Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

SEORANG WANITA 52 TAHUN DENGAN BADAN LEMAS E.C


MULTIPLE MYELOMA DENGAN MUTIPLE FRAKTUR DAN CKD
STAGE V

Oleh:
Eli Dwy Purbaningrum
G99141031

Pembimbing :
Dr. Hj. Trilastiti Widowati, Sp. KFR, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014

STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Umur

: 52 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Brumbung Jawa Tengah

Status Perkawinan

: Menikah

Tanggal Masuk

: 03 Juni 2014

Tanggal Pemeriksaan : 11 Juni 2014


No. RM

: 01257001

B. Keluhan Utama
Badan terasa lemas.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 7 hari SMRS pasien mengeluhkan badan terasa lemas.
Lemas dirasakan di seluruh tubuh dan tidak dipengaruhi oeh pemberian
makan. Pasien juga mengeuh pusing berputar. Pasien mengeluhkan gejala
makin memberat dari hari ke hari. Pasien mengeluhkan makan berkurang
dan sering mual bila makan.
Pasien sebelumnya dirawat di RS. Orthopedi 4 yang lalu dan
mendapat transfusi darah merah 9 kantong. Pasien didiagnosa fraktur
femur serta gagal ginjal. Kurang lebih 6 bulan SMRS pasien jatuh dari
kamar mandi, pasien mengeluh kaki kiri dan tangan kanan terasa nyeri dan
tidak bisa digeraakkan. BAB dan BAK normal. Pasien mengeluh berat
badannya menurun tetapi tidak tahu berapa kilogram turunnya.
D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit jantung

: disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat sakit lues

: disangkal

Riwayat trauma

: (+) 6 bulan lalu jatuh di kamar mandi

Riwayat transfusi darah

: (+) 9 kantong

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat sakit jantung

: disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat sakit lues

: disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Pasien makan tiga kali sehari dengan nasi dan lauk berupa tempe,
tahu, sayur, sesekali daging dan buah. Selama sakit porsi makan pasien
berkurang.
Riwayat merokok
Riwayat minum alkohol
Riwayat olahraga

: disangkal
: disangkal
: jarang

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi dengan menggunakan fasilitas
BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan Umum
Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan baik
2. Tanda vital
Tensi
Nadi
RR
Suhu

: 140/90
: 80 x/ menit
: 20 x/menit
: 36,5oC per aksiler

3. Kulit
Pucat (-), ikterik (-)
4. Kepala
Mesocephal, simetris, jejas (-)
5. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya langsung
(+/+), isokor 3mm/3mm, sekret (-/-)
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
7. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
8. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
9. Leher
JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar
10. Thorax
Retraksi (-)
11. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: BJ III intensitas normal, regular, bising (-)
12. Pulmo
Inspeksi
: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
: SDV (+/+), nafas tambahan (-/-)
13. Abdomen
Inspeksi
: dinding perut sejajar dengan dinding
dada
Auskultasi
: Peristaltik (+) normal
Perkusi
: timpani seluruh lapang perut
Palpasi
: Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba
14. Ekstremitas

Oedem
Pucat
Akral
dingin

:
Extr.supor

Extr.supor

Extr.infor

Extr.infor

dextra
-

sinistra
-

dextra
-

sinistra
-

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a.
Pemeriksaan Lab Darah (06 Juni 2014)
Hb
Hct
AL
AT
AE
Ur
Cr
Na
K
Cl
Serologi

06/06/2014
9,3 g/dl
26%
8,6 ribu/ul
161 ribu/ul
3,00 juta/ul
100 mg/dl
4,5 mg/dl
134 mmol/L
3,1 mmol/L
107 mmol/L
Non-reactive

Rujukan Normal
12-15,6 g/dl
33-45%
4,5-11 ribu/ul
150-450 ribu/ul
4,1-5,1 juta/ul
<50 mg/dl
0,6-1,1mg/dl
136-145 mmol/L
3,3-5,1 mmol/L
98-106 mmol/L
Non-reactive

Hepatitis
b. Elektroforesis Serum Protein

c. USG Abdomen
Kesimpulan: Chronic kidney disease grade II bilateral
Hepar/GB/Pankreas/lien/VU/Uterus tak tampak kelainan
d. Bone Survey tanpa Kontras

Kesimpulan : multiple lesi osteolitik dengan fraktur patologis pada


tulang. Terpasang eksterna fiksasi (gips) pada anthebrachii kanan dengan
fraktur pada 1/3 distalis radius kanan. Terpasang AMP pada caput
femoris kiri.
e. Thorax PA
Kesimpulan : multiple lesi litik os clavicula kanan kiri, scapula kanan
kiri, costae kanan kiri, corpus VC VII, VTH I. Erosi pada sisi lateral
costa IV posterior kanan
IV. ASSESMENT
Klinis Multiple Myeloma dengan multiple fraktur, CKD stage V, Left Ventrikel
Hipertrofi, Hipertensi Stage I.
V. MASALAH
Masalah medis: klinis multiple myeloma dengan multiple fraktur, CKD

stage V, left ventrikel hipertrofi, hipertensi stage I.


Problem Rehabilitasi Medik
- Fisioterapi
: pasien merasa nyeri pada bagian lutut
- Speech Terapi : tidak ada
- Okupasi Terapi: gangguan dalam melaksanakan aktivitas sehari-

hari (ADL)
Sosiomedik

sehari-hari. Edukasi terhadap keluarga.


Ortesa-protesa : keterbatasan mobilisasi
Psikologi
: depresi akibat penyakit yang diderita pasien

: memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas

VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi medikamentosa (Interna)
Diet ginjal 1700kkal rendah protein 40gr/hari, rendah garam 5gr/hari
IVFD D5% 16 tpm
IVFD eas pfrimer 1 fl/hari
Injeksi furosemid 20 mg/8 jam
Injeksi ketorolac 3gr/12 jam
Captopril tab 12,5 mg 3dd1
Asam folat 3 dd 1
CaCO3 3 dd 1
B. Rehabilitasi Medik
1.

Fisioterapi : pemberian TENS pada bagian lutut

2.

Sosiomedik

edukasi

keluarga

mangenai

penyakit yang diderita


pasien serta motivasi untuk membantu dan merawat
pasien
3.

Ortesa-protesa : memfasilitasi ambulasi dengan alat


bantu (menunggu kondisi klinis pasien)

4. Speech Terapi

: tidak dilaksanakan

5. Okupasi terapi

: latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(menunggu kondisi klinis pasien)


6. Psikologi

a. Memberikan dukungan mental dan konseling pada pasien untuk


tidak menyerah dan putus asa dalam menghadapi penyakitnya.
b. Memberi motivasi pasien untuk konsisten melaksanakan
pengobatannya.
VII.

IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAP


A. Impairment : klinis multiple myeloma dengan multiple
fraktur
B. Disabilitas

: keterbatasan aktivitas karena fraktur dan

nyeri yang dirasakan pasien


C. Handicap

: keterbatasan sosialisasi dan interkasi

dengan lingkungan
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia
Ad sanam
: dubia
Ad fungsionam : dubia

TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Keganasan sel plasma dikenal sebagai neoplasma monoklonal yang
berkembang dari lini sel B, terdiri dari multiple myeloma (MM),
makroglobulinemia Waldemstrom amiloidosis primer dan penyakit rantai
berat. Neoplasma monoklonal dikenal dengan banyak nama antara lain
adalah gamopatiamonoklonal, paraproteinemia, diskrasia sel plasma dan
disproteinemia. Penyakit ini biasanya disertai produksi imunoglobulin atau
fragmen-fragmennya dengan satu penanda idiopatik, yang ditentukan oleh
regio variabel identik dalam rantai ringan dan berat. Istilah paraprotein,
protein monoklonal atau komponen M, menunjukkan adanya komponen
yang eletrofoetik homogen ini dalam serum dan urin. Paraprotein dapat
merupakan imunoglobulin lengkap, biasanya tipe IgG atau Costa, jarang
juga tipe IgD atau IgE. Rantai ringan ini oleh ginjal dapat cepat dieksresi
dan karena ituterutama dapat ditunjukkan dalam urin (protein Bence
Jones).
B. DEFINISI
Multiple myeloma adalah keganasan sel B dari sel plasma
neoplastik yang memproduksi protein immunoglobulin monoklonal,
ditandai oleh ekspansi monoklonal dan akumulasi abnormal sel plasma di
dalam kompartemen sumsum tulang yang secara karakteristik ditandai
dengan plasmasitosis, produksi paraprotein, lesi tulang, hiperkalsemia,
kerentanan terhadap infeksi dan gangguan fungsi ginjal.
C. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Multiple myeloma merupakan 1% dari semua keganasan dan 10%
dari tumor hematologik. Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma
sekitar 3 sampai 4 kasus dari 100.000 populasi per tahun, dan diperkirakan
terdapat 14.000 kasus baru tiap tahunnya. Insidennya ditemukan dua kali

lipat pada orang Afro Amerika dan pada pria. Umur pasien rata-rata 65
tahun, dan sekitar 3% pasien kurang dari 40 tahun.
D. ETIOLOGI
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena,
dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki
peran. Faktor genetik juga mungkin berperan pada orang-orang yang
rentan untuk terjadinya perubahan yang menghasilkan proliferasi sel
plasma yang memproduksi protein M seperti pada MGUS. Dalam sel
terjadi transformasi maligna tepat terjadinya belum jelas. Dapat
ditunjukkan sel limfosit B matur yang termasuk klon sel maligna di darah
dan sumsum tulang, yang dapat menjadi dewasa menjadi sel plasma.
Terjadinya onkogen yang paling penting diduga berlangsung dalam sel
pendahulu yang mulai dewasa ini atau bahkan mungkin dalam sel plasma
sendiri. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien
myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan
pada 11q.
E. FAKTOR RISIKO
Tidak ada yang tahu penyebab pasti dari multiple myeloma.
Penelitian telah menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko tertentu
meningkatkan kemungkinan bahwa seseorang bisa menderita penyakit ini.
Studi-studi telah menemukan faktor-faktor risiko sebagai berikut :
Usia di atas 65: Usia tua meningkatkan kesempatan terjadinya
multiple myeloma. Kebanyakan orang dengan myeloma didiagnosis

setelah usia 65. Penyakit ini jarang terjadi pada usia kurang dari 35.
Ras: Risiko multiple myeloma adalah tertinggi di antara Afrika
Amerika dan terendah di antara Asia Amerika. Alasan untuk

perbedaan antara kelompok ras tidak diketahui.


Pria: Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 11.200 pria dan 8.700
wanita yang didiagnosis dengan multiple myeloma. Tidak diketahui
mengapa lebih banyak orang yang didiagnosis dengan penyakit
tersebut.

Riwayat MGUS: MGUS adalah kondisi dimana sel-sel plasma


abnormal membuat protein M. Biasanya, tidak ada gejala, dan tingkat

yang abnormal dari protein M ditemukan dengan tes darah.


Riwayat keluarga multiple myeloma: Studi telah menemukan bahwa
risiko terjadinya multiple myeloma lebih tinggi jika saudara dekatnya
mempunyai penyakit serupa.

F. PATOGENESIS
Pada MM terjadi kerusakan genetik dari perkembangan limfosit B
pada saat perubahan isotipe, sehingga terjadi perubahan bentuk sel plasma
normal menjadi sel MM yang ganas. Sel-sel ini berasal dari klonal
tunggal, bermultiplikasi dalam sumsum tulang dan mengerumuni sel-sel
normal

sumsum

tulang

kemudian

memproduksi

sejumlah

besar

immunoglobulin monoklonal (M). Sel-sel plasma ganas ini menstimulasi


osteoklast yang menyebabkan resorpsi dan menghambat osteoblas (yang
fungsinya membentuk tulang baru) dan menyebabkan lesi-lesi lisis tulang.
Lesi ini merupakan tanda khas MM dan hiperkalsemia diduga terjadi
karena peningkatan aktifitas osteoklas.
Patogenetik awal dalam perkembangan

myeloma

adalah

terbatasnya jumlah klonal sel plasma dan secara klinik dikenal dengan
Monoclonal Gammopathy Of Undetermined Significance (MGUS), yang
ditandai dengan level serum M protein < 3 gram/dl, klonal sel plasma
dalam sumsum tulang < 10% dan tidak ada kelainan sel B, tidak ada
kerusakan organ tapi mempunyai risiko 1% pertahun progresif menjadi
MM. MGUS bukan merupakan suatu keganasan tapi diperkirakan
merupakan prekursor untuk MM, berkembang sampai mencapai 20%
individu. Kategori kedua adalah asimtomatik atau Smoldering Multiple
Myeloma, dengan karakteristik protein M 3 gram/dl dan atau sel plasma
dalam sumsum tulang 10%. Rata-rata waktu untuk berkembang menjadi
MM yang simtomatik adalah 2 - 3 tahun.
Peran lingkungan dalam sumsum tulang

Setelah terjadi perubahan kelas imunoglobulin, sel-sel myeloma


dari kelenjar limfe kembali ke sumsum tulang, terjadilah pertumbuhan,
sehingga tidak terjadi apoptosis sel myeloma.
Detruksi tulang
Perlekatan sel myeloma pada sel-sel stroma dalam sumsum tulang
akan menginduksi produk sitokin dan protein inflamasi, sebagian dikenal
sebagai osteoclast activating factors (OAFs) yang termasuk didalamnya
adalah interleukin (IL)-6, IL-1, tumor necrosis factor (TNF), IL-11,
macrophage in! ammatory protein-1 (MIP-1), hepatocyte growth factor
(HGF) dan parathyroid hormone-related peptide (PTHrP),12 jalur sitokin
ini bertanggungjawab baik pada stimulasi osteoklas dan hambatan
terhadap osteoblas.
Peran sitogenetik
Penelitian sitogenetik atau kromosom selama pembelahan sel,
mulai digunakan dalam pengobatan MM. Ketidakstabilan gen termasuk
translokasi imunoglobulin rantai berat yang berubah pada posisi 14q32
dan ekspresi berlebihan dari cyclin D diduga berperan dalam patogenetik
penyakit ini. Diketahui bahwa MM dibagi menjadi 2 grup berdasarkan
penyimpangan pola kromosom dan hamper 60% penderita mempunyai
karyotip hiperploid, yang sisanya diklasifikasikan sebagai non hiperploid
atau hipoploid. Penderita dengan MM hiperploid cenderung mempunyai
prognosis yang lebih baik. Penderita dengan translokasi t (14;16) dan t
(4:14) mempunyai prognosis buruk.1,13 Dengan peningkatan jumlah sel
myeloma yang sangat banyak pada stroma sel sumsum tulang, selsel MM
tersebut menyebabkan beberapa komplikasi antara lain infeksi, disfungsi
ginjal,

kelainan

dalam

darah

(seperti

anemia,

trombositopenia), neuropati, atau gangguan multiorgan.


G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang muncul antara lain :
Produksi Ig monoclonal :
1. Sindroma hiperviskositas :

neutropenia,

Mata : penurunan penglihatan, perdarahan,eksudat


Hemostasis: perdarahan
Neurologi : sakit kepala, kesadaran berfluktuasi,

dizziness, vertigo, ataksia, neuropati, kejang, koma


- Fatigue, malaise, penurunan BB
- Tendensi trombotik: DVT, infark pulmonum
- Fungsi jantung menurun
2. Perdarahan: perdarahan gusi, tractus respiratorius, tractus
gastrointestinal.
Penurunan sekresi Ig poliklonal oleh sel plasma normal
- Demam
- infeksi berulang
Penurunan hematopoesis / penggusuran sumsum tulang
- Anemia
- Trombositopenia
- Bone marrow failure
Penyakit tulang osteolitik
- sakit tulang
- sakit kepala
- fraktur tulang
- osteoporosis
Hiperkalsemia
- poliuri, polidipsi
- dehidrasi
- uremia
- osteoporosis & lesi litik menyeluruh
Disfungsi renal
- Gagal ginjal
Infiltrasi sel plasma ke organ
- Jaringan
- Syaraf
- Kulit
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Morfologi Darah Tepi dan Bone Marrow Aspiration

2. Elektroforesis protein serum

I. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis Mutiple Myeloma menurut kriteria Durie dan Salmon
ditegakkan bila memenuhi paling sedikit satu kriteria mayor dan satu
kriteria minor, atau 3 kriteria minor dimana harus meliputi kriteria minor
nomor 1 dan 2. Kriteria mayor meliputi :
1. Plasmasitoma pada biopsy jaringan
2. Plasmasitosis > 30% sel plasma pada sumsum tulang
3. Monoclonal globulin spike pada elektroforesa protein (Ig G > 35% g/l,
Ig A >20 g/l, ekskresi light chain pada elektroforesa urin >1g/24 jam
tanpa ada amyloidosis).

Kriteria minor meliputi :


1. Plasmasitosis dalam sel plasma 10-30% dalam sumsum tulang
2. Terdapat monoclonal globulin spike , tetapi dengan kadar dibawah
yang tersebut diatas
3. Lytic bone lesions
4. Kadar normal Ig M <500 mg/l, Ig A <1 g/l, atau Ig G < 6 g/l
J. STADIUM
Stadium multiple myeloma menurut Durie dan Salmon dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Stadium I : bila kadar hemoglobin >10,5 g/dl, kadar kalsium serum
normal, struktur tulang normal pada pemeriksaan radiografi atau hanya
terdapat solitary bone plasmasitoma, kecepatan produksi M rendah,
komponen M rantai ringan pada pemeriksaan elektroforesa urin <4
g/24 jam.
2. Stadium II : bila tidak memenuhi kriteria stadium I maupun kriteria
stadium III.
3. Stadium III : bila memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
kadar hemoglobin < 8,5 g/dl, kalsium serum > 12 mg/dl, lytic bone
lesions hebat (skala 3), kecepatan produksi komponen M tinggi (Ig G >
70 g/l, Ig A > 50 g/l, komponen M rantai ringan pada pemeriksaan
elektroforesa urin > 12/24 jam).
Stadium di atas disubklasifikasikan menjadi kelompok A bila fungsi
ginjal relatif normal (kadar kreatinin serum < 2 mg/dl), kelompok B
bila fungsi ginjal sudah abnormal (kadar kreatinin serum >2 mg/dl).
K. PROGNOSIS
Prognosis multiple myeloma menurut International Prognostic Index
dibagi menjadi dua parameter yakni: -2 microglobulin dan albumin.
- Stage 1 : -2 microglobulin < 3,5 mg/l, albumin 3,5 mg/ l
- Stage 2 : -2 microglobulin < 3,5 mg/l, albumin < 3,5 mg/ l atau 2 microglobulin 3,5 5,5 mg/l
- Stage 3 : -2 microglobulin > 5,5 mg/l
Risiko rendah : umur < 60 tahun, -2 microglobulin < 3,5 mg/l, albumin >
3,5 mg/ dl

Risiko tinggi : -2 microglobulin

> 10 mg/l, albumin < 3,5 mg/ dl,

trombosit rendah
L. TATALAKSANA
Medikamentosa
1. Thalidomide
Pada MM masih tidak begitu jelas, diduga sebagai imunomodulator,
anti in amasi dan anti angiogenik. Thalidomide ini mempengaruhi
baik langsung maupun tidak langsung dalam mencegah adhesi dan
proliferasi sel-sel myeloma, diduga menghambat angiogenesis dengan
cara

mencegah

pembentukan

pembuluh

darah

kecil

dengan

menghambat pelepasan faktor-faktor pertumbuhan (hepatic growth


factor, vascular endothelial growth factor, basic " broblast growth
factor) yang mana semuanya ini mempunyai peran penting dalam
angiogenesis

dari

sel-sel

plasma.

Pengaruh

secara

langsung

merangsang apoptosis atau kematian G1 selama siklus sel, yang


diaktifasi oleh sitotoxic T (CD8) dan NK sel dan menyebabkan
lisisnya sel plasma, menghambat interaksi sel ke sel dan menghambat
pelepasan IL-6 (yang merupakan factor pertumbuhan mayor yang
menyebabkan proliferasi dan kelangsungan hidup sel plasma).
2. Bortezomib
Bortezomib adalah asam boronat dipeptida yang merupakan
penghambat spesifik dari proteasome 26S yang reversibel, yang
mempunyai akti tas sebagai antiproliferatif, proapoptotik (yang
berkaitan dengan aktifasi caspase-8/9 dan

caspase-3), anti

angiogenik, anti tumor. Proteasome adalah kompleks enzim


ubiquitous yang berfungsi dalam degradasi protein (dikatalase oleh 3
enzim E1, E2, E3) dan berguna untuk regulasi siklus sel dan
menyebabkan proteolisis IkB (suatu inhibitor faktor nuclear kappa
beta yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup sel, merangsang
pertumbuhan, menghambat apoptosis).29,30 Pada penelitian terakhir

menyebutkan bortezomib mencegah akti tas dari caveolin-1 sel MM.


Caveolin -1 adalah suatu protein yang berfungsi dalam pergerakan sel
atau perpindahan sel MM dalam jaringan dan membutuhkan
posporilasi, dalam hal ini bortezomib menghambat posporilasi
caveolin-1 oleh Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang
merupakan sitokin proangiogenik dan traskripsi NF-kB sehingga
dengan demikian bortezomib menghambat migrasi sel-sel kanker
maupun angiogenesis tumor, menghambat nuclear factor kappa B
(NF-kB) yang berimplikasi terhadap resisten terapi.
3. Lenalidomide
Meskipun belum jelas, lenalidomide mempunyai efek antiangiogenik,
menghambat sekresi sitokin pro inflamasi dan meningkatkan sekresi
sitokin

anti

inflamasi

dari

sel-sel

mononuklear

darah

tepi,

menghambat prolifersi sel, menghambat ekspresi cyclooxigenase2(COX-2),31,38 menyebabkan apoptosis dan menurunkan ikatan sel
myeloma degan sel-sel stroma dalam sumsum tulang, meningkatkan
efek sitotoksik melalui sel-sel Natural Killer (NK). Diduga
mekanisme kerja dari lenalidomide pada MM adalah sitotoksisitas
melalui apoptosis(A) menghambat adhesi molekul sel seperti
Intercellular Adhesion Molecule 1 (ICAM-1) dan Vascular Cell
Adhesion

Molecule

1 (VCAM-1) yang menurunkan signal

pertumbuhan dari sel-sel MM (B); menghambat signal pertumbuhan


untuk meningkatkan angiogenesis sumsum tulang seperti VEGF, TNF, dan IL-6. Menstimulasi sel T helper yang meningkatkan produksi
IL-2 dan IFN- dan dengan demikian memperbaiki aktifasi sel NK
dan sel NK yang tergantung pada sitotoksisitas. Lenalidomide ini
mempunyai potensi 50.000 kali dibandingkan thalidomide dalam hal
menghambat TNF- dan efek samping yang ditimbulkan lebih rendah.
Beberapa penelitian menunjukan lenalidomide yang dikombinasi

dengan dexamethason pada penderita yang relaps atau refrakter lebih


superior dibandingkan pengobatan lama yang hanya menggunakan
Dexametason.
4. Imunoterapi
Imunoterapi adalah pengobatan tumor secara biologis, termasuk
pengobatan penggunaan antibodi tubuh dan obat-obatan, imunoterapi
dilakukan dengan cara merangsang sistem kekebalan tubuh pasien
sendiri untuk melawan kanker. Salah satu cara adalah memberi
sejumlah antibodi secara langsung pada pasien, seperti interferon dan
interleukin-2 dan seterusnya.
- interferon: -interferon dapat benar-benar meningkatkan
tingkat keberhasilan kemoterapi, dan memperpanjang
-

kelangsungan hidup pasien sehingga bebas penyakit.


interleukin-2: terutama digunakan untuk menghilangkan

tumor yang masih tersisa


5. Kemoterapi
Usia < 60 tahun - Vincristine, Adryamicin, Dexamethasone
Usia > 60 tahun - Melphalan dan Prednisone
6. Transplantasi sumsum tulang
Fisioterapi
TENS
Definisi
TENS adalah suatu rangsangan listrik yang digunakan sebagai
pengobatan untuk mengurangi nyeri. TENS merupakan terapi paliatif
pada penderita kanker.
Mekanisme kerja TENS
1. Teori gate control dari Melzack & Wall
TENS diperkirakan mengaktifkan secara khusus serabut perifer A
beta pada daerah tanduk dorsal sehingga memodulasi serabut A
delta dan C yang menghantar rasa nyeri.
2. TENS mengurangi nyeri dengan melepaskan opioid endogen pada
system saraf pusat.

3. Efek TENS mengurangi nyeri melalui system neurotransmitter lain


yaitu perubahan serotonin dan substansia P.
Indikasi TENS
1. Nyeri akut
TENS telah digunakan secara efektif untuk pengobatan berbagai
cedera olahraga seperti cedera bahu. Juga efektif untuk nyeri tulang
belakang, nyeri akut skeletal, tendinitis akut, nyeri dental, dan nyeri
pattelofemoral.
2. Nyeri kronis
Beberapa kondisi klinik seperti nyeri punggung bawah, rheumatoid
arthritis, penyakit sendi degenerative, neuropati perifer, cedera saraf
perifer, kanker, migraine, dan neuralgia pasca herpetika.
3. Nyeri pasca operasi
4. Vasodilatasi perifer dan meningkatkan temperature kuit pada
penyakit Ratnauds dan poineuropati diabetika, penyembuhan luka,
menggunakan TENS frekuensi rendah.
Hal yang perlu diperhatikan selama pemakaian TENS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hati-hati pada uterus wanita hami


Penderita yang memakai pacu jantung
Pada pemakaian TENS semakin menimbukan nyeri
Jangan meletakkan elektroda di area arteri carotis
Penderita dengan hilangnya sebagian besar sensasi kulit
Kulit yang luka, infeksi, radang pada lokasi penempatan TENS.
Daerah pharingeal

Komplikasi TENS
1. Reaksi kemerahan pada kulit
2. Kulit terbakar

DAFTAR PUSTAKA
Berenson JM, Vescio RA (2009). Pathogenesis of multiple myeloma. Available
from: http:// highwire.stanford.edu.
Boccadoro M, Morgan G (2005). Preclinical evaluation of the proteasome
inhibitor bortezomib in cancer therapy. Cancer Cell International;5:18.
Bosman C, Fusili S, Bisceglia M (1996). Oncocytic Non secretory Multiple
Myeloma. Acta Haematol; 96: 50-56
Dispenzieri A, Lacy MQ, Greipp PR. Multiple myeloma. In: Greer
JP, Foerster J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, Arber
DA, et al. (2009). Wintrobes clinical hematology 12th ed.
Vol 2. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; p.2372438.
Foerster J, Paraskevas F: Multiple Myeloma. In: Wintrobes Clinical
Haematology 10th ed, lee GC, Foerster J, lukens J eds (1999). William &
Wilkins 2631-2680
George E, Sadovsky R (1999). Multiple myeloma: recognition and management.
American Family Physician: 59:7.

Lee KW, Bellis DD (2009).Therapeutic considerations in managing multiple


myeloma. Formulary
Litcman MA, Beuter E, Seligshon U. Malignant diseases plasma cell myeloma.
In: Lichtman MA, Beutler E, Kipps TJ. Williams, editors (2005).
Hematology. 7th ed. New York: McGraw-Hill"s Medical Publishing
Division; p.100.
Multiple Myeloma (2009). National Cancer Institute US.
Oestreicher P (2007). Lenalidomide, a thalidomide derivative, shows promise in
various application. ONS Connect.
Osborn M, Horvath N, Bik TL (2009). New drugs for multiple myeloma.
Australian Prescriber;32:4.

Paliyama MJ (2004). Perbandingan Efek Terapi Arus Interfensi dengan TENS


dalam Pengurangan Nyeri pada Penderita Nyeri Punggung Bawah
Muskuloskeletal. FK UNDIP
Rao KV (2007). Lenalidomide in treatment of multiple myeloma. Medscape.
Siger CRJ (2003). Multiple myeloma and related condition. In: Provan D, editor.
ABC of clinical hematology. 2nd ed. New York: BMJ publisher; p.37-42.
Terpos E, Rahemtulla A Myeloma. In: Hoffbrand AV, Catovsky D,
Tuddenham
EGD,
editors
(2005).
Postgraduate
haematology. 5th ed. Massachusetts: Blackwell publishing
Ltd; p. 681-702.
Tricot G. Multiple myeloma and other plasma cell disorders. Meloni D,
Kimberley JC, editors (2005). Hoffman: hematology basic principles and
practice. 4th ed. Philadelpia: Churcill Livingstone; .p.83.

Anda mungkin juga menyukai