A.
Pengertian Obat
Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I pasal 1 tidak
disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian tentang sediaan farmasi. Sediaan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. 10
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988
tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), obat adalah tiap bahan atau campuran
bahan yang dibuat, ditawarkan untuk dibuat, ditawarkan untuk dijual atau disajikan untuk
digunakan dalam pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, suatu
kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan, atau dalam pemulihan,
perbaikan atau pengubahan fungsi organis pada manusia atau hewan. 11
Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain :12
1.
Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam
bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lain yang mempunyai
nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) atau buku lain.
2.
Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas
nama si pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang
memproduksinya.
3.
Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai
bagian yang berkhasiat maupunan mutunya terjamin yang tidak berkhasiat, misalnya
lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu atau komponen lain yang belum dikenal,
hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya.
4.
5.
Obat generik berlogo adalah obat esensial yang tercantum dalam Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin karena diproduksi sesuai dengan
persyaratan CPOB dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan (PPOM Depkes). PPOM Depkes saat sekarang telah menjadi Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
B.
*)
Tujuan dari subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan
perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat, serta terjangkau oleh
masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Subsistem obat dan perbekalan kesehatan terdiri dari tiga unsur utama yakni jaminan
ketersediaan, jaminan pemerataan serta jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan.
Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan
obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya penyebaran
obat dan perbekalan kesehatan secara merata dan berkesinambungan sehingga mudah
diperoleh dan terjangkau oleh masyarakat. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan
adalah upaya menjamin khasiat, keamanan serta keabsahan obat dan perbekalan kesehatan
sejak dari produksi hingga pemanfaatannya. Ketiga unsur utama tersebut, yakni jaminan
ketersediaan, jaminan pemerataan serta jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan,
bersinergi dan ditunjang dengan teknologi, tenaga pengelola serta penatalaksanaan obat dan
perbekalan kesehatan.
Penyelenggaraan subsistem obat dan perbekalan kesehatan mengacu pada prinsipprinsip sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat
maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.
10.
11.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pelayanan
obat
dengan
resep
dokter
kepada
masyarakat
apotek,
toko
obat
dan
tempat-tempat
yang
layak
lainnya,
dengan
11.
12.
Pendistribusian,
pelayanan
dan
pemanfaatan
perbekalan
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
sebagai landasan, arah, dan pedoman dalam pembangunan di bidang obat. Tujuannya
menjamin:16
1.
2.
Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta melindungi masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
3.
yaitu;
1.
Perlu sistem pembiayaan obat berkelanjutan, baik sektor publik maupun sektor swasta.
2.
3.
Penerapan sistem pengadaan dalam jumlah besar atau pengadaan bersama di sektor
publik.
4.
Penyiapan peraturan yang tepat untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat.
5.
Memanfaatkan skema TRIPs seperti Lisensi Wajib, Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah
dan parallel import.
Strategi untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan
2.
3.
4.
5.
2.
3.
perubahan dari
manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak efisienan akan memberikan
dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis. Tujuan
manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat
dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk
mendukung pelayanan yang bermutu.5, 10
Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu
siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan
perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan. 5
Dalam sistem manajemen obat, masing-masing fungsi utama terbangun berdasarkan
fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya. Seleksi seharusnya didasarkan pada
pengalaman aktual terhadap kebutuhan untuk melakukan pelayanan kesehatan dan obat
yang digunakan, perencanaan dan pengadaan memerlukan keputusan seleksi dan seterusnya.
Siklus manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen (management
support) yang meliputi organisasi, keuangan atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan
sistem informasi manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manjemen obat yang baik harus
didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara
efektif dan efisien. Siklus pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:5
Seleksi/
Perencanaan
Penggunaan
Dukungan
Manajemen:
Organ
isasi
Pembi
ayaan
Manaj
emen
Distribusi
Pengadaan
Seleksi
Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau
masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk
dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif apoteker dalam PFT untuk menetapkan kualitas dan
efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian. 1
Kriteria seleksi obat menurut DOEN:
1) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien
2) Memiliki rasio resiko manfaat yang paling menguntungkan
3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
4) Obat mudah diperoleh
b.
Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari
kekosongan
obat
dengan
menggunakan
metode
yang
dapat
Epidemiologi, Kombinasi
metode konsumsi
dan epidemiologi
1) Metode morbiditas/epidemiologi19
Yaitu berdasarkan pada penyakit yang ada. Dasarnya adalah jumlah
kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu
didasarkan pada penyakit yang ada di rumah sakit atau yang paling sering muncul
dimasyarakat. Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit. Tahap-tahap
yang dilakukan yaitu:
a)
(3)
b)
c)
(2)
2) Metode konsumsi20
Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obat berdasarkan pada
kebutuhan riil obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi
berdasarkan pada penggunaan obat tahun sebelumnya. Metode ini banyak
digunakan di Apotek.
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
a)
baik atau
rasional?
(2) Apakah suplai obat periode itu cukup dan lancar?
(3) Apakah data stok, distribusi, dan penggunaan obat lengkap dan akurat?
(4) Apakah banyak terjadi kecelakaan (obat rusak, tumpah, kadaluarsa) dan
kehilangan obat?
(5) Apakah jenis obat yang akan digunakan sama?
b)
(2)
b)
c)
pelayanan
c)
Perhitungan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Lakukan
penyesuaian
terhadap
3) Metode gabungan, metode ini untuk menutupi kelemahan kedua metode diatas. 20
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
kaitannya dengan perencanaan obat, Bab V bagian ke-11 pasal 40 menyebutkan
bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat
Farmakope Indonesia dan atau buku standar lain.
20
Pedoman perencanaan obat untuk rumah sakit yaitu DOEN, Formularium Rumah
Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan
medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,
data pemakaian periode yang lalu, atau dari rencana pengembangan. 1
Perencanaan yang telah dibuat harus dilakukan koreksi dengan menggunakan
metode analisis nilai ABC untuk koreksi terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis
obat dapat memakan anggaran besar disebabkan pemakaiannya banyak atau
harganya mahal. Dengan analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis obat
yang dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Pada dasarnya
obat dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai
kurang lebih 80 % sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20 %, golongan B jika obat
tersebut mempunyai nilai sekitar 15 % dengan jumlah obat sekitar 10 % - 80 %, dan
golongan C jika obat mempunyai nilai 5 % dengan jumlah obat sekitar 80 % - 100 %.5
Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial dan Non
Esensial) untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan menggolongkan obat
kedalam tiga kategori. Kategori V atau vital yaitu obat yang harus ada yang
diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan, kategori E atau essensial yaitu obat
yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi pasienan,
kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai macam obat yang digunakan
untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan manfaatnya
10
dibanding obat lain yang sejenis. 5 Analisa kombinasi metode ABC dan VEN yaitu
dengan melakukan pendekatan mana yang paling bermanfaat dalam efisiensi atau
penyesuaian dana.2
2.
Pengadaan
Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui :1
a. Pembelian :
1) Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
2) Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar
farmasi/rekanan
b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi:
1) Produksi Steril
2) Produksi Non Steril
c. Sumbangan/droping/hibah pembelian secara tender.
Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga layak,
mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar tidak
memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan.5
Pengadaan memegang peranan yang penting, karena dengan pengadaan rumah
sakit akan mendapatkan obat dengan harga, mutu dan jumlah, yang sesuai dengan
kebutuhan. Rumah sakit tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien jika persediaan obat
tidak ada, hal ini dapat berakibat fatal bagi pasien dan akan mengurangi keuntungan
yang seharusnya dapat diterima rumah sakit.2
Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah berlaku untuk pengadaan obat di rumah sakit milik
pemerintah, pengadaan obat ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
(APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam Keppres ini,
pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan dengan menggunakan: 21
a. Penyedia barang/jasa, yaitu dengan menggunakan badan usaha atau orang
perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/
layanan jasa.
b. Pengadaan barang/jasa swakelola, yaitu direncanakan, dikerjakan, dan diawasi
sendiri
oleh
institusi
pemerintah
penanggungjawab
anggaran
atau
institusi
penerima
hibah.
Swakelola
dapat
dilaksanakan
oleh
pengguna
10
11
b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah
ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan
sasaran yang ditetapkan
c. Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia
barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang
sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria
tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan
d. Transparan,
berarti
semua
ketentuan
dan
informasi
mengenai
pengadaan
barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil
evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta
penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya
e. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon
penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak
tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun
f. Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi
kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai
dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
Metoda Pemilihan Penyedia Barang/Jasa terbagi menjadi:24
a.
Pelelangan umum
Adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka
dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman
resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat
dan
memenuhi
kualifikasi
dapat
mengikutinya.
Semua
pemilihan
penyedia
Pelelangan terbatas
Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu melaksanakan diyakini
terbatas
yaitu
untuk
pekerjaan
yang
kompleks,
maka
pemilihan
penyedia
luas
melalui
media
massa
dan
papan
pengumuman
resmi
dengan
Pemilihan langsung
Yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan
sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia
barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis
maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi
untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet, pemilihan
langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp
100.000.000,00.
d.
Penunjukan langsung
11
12
(2)
(3)
(4)
perseorangan
b)
c)
d)
Proses pengadaan obat memiliki beberapa proses yang baku, dan merupakan siklus
yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah sakit. Langkah proses
pengadaan dimulai dengan mereview daftar obat-obatan yang diadakan, menentukan
jumlah item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode
pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman
barang dan memeriksa, melakukan pembayaran serta menyimpan yang kemudian
didistribusikan. Agar proses pengadaan berjalan lancar dan dengan manjemen yang baik
memerlukan struktur komponen berupa personel yang terlatih dan menguasai
permasalahan pengadaan, adanya prosedur yang jelas dan terdokumentasi didasarkan
pada pedoman baku, sistem informasi yang baik, didukung oleh dana dan fasilitas yang
memadai.2
Tiga elemen penting pada proses pengadaan yaitu :22
12
13
a.
b.
c.
3.
Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang
ditetapkan :1
a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
b. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya
c. Mudah tidaknya meledak/terbakar
d. Tahan/tidaknya terhadap cahaya
disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan.
Tujuannya
adalah
untuk
mempertahankan
kualitas
obat,
mengoptimalkan
menambah
keuntungan
bila
pembelian
banyak,
menghemat
biaya
b.
c.
1)
bahwa
obat
yang
disimpan
mudah
diperoleh
dan
mengaturnya
sesuai
d.
e.
f.
Mengirim
obat
dengan
dokumen-dokumen
pendukungnya
dan
mengarsipkannya.
13
14
g.
h.
Menjaga
kebersihan
dan
kerapian
ruang
kerja
dan
tempat
penyimpanan/gudang.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam fungsi penyimpanan adalah: 23
a.
b.
Pergunakan
tenaga
manusia
seefektif
mungkin,
jangan
berlebih
jumlah
Pergunakan ruangan yang tersedia seefisien mungkin, baik dari segi besarnya
ruangan dan pembagian ruangan.
d.
e.
Menciptakan suatu sistem penataan yang lebih efektif untuk lebih memperlancar
arus barang.
Ada beberapa macam sistem penataan obat, antara lain yang pertama sistem First
In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan dibelakang obat yang
terdahulu, yang kedua Last in First Out (LIFO) yaitu obat yang datang kemudian
diletakkan didepan obat yang datang dahulu, yang ketiga First Expired First Out (FEFO)
yaitu obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih dahulu diletakkan didepan obat
yang mempunyai tanggal kadaluarsa kemudian. Ada beberapa cara penempatan obat
yang dapat dilakukan yaitu menurut jenisnya, menurut abjad, menurut pabrik yang
memproduksi dan menurut khasiat farmakoterapinya. 2
4.
Distribusi
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta
untuk menunjang pelayanan medis.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien
dengan mempertimbangkan :
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi
c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
Sistem distribusi obat di rumah sakit terbagi menjadi pendistribusian obat untuk
pasien rawat inap, rawat jalan, dan distribusi obat di luar jam kerja. 1
a.
b.
14
15
2)
Ruang
rawat
yang
menyediakan
obat-obat
emergensi
Sistem pelayanan distribus terdiri dari:
a. Sistem persediaan lengkap di ruangan
1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan
tanggung jawab perawat ruangan.
2) Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat.
3) Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara
berkala oleh petugas farmasi.
b. Sistem resep perorangan
Pendistribusian perbekalan farmasi resep perorangan/pasien rawat jalan dan
rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
c. Sistem unit dosis
Pendistribusian
obat-obatan
melalui
resep
perorangan
yang
disiapkan,
diberikan/digunakan dan dibayar dalam unit dosis tunggal atau ganda, yang berisi
obat dalam jumlah yang telah ditetapkan atau jumlah yang cukup untuk penggunaan
satu kali dosis biasa.
5.
Pengunaan
Penggunaan obat adalah proses yang meliputi peresepan oleh dokter, pelayanan
obat oleh farmasi serta penggunaan obat oleh pasien. Seorang dokter diharapkan
membuat peresepan yang rasional, dengan indikasi yang tepat, dosis yang tepat,
memperhatikan efek samping dan kontra indikasinya serta mempertimbangkan harga
dan kewajarannya. Obat yang ditulis dokter pada resep selanjutnya menjadi tugas
farmasi untuk menyiapkan dan menyerahkan kepada pasien.5
Penggunaan obat dikatakan rasional apabila memenuhi kriteria obat yang benar,
indikasi yang tepat, obat yang manjur, aman, cocok untuk pasien dan biaya terjangkau,
ketepatan dosis, cara pemakaian dan lama yang sesuai, sesuai dengan kondisi pasien,
tepat pelayanan, serta ditaati oleh pasien. Manfaat penggunaan obat yang rasional
adalah meningkatkan mutu pelayanan, mencegah pemborosan sumber dana, dan
meningkatkan akses terhadap obat esensial.24
Sebaliknya penggunaan obat dikatakan tidak rasional yaitu jika: 25
a. Pemakaian obat dimana sebenarnya indikasi pemakaiannya secara medik tidak ada
atau samar-samar
15
16
obat-obat
mahal
padahal
alternatif
yang
lebih
murah
dengan
Pengertian IFRS
IFRS dapat didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu
rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu beberapa orang apoteker
yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara
profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh
pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna,
mencakup
perencanaan,
pengadaan,
produksi,
penyimpanan
perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi pasien rawat inap
dan rawat jalan, pengendalian mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan
seluruh perbekalan kesehatan dirumah sakit, pelayanan farmasi klinik umum dan
spesialis, mencakup layanan langsung pada pasien dan pelayan klinik yang merupakan
program rumah sakit secara keseluruhan.3
16
17
Tujuan dari farmasi rumah sakit menurut The American Society of Hospital
Pharmacist (ASHP) adalah: 30
a. Turut berpartisipasi aktif dalam penyembuhan pasien dan memupuk tanggung jawab
dalam profesi dengan landasan filosofi dan etika.
Tugas Pokok
Tugas pokok IFRS adalah:1
a.
b.
berdasarkan prosedur
d.
e.
f.
g.
h.
3.
Fungsi
Fungsi IFRS yaitu sebagai berikut:1
a.
2)
3)
4)
pelayanan
6)
7)
b.
17
18
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
4.
kewenangan
serta
fungsi.
Kerangka
organisasi
minimal
mengakomodasi
5.
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi
antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang
mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari
Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan dari PFT adalah:
Menerbitkan
a.
pemilihan obat,
b.
kebijakan-kebijakan
mengenai
tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat :
a.
Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 Dokter, Apoteker
dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 orang
yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.
b.
Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan
dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai
ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau
apoteker yang ditunjuk.
18
19
c.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat
Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari
luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.
Fungsi dan ruang lingkup PFT, yaitu:
a.
b.
PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau
dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c.
Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk
dalam kategori khusus.
d.
Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakankebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit
sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e.
f.
g.
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan
perawat.
6.
formularium
perlu
dikembangkan
secara
sistematis
melalui
pendekatan yang logis dan berdasarkan pada kebutuhan pasien serta fasilitas yang ada di
RS. Sistem formularium yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap
berjalan terus dalam arti bahwa sementara formularium digunakan oleh staf medis,
dilain pihak PFT mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat
yang ada dipasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien. 1
Komposisi Formularium: halaman judul, daftar nama anggota PFT, daftar isi,
informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima
untuk digunakan,dan lampiran.1
19
20
7.
pelayanan
kefarmasian
dilaksanakan
oleh
tenaga farmasi
kepastian
keprofesian
maupun
kuantitas
dengan
pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja dan
keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit. 1
a.
Pimpinan
IFRS harus dipimpin oleh seorang apoteker yang secara profesional kompeten
dan memenuhi persyaratan hukum. Adapun tugas dan tanggung jawab pimpinan
IFRS, yaitu:3
1)
Bertugas dan bertanggung jawab memimpin semua kegiatan baik fungsi klinik
maupun non klinik.
2)
3)
4)
5)
6)
Harus memastikan jadwal kerja, prosedur, dan penugasan personel dalam cara
seefisien mungkin.
7)
b.
Personel1
1)
2)
20
21
3)
Semua personel harus memiliki pendidikan dan pelatihan yang diperlukan bagi
tugas dan tanggung jawab mereka.
4)
Personel harus dipilih dan diangkat hanya berdasarkan kualifikasi dan unjuk
kerja yang berkaitan dengan tugasnya.
5)
Garis kewenangan dan bidang tanggung jawab dalam IFRS harus ditetapkan
secara jelas. Uraian kerja, data kualifikasi dan posisi harus terdokumentasi
untuk semua kategori personel IFRS harus disediakan/diadakan dan direvisi
jika diperlukan.
c.
Jenis ketenagaan
a)
b)
c)
2)
Pembantu pelaksana.
Beban kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a) Kapasitas tempat tidur dan BOR
b) Jumlah resep atau formulir per hari
c) Volume perbekalan farmasi
d) Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian)
3)
Pendidikan
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam penentuan
kebutuhan tenaga harus dipertimbangkan:
a) Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/ tugas fungsi
b) Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggung jawab
c) Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas
4)
Waktu Pelayanan
Terdiri dari pelayanan 3 shift (24 jam), pelayanan 2 shift, dan pelayanan
1 shift, disesuaikan dengan sistem pendistribusian perbekalan farmasi di
rumah sakit.
Fasilitas dan peralatan1
8.
a.
Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan dan
perundangan-undangan kefarmasian yang berlaku:
1)
2)
3)
21
22
4)
Dipisahkan juga antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu, bebas
kontaminasi.
6)
Persyaratan ruang
tentang suhu,
memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan
terutama
untuk
perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril maupun cair
untuk obat luar atau dalam.
b.
Pembagian Ruangan
1)
Ruang Kantor, yaitu ruang pimpinan, ruang staf, ruang kerja/administrasi, dan
ruang pertemuan
2)
Ruang produksi
Lingkungan kerja ruang produksi harus rapi, tertib, efisien untuk
meminimalkan terjadinya kontaminasi sediaan dan dipisahkan antara ruang
produksi sediaan non steril dan ruang produksi sediaan steril
3)
Ruang Penyimpanan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi temperatur
sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk
dan keamanan petugas yang terdiri dari:
a)
b)
4)
Ruang Distribusi/Pelayanan
Ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi rumah
sakit:
a)
b)
c)
(2)
5)
Ruang Konsultasi
Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker memberikan konsultasi
pada
pasien
dalam
rangka
pasien terdiri dari ruang konsultasi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik) dan
ruang konsultasi untuk pelayanan rawat inap.
22
23
6)
7)
a)
b)
: 20 meter2
c)
: 70 meter2
menyimpan
dokumen
dalam
rangka menjamin
agar
penyimpanan
Peralatan1
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama
untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun
cair untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif
pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk
peralatan tertentu setiap tahun.
Peralatan minimal yang harus tersedia:
1)
2)
3)
Kepustakaan
yang
memadai
untuk
melaksanakan
pelayanan
informasi obat
4)
5)
6)
7)
Alarm
Macam-macam Peralatan
1)
Peralatan Kantor
Terdiri dari furniture (meja, kurdsi, lemari buku/rak, filing cabinet, dan
lain-lain), komputer/mesin tik, alat tulis kantor, telepon dan faximile
(disesuaikan dengan kondisi rumah sakit).
2)
Peralatan Produksi
a) Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat, baik
nonsteril maupun steril/aseptik
b) Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara pembuatan
obat yang baik
3)
Peralatan Penyimpanan
23
24
a)
terlindung
dari
yang
rapi
penyimpanan
khusus
untuk
narkotika
dan
obat
psikotropika
(3) Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan pembuangan
limbah sitotoksik dan obat berbahaya harus dibuat
secara
khusus
Peralatan
pendistribusian/pelayanan,
yaitu
pelayanan
rawat
jalan
e)
f)
9.
24
25
Indikator
Standar
1. Waktu tunggu pelayanan
a.
Obat
1. a. 30 menit
jadi
b. 60 menit
b.
Obat
2. 100%
racikan
2. Tidak adanya kejadian kesalahan 3. 80%
pemberian obat
4. 100%
3. Kepuasan pelanggan
4. Penulisan
resep
sesuai
formularium
Sumber: Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta 2007
Apabila dilihat dari standar pelayanan minimal rumah sakit diatas maka untuk
mengukur proses pengelolaan obat di rumah sakit belumlah lengkap,
menggunakan
indikator
efisiensi
pengelolaan
obat
dari
Pudjaningsih
untuk
tahap
perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi, serta indikator penggunaan obat dari
WHO.
F.
2,6
25
26
Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu manajemen rumah sakit yang
penting, karena ketidakefisienan dalam pengelolaan akan memberikan efek negatif terhadap
rumah sakit baik secara medis maupun ekonomi. Pengelolaan obat di rumah sakit bertujuan
agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat diperlukan, dalam jumlah yang cukup dan
mutu
yang
terjamin.
Pengelolaan
obat
meliputi
tahap
perencanaan,
pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan penggunaan obat yang saling terkait satu sama lain. Prinsip
penting dalam manajemen obat dirumah sakit agar tiap tahap dan kegiatan dapat berjalan
secara dinamis dan saling mengisi. Ketidakterkaitan antar tahap akan membawa konsekuensi
tidak efisiennya sistem suplai dan penggunaan yang ada. Untuk melihat gambaran
keefisienan suatu sistem, maka dapat memanfaatkan indikator-indikator yang khas untuk
sistem tersebut. Terdapat beberapa batasan-batasan indikator yaitu:
1.
2.
Indikator merupakan jenis data berdasar sifat/gejala/keadaan yang dapat diukur dan
diolah secara mudah dan cepat dengan tidak memerlukan data lain dalam
pengukurannya10
3.
Indikator merupakan alat ukur kuantitatif yang dapat digunakan untuk monitoring,
evaluasi, dan mengubah atau meningkatkan mutu pengelolaan obat di farmasi rumah
sakit.6
Indikator dapat digunakan untuk mengukur saat proses berlangsung maupun sesudah
menjadi keluaran. Indikator yang baik harus mempunyai validitas, sensitivitas, dan spesifik.
Indikator yang valid adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keadaan
suatu pengelolaan, sehingga pengelolaan dapat ditingkatkan. Indikator yang sensitiv adalah
indikator yang dapat menunjukkan semua kasus-kasus yang terjadi saat pengukuran baik
pada tahap proses maupun tahap keluaran. Indikator yang spesifik adalah indikator yang
dapat menunjukkan suatu kasus memang benar-benar terjadi saat pengukuran dilakukan.
Indikator sebagai alat ukur kuantitatif, diharapkan mampu memberikan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Contoh indikator farmasi yang sudah dikembangkan:
1.
b.
c.
26
27
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
Unsur peralatan
1.
2.
Unsur
tetap
prosedur
Indikator
2
Mendistribusikan obat dan bahan: obat jadi/generik,
bahan kimia, alat habis pakai, alat inventaris medis.
Meracik obat dan pembuatan serta penyediaan bahan:
obat jadi, obat campuran, sediaan standar rumah sakit
(formularium rumah sakit), sediaan steril
Penyimpanan obat
Lain-lain: penyuluhan obat, konsultasi obat, pemeriksaan
sederhana mutu obat.
Ruang operasional: ruang apotik, ruang pengawasan
mutu, ruang penyimpanan berbagai bahan kimia dan
obat, ruang penerimaan dan penyerahan obat, ruang
bahan dan alat, ruang dokumentasi.
Ruang administrasi: ruang administrasi/resep, ruang
apoteker/staf, ruang perpustakaan/rapat.
Ruang penunjang: gudang, ruang tunggu, kamar
mandi/WC, ruang tempat pembuangan bahan berbahaya.
Alat pharmaceutical sederhana: alat meracik obat
powder, alat meracik obat bentuk pil/kapsul, alat
meracik bentuk larutan, alat meracik bentuk emulsi, alat
meracik suppositoria, alat meracik salep sederhana, alat
sterilisasi sederhana, alat menimbang bahan dan obat.
Alat penunjang: refrigerator, intercom, sound system.
kerja 1.
Adapun instumen penilaian penampilan kerja rumah sakit umum yang digunakan dalam
rangka Hari Kesehatan Nasional tahun 1994 khususnya untuk farmasi rumah sakit adalah
sebagai berikut:
27
28
Indikator
2
1. Ada komite farmasi dan terapi dengan surat keputusan
direktur
a. Tidak ada kegiatan
b. Rapat rutin 1 tahun kurang dari 4 kali
c. Rapat rutin 1 tahun minimal 4 kali
d. Telah membuat konsep formularium
e. Telah mempunyai pedoman diagnosa dan terapi serta
formularium
28
29
Indikator
Catatan farmasi/
gudang obat
Perencanaan Obat
Beberapa indikator yang digunakan dalam perencanaan adalah:
a.
Persentase dana
Data diperoleh dengan cara penelusuran data, yaitu dana yang tersedia, dan
data
kebutuhan
dana
secara
keseluruhan
berdasarkan
metode
konsumsi,
29
30
b.
Penyimpangan perencanaan
Data yang digunakan adalah macam item obat, kemudian dihitung jumlah
item obat dalam perencanaan dan jumlah item obat dalam kenyataan pakai. Nilai
standar batas penyimpangan perencanaan adalah 20-30%.
2.
Pengadaan Obat
Indikator-indikator dalam pengelolaan obat di rumah sakit antara lain:
a.
b.
Tidak ada stok, atau barang habis di PBF, jadi barang yang dipesan pada
distributor atau PBF sedang mengalami kekosongan.
2)
Stok barang yang tidak sesuai. Barang yang dipesan pada PBF isi dalam
kemasannya tidak baik atau rusak sehingga barang tidak digunakan.
3)
c.
Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu yang telah
disepakati
Tingkat frekuensi tertundanya pembayaran menunjukkan kurang baiknya
manajemen keuangan pihak rumah sakit. Hal ini dapat menunjukkan kepercayaan
pihak
pemasok
kepada
rumah
sakit
sehingga
potensial
menyebabkan
30
31
segera ditanggapi, segera mendapat daftar baru bila ada kenaikan harga dan
lancarnya kunjungan sales ke IFRS untuk menerima pesanan.
pemesanan
ini
dapat
mengganggu
kelancaran
dalam
Penyimpanan Obat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
mengalami
kadaluarsa
atau
rusak
dalam
penyimpanan.
Untuk
31
32
distribusi berdasarkan sistem FIFO atau FEFO. Hal lain yang dapat dilakukan
adalah upaya pengembalian obat kepada PBF atau menukar obat yang hampir
tiba waktu kadaluarsanya dengan obat baru.
2) Stok kosong
Stok kosong adalah jumlah stok akhir obat sama dengan nol. Stok obat
digudang mengalami kekosongan dalam persediaannya sehingga bila ada
permintaan tidak bisa terpenuhi. Faktor-faktor penyebab terjadinya stok
kosong antara lain:
Tidak terdeteksinya obat yang hampir habis, hal ini terkait
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
ditunda
oleh
PBF,
hal
ini
terjadi
jika
Distribusi
Indikator-indikator distribusi obat yaitu:
a.
b.
Persentase
obat
yang
diserahkan,
bertujuan
untuk
d.
2.
32
33
peresepan
antibiotik
resep
secara
dengan
berlebihan
antibiotik
karena
digunakan
penggunaan
untuk
mengukur
antibiotik
secara
5.
B. Pengadaan
Macam Indikator
2
1.
Persentase
dana
yang tersedia dengan
keseluruhan
dana
yang
sesungguhnya
dibutuhkan
2.
Perbandingan
antara jumlah item
obat yang ada dalam
perencanaan dengan
jumlah item obat
dalam
kenyataan
pemakaian
1.
2.
F
rekuensi pengadaan
tiap item obat.
rekuensi
faktur
F
kesalahan
Tujuan
3
Cara Menghitung
4
1.
Untuk
1.
Hitun
mengetahui
g:
seberapa
jauh
A :
Dana
yang
persediaan dana
tersedia.
memberikan
B
:
Kebutuhan
dana
kepada
berdasar
metode
farmasi
konsumsi,
epidemiologi
Persentase =
A/B x 100%
2.
Untuk
2.
Hitun
mengetahui
g:
seberapa
C : Jumlah item obat
ketepatan
dalam perencanaan
perkiraan dalam
D : Jumlah item obat
perencanaan
dalam
kenyataan
pemakaian
Hitung C : D
1. Untuk
mengetahui
1.
Ambi
berapa kali obatl 30 kartu stok obat,
obat
tersebut
diamati berapa kali
dipesan
tiap
obat dipesan tiap
bulannya.
tahun
2. Untuk
mengetahui
2.
Ambi
berapa
kali
l
surat
pesanan
petugas
selama
3
bulan,
33
34
3.
F
rekuensi tertundanya
pembayaran
oleh
rumah sakit terhadap
waktu
yang
disepakati
1.
Kecocokan
antara barang dengan
kartu stok
C. Penyimpanan
2.
Turn
Ratio
3.
Sistem
penataan gudang
Over
melakukan
kesalahan
3. Untuk
mengetahui
kualitas
pembayaran
rumah sakit
1.
kemudian cocokkan
dengan
nota
pengiriman
fakturnya.
3.
Amb
il daftar hutang,
cocokkan
dengan
daftar
pembayarannya
Untuk
mengetahui
ketelitian petugas 1.
Ambil 30 kartu
gudang
stok
obat
(A)
cocokkan
dengan
barang yang ada (B),
2.
Untuk
apakah A = B atau A
mengetahui
B
berapa
kali 2.
Omzet 1 tahun =
perputaran modal
A, Hasil stok opname
dalam satu tahun
1 tahun = B, TOR =
3.
Untuk
A/B
menilai
sistem
penataan
obat 3.
Ambil 30 kartu
digudang, standar
stok secara acak (X),
adalah FIFO dan
cocokkan
dengan
FEFO
keadaan
barang
dalam
no
batch,
tanggal
kadaluarsa
dan
tanggal
pembelian,
dicatat
berapa yang tidak
cocok (Y), hitung
berapa persen yang
tidak cocok = Y/X x
100%
3
4
34
35
4.
Persentase
nilai obat yang
kadaluarsa dan atau
rusak
5.
Persentase
stok mati
6.
Persentase
nilai stok akhir obat
1.
Ratarata
waktu
yang
digunakan
untuk
melayani
resep
sampai
ketangan
pasien
D. Distribusi
2.
3.
tase
obat
diserahkan
Persen
yang
Persen
tase obat yang diberi
label dengan benar
4.
Persen
tase resep yang
tidak bisa dilayani
E. Penggunaan
1.
obat
resep
Jumlah item
perlembar
4.
Untuk
4.
Dari catatan obat
mengetahui
yang
kadaluarsa
besarnya kerugian
dalam
1
tahun,
rumah sakit
hitung nilainya = X,
nilai stok opname =
Y, kerugian = X/Y x
100%
5.
Untuk
5. Jumlah item obat
mengetahui item
yang tidak terpakai
obat selama tiga
dalam 3 bulan (X),
bulan
tidak
jumlah item obat
terpakai
yang ada stoknya (Y)
6. Nilai persediaan stok
6.
Untuk
akhir (X), nilai total
mengetahui nilai
persediaan (Y), Z =
stok
akhir
X/Y x 100%
digudang
1.
Ambil
30 pasien rawat jalan
1.
Un
dan rawat inap, catat
tuk mengetahui
waktu resep masuk
tingkat kecepatan
keapotek (B), catat
pelayanan apotik
waktu
selesai
rumah sakit
diterima pasien (A),
X = A-B/30
2.
Ambil
100 lembar resep
2.
Un
perbulan, Catat total
tuk mengetahui
jumlah item obat
sejauh
mana
yang
diserahkan
kemampuan IFRS
kepada pasien (X),
menyediakan
catat jumlah item
obat
yang
obat yang diresepkan
diresepkan
(Y), Z = X/Y x 100%
3.
Ambil
30 pasien, hitung
3.
Un
jumlah obat dengan
tuk mengetahui
etiket yang paling
penguasaan
tdak dilabeli dengan
dispenser tentang
nama pasien dan
informasi pokok
aturan pakai (X),
yang harus ditulis
Hitung jumlah total
pada etiket
obat yang diberikan
kepada pasien (Y),
Z = X/Y x 100%
4.
Ambil
sampel
10
hari,
4.
Un
hitung jumlah resep
tuk mengetahui
yang diberikan pada
cakupan
pasien rawat jalan
pelayanan
(M), hitung jumlah
farmasi
rumah
resep yang dilayani
sakit
farmasi hari yang
sama (N).
S = M N / M x 100%
1.
1.
ntuk
U
mengukur
Ambil
100 lembar resep tiap
bulannya (Y), hitung
jumlah obat yang
35
36
derajat
farmasi
poli
diperoleh dari
lembar resep
rata-rata = X/Y
100
(X),
36
37
2.
Persentase
resep dengan obat
generik
3.
Persentase
resep
dengan
antibiotika
4.
Persentase
resep injeksi
5.
Persentase
resep dengan obat
didalam
DOEN/formularium
2.Untuk mengukur 2.
Ambil
kecenderungan
100 lembar resep
meresepkan obat
obat
tiap
bulan,
generik
hitung jumlah obat
dalam nama generik
(X), hitung jumlah
total obat (Y)
3. Untuk mengukur
Z = X/Y x 100%
penggunaan
3.
Ambil
antobiotika
100 lembar resep
secara berlebihan
obat tiap bulan, X =
Jumlah pasien yang
menerima
antibiotika,
Y
=
4. Untuk mengukur
jumlah total resep. Z
penggunaan
= X/Y x 100%
injeksi
secara 4.
Ambil
berlebihan
100 lembar resep
obat tiap bulan, X =
jumlah pasien yang
menerima
suntikan
injeksi,
5. Untuk mengukur
Y = jumlah total
tingkat
resep,
kepatuhan dokter
Z = X/Y x 100%
terhadap DOEN/
5.
X
=
formularium
jumlah obat yang
sesuai
DOEN/
formularium, Y =
total jumlah obat.
Z = X/Y x 100%
Sumber: Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah
Sakit. Magister Manajemen Rumah Sakit, UGM.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
2. Cut Safrina Indriawati. Analisis Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Umum Daerah Wates [Tesis].
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada ; 2001.
3. Charles J.P. Siregar., Lia Amalia. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC ;
2003.
4. Aditama, Chandra Yoga. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : UI Press ; 2003.
5. Quick D. Jonathan. Managing Drug Supply (2nd ed). Management Sciences for Health. USA :
Kumarian Press ; 1997.
6. Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit
[Tesis]. Yogyakarta : Magister Manjemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada ; 1996.
9. Istinganah., dkk. Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari Dana APBD Tahun 2001-2003 Terhadap
Kesediaan dan Efisiensi Obat [Jurnal]. Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09/No.
01/Maret 2006.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ; 2002.
11. Wiyono Djoko. Manajemen Mutu. Teori Strategi dan Aplikasi. Vol. I. Surabaya : Airlangga
University Press ; 1999.
12. Azwar Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara ; 1996.
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta : 2004.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara
Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta : 1988.
15. Anief Moh. Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat. 4 th ed. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press ; 2003.
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1375.A/Menkes/ SK/IX/2002 tentang Daftar Obat
Esensial Nasional 2002.
17. Ida Prista Maryetty. Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan. (Online). fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?attId=199&page=pengobatan_rasional_handout
diakses tanggal 18 Maret 2008.
38
39
18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI, Jakarta,
2004.
19. Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Pelayanan Farmasi. Kebijakan Obat Nasional (KONAS).
(Online).
Http://www.litbang.depkes.go.id/download/lokakarya/
Bandung/Konas-Obat.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2008.
Loknas
20. Suryawati Sri. Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit [Tesis]. Yogyakarta : Magister
Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada ; 1997.
21. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota. Jakarta : 2001.
22. Dono Utomo. Pengembangan Sistem Informasi Farmasi Untuk Pengambilan Keputusan
Inventori di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Gondohutomo Semarang [Tesis].
Semarang : MIKM Universitas Diponegoro ; 2006.
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta : 2004.
24. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa
Pemerintah.
25. Soerjono Seto, Yunita Nita, Lily Triana, Manajemen Farmasi. Surabaya : Airlangga University
Press : 2004.
26. Liliek Sulistyaningsih. Evaluasi Manajemen Obat di Rumah Sakit Umum daerah Wangaya
Kotamadya Dati II Denpasar [Tesis]. Yogyakarta : MMR Universitas Gadjah Mada ; 1998.
28. Suryawati Sri. Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Melalui Perubahan Perilaku.
Materi Kursus. Magister Manajemen dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada
bekejasama dengan Yayasan melati Nusantara. Yogyakarta ; 1997.
29. Budiono Santoso. Penggunaan Obat dan Prinsip Pengobatan Rasional. Program Pengembangan
Eksekutif. Magister Manajemen Rumah Sakit bekerjasama dengan Pusat Studi
Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta ; 1997.
30. Instalasi Farmasi Rumah Sakit. (Online). http://farmasi-istn.blogspot.com/2008/01/instalasifarmasi-rumah-sakit.html diakses tanggal 22-4-2008.
31. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik
Indonesia ; 2007.
32. Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian. 3th ed. Jakarta : Rhineka Cipta ; 2005.
33. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. 1st ed. Bandung : Alfabeta ; 2005.
34. Analisa Tulang Ikan. fuldkt.web.ib/readerticle.php diakses tanggal 6 Juli 2008
35. Sarmini. Analisis Terhadap Faktor Keberhasilan Obat di Instalasi Rumah Sakit Pandan Arang
Boyolali [Tesis]. Yogyakarta : MMR Universitas Gadjah Mada ; 1998.
39
40
37. Hartono Joko Puji. Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Publik untuk Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD) di Puskesmas Sewilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya [Tesis]. Semarang : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi
AKK Universitas Diponegoro ; 2007.
40
10
11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta, 2004.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3th ed. Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. Balai Pustaka, Jakarta, 1990.
12
Anief Moh. Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat. 4th ed. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 2003.
13
14
Ida Prista Maryetty. Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan. (Online). fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?attId=199&page=pengobatan_
rasional_handout , diakses tanggal 18 Maret 2008.
15
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI, Jakarta,
2004.
16
Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Pelayanan Farmasi. Kebijakan Obat Nasional
(KONAS). (Online). Http://www.litbang.depkes.go.id/download/ lokakarya/LoknasBandung/KonasObat.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2008.
17
Sri Suryawati. Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit. Tesis. MMR UGM, Yogjakarta, 1997.
18
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota. Jakarta, 2001.
19
Dono Utomo. Pengembangan Sistem Informasi Farmasi Untuk Pengambilan Keputusan Inventori
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Gondohutomo Semarang. Tesis. MIKM Undip. Semarang.
2006.
20
21
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta, 2004.
Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa
Pemerintah.
22
Liliek Sulistyaningsih. Evaluasi Manajemen Obat di Rumah Sakit Umum daerah Wangaya
Kotamadya Dati II Denpasar. MMR. UGM. 1998.
23
Soerjono Seto, Yunita Nita, Lily Triana, Manajemen Farmasi, Surabaya: Airlangga University
Press, 2004.
24
25
Suryawati Sri. Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Melalui Perubahan Perilaku.
Materi Kursus. Magister Manajemen dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada bekejasama
dengan Yayasan melati Nusantara. Yogyakarta ; 1997.
26
Budiono Santoso. Penggunaan Obat dan Prinsip Pengobatan Rasional. Program Pengembangan
Eksekutif. Magister Manajemen Rumah Sakit bekerjasama dengan Pusat Studi Farmakologi Klinik
dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta ; 1997.
30
31
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta :
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2007.