/1810475/Luar.Biasa.Jakarta.Ta
hun.Ini.Dikepung.133.Gedung.Tinggi. diakses pada tanggal 1 November 2014
(10.38)
http://www.properti.kompas.com/read/2013/09/14/1542002/Masa.Depan.Depok.A
da.di.Sawangan diakses pada tanggal 26 Oktober 2014 (22.44)
http://www.serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/
tanggal 1 November 2014 (22.45)

LAMPIRAN
Peta 2.1 Peta Administrasi

19

diakses

pada

20

Peta 2.2 Peta Jarak dari Sungai

Peta 2.3 Peta Jenis Tanah

20

21

Peta 2.4 Peta Lereng

Peta 2.5 Peta

Penggunaan Tanah

21

22

Peta 2.6 Peta Kesesuaian Lahan Permukiman

22

Anda mungkin juga menyukai