Oleh:
Eli Dwy Purbaningrum
G99141031
Pembimbing :
Dr. Hj. Trilastiti Widowati, Sp. KFR, M.Kes
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Umur
: 52 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
Alamat
Status Perkawinan
: Menikah
Tanggal Masuk
: 03 Juni 2014
: 01257001
B. Keluhan Utama
Badan terasa lemas.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 7 hari SMRS pasien mengeluhkan badan terasa lemas.
Lemas dirasakan di seluruh tubuh dan tidak dipengaruhi oeh pemberian
makan. Pasien juga mengeuh pusing berputar. Pasien mengeluhkan gejala
makin memberat dari hari ke hari. Pasien mengeluhkan makan berkurang
dan sering mual bila makan.
Pasien sebelumnya dirawat di RS. Orthopedi 4 yang lalu dan
mendapat transfusi darah merah 9 kantong. Pasien didiagnosa fraktur
femur serta gagal ginjal. Kurang lebih 6 bulan SMRS pasien jatuh dari
kamar mandi, pasien mengeluh kaki kiri dan tangan kanan terasa nyeri dan
tidak bisa digeraakkan. BAB dan BAK normal. Pasien mengeluh berat
badannya menurun tetapi tidak tahu berapa kilogram turunnya.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat trauma
: (+) 9 kantong
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: jarang
: 140/90
: 80 x/ menit
: 20 x/menit
: 36,5oC per aksiler
3. Kulit
Pucat (-), ikterik (-)
4. Kepala
Mesocephal, simetris, jejas (-)
5. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya langsung
(+/+), isokor 3mm/3mm, sekret (-/-)
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
7. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
8. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
9. Leher
JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar
10. Thorax
Retraksi (-)
11. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: BJ III intensitas normal, regular, bising (-)
12. Pulmo
Inspeksi
: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
: SDV (+/+), nafas tambahan (-/-)
13. Abdomen
Inspeksi
: dinding perut sejajar dengan dinding
dada
Auskultasi
: Peristaltik (+) normal
Perkusi
: timpani seluruh lapang perut
Palpasi
: Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba
14. Ekstremitas
Oedem
Pucat
Akral
dingin
:
Extr.supor
Extr.supor
Extr.infor
Extr.infor
dextra
-
sinistra
-
dextra
-
sinistra
-
06/06/2014
9,3 g/dl
26%
8,6 ribu/ul
161 ribu/ul
3,00 juta/ul
100 mg/dl
4,5 mg/dl
134 mmol/L
3,1 mmol/L
107 mmol/L
Non-reactive
Rujukan Normal
12-15,6 g/dl
33-45%
4,5-11 ribu/ul
150-450 ribu/ul
4,1-5,1 juta/ul
<50 mg/dl
0,6-1,1mg/dl
136-145 mmol/L
3,3-5,1 mmol/L
98-106 mmol/L
Non-reactive
Hepatitis
b. Elektroforesis Serum Protein
c. USG Abdomen
Kesimpulan: Chronic kidney disease grade II bilateral
Hepar/GB/Pankreas/lien/VU/Uterus tak tampak kelainan
d. Bone Survey tanpa Kontras
hari (ADL)
Sosiomedik
VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi medikamentosa (Interna)
Diet ginjal 1700kkal rendah protein 40gr/hari, rendah garam 5gr/hari
IVFD D5% 16 tpm
IVFD eas pfrimer 1 fl/hari
Injeksi furosemid 20 mg/8 jam
Injeksi ketorolac 3gr/12 jam
Captopril tab 12,5 mg 3dd1
Asam folat 3 dd 1
CaCO3 3 dd 1
B. Rehabilitasi Medik
1.
2.
Sosiomedik
edukasi
keluarga
mangenai
4. Speech Terapi
: tidak dilaksanakan
5. Okupasi terapi
dengan lingkungan
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia
Ad sanam
: dubia
Ad fungsionam : dubia
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Keganasan sel plasma dikenal sebagai neoplasma monoklonal yang
berkembang dari lini sel B, terdiri dari multiple myeloma (MM),
makroglobulinemia Waldemstrom amiloidosis primer dan penyakit rantai
berat. Neoplasma monoklonal dikenal dengan banyak nama antara lain
adalah gamopatiamonoklonal, paraproteinemia, diskrasia sel plasma dan
disproteinemia. Penyakit ini biasanya disertai produksi imunoglobulin atau
fragmen-fragmennya dengan satu penanda idiopatik, yang ditentukan oleh
regio variabel identik dalam rantai ringan dan berat. Istilah paraprotein,
protein monoklonal atau komponen M, menunjukkan adanya komponen
yang eletrofoetik homogen ini dalam serum dan urin. Paraprotein dapat
merupakan imunoglobulin lengkap, biasanya tipe IgG atau Costa, jarang
juga tipe IgD atau IgE. Rantai ringan ini oleh ginjal dapat cepat dieksresi
dan karena ituterutama dapat ditunjukkan dalam urin (protein Bence
Jones).
B. DEFINISI
Multiple myeloma adalah keganasan sel B dari sel plasma
neoplastik yang memproduksi protein immunoglobulin monoklonal,
ditandai oleh ekspansi monoklonal dan akumulasi abnormal sel plasma di
dalam kompartemen sumsum tulang yang secara karakteristik ditandai
dengan plasmasitosis, produksi paraprotein, lesi tulang, hiperkalsemia,
kerentanan terhadap infeksi dan gangguan fungsi ginjal.
C. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Multiple myeloma merupakan 1% dari semua keganasan dan 10%
dari tumor hematologik. Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma
sekitar 3 sampai 4 kasus dari 100.000 populasi per tahun, dan diperkirakan
terdapat 14.000 kasus baru tiap tahunnya. Insidennya ditemukan dua kali
lipat pada orang Afro Amerika dan pada pria. Umur pasien rata-rata 65
tahun, dan sekitar 3% pasien kurang dari 40 tahun.
D. ETIOLOGI
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena,
dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki
peran. Faktor genetik juga mungkin berperan pada orang-orang yang
rentan untuk terjadinya perubahan yang menghasilkan proliferasi sel
plasma yang memproduksi protein M seperti pada MGUS. Dalam sel
terjadi transformasi maligna tepat terjadinya belum jelas. Dapat
ditunjukkan sel limfosit B matur yang termasuk klon sel maligna di darah
dan sumsum tulang, yang dapat menjadi dewasa menjadi sel plasma.
Terjadinya onkogen yang paling penting diduga berlangsung dalam sel
pendahulu yang mulai dewasa ini atau bahkan mungkin dalam sel plasma
sendiri. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien
myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan
pada 11q.
E. FAKTOR RISIKO
Tidak ada yang tahu penyebab pasti dari multiple myeloma.
Penelitian telah menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko tertentu
meningkatkan kemungkinan bahwa seseorang bisa menderita penyakit ini.
Studi-studi telah menemukan faktor-faktor risiko sebagai berikut :
Usia di atas 65: Usia tua meningkatkan kesempatan terjadinya
multiple myeloma. Kebanyakan orang dengan myeloma didiagnosis
setelah usia 65. Penyakit ini jarang terjadi pada usia kurang dari 35.
Ras: Risiko multiple myeloma adalah tertinggi di antara Afrika
Amerika dan terendah di antara Asia Amerika. Alasan untuk
F. PATOGENESIS
Pada MM terjadi kerusakan genetik dari perkembangan limfosit B
pada saat perubahan isotipe, sehingga terjadi perubahan bentuk sel plasma
normal menjadi sel MM yang ganas. Sel-sel ini berasal dari klonal
tunggal, bermultiplikasi dalam sumsum tulang dan mengerumuni sel-sel
normal
sumsum
tulang
kemudian
memproduksi
sejumlah
besar
myeloma
adalah
terbatasnya jumlah klonal sel plasma dan secara klinik dikenal dengan
Monoclonal Gammopathy Of Undetermined Significance (MGUS), yang
ditandai dengan level serum M protein < 3 gram/dl, klonal sel plasma
dalam sumsum tulang < 10% dan tidak ada kelainan sel B, tidak ada
kerusakan organ tapi mempunyai risiko 1% pertahun progresif menjadi
MM. MGUS bukan merupakan suatu keganasan tapi diperkirakan
merupakan prekursor untuk MM, berkembang sampai mencapai 20%
individu. Kategori kedua adalah asimtomatik atau Smoldering Multiple
Myeloma, dengan karakteristik protein M 3 gram/dl dan atau sel plasma
dalam sumsum tulang 10%. Rata-rata waktu untuk berkembang menjadi
MM yang simtomatik adalah 2 - 3 tahun.
Peran lingkungan dalam sumsum tulang
kelainan
dalam
darah
(seperti
anemia,
neutropenia,
I. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis Mutiple Myeloma menurut kriteria Durie dan Salmon
ditegakkan bila memenuhi paling sedikit satu kriteria mayor dan satu
kriteria minor, atau 3 kriteria minor dimana harus meliputi kriteria minor
nomor 1 dan 2. Kriteria mayor meliputi :
1. Plasmasitoma pada biopsy jaringan
2. Plasmasitosis > 30% sel plasma pada sumsum tulang
3. Monoclonal globulin spike pada elektroforesa protein (Ig G > 35% g/l,
Ig A >20 g/l, ekskresi light chain pada elektroforesa urin >1g/24 jam
tanpa ada amyloidosis).
trombosit rendah
L. TATALAKSANA
Medikamentosa
1. Thalidomide
Pada MM masih tidak begitu jelas, diduga sebagai imunomodulator,
anti in amasi dan anti angiogenik. Thalidomide ini mempengaruhi
baik langsung maupun tidak langsung dalam mencegah adhesi dan
proliferasi sel-sel myeloma, diduga menghambat angiogenesis dengan
cara
mencegah
pembentukan
pembuluh
darah
kecil
dengan
dari
sel-sel
plasma.
Pengaruh
secara
langsung
caspase-3), anti
anti
inflamasi
dari
sel-sel
mononuklear
darah
tepi,
menghambat prolifersi sel, menghambat ekspresi cyclooxigenase2(COX-2),31,38 menyebabkan apoptosis dan menurunkan ikatan sel
myeloma degan sel-sel stroma dalam sumsum tulang, meningkatkan
efek sitotoksik melalui sel-sel Natural Killer (NK). Diduga
mekanisme kerja dari lenalidomide pada MM adalah sitotoksisitas
melalui apoptosis(A) menghambat adhesi molekul sel seperti
Intercellular Adhesion Molecule 1 (ICAM-1) dan Vascular Cell
Adhesion
Molecule
Komplikasi TENS
1. Reaksi kemerahan pada kulit
2. Kulit terbakar
DAFTAR PUSTAKA
Berenson JM, Vescio RA (2009). Pathogenesis of multiple myeloma. Available
from: http:// highwire.stanford.edu.
Boccadoro M, Morgan G (2005). Preclinical evaluation of the proteasome
inhibitor bortezomib in cancer therapy. Cancer Cell International;5:18.
Bosman C, Fusili S, Bisceglia M (1996). Oncocytic Non secretory Multiple
Myeloma. Acta Haematol; 96: 50-56
Dispenzieri A, Lacy MQ, Greipp PR. Multiple myeloma. In: Greer
JP, Foerster J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, Arber
DA, et al. (2009). Wintrobes clinical hematology 12th ed.
Vol 2. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; p.2372438.
Foerster J, Paraskevas F: Multiple Myeloma. In: Wintrobes Clinical
Haematology 10th ed, lee GC, Foerster J, lukens J eds (1999). William &
Wilkins 2631-2680
George E, Sadovsky R (1999). Multiple myeloma: recognition and management.
American Family Physician: 59:7.