Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di tempat-tempat
yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi
dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak
dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah memakan
makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian disusul dengan
penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan
saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum
antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah
pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus bersama
kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun
(Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus,
berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan.
3)
4)
5)
b.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita dirangsang agar muntah.
Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganat (1 gram dalam 2
liter air), atau dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim
penderita ke rumah sakit.
Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam saluran kencing.
Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang
dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri sewaktu
kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar bersama air
kencing, kadang-kadang disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air soda
sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi
sakitnya. Pada keracunan yang lebih berat, penderita harus dirawat di rumah sakit.
Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun tersebut terbawa dari
ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut
tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah,
kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
Tindakan pertolongan: usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang sudah tertelan
itu. Kalau mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan pernafasan buatan. Obat yang khas
untuk keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.
Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong beracun biasanya ditanam
hanya untuk pembatas kebun, dan binatangpun tidak mau memakan daunnya. Racun asam
biru tersebut bekerja sangat cepat. Dalam beberapa menit setelah termakan racun singkong,
gejala-gejala mulai timbul. Dalam dosis besar, racun itu cepat mematikan.
Minyak Tanah
Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak tanah:
Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-negara berkembang.
Daerah perkotaan > daerah pedesaan
Pria > wanita
Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua
subcutaneus emphysema. Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan
pada kulit. Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga kerusakan
permanen mata.
Komplikasi
Efek toksis terpenting dari minyak tanah adalah pneumonitis aspirasi. Studi pada
binatang menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x dibanding pada saluran pencernaan.
Aspirasi umumnya terjadi akibat penderita batuk atau muntah. Akibat viskositas yang rendah
dan tekanan permukaan, aspirat dapat segera menyebar secara luas pada paru. Penyebaran
melalui penetrasi pada membran mukosa, merusak epithel jalan napas, septa alveoli, dan
menurunkan jumlah surfactan sehingga memicu terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun
kolaps pada paru. Jumlah < 1 ml dari aspirasi pada paru dapat menyebabkan kerusakan yang
bermakna.
Kematian dapat terjadi karena aspirasi sebanyak + 2,5 ml pada paru (pada lambung +
350 ml). Selain itu, jumlah 1 ml/kg BB minyak tanah dapat menyebabkan depresi CNS
ringan - sedang, karditis, kerusakan hepar, kelenjar adrenal, ginjal, dan abnormalitas eritrosit.
Namun efek sistemik tersebut jarang karena tidak diabsorbsi dalam jumlah banyak pada
saluran pencernaan. Minyak tanah juga diekskresikan lewat urine.
Penatalaksanaan
Monitor sistem respirasi
Inhalasi oksigen
Nebulisasi dengan Salbutamol : bila mulai timbul gangguan napas
Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai profilaksis
Hidrokortison : dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
Kumbah lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa literatur menolak penatalaksanaan
dengan kumbah lambung, dengan alasan dapat menyebabkan aspirasi dan kerusakan paru.
Sedangkan literatur lain memperbolehkannya, utamanya bila jumlah yang ditelan cukup
banyak, karena dikhawatirkan terjadi penguapan dari lambung ke paru.
Antasida: untuk mencegah iritasi mukosa lambung
Pemberian susu atau bahan dilusi lain
Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive End Expiratory
Pressure / PEEP)
c. Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada dalam golongan
propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan golongan propuxur lainnya adalah sama.
Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox),
timethacarb (landrin) dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin, miosis,
fasikulasi otot, cemas dan kejang. Miosis, salvias, lakrimasi, bronkospasme, keram otot perut,
muntah, hiperperistaltik dan letargi biasanya terlihat sejak awal. Kematian biasanya karena
depresi pernafasan.
1)
2)
3)
4)
a)
b)
c)
2)
a)
b)
3)
Pharmacologik terapi
Atropine: 12 tahun: 2-4 mg IV setiap 5-10 menit sampai atropinisasi. Dosis pemeliharaan
0,5 mg/30 menit atau 1 jam atau 2 jam atau 4 jam sesuai kebutuhan. Dosis maksimal 50
mg/24 jam. Pertahankan selama 24-48 jam.
Supportif : diazepam 5-10 mg IV bila kejang dan furosemide 40-160 mg bila ronki basah
basal muncul.
d. Bahan Kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa seperti bahan kimia
rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau produk industri.Beberapa jenis bahan kimia
yang harus diperhatikan karena berbahaya adalah:
Bahan
Penjelasan
Potensi Bahaya Kesehatan
Kimia
AgNO3 Senyawa ini beracun dan korosif. Dapat menyebabkan luka bakar dan
Simpanlah dalam botol berwarna dan kulit melepuh. Gas/uapnya juga
ruang yang gelap serta jauhkan dari menebabkan hal yang sama.
bahan-bahan yang mudah terbakar.
HCl
Senyawa ini beracun dan bersifat korosif Dapat menyebabkan luka bakar dan
terutama dengan kepekatan tinggi.
kulit melepuh. Gas/uapnya juga
menebabkan hal yang sama.
H2S
Senyawa ini mudah terbakar dan beracun Menghirup
bahan
ini
dapat
menyebabkan
pingsan,
gangguan
pernafasan, bahkan kematian.
H2SO4
Senyawa ini sangat korosif, higroskopis, Jangan menghirup uap asam sulfat
bersifat membakar bahan organik dan pekat karena dapat menyebabkan
dapat
merusak
jaringan
tubuh kerusakan paru-paru, kontak dengan
Gunakan ruang asam untuk proses kulit
menyebabkan
dermatitis,
pengenceran dan hidupkan kipas sedangkan kontak dengan mata
penghisapnya.
menyebabkan kebutaan.
Senyawa ini bersifat higroskopis dan Dapat merusak jaringan tubuh.
menyerap gas CO2.
NH3
Senyawa ini mempunyai bau yang khas.
Menghirup
senyawa
ini
pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
pembengkakan saluran pernafasan dan
sesak nafas. Terkena amonia pada
konsentrasi 0.5% (v/v) selama 30 menit
dapat menyebabkan kebutaan.
HCN
Senyawa ini sangat beracun.
Hindarkan kontak dengan kulit. Jangan
menghirup gas ini karena dapat
menyebabkan pingsan dan kematian.
HF
Gas/uap maupun larutannya sangat Dapat menyebabkan iritasi kulit, mata,
beracun.
dan saluran pernafasan.
HNO3
Senyawa ini bersifat korosif.
Dapat menyebabkan luka bakar,
menghirup uapnya dapat menyebabkan
kematian.
Berikut adalah beberapa alternatif obat yang dapat anda gunakan untuk pertolongan pertama
terhadap korban keracunan bahan kimia:
Jenis Peracun
Pertolongan Pertama
Asam-asam korosif seperti asam sulfat (H 2SO4), Bila
tertelan
berilah
bubur
fluoroboric acid, hydrobromic acid 62%, hydrochloric aluminium hidroksida atau milk of
acid 32%, hydrochloric acid fuming 37%, sulfur dioksida, magnesia diikuti dengan susu atau
dan lain-lain. Bila tertelan berilah bubur aluminium putih telur yang dikocok dengan air.
hidroksida atau milk of magnesia diikuti dengan susu atau Jangan diberi dengan karbonat atau
putih telur yang dikocok dengan air.
soda kue.
Alkali (basa) seperti amonia (NH3), amonium hidroksida Bila tertelan berilah asam asetat
(NH4OH), Kalium hidroksida (KOH), Kalsium oksida encer (1%), cuka (1:4), asam sitrat
(CaO), soda abu, dan lain-lain.
(1%), atau air jeruk. Lanjutkan
dengan memberi susu atau putih
telur.
Kation Logam seperti Pb, Hg, Cd, Bi, Sn, dan lain-lain
Berikan antidote umum, susu,
minum air kelapa, norit, suntikan
BAL, atau putih telur.
Pestisida
Minum air kelapa, susu, vegeta,
norit, suntikan PAM
Garam Arsen
Bila tertelan usahakan pemuntahan
dan berikan milk of magnesia.
NaOH
3. Manifestasi Klinis
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara pemberian, apakah
melalui kulit, mata, paru, lambung, atau suntikan, karena hal ini mungkin mengubah tidak
hanya kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan toksik, tetapi juga jenis dan kecepatan
metabolismenya. Pertimbangan lain meliputi perbedaan respons jaringan. Hanya beberapa
racun yang menimbulkan gambaran khas seperti adanya bau gas batu bara (saat ini jarang),
pupil sangat kecil (pinpoint), muntah, depresi, dan hilangnya pernafasan pada keracunan akut
morfin dan alkaloidnya. Pupil pinpoint merupakan satu-satunya tanda, karena biasanya pupil
berdilatasi pada pasien keracunan akut. Kecuali pada pasien yang sangat rendah tingkat
kesadaranya, pupilnya mungkin menyempit tetapi tidak sampai berukuran pinpoint. Kulit
muka merah, banyak berkeringat, tinitus, tuli, takikardi, dan hiperventilasi sangat mengarah
pada keracunan salisilat akut (aspirin).
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Keracunan
Onset (Masa
Gejala Utama
Jasad Renik/Toksin
Awitan)
Gejala Saluran Cerna Atas (Mual, Muntah) yang Dominan
< 1 jam
Mual, muntah, rasa yang tak lazim di mulut, Garam logam
mulut terasa panas
1-2 jam
Mual, muntah, sianosis, sakit kepala,
Nitrit
pusing, sesak nafas, gemetar, lemah,
pingsan.
1-6 jam (rerata 2Mual, muntah, diare, nyeri perut.
Staphylococcus
4)
Aureus dan
enterotoksinnya
8-16 jam (2-4
Muntah, kram perut, diare, rasa mual.
Bacillus Cereus.
muntah)
6-24 jam
Mual, muntah, diare, rasa haus, pelebaran
Jamur
pupil, pingsan, koma.
berjenis Amanita.
Radang Tengorokan Dan Gejala Saluran Napas
12-72 jam
Radang tengorokan, demam, mual, muntah, Streptococcus
pengeluaran secret dari hidung, terkadang
Pyogene
ruam kulit.
2-5 hari
Radang tengorokan dan hidung, eksudat
Corynebacterium
berwarna keabuan, demam, mengigil, nyeri diphtheria
tengorokan, lemah, sulit menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening leher.
Gejala Saluran Cerna Bawah (kram perut, diare) yang Dominan
2-36 jam (rerata 6- Kram perut, diare, diare yang
C. perfringens; B.
12)
disebabkan Clostridiumperfringens, kadang- cereus; S; faecalis;
kadang rasa mual dan muntah
S. faecium
12-72 jam (rerata
18-36)
3-5 hari
1-6 minggu
1-beberapa
minggu
Salmonella
spp (termasuk
S. Arizonae), E. coli
enteropatogenik, dan
Enterobakteriacae, V.
cholera (01 dan non01), vulvinicus, V.
fluvialis.
Virus-virus enterik
Giardia lamblia
Entamoeba
hystolitica
3-6 bulan
Taenia sanginata
dan taenia solium
1-6 jam
Tetrodotoxin
Chlorinated
hydrocarbon
>72 jam
Fosfat organic
Ciguatoxin
Clostridium
botulinum dan
toksinnya.
Triortrocresyl
phosphate.
Terjadi Gejala Alergi (Muka Memerah dan Rasa Gatal)
< 1 jam
Sakit kepala, pusing, mual, muntah, rasa
panas pada mulut, tengorok terasa terbakar,
muka sembab dan merah, sakit perut, gatal
dikulit.
Rasa baal disekitar muluit, rasa seperti
digaruk (geli), kemerahan, pusing, sakit
kepala, mual.
Kemerahan, rasa panas, gatal, sakit perut,
edema lutut dan wajah.
Scombrotoxin
(histamine)
Monosodium
glutamate (MSG)
Asam nikotinat
0,5-2 jam
Saxitoxin (paralytic
shelifish poisoning:
PSP)
Brevetoxin
(neurotoxic shelifish
poisoning: NSP)
Dinophysis toxin,
okadaic acid,
pectenotoxin,
yessotoxin
(Diarrheic shelifish
poisoning:DSP)
Domoic Acid
(Amnestic shelifish
poisoning: ASP)
24 jam
Muntah, diare, sakit perut, bingung, hilang
(gastrointestinal)
ingatan, deisorientasi, kejang dan koma.
sampai 48 jam
(neurologis)
Gejala Infeksi Umum (Demam, Mengigil, Lemah, Sakit, Pembengkakan Kelenjar
Limfe)
4-28 hari (rerata 9 Gastroenteritis, demam, edema disekitar
Trichinella spiralis
hari)
mata, berkeringat, nyeri otot, mengigil,
lemah, sulit bernafas.
7-28 hari (rerata
14 hari)
10-13 hari
10-50 hari (rerata
25-30)
Bervariasi,
bergantung pada
tipe penyakit
Salmonella typhi
Bacillus anthracis,
brucella
melitensis, B.
abortus, B.
suis, coxiella
bernetti, francisella
tularensis, listeria
monocytogenes, M.
tuberculosis,
mycobacterium sp,
pasteurella
multocida,
streptobacillus
moniliformis,
campylobacter
Toxoplasma gondii
Mungkin virus
jejuni, leptospira
SSP.
4. Mengatasi Efek dan Gejala Keracunan
Efek dan gejala keracunan pada manusia dapat timbul setempat (lokal) atau sistemik
setelah racun diabsorpsi dan masuk ke dalam sistem peredaran darah atau keduanya.
a. Lokal
Racun yang bersifat korosif akan merusak atau mengakibatkan luka pada selaput lendir atau
jaringan yang terkena. Beberapa racun lain secara lokal mempunyai efek pada sistem saraf
pusat dan organ tubuh lain, seperti jantung, hati, paru, dan ginjal tanpa sifat korosif dan iritan.
b.
Sistemik
Setelah memberikan efek secara lkal, biasanya racun diabsorpsi dan masuk ke dalam sistem
peredaran darah dan akan mempengaruhi organ-organ tubuh yang penting. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efek dan gejala keracunan antara lain; bentuk dan cara masuk, usia, makanan,
kebiasaan, kondisi kesehatan, idiosinkrasi, dan jumlah racun. Efek dan gejala yang
ditimbulkan akibat keracunan terjadi antara lain pada sistem pernapasan, pencernaan,
kardiovaskuler, urogenital, darah dan hemopoitika, serta sistem saraf pusat (SSP).
Tatacara mencegah atau menghentikan penyerapan racun:
a. Racun melalui mulut (ditelan / tertelan)
1) Encerkan racun yang ada di lambung dengan : air, susu, telor mentah atau norit)
2) Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara:
1) Dimuntahkan: bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di
tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup ipekak.
Kontraindikasi: cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat,
minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
2) Bilas lambung:
Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5
%.
Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang.
Bilas Usus Besar: bilas dengan pencahar, klisma (air sabun atau gliserin).
b. Racun melalui melalui kulit atau mata
1) Pakaian yang terkena racun dilepas
2) Cuci / bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun atau zat penetralisir (asam cuka /
bicnat encer).
3) Hati-hati: penolong jangan sampai terkontaminasi.
c. Racun melalui inhalasi
1) Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar.
2) Pernafasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun yang terhisap, jangan
menggunakan metode mouth to mouth.
d. Racun melalui suntikan
1) Pasang torniquet proximal tempat suntikan, jaga agar denyut arteri bagian distal masih teraba
dan lepas tiap 15 menit selama 1 menit
2) Beri epinefrin 1/1000 dosis: 0,3-0,4 mg subkutan/im.
3)
e.
1)
2)
3)
1)
2)
1)
2)
3)
4)
5)
Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang bertujuan untuk
keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yang meliputi
sirkulasi:
Airway, breathing, circulating, eliminasi untuk menghambat absorbsi melalui pencernaan
dengan cara kumbah lambung, emesis, atau katarsis.
Berikan anti dotum sesuai anjuran dokter minimal 2 x 24 jam.
Perawatan suportif meliputi:
Mempertahankan agar pasien tidak sampai demam atau mengigil,monitor perubahanperubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis,
dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.
Monitor vital sign setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkan perubahan segera
kepada dokter.
Catat tanda-tanda seperti muntah, mual, dan nyeri abdomen serta monitor semua muntah
akan adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan intravenous
sesuai anjuran dokter.
Jika pernafasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa
diperlukan.
Jika keracunan sebagai usaha untuk membunuh diri maka lakukan safety precautions.
Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan
kepribadian, reaksi depresi, psikosis neurosis, mental retardasi dan lain-lain.
b.
1)
2)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
2.
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan ular adalah; lokal sakit
bukan gambaran umum, tanda-tanda bekas taring, laserasi, bengkak dan kemerahan, sakit
kepala, muntah, rasa sakit pada otot dan dinding perut, demam serta berkeringat dingin.
Tindakan penanggulangan
Dalam mengatasi gigitan ular berbisa, pemberian serum antibisa yang cukup dan
pengaturan ventilasi yang memadai merupakan tindakan yang utama. Sedangkan tindakan
yang bersifat supportif merupakan tindakan sekunder dan dilakukan sesuai dengan kondisi
penderita.
Premedikasi
Sebelum diberi serum antibisaa, sebaiknya dilakukan premedikasi dengan adrenalin 0,25 mg
(untuk dosis anak dikurangi) secara SC atau obat golongan antihistaminika dengan efek
sedatif minimal secara parenteral.
Pemberian serum antibisa
Pada waktu pemberian serum antibisa harus tersedia oksigen, arus udara mencukupi, dan alat
penghisap yang siap pakai. Serum antibisa diencerkan dengan larutan hartmann (larutan
ringer laktat) dengan perbandingan 1:10 dan diberikan perlahan-lahan, terutama pda
permulaan. Pemberian antibisaharus segera diberhentikan jika timbul gejala yang tidak
dikehendaki dan ulangi pemberian obat seperti pada premedikasi, sebelum pemberian infus
antibisa diteruskan.
Beberapa tindakan lain yang perlu dilakukan antara lain:
Luka akibat gigitan, potesial mudah terkena infeksi bakteri. Selain diperlukan obat golongan
antibiotika, juga perlu dilakukan tindakan pencegahan tetanus dengan memperhatikan tingkat
imunisasinya.
Pemberian cairan infus
Jika terjadi nekrosis jaringan, perlu dilakukan pembedahan
Perdarahan, termasuk gangguan koagulasi, koagulasi intravaskuler dan afibrinogenemia
perlu diatasi, tetapi tidak dilakukan sebelum netralisasi bisa mencukupi.
Pemberian morfin merupakan kontraindikasi. Diazepam dengan dosis sedang akan
memberikan hasil yang memuaskan.
Jika antibisa tidak dapat mengatasi syok, diperlukan plasma volume ekspander atau mungkin
obat golongan vasopresor.
Pada penderita gagal ginjal, perlu dilakukan hemodialisa atau dialisa peritoneal.
Tindakan Yang Keliru
Kekeliruan dalam tindakan penanggulangan dapat terjadi, antara lain:
Infeksi/eksisi daerah gigitan yang dapat merusak urat saraf dan pembuluh darah.
Pendinginan daerah gigitan, sehingga penderita mengalami radang dingin (frostbite), selain
menderita karena gigitan.
Pemberian serum antibisa yang sebetulnya tidak diperlukan.
Memulangkan penderita dari rumah sakit tanpa waktu yang cukup untuk observasi, sehingga
penderita akan dibawa kembali ke rumah sakit dalam keadaan sekarat.
Memberikan serum antibisa kepada anak-anak lebih sedikit daripada kepada orang dewasa.
Padahal seharusnya diberikan dalam jumlah yang sama dengan orang dewasa, bahkan
mungkin diperlukan lebih besar mengingat perbandingan bisa per kg berat badan lebih tinggi.
Pemberian serm antibisa yang tidak cukup. Seorang penderita mungkin hanya memerlukan 1
ampul serum antibisa sedangkan pemderita lain dapat memerlukan 10 ampul.
Lebah
3.
a.
1)
2)
3)
4)
b.
1)
2)
1)
2)
3)
Akibat yang ditimbulkan oleh sengatan serangga biasanya ringan dan tidak banyak
bahayanya. Dasar timbulnya reaksi dari penderita adalah suatu reaksi alergi. Reaksi alergi ini
tergantung pada individu. Kematian disebabkan reaksi anafilaksis dan timbul biasanya akibat
sengatan. Manfestasi klinis dalam bentuk urtikaria eksterna sampai reaksi alergi kronis yang
muncul hebat dengan reaksi anafilaksis didahului oleh reaksi setempat berupa kemerahan,
bengkak, rasa terbakar kemudian mual, muntah dan kesadaran menurun.
Jika seseorang disengat lebah untuk pertama kali biasanya akan menimbulkan rasa sakit
lokal yang spontan, pembengkakan lokal, dan pruritus. Setelah tersengat lebah, kelenjar bisa
yang masih menempel segera dibuang dengan ujung kuku atau dengan pisau, karena masih
dapat memompakan bisa. Selanjutnya jika reaksi yang timbul ringan, dapat diberi obat
golongan antihistaminika. Sedangkan jika timbul reaksi yang berat, pemberian adrenalin
sampai 0,5 mg secara IM. Dan jika terjadi obstruksi saluran udara, pemberian adrenalin dapat
dilakukan secara inhalasi dengan inhaler yang terukur. Kolaps peredaran darah perifer, selalu
memerlukan pemberian adrenalin secara parenteral.
Binatang Laut
Ubur-ubur
Dengan tentakel yang ditembakkan biasanya hanya menyebabkan gatal dan edema lokal,
hiperemis. Reaksi anafilaksis terjadi bila jumlah serangan banyak, berupa oksilasi tekanan
darah, kegagalan pernapasan dan kardiovaskuler.
Pengobatan:
Resusitasi
Torniquet arterial
Lokal dengan pasir panas, alkohol
Obat-obata: narkotik, anestesi lokal, kortison krem
Prognosis: baik bila masa 10 menit dilewati setelah keracunan.
Gurita (Octopus)
Bisa dari saluran ludah yang mengandung hyaluronidase, dengan neurotoksin yang bersifat
blokade pada neuromuskuler. Zat ini sesuai dengan anticholinterase.
Gambaran klinis:
Bekas gigitan tidak sakit, hanya bengkak dengan cairan seromorrhagis.
Beberapa menit kemudian muncul gejala keracunan, dengan bentuk paralisis otot, kadangkadang diikuti mual, muntah, hipotensi dan bradikardia. Gejala ini biasanya berakhir setelah
beberapa jam.
Pertolongan:
Luka gigitan dicuci, sebelum dipasang torniquet arterial.
Jalan napas dipertahankan kalau perlu resusitasi.
Simptomatis
c. Ikan beracun
Tusukan dari salah satu sirip bila ereksi yang memang mengandung bisa. Bisa ini bersifat
hyaluronidase yang menyebabkan jaringan nekrosis, vasokonstriksi dan myotoksin.
Gambaran klinik:
1) Rasa sakit yang hebat pada saat tertusuk, sering menyebabkan pingsan.
2) Reaksi radang tampak pada bekas sengatan, lemas, di daerah regional terasa sakit.
3) Sistemik berupa kegagalan kardiovaskuler akibat depresi miokardial dan hilangnya tonus
pembuluh darah. Paralise umum yang kadang-kadang diikuti koma.
4)
1)
2)
3)
4)
5)
Apabila masa akut dilewati, penyembuhan lamban berupa luka lama sembuh akibat keadaan
umum yang buru.
Pertolongan:
Pasang torniquet arterial
Suntik anestesi lokal untuk mengurangi sakit
Daerah luka dihangati dan rendam dengan air hangat kuku atau larutan kalium permanganan
(PK)
Obat-obatan: narkotik, ATS, toksoid, antibiotik
Debridemen luka
Diagnosa Keperawatan
Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
Rasa gatal, bengkak dan bintikbintik merah berhubungan dengan proses inflamasi.
Intervensi
Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksiendotoksin
Intervensi:
Auskultasi bunyi nafas
Pantau frekuensi pernapasan
Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Motivasi/bantu klien latihan nafas dalam
Observasi warna kulit dan adanya sianosis
Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
Batasi pengunjung klien
Pantau seri GDA
Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
a)
b)
c)
d)
e)
3)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
4)
a)
b)
c)
d)
5)
a)
b)
c)
d)
e)
6)
Intervensi:
Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
Beri kompres mandi hangat
Beri antipiretik
Berikan selimut pendingin
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
Intervensi:
Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
Lakukan insfeksi terhadap luka alat invasif setiap hari
Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuka atau antisipasi dari kontak
langsung dengan ekskresi atau sekresi
Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
Berikan obat antiinfeksi (antibiotik)
Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
Tujuan : Meredakan nyeri
Intervensi:
Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset
R/ : mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal.
Berikan kompres dingin
R/ : meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
Lakukan tehnik distraksi relaksasi
R/ : mengurangi nyeri
Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl) dalam bentuk
krim/salep atau pil, losion Calamine
R/ : mengurangi gatalgatal
Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
Tujuan: Menangani penyebab, memperbaiki suplai darah ke jaringan
Intervensi:
Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi (perdarahan luar)
R/: Mengurangi keparahan
Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
R/: Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
Kaki di tinggikan dan di topang
R/: Meningkatkan suplai darah ke otak
Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
R/: Sirkulasi tidak terganggu
Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
R/: Mengetahui tingkat perkembangan pasien
Rasa gatal, bengkak dan bintikbintik merah berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan: Mencegah peradangan akut
Intervensi:
a)
b)
c)
d.
1)
2)
3)
4)
5)
BAB III
KESIMPULAN
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik
kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan
bahkan dapat menimbulkan kematian. Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan
atau meng-inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung,
untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan antidotum spesifik untuk menetralkan
racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi.
Ada tiga famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hydrophidae, dan Viperidae. Bisa ular
dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan perdarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap di lokasi pada anggota badan yang tergigit.
Balutan yang kuat dapat dilakukan beberapa jam tanpa membahayakan peredaran darah
keseluruhan anggota tubuh. Balutan yang kuat membatasi perubahan lokal di daerah gigitan
dan juga untuk meningkatkan reaksi terhadap antibisa. Dalam mengatasi gigitan ular berbisa,
pemberian serum antibisa yang cukup dan pengaturan ventilasi yang memadai merupakan
tindakan yang utama. Sedangkan tindakan yang bersifat supportif merupakan tindakan
sekunder dan dilakukan sesuai dengan kondisi penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Fajri.
(2012). Keracunan
Obat
dan
bahan
Kimia Berbahaya.
Dari:http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimiaberbahaya/. Diakses tanggal 4 Mei 2012.
Indonesiannursing. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar (Combustio).
Dari:http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-lukabakar-combustio/. Diakses tanggal 16 April 2012.
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3. Jakarta:
EGC.
Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.
Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-kegawatdaruratan-pada-pasien.html.
Diakses tanggal 16 April 2012.