Gizi Pada Usia Lanjut
Gizi Pada Usia Lanjut
Tugas
Keperawatan Gerontik
Oleh :
Febrina Ayuningtyas
( 07.20.018)
II.
Pendahuluan
Penelitian pada binatang percobaan membuktikan bahwa tikus-tikus yang
diberi makan libtium mempunyai umur yang lebih pendek dari pada yang diberi
makanan yang dibatasi (restricted diet) (Brocklehurst dan Allen,1987). Temuan
lebih lanjut menunjukkan bahwa apabila bintang percobaan dikurangi asaupan
gizinya sampai usia maturitas, kemudaian diperbolehkan makan ad libtium, maka
yang akan terjadi adalah peningkatan insiden penyakit-penyakit usia lanjut. Temuan
pada binatang percobaan ini ternyata sejalan dengan temuan-temuan pada manusia.
Apabiala seseorang berhasil mencapai usia lanjut, maka salah stu upaya utama
adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi
optimum agar kualitas hidupan yang bersangkutan tetap baik. Perubahan ststua gizi
pada lansia disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan.
Perubahan ini akan makin nyata pada kurun usia dekade 70-an. Faktor lingkunagn
antara lain meliputi perubahan kondisi sosial ekonomi yang terjadi akibat memasuki
masa pensiun dan isolasi sosial berupa hidup sendiri setelah pasangannya
meninggal. Faktor kesehatan yang berperan dalan perubahan status gizi antara lain
adalah naiknya insidensi penyakit degenerasi maupun non-degenerasi yang
berakibat dengan perubahan dalam asupan makanan, perubahan dalam absorpsi dan
utilisasi zat-zat gizi di tingkat jaringan, dan beberapa kasusu dapat disebabkan oleh
obat-obat tertentu yang harus diminim para lansia oleh karena penyakit yang sedang
dideritanya.
Perubahan yang Dapat Terjadi
a. Perubahan anatomi dan fisiologi
Menua (aging) meruakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan
berakhir saat kematian. Selam periode pertumbuhan, proses anabolisma
melampaui proses katabolisma. Pada saat tubuh sudah mencapai tingkat
kematangan fisiologik, kecepatan katabolisma atau proses degenerasi lebih besr
daripada kecepatan proses regenerasi sel (anabolisma). Akibat yang timbul
adalah hilangnya sel-sel yang berdampak dalam bentuk penurunan efisiensi dan
gangguan fungsi organ(Whitney, Catalgo, Rolfes, 1987; Prodrabky, 1992).
Dengan demikian menua ditandai dengan kehilangan secara progresif lean body
mass (jaringan aktif tubuh) dan perubahan-perubahan di semua system di dalam
tubuh manusia. Berikut ini adalah perubahan fisiologik yang berhubungan dan
mempengaruhi status gizi lansia.
b. Indera
Indera pengecap, pencium dan penglihatan menurun yang akan secara
langsung dan tak langsung mempengaruhi nafsu makan dan asuapan makanan.
Papila pengecap mulai mengalami atrofi pada usia 50 tahun, dari jumlah 245
pada anak menjadi hanya 88 pada usia 74-85 tahun. Terjadi penurunan
sensitifitas terhadap rasa manis dan asin. Selain itu muncul glossodyna atau
nyeri pada lidah.
c. Saluran cerna/digestif
III.
IV.
V.
Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (KGA) untuk energi dan zat-zat gizi
lainnya yang diperbaharui tiap 5 tahun melalui Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi. Berikut ini contoh KGA untuk lansia yang dikeluarkan oleh Depkes RI dan
Negara Inggris (Brocklehurst dan Allen, 1987; Van der Cammen, Rai, Exton-Smith,
1991; Muhilal, Fasli Jalal, Hardinsyah,1997).
Tabel 1. Asupan yang dianjurkan
Laki-laki
Perempuan
Inggris
Indonesia
Inggris
Indonesia
75 +
60 +
75 +
60 +
Energi (Kal)
2100
2200
1900
1850
Protein (gram)
53
62
48
54
Zat besi (mgram)
10
13
10
14
Kalsium (mgram)
500
500
500
500
Vit. C (mgram)
30
60
30
60
Apabila dijabarkan dalam porsi makanan/ukuran rumah tangga, maka
KGA lansia untuk Indonesia adalah seperti dalam table 2.
Tabel 2. Kecukupan makan satu hari (usia 60 tahun ke atas)
Jenis bahan makan
1. Nasi
2. Lauk daging/ikan,
tempe
Kalau tahu
3. Sayur
4. Buah
Laki-laki
3 x 200 gram
(3 x 1,5 gls blimbing)
1,5 x 50 gram
5 x 25 gram ( 1pt kecil )
5 x 50 gram
1,5 x 100 gram
( 1,5 x 1 gls penuh sayur)
2 x 100 gram
( 1 pt sedang )
Perempuan
2 x 200 gram
(2 x 1,5 gls blimbing)
2 x 50 gram
4 x 25 gram ( 1 pt kecil )
4 x 50 gram
1,5 x 100 gram
2 x 100 gram
( 1 pt sedang )
Terjadi kekurangan gizi pada lansia oleh karena sebab-sebab yang bersifat
primer maupaun sekunder. Sebab-sebab primer meliputi ketidaktahuan isolasi
sosial, hidup seorang diri, baru kehilangan pasangan hidup, gangguan fisik,
gangguan indrera, gangguan mental, kemiskinan dan iatrogenik. Sebab-sebab
sekunder meliputi gangguan nafsu makan/selera, gangguan mengunyah,
malabsorpsi, obat-obatan, peningkatan kebutuhan zat gizi serta alkoholisme.
Ketidaktahuan dapat dibawa sejak kecil atau disebabkan olah pendidikan yang
sangat terbatas. Isolasi sosial terjadi pada lansia yang hidup sendirian, yang
kehilangan gairah hidup dan tidak ada keinginan untuk masak. Gangguan fisik terjai
pada lansia yang mengalami hemiparese/hemiplegia, artritis dan ganggun mata.
Gangguan mental terjadi pada lansia yang dement dan mengalami depresi. Kondisi
iatrogenik dapat terjadi pada lansia yang mendapat diet lambung untuk jangka
waktu lama, hingga terjadi kekurangan vitamin C. selanjutnya gangguan selera,
megunyah dan malabsorbsi terjadi sebagi akibat penurunan fungsi alat pencernaan
dan pancaindera, sebagai akibat penyakit berat tertentu, pasca operasi, ikemik
dinding perut dan sensitifitas yang meningkat terhadap bahan makanan tertentu
seperti lombok, santan, lemak dan tepung ber gluten(misalnya ketan). Kebutuhan
yang meningkat terjadi pada lansia yang mengalami keseimbangan nitrogen negatif
dan katabolisme protien yang terjadi pada mereka yang harus berbaring di tempat
tidur untuk jangka waktu lma dan yang mengalami panas yang tinggi.
Kondisi kekurangan gizi pada lansia dapat terbentuk KKP(kurang kalori
protein) kronik, baik ringan sedang maupun berat. Keadaan ini dapat dilihat dengan
mudah melalui penampilanumum, yakni adanya kekurusan dan rendahnya BB
seorang lansia dibanding dengan baku yang ada. Kekurangan zat gizi laing yang
banyak muncul adalah defisiensi besi dalam bentuk anemia gizi, defisiensi B1 dan
B12.
Kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan afluency denga
ngaya hidup pada usia sekitar 50 tahun. Dengan kondisi ekonomi yang membaik
dan tersedianya berbagai makanan siap sji yang enak dan kaya energi. Utamany
sumber lemak, terjadi asupan makan dan zat-zat gizi melebihi kebutuhan tubuh.
Keadaan kelbihan gizi yang dimulai pada awal usia 50 tahun-an ini akan membawa
lansia pada keadaan obesitas dan dapat pula disertai dengan munculnya berbagai
penyakit metabolisme seperti diabetes mellitus dan dislipidemia. Penyakit-penyakit
tersebut akan memerlukan pengelolaan dietetik khusus yang mungkin harus dijalani
sepanjang usia yang masih tersisa.
VII. Penentuan Status Gizi
Status gizi pada lansia dapat dinilai dengan cara cara yang baku bagi
berbagai tahapan umur yakni penilaian secara langsung dan tak langsung. Penilaian
secara langsungdilakukan melaui pemeriksaan klinik, antropometrik, biokimia dan
biofisik.
Di dalam melakukan pemeriksaan klinik perlu dibedakan tiga kelompok
gejala yaitu: (1) tanda-tanda yang dianggap mempunyai nilai dalam pemeriksaan
gizi; (2) gejala-gejala yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut; (3) gejala-gejala
yang tidak berhubungan dengan gizi. Tanda-tanda yang masuk ke tiga kategori
dapat ditemukan di berbagai organ seperti rambut, lidah, konjungtiva, bibir, kulit,
hati, limpa dan sebagainya.
IX.
DAFTAR PUSTAKA
1. Van Dern cammen JM, Rai GS, An. Manual geriatric medicine. New York,
19398 ; 159 173
2. Rabe B, Thamrine Mt. Gross. Body Mase Index of the elderly derived from
height,and from armspan. Asia Pasific
3. Panduan 13 Dasar GiziSeimbang. Departemen Kesehatan. Jakarta, 2000
4. Bulletin PDGMI. Cabang jakarta th 1 edisi 3. 2002.Jakarta.