SINUSITIS MAKSILARIS
Oleh :
Kurniawan Adi Putranto
G99121025
BAB I
PENDAHULUAN
Sinus paranasalis (maksilaris, frontalis, etmoidalis, dan sfenoid) adalah
rongga di sekitar hidung yang selalu terisi udara dan berhubungan dengan saluran
hidung melalui ostium yang kecil.1 Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang
penting yaitu untuk melembabkan, menyaring dan mengatur suhu udara yang
akan masuk ke paru-paru.2
Kondisi inflamasi dari sinus paranasalis mempunyai dampak sosial
ekonomi yang signifikan setiap tahunya, berhubungan dengan biaya kesehatan
dan berkurangnya jam kerja akibat sakit.3 Sinusitis mewakili salah satu dari
penyakit yang paling sering yang membutuhkan pengobatan dengan antibiotika
pada populasi dewasa.3 Tantangan bagi para klinisi dalam mengevaluasi pasien
dengan kemungkinan sinusitis adalah untuk mencoba membedakan infeksi virus
saluran nafas atas atau rinitis alergika, yang tidak membutuhkan pengobatan
dengan antibiotika, dengan sinusitis kronis atau akut yang memberikan respon
dengan pengobatan dengan antibiotika.3
Kebanyakan infeksi bakteri terjadi pada keadaan dimana terjadi gangguan
fungsi, obstruksi anatomi, inflamasi, drainase yang terganggu, dan perkembangan
bakteri yang berlebihan. Kemudian sinus akan dipenuhi dengan cairan purulen. 1
Hal tersebut terjadi karena proses inflamasi menyebabkan peningkatan sekresi dan
edema pada mukosa sinonasal.2 Dengan progresifnya komponen inflamasi, sekret
tersebut tertahan di dalam sinus paranasal yang dapat terjadi karena gangguan
fungsi silia dan obstruksi dari ostium sinus yang relatif kecil. Posisi ostium yang
melawan gravitasi secara tidak langsung juga menyebabkan buruknya drainase. 2,4
Obstruksi tersebut menyebabkan pengurangan tekanan parsial oksigen di dalam
sinus dan menyebabkan kondisi anaerobik di dalam sinus.2 Faktor-faktor inilah
menyebabkan kondisi yang ideal dalam pertumbuhan bakteri patogen, dan
menyebabkan sinusitis.2 Rinitis alergi dan infeksi virus pada saluran nafas atas
yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya sinusitis.3,5 Sinus maksilaris
adalah sinus yang paling sering terkena infeksi.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
A. DEFINISI
Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya adalah radang pada
mukosa sinus paranasalis.3,4,6,7 Sinusitis maksilaris adalah peradangan atau
inflamasi pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis maksilaris diklasifikasikan
menjadi akut, sub akut dan kronik.3,4 Sinusitis akut bila gejalanya berlangsung
beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila berlangsung dari 4
minggu sampai 3 bulan, dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3
bulan.4 Dalam menentukan secara pasti apakah sinusitis tersebut akut, sub
akut atau kronis, harus menggunakan pemeriksaan histopatologis.4 Sinusitis
akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda
radang akut sudah reda, dan sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis
mukosa sinus yang irreversible.4 Diagnosis sinusitis digunakan sebagai
diagnosis infeksi sinus oleh bakteri.3
B. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari Sinusitis maksilaris adalah infeksi saluran nafas
atas karena virus, seperti rinitis akut, campak, dan batuk rejan.7,8 Hanya 10%
diakibatkan oleh radang pada gigi molar atau premolar.8 Penyebab lain yang
jarang adalah karena menyelam dan fraktur tulang maksila dan tulang
frontal.8,9 Sinusitis yang terjadi karena menyelam disebabkan menyelam
dengan kaki yang masuk air terlebih dahulu tanpa menjepit hidung.9
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi Sinusitis tinggi di masyarakat. Di bagian THT Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan data
sekitar 25 % anak-anak dengan ISPA menderita sinusitis maksila akut. 7
Sedang pada Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok sub bagian Rinologi
didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 orang terkena
sinusitis (50%). Di Amerika Serikat diperkirakan 0,5% dari infeksi saluran
nafas atas karena virus dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis
mengenai hampir 31 juta rakyat Amerika Serikat.6
D. PATOGENESIS
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae telah disepakati
sebagai patogen primer pada sinusitis bakterial, selain itu M. Catarrhalis juga
didapatkan pada sinusitis maksilaris (40% pada anak-anak).2,7
Faktor faktor predisposisi sinusitis maksilaris adalah obstruksi mekanik,
rinitis kronis, serta rinitis alergi, polusi, udara dingin dan kering, riwayat
trauma, menyelam, renang, naik pesawat, riwayat infeksi pada gigi, infeksi
pada faring.4 Rinitis adalah faktor predisposisi yang paling penting dalam
terbentuknya sinusitis.3
Pada saat terjadi infeksi, akan terjadi reaksi radang yang salah satunya
berupa edema, edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal yang
sempit. Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan
drainase dan ventilasi di dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh mukosa
sinus menjadi kental. Lendir yang kental tersebut menjadi media yang baik
bagi pertumbuhan bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus menerus,
akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri
anaerob.2,3,4,5
E. DIAGNOSIS
Subjektif
1. Rhinorrhea yang kental dan bewarna agak hijau dan kadang berbau 7 hari
hingga 14 hari 2,4,10
2. Sakit pada wajah
3. Hidung buntu
Gejala yang disebutkan di atas ini adalah gejala klasik dari sinusitis akut,
gejala klasik tersebut sering juga disertai dengan gejala lain seperti yang
tersebut di bawah ini:
4. Sakit pada pipi dan dapat juga pada kepala
5. Demam dan rasa lesu
6. Batuk
7. Nyeri pada telinga
8. Penurunan atau gangguan penciuman (decreased or altered sense of smell)
Bila telah menjadi kronik dapat juga terdapat komplikasi di paru-paru berupa
bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkiale sehingga terjadi penyakit
sinobronkitis.4
Objektif
Pemeriksaan fisik
1. Tampak pembengkakan di daerah pipi dan kelopak mata bawah sisi yang
terkena.
2. Pada rinoskopi anterior, mukosa konka tempak hiperemi dan edema,
selain itu tampak mukopus atau nanah di meatus media.
3. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring.
Pemeriksaan penunjang
1. Dengan pemeriksaan tranluminasi, sinus yang sakit akan terlihat suram
atau gelap.4,8 Akan lebih bermakna hasilnya bila hanya salah satu sisi
sinus saja yang sakit, sehingga terlihat sekali perbedaanya antara yang
suram atau sakit dengan yang normal.4,8
2. Pemeriksaan radiologi, yaitu foto Waters, PA, dan lateral. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau air- fluid level pada sinus
yang sakit.4,8 CT scan merupakan tes yang paling sensitive dalam
mengungkapkan kelainan anatomis selain melihat adanya cairan dalam
sinus, tetapi karena mahal, CT scan tidak dipakai sebagai skrining dalam
mendiagnosis sinusitis.1
3. Pemeriksaan kultur, sample diambil dari sekret dari meatus medius atau
meatus superior.4,8 Pasien harus dirujuk ke otolaringologis untuk aspirasi
maksila dan kultur, bila tidak sembuh dengan pengobatan antibiotika
yang sesuai dan adekuat
F. DIAGNOSIS BANDING
Vakum sinus
G. TERAPI
Prinsip penatalaksanaan dari sinusitis adalah: mengembalikan fungsi silia
mukosa, memperbaiki drainase, eradikasi bakteri, dan menghilangkan
keluhan nyeri.3
Medikamentosa
Antibiotika selama 10-14 hari:
Clarithromycin 2x500mg
Amoksisilin 3x500mg
Kotrimoksasol 2x1tablet
Parasetamol 3x500mg
Metampiron 3x500mg
Antihistamin baik lokal ataupun oral bila terjadi sinusitis kronis akibat alergi
Bila dengan pengobatan medikamentosa gagal, maka harus konsultasi
dengan ahli THT.3
Tindakan pembedahan
Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal, yaitu dengan mengangkat mukosa
yang patologis dan membuat drainase sinus yang terkena.
H.
PROGNOSIS
Terapi yang cocok, terutama jika pasien perlu dirawat secara medis pada
stadium dini, sangat berhasil.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. T
Umur
: 41 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Sukoharjo
Agama
: Islam
No CM
: 01212030
Tanggal Masuk
: 9 Mei 2008
B.
ANAMNESIS
1.
Keluhan Utama :
Nyeri di sekitar hidung
2.
3.
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat mondok
4.
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
C.
PEMERIKSAAN FISIK
1.
2.
Rr : 20 x / mnt
S : 36,80 C
N : 80x / mnt
3.
Mata
: CA ( -/- ), SI ( -/- )
4.
5.
6.
Mulut
Tenggorokan
8.
Leher
9.
Thorax
pucat ( -)
7.
hiperemi ( -/- )
Cor
Pulmo
10.
Abdomen
dinding dada
P : Supel, nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tak teraba
P : Tymphani
A : Peristaltik ( + )
11.
10
Ekstremitas
: Oedem
Akral dingin
D.PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Foto Waters: Kesan: sinusitis maksilaris dextra dan sinistra.
E.
DIAGNOSIS
Sinusitis Maksilaris Bilateral
F.
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Clarithromycin 2x500mg
Pseudoefedrin 3x60mg
Parasetamol 3x500mg
11
Penulisan Resep
dr. Kurniawan
Alamat : Jl. Raya III/1 Solo
Telp : 678910
SIP : 09876/12432
R /
No. XIV
2 dd cap I
R /
No. XXI
3 dd tab I p.c.
R /
Pseudoefedrin tab mg 60
No. XXI
3 dd tab I
Pro : Tn. T ( 41 th )
12
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Terapi Antibiotik
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan
sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup -laktamase seperti
pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu golongan penisilin (amoksisillin
klavulanat atau ampisillin sulbaktam), makrolid, tetrasiklin. Jika ada perbaikan
antibiotik diteruskan mencukupi 10 14 atau lebih jika diperlukan.7,11
Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti
siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga
ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidazole.7
Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi
kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan
pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan.7
B. Terapi Tambahan
Dekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal
mendampingi antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor -adrenergik
dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan
sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan
ventilasi.7,11
Preparat
yang
umum
adalah
pseudoefedrine
dan
phenyl-
13
pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari) akan menyebabkan rinitis medika
mentosa.7
C. Pembahasan Obat
Obat yang dipilih sebagai antibiotik pada kasus di atas adalah
Clarithromycin. Seperti obat golongan makrolida lain, clarithromycin
mengikat ribosom subunit 50 S subunit pada ribosom 70 S, hal ini akan
menghambat RNA sehingga sintesa protein bakteri akan terganggu.
Clarithromycin dapat bersifat bakteriostatik ataupun bakterisidal, tergantung
pada konsentrasinya. Pada kondisi alkali, akan mempermudah masuk ke sel
bakteri, yang pada kondisi ini clarithromycin ada dalam bentuk tak terionkan.
Clarithromycin juga dapat masuk sel fagosit dan makrofag, sehingga efektif
terhadap organisme yang menginfeksi saluran napas, seperti: tonsilitis,
faringitis maupun sinusitis.
Efek samping lain yang umum terjadi adalah diare, mual, nyeri & rasa
tidak enak pada perut, pengecapan abnormal, dispepsia, sakit kepala.
Interaksi dengan obat lain :
-
Alfentanil.
Alosetron:
metabolisme benzodiazepin.
Buspirone:
Antibiotika
Makrolida
metabolisme Buspirone.
Calcium Channel Blockers:
metabolisme Carbamazepine.
Glikosida jantung: Antibiotika Makrolida dapat meningkatkan
Penghambat
CYP3A4
(kuat)
Makrolida
mungkin
dapat
dapat
Antibiotika
dapat
menurunkan
menurunkan
Makrolida
dapat
Clopidogrel.
Clozapine: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme
Clozapine.
Colchicine:
metabolisme Colchicine.
Kortikosteroid (Sistemik):
Cilostazol.
Ciprofloxacin: Dapat meningkatkan efek perpanjangan QT.
Cisapride: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme
Cisapride.
Derivat akumarin: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan
Antibiotika
Makrolida
Antibiotika
dapat
menurunkan
Makrolida
dapat
dapat
menurunkan
metabolisme cycklosporine.
Clarithromycin sedapat mungkin tidak diberikan pada wanita hamil
kecuali tidak ada alternatif terapi yang lain. Pasien harus diberitahu risiko
terhadap kehamilannya.; FDA mengelompokkan obat ini dalam kategori C.
D. Antibiotika alternatif untuk kasus ini
1.
Golongan Penicillin
Amoxicillin Mempengaruhi sintesis dinding sel
mucopeptides selama multiplikasi aktif,menghasilkan
aktivitas bakterisidal pada bakteri yang sensitif. Kurang
Nama obat
efektif dibandingkan dengan Ampicillin. Biasanya
diberikan per oral 3-4 kali dengan dosis harian 350500 mg per hari.
15
Dosis dewasa
1 g PO per 8 jam
20-50 mg/kg/hari PO dibagi setiap 8 jam selama 14
Dosis anak
Kontra indikasi
Interaksi obat
hari.
Riwayat hipersensitivitas terhadap golongan penicillin
Mengurangi kemanjuran kontrasepsi oral
Penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan
Perhatian
Kelebihan
Kekurangan
lain
2.
Kotrimoksasol
Trimethoprim and sulfamethoxazole Menghambat
pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dari
asam dihidrofolik. Aktivitas antibakteri dari TMP
Nama obat
aeruginosa.
Trimethoprim
sendiri
Dosis anak
dianjurkan
Kontraindikasi
Interaksi Obat
folat.
Dapat meningkatkan Prothrombin Time ada pemberian
bersama dengan heparin (lakukan tes koagulasi dan
penyesuaian
dosis
bersamaan);pemberian
16
bila
dengan
diberikan
dapsone
dapat
dengan
diuretik
meningkatkan
insiden
sulfonylureas
dapat
meningkat
pada
hentikan
terapi
jika
timbul
perubahan
dapat
terjadi
pada
terapi
dengan
17
Kelebihan
Kekurangan
3.
Nama obat
cara
mencegah
sintesa
protein
Dosis anak
negatif.
100 mg setiap 12 jam selama hari pertama dilanjutkan
dengan 100 mg sekali sehari. Pengobatan harus
dilanjutkan minimal 1-2 hari setelah tanda-tanda dan
gejala infeksi menghilang.
Infeksi berat : 200 mg sehari.
Anak > 8 tahun dengan berat badan > 45 kg: 100 mg
setiap 12 jam selama hari pertama dilanjutkan dengan
100 mg sekali sehari.
Anak-anak berusia > 8 tahun dengan berat badan < 45
kg: 4,4 mg/kgBB/hari dengan selang waktu 12 jam
selama hari pertama dilanjutkan dengan 2,2 mg/kgBB
sekali sehari.
Pengobatan harus dilanjutkan minimal 1-2 hari setelah
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Perhatian
Kelebihan
Kekurangan
18
BAB V
KESIMPULAN
Sinusitis maksilaris adalah peradangan atau inflamasi pada mukosa sinus
maksilaris. Sinusitis maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan
kronik.3,4 Sinusitis akut bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4
minggu, sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan, dan
sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
19
2.
Dekongestan
berperan
DAFTAR PUSTAKA
1. Van David C. ENT Emergencies Disorders of The Ear, Nose, Sinuses,
Oropharynx, & Mouth. in: Stone C, Humprhries R, editors. Current Emergency
diagnosis and treatment 4th editions (Lange current series). Mc Graw Hill,
Philadelphia, 2004, p 348-350.
2. Johnson Jonas T, Ferguson Berylin J. Paranasal Sinuses. in: Cummings CW,
Frederickson
JM,
Harker
LA,
Krause
20
CJ,
Richardson
M,
editors.
21
22