A.
Definisi Spondilolistesis
Spondilolistesis menggambarkan suatu pergeseran vertebra atau pergeseran kolumna
vertebralis yang berhubungan dengan vertebra di bawahnya. Spondilolistesis
menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila dibandingkan
dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan
lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1.
Spondilolistesis adalah subluksasi ke depan dari satu korpus vertebrata terhadap
korpus vertebrata lain dibawahnya. Hal ini terjadi karena adanya defek antara sendi
facet superior dan inferior (pars interartikularis). Spondilolistesis adalah adanya
defek pada pars interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata. Spondilolistesis
terjadi pada 5% dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala atau
gejalanya hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif
memberikan hasil yang baik. Spondilolistesis dapat terjadi pada semua level
vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian bawah.
B.
(Iskandar, 2002)
Anatomi Fisiologi
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang terbenteng
dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum,
masuk ke kanalis sampai setinggi segmen lumbal 2. Medulla spinalis terdiri dari 31
pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
1.
8 pasang saraf cervical.
2.
15 pasang saraf thorakal.
3.
5 pasang saraf lumbal
4.
5 pasang saraf sacral
5.
1 pasang saraf cogsigeal.
Epidemiologi
Keadaan ini lebih sering terjadi pada tulang vertebra spinalis bawah ( 85% pada L5;
10% pada L4; dan 4 % pada semua vertebra lumbalis bagian lainnya), jarang dijumpai
pada segmen vertebra yang lain. Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa
kanak-kanak lanjut. Biasanya akibat stress fracture yang terjadi akibat tekanan
berlebihan pada arkus laminar vertebra. Tekanan yang berlebihan tersebut umumnya
akibat posisi berdiri keatas ( tidak dijumpai pada anak-anak yang tidak bisa berjalan)
atau aktivitas atletik yang menggunakan penyangga punggung (misalnya senam,
sepakbola, dan lain sebagainya). Spondilolistesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-
Etiologi
Etiologi spondilolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada
spondilolistesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan
stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya
pergeseran tersebut.
E.
Klasifikasi Spondilolistesis
Terdapat lima tipe utama spondilolistesis:
1.
Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik dan terjadi sekunder akibat
kelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan L5
2.
3.
4.
6.
F.
Patofisiologi Spondilolistesis
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:
progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan
wanita usia tua yang umumnya terkena.
Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang mengalami fraktur akan tetapi
tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra
yang tidak stabil. Spondilolistesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai
tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang
menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian
posterior sehingga menyebabkan pergeseran. Kelainan ini dilaporkan terjadi pada
penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor.
G.
H.
Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan
tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif akan terjadi.
CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi
MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang
juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf)
lebih baik dibandingkan dengan foto polos. Xylography umumnya dilakukan pada
I.
Terapi pembedahan
Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat
simtomatis yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana
gejalanya menyebabkan suatu disabilitas. Jika gejala dapat secara langsung
diketahui akibat dari defek pada pars interartikularis, dan kemudian repair
secara pembedahan terhadap defek tersebut, melalui beberapa prosedur
pembedahan, akan dapat mengurangi nyeri yang disebabkan oleh defek
tersebut.
Tujuan terapi adalah untuk dekompresi elemen neural dan immobilisasi
segmen yang tidak stabil atau segmen kolumna vertebralis. Umumnya
dilakukan dengan eliminasi pergerakan sepanjang permukaan sendi dan diskus
intervertebralis melalui arthrodesis (fusi). Pada pasien dengan spondilolistesis
derajat tinggi dengan gejala yang menetap dan dengan deformitas vertebra
berat.
J.
Prognosis Spondilolistesis
Fusi lumbal sebagai salah satu terapi pembedahan pada spondilolistesis telah sering
digunakan di Amerika Serikat, dengan berbagai variasi pertimbangan. Variasi tersebut
bergantung pada banyak faktor, dari tersedianya instrumentasi yang baik hingga
pemahaman tentang penyembuhan tulang. Hasil terapi terhadap spondilolistesis tipe
isthmic yang merupakan spondilolistesis yang banyak terjadi belumlah menjanjikan.
Banyak peneliti melaporkan angka outcome yang baik sekitar 75-90%. Pasien yang
mendapatkan pembedahan melaporkan peningkatan kualitas hidup dan berkurangnya
rasa/tingkatan nyeri yang dialami.
K.
Asuhan Keperawatan
1.
Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit pasien memiliki pola nutrisi yang baik dan semua tercukupi,
namun setelah sakit pasien mempunyai kertergantungn terhadap orang lain
mengenai pemenuhan nutrisi
2.
Pola Eliminasi
Selama sakit pasien belum BAB selama 3 hari, karena kesulitan mengejan dan
bergerak. Untuk BAK pasien dipasang dower cathether dengan warna urine
kekuningan pekat.
3.
4.
5.
6.
Pola Reproduksi-Seksualitas
Gangguan hubungan seksual : Tidak ada keluhan
7.
Pola Koping
1.
Pengambilan keputusan
8.
1.
Cari pertolongan
2.
Pola Peran-Berhubungan
1.
Status pekerjaan
Selama sakit
2.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
DS:
Laporan secara verbal
DO:
Posisi untuk menahan
nyeri
Tingkah laku berhati-hati
Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek, sulit
atau gerakan kacau,
menyeringai)
Terfokus pada diri sendiri
Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
NOC :
Pain Level,
Pain
control,
Comfort
level
Setelah dilakukan
tinfakan keperawatan
selama . Pasien tidak
mengalami nyeri,
manajemen nyeri
Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital dalam
rentang normal
Tidak mengalami
gangguan tidur
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
NOC :
Self care : Activity of
Daily Living (ADLs)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama . Defisit
perawatan diri teratas
dengan kriteria hasil:
Klien terbebas dari
bau badan
Menyatakan
kenyamanan terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
Dapat melakukan
ADLS dengan bantuan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Gangguan mobilitas fisik
Berhubungan dengan :
- Gangguan metabolisme
sel
- Keterlembatan
perkembangan
- Pengobatan
- Kurang support
lingkungan
- Keterbatasan ketahan
kardiovaskuler
- Kehilangan integritas
struktur tulang
NIC :
Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien untuk
perawatan diri yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk alatalat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan
makan.
Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
NOC :
Joint Movement :
Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama.gangguan
mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil:
Klien meningkat
dalam aktivitas fisik
Intervensi
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelm/sesudah
latihan dan lihat respon pasien saat
latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
lain tentang teknik ambulasi
DAFTAR PUSTAKA
Osborn AG , Blasser SI, Salzman KL, Katzman GL, Provenzale J, Castillo M, et
all. Osborn Diagnostic Imaging. Canada : Amirsys/Elsevier. 1st ed. 2004
Wilkins RH, Rengachary SS. Neurosurgery. USA : Mc Graw-Hill. 2nd Ed. 1996
Rengachary SS, Wilkins RH. Principles of Neurosurgery. London : Mosby. 1994
Winn HR. Youmans Neurological Surgery. 5th Ed. USA : Saunders. 1994