Anda di halaman 1dari 21

HAKEKAT MANUSIA MENURUT ISLAM

Nama : 1. GUSTIA ARYANTI H (08031181520011)


2. SARAH PERMATA SARI (08031181520021)
3. RAHMAH VIPIARTA (08031281520079)
4. WISA APRIANI (08031181520015)

KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayat, dan anugerah-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dan tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk menjelaskan
tentang hakikat manusia dalam islam.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukanmasukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palembang, September 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta. Manusia
hakihatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia terdapat perpaduan antara
sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT manusia memiliki tugas tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini.
Untuk menjalankan tugasnya manusia dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal
dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya. Dalam hidup
di dunia, manusia diberi tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka
bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas timbul beberapa masalah, diantaranya:
1. Apa konsep manusia dalam islam?
2. Apakah tujuan penciptaan manusia?
3. Apa persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain?
4. Apa fungsi dan peranan manusia dalam islam?
5. Apa tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari topic ini adalah:
1. Menjelaskan pandangan Al-quran islam tentang konsep manusia.
2. Memahami tujuan penciptaan manusia.

3. Menjelaskan persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain.


4. Memahami fungsi dan peranan manusia dalam islam.
5. Memahami tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah.

1.4 METODE PENULISAN


Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain
seperti perangkat media massa yang diambil dari internet.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN


Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab
penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab pembahasan berisi tentang perincian dari
rumusan masalah. Bab penutup berisi kesimpulan.

BAB 2
PEMBAHASAN
HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah makhluk paling sempurna
dibandingkan dengan makhluk yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis,
Binatang, dan lain-lainnya.
2.1 Pengertian manusia
Pengertian Manusia menurut para ahli

ABINENO J. I

Manusia adalah tubuh yang berjiwa dan bukan jiwa abadi yang berada atau yang
terbungkus dalam tubuh yang fana

NICOLAUS D. & A. SUDIARJA

Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan
tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang

UPANISADS

Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana ataubadan
fisik

I WAYAN WATRA

Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa
Pengertian manusia menurut agama islam
Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan
mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai

kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan
Allah Swt.
Manusia menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian
manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya
saja. Ayat-ayat mengenai hal tersebut terdapat dalam beberapa surat di Al-Quran, salah
satunya:
Ar-Rum 20
()
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian
tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
Ali Imran 59

Sesungguhnya misal (penciptaan) 'Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang
manusia), maka jadilah dia
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan
bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat
diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang
terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak
menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun
secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa
manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan
antara permatozoa dengan ovum.
Allah selaku pencipta alam semesta dan manusia telah memberikan informasi lewat wahyu
Al-quran dan realita faktual yang tampak pada diri manusia. Informasi itu diberi- Nya melalui
ayat-ayat tersebar tidak bertumpuk pada satu ayat atau satu surat. Hal ini dilakukan-Nya agar
manusia berusaha mencari, meneliti,memikirkan, dan menganalisanya. Tidak menerima
mentah demikian saja. Untuk mampu memutuskannya, diperlukan suatu peneliti Alquran dan

sunnah rasul secara analitis dan mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan
penelitian laboratorium sebagai perbandingan, untuk merumuskan mana yang benar
bersumber dari konsep awal dari Allah dan mana yang telah mendapat pengaruh lingkungan.
Hasil peneliti Alquran yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpuannya bahwa manusia
terdiri dari unsur-unsur: jasad, ruh, nafs, qalb, fikr, dan aqal.

A. Jasad
Jasad merupakan bentuk lahiriah manusia, yang dalam Alquran dinyatakan diciptakan dari
tanah. Penciptaan dari tanah diungkapkan lebih lanjut melalui proses yang dimulai dari sari
pati makanan, disimpan dalam tubuh sampai sebagiannya menjadi sperma atau ovum (sel
telur), yang keluar dari tulang sulbi (laki-laki) dan tulang depan (saraib) perempuan (a-Thariq:
5-7). Sperma dan ovum bersatu dan tergantung dalam rahim kandungan seorang ibu (alaqah),
kemudian menjadi yang dililiti daging dan kenpmudian diisi tulang dan dibalut lagi dengan
daging. Setelahnia berumur 9 (sembilan) bulan, ia lahir ke bumi dengan dorongan suatu
kekuatan ruh ibu, menjadikan ia seorang anak manusia.
Meskipun wujudnya suatu jasad yang berasal dari sari pati makanan, nilai-nilai kejiwaan
untuk terbentuknya jasad ini harus diperhatikan. Untuk dapat mewujudkan sperma dan ovum
berkualitas tinggi, baik dari segi materinya maupun nilainya, Alquran mengharapkan agar
umat manusia selalu memakan makanan yang halalan thayyiban. Halal bermakna suci dan
berkualitas dari segi nilai Allah. Sedangkan kata thayyiban bermakna bermutu dan berkualitas
dari segi materinya.
B. Ruh
Ruh adalah daya (sejenis makhluk/ciptaan) yang ditiupkan Allah kepada janin dalam
kandungan) ketika janin berumur 4 bulan 10 hari. Walaupun dalam istilah bahasa dikenal
adanya istilah ruhani, kata ini lebih mengarah pada aspek kejiwaan, yang dalam istilah AlQuran disebut nafs.
Dalam diri manusia, ruh berfungsi untuk :
1. Membawa dan menerima wahyu (Surat As-Syuara 193)

(193).
Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril)

2. Menguatkan iman
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia pada dasarnya sudah siap menerima
beban perintah-perintah Allah dan sebagai orang yang dibekali dengan ruh, seharusnya ia
elalu meningkatkan keimanannya terhadap Allah. Hal itu berarti mereka yang tidak ada usaha
untuk menganalisa wahyu Allah serta tidak pula ada usaha untuk menguatkan keimanannya
setiap saat berarti dia mengkhianati ruh yang ada dalam dirinya.
C.Nafs
Para ahli menyatakan manusia itu pasti akan mati. Tetapi Al-Quran
menginformasikan bahwa yang mati itu nafsnya. Hal ini diungkapkan pada Surat Al-Anbiya
ayat 35 dan Surat Al-Ankabut ayat 57, Surat Ali-Imran ayat 185. Hadist menginformasikan
bahwa ruh manusia menuju alam barzah sementara jasad mengalami proses pembusukan,
menjelang ia bersenyawa kembali secara sempurna dengan tanah.
Alquran menjelaskan bahwa, nafs terdiri dari 3 jenis:
1. Nafs Al-amarah

Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Qs. Yusuf 53)

Ayat ini secara tegas memberikan pengertian bahwa nafs amarah itu mendorong ke arah
kejahatan
2. Nafs Al-lawwamah.

() ( )
Tidak! Bahkan kamu (wahai manusia) mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan
(kehidupan) akhirat
Dari penjelasan ayat tersebut terlihat bahwa yang dimaksud dengan nafs lawwamah ini adalah
jiwa yang condong kepada dunia dan tak acuh dengan akhirat.
2. Nafs Al-Muthmainnah


Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai;
lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS
al-Fajr [89]: 27-30).
Nafs muthmainnah ini adalah jiwa yang mengarah ke jalan Allah untuk mencari ketenangan
dan kesenangan sehingga hidup berbahagia bersama Allah.
d. Qalb
Menurut Al-Ghazali, qalb atau hati memiliki dua makna, yang pertama adalah
sepotong daging (mudhghah) yang berbentuk buah sanaubar, yang terletak di bagian kiri dada,
di dalamnya terdapat rongga berisi darah hitam. Dan di situ pula sumber atau pusat ruh. Akan
tetapi beliau saat itu tidak bermaksud hendak menguraikan tentang bentuknya ataupun fungsi
biologisnya, sebab yang demikian itu adalah objek wacana pada ahli medis, tidak berkaitan
dengan tujuan-tujuan keagamaan. Apalagi organ hati ini tidak hanya ada dalam tubuh manusia
saja, tetapi juga terdapat dalam tubuh hewan, bahkan juga pada orang yang sudah mati.
Karenanya beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hati itu pada dasarnya adalah
bukan organ hati tersebut, Sebab ia dalam kaitannya dengan topik yang sedang kita bahas
sekarang- tak lebih dari sepotong daging tak berharga yang ada di dalam alam duniawi yang
kasat mata, (alam al-mulk wasy-syahaadah), yang bentuknya dapat dilihat oleh mata hewanhewan

apalagi

manusia.

Makna kedua, hati/qalb adalah sebuah lathiifah (sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak
kasat mata, tak berupa dan tak dapat diraba) yang bersifat Rabbani ruhani, mseki ada juga
kaitannya dengan organ hati. Lathiifah tersebut sesungguhnya adalah jati diri manusia atau
hakikatnya. Dia adalah bagian komponen utama manusia yang berpotensi mencerap (memiliki
daya tanggap dan persepsi) yang memiliki kemampuan untuk mengetahui sesuatu, dan
mengenalnya, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan dan penilaian, dan yang
dikecam, dan dimintai pertanggungjawaban. Meski demikian qalb atau hati dalam makna
seperti ini tetap memiliki kaitan dengan hati biologis, meski patut kita sadari bahwa akal
kebanyakan manusia senantiasa dalam kebingungan ketika hendak mengentahui sejauh mana
dan bagaimana bentuk keterkaitannya itu.
Dalam pengertian bahasa, qalb bermakna membalik, kembali, maju-mundur, naik-turun,
berubah-ubah. Kata ini digunakan untuk menamai bagian dalam diri manusia yang menjadi
sentral diri manusia itu sendiri, yang kita terjemahkan dengan hati. Penamaan demikian,
diperkirakan, ada kaitannya dengan sifat hati itu sendiri yang menjadi lokus kebaikan dan
kejahatan, kebenaran dan kesalahan, dimana ia sering berubah-ubah, bolak-balik, majumundur

dalam

menerima

kebaikan

dan

kejahatan,

kebenaran

dan

kesalahan.

Alquran menggunakan kata qalb seba-nyak 132 kali dalam konteks yang berbeda-beda. Di
sini kita tidak akan melihat rincian itu semua.
e. fikr
Kata fikir berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti pikiran. Sedangakan dalam Lisan alArab disebutkan bahwa arti dari al-fikr adalah realisasi sebuah pikiran. Ibnu Sibawaih
menambahkan bahwa tidaklah akan berukumpul antara fikr, ilm, dan nadhar. Tidak akan
berkumpul disini mempunyai maksud bahwa ketiga kata tersebut tidaklah mempunyai makna
yang sama sekalipun semuanya bermuara pada otak.

Adapun dalam bentuk kata kerja, dalam kitab al-Marifat menyebutkan bahwa berfikir adalah
proses pengungkapan sesuatu yang misteri (majhul atau belum diketahui) dengan mengolah
pengetahuan-pengetahuan yang telah ada dalam benak kita (dzihn) sehingga yang majhul itu
menjadi ma'lm (diketahui).

Keterangan senada juga disebutkan bahwa makna fikr adalah pola pergerakan pikiran dalam
otak yang mengubah sesuatu yang majhul menjadi malum. Hal inilah yang membedakan
antara manusia dengan makhluk lainnya, karena fikr ini hanya dimiliki oleh manusia. Adapun
objek pemikiran itu adalah sesuatu yang dapat digambarkan oleh hati. Allah telah mewajibkan
bahkan memberi kebebasab untuk berfikir tentang segala ciptaanya
f. Aqal
Kata akal berasal dari bahasa Arab: al-aql. Arti kata akal sama dengan al-idrk dan alfikr. Semuanyamutradif atau sinonim. Akal adalah khshiyyt (keistimewaan) yang diberikan
Allah swt kepada manusia, yang merupakan khshiyyt otak manusia. Sebab otak manusia
mempunyai keistimewaan untuk mengaitkan realitas yang diindera dengan informasi
(asosiasi).
Al-Quran menggambarkan dengan jelas fenomena akal pada diri manusia:










Kami telah menjadikan untuk isi neraka Jahanam, kebanyakan dari manusia dan jin. Mereka
mempunyai hati (akal), tetapi tidak digunakan untuk berfikir. Mereka mempunyai mata, tetapi
tidak digunakan untuk melihat. Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak digunakan untuk
mendengar. Mereka itu seperti hewan ternak, bahkan lebih hina lagi, Mereka itulah orangorang yang lalai. (QS. Al-Arf [7]: 179).
Ayat ini menjelaskan adanya persamaan antara manusia dan jin dengan hewan; ketika
manusia dan jin sama-sama diberi akal, pendengaran dan penglihatan, namun tidak digunakan
untuk berpikir, mendengar dan melihat realitas, maka mereka sama dengan hewan. Pada
dasarnya mereka tidak sama, tetapi ketika keistimewaan manusia dan jin tersebut tidak
digunakan, maka mereka sama dengan hewan. Jika Allah SWT menyamakan manusia dengan
hewan, ketika manusia tidak berfikir, berarti hewan memang tidak mempunyai akal. Dengan
demikian manusia diberi keistimewaan akal oleh Allah, sedangkan hewan tidak.

2.2

Persamaan dan perbedaan manusia dengan makluk lain

Manusia tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fugsi tubuh dan fisiologisnya.
Fungsi kebinatangan di temukan oleh naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada
gilirannya ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat
perkembangan binatang, semakin fleksibel pola tindakannya. Pada primata (bangsa monyet)
yang lebih tinggi dapat di temukan intelegensi, yaitu penggunaan pikiran guna mencapai
tujuan yang diinginkan, sehingga memungkinkan binatang melampaui pola kelakuan yang
telah di gariskan secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemenelemen dasar ekstensinya yang tertentu masih tetap sama.
Manusia pada hakikatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan
tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan di dukung oleh pengetahuan dan
kesadaran. Perbedaan di antara keduanya terletak pada dimensi pengtahuan, kesadaran, dan
tingkat tujuan. Di sinilah letak kelebihan dan keunggulan yang di banding dengan makhluk
lain.
Manusia sebagai salah satu makhluk yang hidup di muka bumi merupakan makhluk yang
memiliki karakter yang paling unik. Manusia secara fisik tidak begitu berbeda dengan
binatang, sehingga para pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang paling
utama antara manusia dengan makhluk yang lain adalah dalam kemampuannya melahirkan
kebudayaan. Kebudayaan hanya manusia saja yang memilikinya, sedangkan binatang hanya
memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.
Di banding makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan menusia adalah kemampuan untuk bergerak di
darat, di laut maupun di udara. Sedan binatang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas.
Walaupun ada binatang yang dapat hidup di darat dan di air, namun tetap saja mempunyai
kterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atau makhluk
lain di surat al-Isra ayat 70.

(70).
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Di samping itu manusia memiliki akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang
diturunkan Allah, berupa al-Quran. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Oleh karena itu ilmunya manusia di
lebihkan dari makhluk lainnya.
Manusian memiliki karakter yang khas, bahkan di bandingkan makhluk lain yang paling mirip
sekalipun. Kekhasan inilah yang menurut al-Quran menyebabkan adanya konsekuensi
kemanusiaan di antaranya kesadaran, tanggung jawab, dan pembalasan. Diantara karakteristik
manusia adalah:
1. Aspek kreasi
Apapun yang ada pada tubuh manusia sudah di rakit dalam suatu tatanan yang terbaik dan
sempurna. Hal ini bisa di bandingkan dengan makhluk lain dalam aspek penciptaannya.
Mungkin banyak kesamaannya, tetapi tangan manusia lebih fungsional dari tangan sinpanse,
demikian pula organ-organ lainnya.
2. Aspek ilmu
Hanya manusia yang punya kesempatan memahami lebih jauh hakekat alam semesta di
sekelilingnya. Pengatahuan hewan hanya berbatas pasa naluri dasar yang tidak bisa di
kembangkan melalui pendidikan dan pengajaran. Manusia menciptakan kebudayaan dan
peradaban yang terus berkembang.
3. Aspek kehendak
Manusia memiliki kehendak yang menyebabkan bisa mengadakan pilihan dalam hidup.
Makhluk lain hidup dalam suatu pola yang telah baku dan tak akan pernah berubah. Para
malaikat yang mulia tak akan pernah menjadi makhluk yang sombong atau maksiat.
4. Pengarahan akhlak
Manusia adalah makhluk yang dapat di bentuk akhlaknya. Ada manusia yang sebelulmnya
baik, tetapi karena pengaruh lingkungan tertentu dapat menjadi penjahat. Demikian pula
sebaliknya. Oleh karena itu lembaga pendidikan diperlukan untuk mengarahkan kehidupan

generasi yang akan datang. Jika manusia hidup dengan ilmu selain ilmu Allah, maka manusia
tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang.
2.3

Tujuan penciptaan manusia

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian penyembahan


kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya membayangkan aspek ritual
yang tercermin salam solat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia pada hukum Allah
dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik ibadah ritual yang menyangkut hubungan
vertical (manusia dengan Tuhan) maupun ibadah sosial yang menyangkut horizontal
( manusia dengan alam semesta dan manusia).
Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan baik. Oleh karena itu
penyembahan harus dilakukan secara sukarela, karena Allah tidak membutuhkan sedikitpun
pada manusia termasuk pada ritual-ritual penyembahannya. Dalam hal ini Allah berfirman:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyambah-Ku

Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya
mereka member aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah maha pemberi Rezeki yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (az-Zaariyaat, 51:56-58).

Dan mereka telah di perintahkan kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan degnan dekimikian itulah agama yang
lurus. (Bayinnah, 98:5)
Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam semesta. Keseimbangan alam
dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan
manusia tidak sekedar akan menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain, inilah
tujuan penciptaan manusia di tengah-tengah alam.
2.4

Fungsi dan peranan manusia dalam islam

Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai pelaku
ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk menjadi pelaku
ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut memulai
dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan Allah,
diantaranya adalah :
1. Belajar (surat An naml : 15) ; Belajar yang dinyatakan pada ayat pertama surat al Alaq
adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Quran.



Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya
mengucapkan:"Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hambahambanya yang beriman").

2. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39) ; Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka
wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu Allah
adalah Al Quran
3.

Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya

untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri dahulu
agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.

Di dalam Al Quran disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada manusia.
Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada Allah
dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada nafsu dan
syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan apapun
perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak akan
pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS Az Dzariyat :



Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu
Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah bahwa
hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir
nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi orang tuanya yang
menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam.
Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):Bukankah Aku ini Tuhanmu?. Mereka
menjawab:Betul (Engkau Tuhan Kami),kami menjadi saksi.(Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)
Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi yang
telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan bumi. Khalifah
yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud
sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam
dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia
yang beriman sejatilah yang mampu memikul tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah
wali Allah yang mempusakai dunia ini.

2.5 Tanggung jawab manusia sebagai Hamba Allah


Kewajiban manusia kepada khaliknya adalah bagian dari rangkaian hak dan kewajiban
manusia dalam hidupnya sebagai suatu wujud dan yang maujud. Didalam hidupnya manusia
tidak lepas dari adanya hubungan dan ketergantungan. Adanya hubungan ini menyebabkan
adanya hak dan kewajiban. Hubungan manusia dengan allah adalah hubungan makhluk
dengan khaliknya. Dalam masalah ketergantungan, hidup manusia selalu mempunyai
ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta ketergantungan adalah ketergantungan
kepada yang maha kuasa, yang maha perkasa, yang maha bijaksana, yang maha sempurna,
ialah allah rabbulalamin, Allah Tuhan yang Maha Esa.
Kebahagian manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan ridho allah. Dan untuk
itu Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya. Maka untuk
mencapainya kebahagian dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus mengikuti
ketentuan-ketentuan dari allah SWT. Apa yang telah kita terima dari allah SWT. Sungguh ak
dapat dihitung dan tak dapat dinilai dengan materi banyaknya. Dan kalau kita mau
menghitung-hitung nikmat dari Allah, kita tidak dapat menghitungnya, karena terlalu amat
sangat banyaknya. Secara moral manusiawi manusia mempunyai kewajiban Allah sebagai
khaliknya, yang telah memberi kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya.
Jadi berdasarkan hadits AL-Lulu uwal kewajiban manusia kepada Allah pada garis besar
besarnya ada 2 :
1) mentauhidkan-Nya yakni tidak memusyrik-Nya kepada sesuatu pun.
2) beribadat kepada-Nya
Orang yang demikian ini mempunyai hak untuk tidak disiksa oleh Allah, bahkan akan diberi
pahala dengan pahala yang berlipat ganda, dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali
lipat bahkan dengan ganda yang tak terduga banyaknya oleh manusia. Dalam al-quran
kewajiban ini diformulasikan dengan :
1) iman.
2) amal saleh

Beriman dan beramal saleh itu dalam istilah lain disebut takwa. Dalam ayat (Q.S al-baqorah
ayat 177) iman dan amal saleh, yang disebut takwa dengan perincian :
1) iman kepada Allah : kepada hari akhir, kepada malaikat-malaikat, kepada kitab-kitab, dan
kepada nabi-nabi.
2) amal saleh :
a. Kepada sesama manusia : dengan memberikan harta yang juga senang terhadap harta itu,
kepada kerabatnya kepada anak-anak yatim kepada orang-orang miskin kepada musafir yang
membutuhkan pertolongan (ibnu sabil)
b. Kepada Allah : menegakan / mendirikan shalat, menunaikan zakat
c. Kepada diri sendiri : menempati janji apabila ia berjanji, sabar delam kesempitan,
penderitaan dan peperangan.
Kesemuanya itu adalah dalam rangka ibadah kepada allah memenuhi manusia terhadap
khalik.
Tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harus di pertanggung
jawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang di pikul manusia di muka bumi adalah tugas
kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk mengelola dan
memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah,
berarti manusia memperoleh mandate Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi.
Kekuasaan yang di berikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya
m,engolah dan mendayagunakanvapa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya
sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh Allah. Agar manusia bisa menjalankan
kekhalifahannya dengan baik, Allah telah mengajarkan kepadanya kebenaran dalam segala
ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum yang

terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia bisa menyusun konsep-konsep serta melakukan


rekayasa membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan.
Dua peran yang di pegang manusia di muka bumi. Sebagai khalifah dan abd merupakan
perpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup, yang sarat dengan
kreatifitas dan amaliah yang selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Oleh karena itu hidup
seorang muslim akan di penuhi dengan amaliah, kerja keras yang tiada henti, sebab bekerja
bagi seorang muslim adalah membentuk satu amal shaleh. Kedudukan manusia di muka bumi
sebagai khalifah dan sebagai makhluk Allah, bukanlah dula hal yang bertentangan melainkan
suatu kesatuan yang padu dan tidak terpisahkan. Kekhalifaan adalah ralisasi dari
pengabdiannya kepada Allah yang menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa.
Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan
derajat manusia meluncur jatuh ke tingkat yang paling rendah, seprti firman Allah dalam surat
ath-Thin:4.
Dengan demikian, manusia sebagai khalifah Allah merupakan satu kesatuan yang
menyampurnakan nilai kemanusiaan yang memiliki kebebasan berkreasi dan sekaligus
menghadapkannya pada tuntutan kodrat yang menempatkan posisinya pada ketrbatasan.
Perwujudan kualitas keinsanian manusia tidak terlepas dari konteks sosial budaya, atau
dengan kata lain kekhalifaan manusia pada dasarnya diterapkan pada konteks individu dan
sosial yang berporos pada Allah.

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan berbagai aspek yang telah kami bahas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa
hakekat manusia dalam pandangan islam yaitu sebagai khalifah di bumi ini. Hal yang
menjadikan manusia sebagai khalifah adalah karena manusia memiliki kelebihan yang tidak
dimiliki makhluk lainnya, seperti akal dan perasaan. Selain itu manusia diciptakan Allah
dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Allah yang paling sempurna.

Daftar pustaka
Rachmat, Noor. 2009. Islam dan Pembentukan Akhlak Mulia. Depok: Ulinnuha press.
http://hizbut-tahrir.or.id/2012/12/01/jiwa-yang-tenang-tafsir-qs-al-fajr-89-27-30/
http://carapedia.com/pengertian_definisi_manusia_menurut_para_ahli_info508.html
http://limubermanfaat.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-peran-manusia.html
http://monggominarak.blogspot.com/2011/12/proses-kejadian-manusia-dalam.html
http://www.scribd.com/doc/48595986/6/Tanggung-Jawab-Manusia-sebagai-Hamba-danKhalifah-Allah

Anda mungkin juga menyukai