PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat
penting untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya
teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang
tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka.
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik
seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar
selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih
sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Kebanyakan trauma mata adalah
ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling
struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya. Secara
garis besar trauma ocular dibagi dalam 3 kategori : trauma
mekanik, trauma fisika dan trauma kimia.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara
teliti untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta
kelainan yang disebabkan yang akan menuntun kita ke arah
diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi
direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun CTscan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat
ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang asuhan
keperawatan pada trauma mata
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu trauma mata
b. Untuk mengetahui jenis-jenis trauma mata
c. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi mata
d. Untuk mengetahui etiologi dari trauma mata
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma mata
f. Untuk mengetahui patofisiologi trauma mata
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang trauma mata
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan truma mata
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
dan kapsul disekitar lensa. Hal ini terjadi karena sinar yang
terkumpul dan ditangkap oleh mata selama satu menit tanpa henti
akan menagkibatkan pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa
sebanyak 9 derajat selsius, sehingga mengakibatkan katarak dan
eksfoliasi pada kapsul lensa.
b. Trauma radiasi sinar ultraviolet
Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak
terlihat, mempunyai panjang gelombang antara 350 295 nM.
Sinar ultra violet banyak dipakai pada saat bekerja las dan menatap
sinar matahari.
Sinar ultra violet akan segera merusak sel epitel kornea, kerusakan
ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu dan tidak
memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
c. Trauma radiasi sinar X dan sinar terionisasi
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada
kornea yang dapat bersifat permanen. Katarak akibat pemecahan
sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan
gambarandilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan
eksudat. Atrofi sel goblet pada konjungtiva juga dapat terjadi dan
mengganggu fungsi air mata.
3. Trauma Mata Kimia
a. Trauma asam
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi
pengendapan ataupun penggumpalan bahan protein permukaan.
Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian superfisisal saja,
tetapi bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma
menjadi lebih dalam.
b. Trauma basa
Trauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat pada
mata. Alkali dengan mudah dan cepat dapat menembus jaringan
kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal ini terjadi akibat
terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia
basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan disertai
dangan dehidrasi
( http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/trauma-oculi)
2.2 Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan
ringannya trauma.
Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai
tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda asing yang
tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun
contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan
misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca.
Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar
oleh kuman.
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu
tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka
sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola
mata menjadi injury.
e.
Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan
karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma
tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan
korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus.
Pada trauma tumpul dapat menimbulkan edema kornea dengan
keluhan penglihatan kabur, terlihat pelangi di sekitar cahaya, kornea
keruh. Dapat pula terjadi erosi/abrasi dan laserasi kornea tanpa
disertai tembusnya kornea. Jika tidak merusak membrane bowman
atau stroma, maka trauma cepat sembuh tanpa meninggalkan
gangguan penglihatan. Bahaya utama adalah infeksi karena
hilangnya barier alami yaitu epitel kornea.
f. Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina
sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan
menurun karena daya akomodasi tidak adekuat. Dapat juga
menimbulkan subluksasi (perpindahan tempat) lensa mata bahkan
luksasi lensa mata dengan penyulit glaucoma sekunder dan
inflamasi intraokuler/jaringan uvea (iridosiklitis). Rupture tidak
langsung pada kapsul lensa dapat menyebabkan katarak traumatic
yang akan menyebabkan pengurangan tajam penglihatan sampai
kebutaan.
g. Iris
Jika terjadi trauma pada bagian ini dapat menimbulkan hifema
(darah dibilik mata depan) akibat robekan iris atau badan silier.
Hifema biasanya mengalami penyerapan spontan, tetapi jika hifema
penuh dan penyerapan sukar, dapat menimbulkan glaucoma
sekunder dan hemosiderosis kornea. Kornea akan mengalami
perubahan warna karena resapan darah yang disebut imbibisi bubi.
Jika dibiarkan akan berakhir dengan kebutaan (ftisis bulbi).
Jika trauma bersifat ringan, pupil akan menyempit karena kontraksi
m. sfingter pupil. Jika trauma berat, akan terjadi kelumpuhan m.
sfingter pupil sehingga pupil akan melebar dan reaksi terhadap
cahaya menjadi lambat atau hilang. Trauma juga menyebabkan iris
terlepas dari insersinya (iridodialisis) sehingga bentuk pupil tidak
bulat dan pada pangkal pupil terbentuk lubang baru.
h.
Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter
pupil sehingga pupil menjadi midriasis
i. Retina
Bila terjadi trauma dapat menyebabkan edema macula retina
(commotion retinae atau edema Berlin)dapat terjadi karena
terkumpulnya cairan dijaringan subretina dengan keluhan skotoma
sentral. Robekan retina hamper selalu diikuti lepasnya retina
Pathway (terlampir)
d.
Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan
steril 30 cm di atas mata
e.
Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas
aplikator atau dengan forceps
f.
Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan
mengeversi kelopak mata.
2. Fase akut (sampai hari ke 7)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit
dengan prinsip sebagai berikut :
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping
itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi
pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada
epitelisasi.
b.
Mengontrol tingkat peradangan
Mencegah infiltrasi sel-sel radang
Mencegah pembentukan enzim kolagenase
Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat
menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topical steroid.
Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase
pemulihan dini
c.
Mencegah infeksi sekuder
Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal.
d. Mencegah peningkatan TIO
e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan
3. Fase pemulihan dini (hari 7-21)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut
setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b.
Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea
4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke 21)
Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan
prinsip:
a.
Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan
seterusnya) untuk penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses,
maka sangat penting untuk dilakukan operasi.
(http://dewisriwulandaricases.wordpress.com/2012/01/22/laporankasus-mata/)
DAFTAR PUSTAKA
Eva- Paul Riordan dan John P. Whitcher. 2009. Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum,edisi 17. Jakarta : EGC
Istiqomah, indriana N. 2003. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Mata. Jakarta : EGC
Pearce,Evelyn C. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis.
Jakarta : Gramedia
Tamsuri, Anas. 2004. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakatra : EGC
Trauma Oculi
SRS
Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata, kelopak mata,
saraf mata dan atau rongga orbita karena adanya benda tajam atau
tumpul yang mengenai mata dengan keras/cepat ataupun lambat.
Trauma mata dapat dibagi maenjadi:
I. Trauma Mekanik:
1. Trauma tumpul (contusio oculi)
2. Trauma tajam (perforasi trauma)
II. Trauma Fisika
1. Trauma radiasi sinar inframerah
2. Trauma radiasi sinar ultraviolet
3. Trauma radiasi sinar X dan sinart terionisasi
III. Trauma Kimia
1. Trauma asam
2. Trauma basa
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata,
konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita
secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.
I. Trauma Mekanik
1. Trauma tumpul
Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak
keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata
dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakn pada jaringan
bola mata atau daerah sekitarnya.
Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun
karena olah raga. Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan
trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock
dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat Counter Coupe, yaitu
terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi
yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata
akan diteruskan sampai dengan makula.
a. Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penibunan darah di
bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Gambaran klinis
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauna
tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang sedang dipakai,
maka keadaan ini disebut hematoma kacamata. Henatoma kacamata
terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur
basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam
kedua rongga orbita melalui fisura orbita.
Penatalaksanaan
Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan. Selanjutnya untuk memudahkan absorpsidarah dapat
dilakukan kompres hangat pada kelopak.
b. Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifal lendir dapat menjadi kemotik pada
setiap kelainan termasuk akibat trauma tumpul.
Gambaran klinis
Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak
menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya.
Penatalaksanaan
Pada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan di dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem
konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva
kemotik keluar melalui insisi tersebut.
c. Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang
terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri
episklera. Pecahnya pembuluh darah ini bisa akibat dari batu rejan,
trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah.
Gambaran klinis
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan
tidak terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera.
Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap penderita dengan
perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul.
Penatalaksanaan
Pengobatan pertama pada hematoma subkonjungtiva adalh dengan
kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi
dengan sendirinya dalam 1 2 minggu tanpa diobati.
d. Edema kornea
Gambaran klinis
Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan
terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.
Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hiertonik seperti NaCL 5% atau
larutan garam hipertonik 2 8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila
terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan
asetozolamida.
Dapat
diberikan
lensa
kontak
lembek
untuk
menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan.
e. Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat
mengakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.
Gambaran klinis
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea
yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan
penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh.
Pada korne akan terlihat adanya defek efitel kornea yang bila diberi
kebutaan.
Penatalaksanaan
Penanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien
dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala,
diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah dapat
diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan
Asetazolamida.
Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada
pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma
skunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak
terliaht tanda-tanda hifema berkurang.
i. Iridosiklitis
Yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea
pada post trauma.
Gambaran klinis
Pada mata akan terlihat mata merah, akbat danya darah yang berada di
dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil mata yang
mengecil yang mengakibatkan visus menurun.
Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan
memeriksa fundus dengan midriatika.
Penatalaksanaan
Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal, bila
terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.
Penanganan dengan cara bedah mata.
j. Subluksasi Lensa
Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya
sebagian zonula zinn ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau
zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan).
Gambaran klinis
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Gambaran
pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak
ada, maka lensa akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih
miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke depan
sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.
Penatalaksanaan
Penanganan pada subluksasi lensa adalah dengan pembedahan. Bila tidak
terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis, maka dapat diberi kaca
mata koreksi yang sesuai.
k. Luksasi Lensa Anterior
Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma
sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejalagejala glaukoma kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di
bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran
keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea,
lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil
yang lebar.
Penatalaksanaan
Penanganan pada Luksasi lensa anterior sebaiknya pasien segera
dilakukan pembedahan untuk mengambil lensa. Pemberian asetazolamida
dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan bola mata.
l. Luksasi Lensa Posterior
Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma
sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran
bawah fundus okuli.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena
lensa mengganggu kampus. Mata menunjukan gejala afakia, bilik mata
depan dalam dan iris tremulans.
Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan melakukan ekstraksi lensa. Bila terjadi penyulit
maka diatasi penyulitnya.
m. Edem Retina
Edem Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa
diakibatkan oleh trauma tumpul.
Gambaran klinis
Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat
sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada
edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula
sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan
menurun.
Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan
normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga
penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen
epitel.
n. Ablasi Retina
Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma.
Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina.
Seperti adanya retinitis sanata, miopia dan proses degenerasi retina
lainnya.
Gambaran klinis
Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun,
terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada
pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.
Penatalaksanaan
Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata.
o. Ruptur Koroid
Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar
konsentris di sekitar apil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan
subretina akibat dari ruptur koroid.
Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea maka akan
Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada
pasir dan ketajaman mata biasanya menurun. Pengujian dengan kertas
lakmus saat pertama kali datang adalah menunjukan suasana alkalis.
Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan adalah dengan irigasi dengan garam fisiologik
sekitar 60 menit segera setelah trauma.
Penderita diberikan sikloplegia, antibiotika, EDTA diberikan segera setelah
trauma 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam dengan maksud untuk mengikat
sisa basa dan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari
ketujuh post trauma.
Diberikan antiiatik lokal untuk mencegah infeksi
Analgetik dan anestesik topikal dapat diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri.
Komplikasi
Penyulit yang dapat timbul adalah simblefaron, kekeruhan kornea, katarak
disertai dengan terjadinya ftisis bola mata.
IV. Pencegahan
Trauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya trauma
seperti:
- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadnya
trauma tajam akabiat alat pekerjaannya
- Setiap pekerja yang bekerja di tempat bahan kimia sebaiknya mengerti
bahan kimai apa yang dipakainya, asam atau basa.
- Pada pekerja las sebaiknya melindungi matanya dari sinar dan percikan
las.
- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk
matanya.
- Pada olah ragawan seperti tinju ataupun bela diri lainya, harus
melindungi bagian matanya dan daerah sekitarnya dengan alat pelindung.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. 2003. Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai penerbit FK UI;
Jakarta
Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai
Penerbit
FK UI ; Jakarta
Mansyur, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3.
MediaAesculapius ;
Jakarta
Jack, J. Clinical Oftalmlogi.third edition. CJW. Teks Book
http.//www. NCBI, nlm. Nih. Gov/enter
Contusio Bulbi.
http.//www. BPK Jenabus.or.id/jelajah/ Dampak benturan Benda Keras pada Mata
sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/traumaoculi.html#ixzz3lRRaGEge
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial