Anda di halaman 1dari 9

Pengertian

a.
Electro Convulsive Therapy adalah Sistem Pengobatan (terapi) berupa
pemberian rangsangan listrik pada otak untuk pasien pada rumah sakit jiwa. Terapi
rangsangan listrik terbukti lebih manjur dibandingkan dengan penggunaan obatobatan.
b.
ECT adalah pengobatan gangguan kejiwaan yang menggunakan arus listrik
singkat pada otak dengan menggunakan mesin khusus dimana pasien di anastesi
terlebih dahulu dan akan menimbulkan efek convulsi karena relaksasi otot.
c.
ECT adalah suatu terapi berupa aliran listrik ringan yang dialirkan ke dalam
otak untuk menghasilkan suatu serangan yang serupa dengan serangan epilepsi.
d.
Electroconvulsive therapy (ECT), adalah suatu teknik terapi dengan
menggunakan gelombang listrik yang dapat membantu kesembuhan klien dengan
depresi (Anonim. 2010)
Jadi, ECT merupakan pengobatan somatik untuk menginduksi kejang grand mal
secara buatan dg mengalirkan arus listrik ke dalam otak melalui elektroda yang
dipasang pada satu atau kedua pelipis.
Prosedur Pemasangan
ECT dilakukan dengan mengirimkan sinyal listrik ke otak yang menyebabkan kejang
sementara. Mesti terlihat menakutkan, tak perlu khawatir karena sebelum
menjalaninya pasien terlebih dahulu diberikan anestesi umum untuk
menghilangkan rasa sakit pada tubuh. Rangkaian terapi ECT biasanya dilakukan 612 kali selama beberapa minggu.
ECT dilakukan dengan mengalirkan listrik melalui dua elektroda yang dilekatkan
pada daerah temporal kepala. Sebelum menjalani pengobatan, pasien diberikan
anestesi umum dan menerima relaksasi otot guna mencegah cedera. ( Media Hidup
Sehat, 2010)
Persiapan sebelum dilakukan tindakan ECT :
1. Inform consent
2. Puasa 6 jam
3. Stop obat psikiatri oral
4. Premedikasi sedatif tidak direkomendasikan karena dapat memperpanjang
masa pulih.
5. Pilihan obat anestesi short acting (propofol atau thiopental) + muscle relaxant
(succinylcholine)
6. Untuk mencegah efek parasimpatik dapat diberikan atropine.
7. Untuk mencegah efek simpatis pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
dapat diberikan atenolol 50 mg pada saat preoperatif
8. Elektrode dapat diletakkan di sisi yang sama pada kepala (unilateral) untuk
mengurangi efek samping memory loss dan meminimalisir efek kognitif ataupun
diletakkan pada kedua sisi dari kepala (bilateral). Namun metode bilateral biasanya
lebih efektif dan lebih direkomendasikan dibandingkan unilateral.
9. Level stimulus untuk bilateral ECT adalah kali ambang kejang, sedangkan
untuk unilateral bisa melebihi12 kali ambang kejang. Ambang kejang dapat

ditentukan dengan sistem trial and error ataupun menggunakan standar yang
sudah ada. (Electroconvulsif therapy, 2010)
Prosedur tindakan ECT :
a.
Periksa badan pasien
b.
Sebelum dilakukan tindakan ECT pasien telah dipuasakan
c.
Kosongkan kandung seni dan rektum
d.
Jika pasien menggunakan gigi palsu sebaiknya dilepas
e.
Pasien dibaringkan terlentang
f.
Bersihkan bagian temporal yang akan ditempel elektroda
g.
Beri bahan yang lunak pada rahang atas dan bawah untuk menghindari
gigitan yang keras
h.
Dagu pasien ditahan
i.
Tahan sedikit badan pasien agar pasien tidak jatuh saat dilakukan tindakan
j.
Elektroda ditekan pada temporal dengan kekuatan sedang
Mekanisme Kerja
Didalam buku psikiatri dijelaskan bahwa terapi elektrokonvulsi dilakukan dengan
cara mengalirkan listrik sinusoid ketubuh sehingga penderita menerima aliran listrik
yang terputus-putus. Alat yang digunakan dalam terapi ini dinamakan konvulsator
didalamnya terdapat pengatur waktu voltase yang merupakan pengatur waktu
otomatis memutuskan aliran listrik yang keluar sesudah waktu yang ditetapkan.
Prinsip kerja dari terapi elektrokonvulsi ialah aliran listrik dimasukkan kedalam
kepala orang yang mengalami gangguan jiwa, setalah itu orang yang menjalaninya
menjadi tidak sadar seketika dan konvulsi yang terjadi mirip epilepsy, diikuti fase
klonik, kemudian rasa relaksasi otot dengan pernapasan dalam dan keras. Orang
menjadi tidak sadar kurang lebih 5 menit dan biasanya setelah bangun dan
sadar,kemudian timbul rasa kantuk,kemudian orang tersebut tertidur.( Residen
Bagian Psikiatri UCLA. 1997).
Indikasi, Kontraindikasi dan Efek Samping ECT
Indikasi
Adapun indikasi dari penggunaan ECT adalah sebagai berikut:
Depresi berat termasuk depresi involutif (pd usia lanjut)
Gangguan bipolar
Schizophrenia , terutama :

Tipe katatonik

Tipe schizoafektif

Akut
Kontraindikasi
Adapun kontraindikasi dari ECT yang mutlak adalah:
SOL (Space Occupying Lesion)

Infark Myocard
Sedangkan kontraindikasi dari ECT yang relative adalah:
Penyakit jantung: dekompensasio kordis, angina pektoris, A-V Block, aneurisma
aorta, dll
Kelainan tulang skoliosis, kiphosis, dll
Kehamilan keguguran
Hipertensi berat
Hiperpireksia
Diatesa Haemoragic
Epilepsi
Ansietas berat
(Anonim, 2009).
Efek Samping
Adapun efek sampng dari ECT adalah:
1.
Patah tulang Vertebra
2.
Luksasi mandibula
3.
Apnoe memanjang
4.
Aspirasi pneumonia
5.
Kematian
6.
Hilang ingatan sementara
7.
(Syamsir BS, Bahagia Lobis, 2009).

Aritmia

Keuntungan dan Kerugian ECT


Keuntungan
Efektifitas ECT dalam mengobati pasien dengan gangguan jiwa karena adanya
peningkatan sensitivitas reseptor terhadap neurotransmitter. ECT meningkatkan
pergantian dopamin, serotonin dan meningkatkan pelepasan norepineprin dari
neuron-neuron ke reseptor. ECT juga akan menstimulasi pelepasan serotonin.
Pada depresi terjadi gangguan neurotrasmitter otak yaitu penurunan dopamin,
serotonin dan norepineprin. Dengan ECT penurunan tersebut dapat ditingkatkan,
sehingga pasien depresi dapat disembuhkan dengan pemberian ECT. ECT adalah
terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering
digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar
dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan
risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko
bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.
Kerugian
Tidak ada kejelasan mengapa ECT bisa menghasilkan sikap yang negatif. Salah
satu faktor mungkin karena sikap fanatik kita, yaitu sikap jijik untuk melakukan
tindakan biologis tertentu. Kejang kejang, seperti muntah adalah bukan sesuatu

suka kita tonton. Mungkin ada faktor evaluasi. Kejang-kejang dan muntah, dapat
mengindikasikan sebagai penyakit yang mungkin dapat menular. Masyarakat
secara genetis diprogramkan untuk takut dan menghindari situasi seperti itu. Kita
menghindari berdiskusi topik kejang-kejang karena beberapa orang yang menderita
epilepsy kurang setuju dengan terapi ECT.
ECT sebagai alat terapi orang yang mengalami gangguan jiwa karena banyak efek
samping yang ditimbulkan seperti yang Patah tulang vertebra, Kehilangan memori
dan kekacaun mental sememtara, Dislokalisasi sendi rahang, Amnesia, Nyeri
kepala, bahkan samapi kematian. Risiko yang ditimbulkan juga cukup berbahaya
seperti kerusakan otak, kematian dan kehilangan memori permanen. Dari segi etik
juga tidak etis memperlakukan manusia seperti hewan percobaan walaupun
dibilang cukup efektif untuk terapi gangguan kejiwaan tapi sangat kurang etis,
apalagi untuk budaya kita.(http://www.ect.org/effects/testimony.html).
Legal Etik Terapi Electrokonvulsif (ECT)
Pemberian electroconvulsive therapy ( ECT ) pada pasien dengan gangguan jiwa
menjadi dilema etik dalam penerapannya karena dilihat dari efek samping yang
dapat terjadi seperti gangguan pada memori ( retrograde dan anterograde
amnesia ) menjadi pertimbangan dalam pelaksanaannya. Studi etik dalam
perawatan kesehatan menekan pada pemecahan dilema etik yang sering terjadi
karena telah begitu banyak situasi yang membingungkan secara moral muncul
dalam perawatan kesehatan, namun etik tidak boleh berkurang menjadi hanya
suatu pertimbangan terhadap masalah sulit. Etik keperawatan dihubungkan dengan
hubungan antar masyarakat dan dengan karakter serta sikap perawat terhadap
orang lain. Pengetahuan perawat diperoleh melalui keterlibatan pribadi dan
emosional dengan orang lain dengan ikut terlibat dalam masalah moral mereka,
(cooper, 1991). Etik keperawatan merupakan sudut pandang pada apa yang baik
dan benar untuk kesehatan dan kehidupan manusia. Mengarahkan bagaimana
seorang perawat harus bertindak dan berinteraksi dengan orang lain. Perawat etis
bertindak dan memperlakukan orang lain dengan cara tertentu yang konsisten
dengan norma keperawatan.
Kode etik keperawatan membantu perawat dalam pertimbangan moral, dimana
prinsip moral dalam praktek keperawatan tersebut yaitu :
a.
Autonomi
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih rencana kehidupan dan cara
mengatur dirinya. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai individu yang
dapat memutuskan yang terbaik untuk dirinya. Setiap tindakan keperawatan harus
melibatkan pasien dan berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan. Dalam pemberian terapi pasien memiliki kebebasan
menerima semua prosedur terapi yang akan diberikan.
b.

Beneficience

Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang lain.
Perawat secara moral berkewajiban membantu orang lain melakukan sesuatu yang
menguntungkan dan mencegah timbulnya bahaya. Dilihat dari tujuan pemberian
electroconvulsive therapy ( ECT ) baik untuk kesembuhan pasien jiwa dan sesuai
dengan prinsip tersebut.
c.
Nonmaleficience
Merupakan penghindaran dari bahaya, dapat dilihat kontinum rentang dari bahaya
yang tidak berarti sampai menguntungkan orang lain dengan melakukan yang baik.
Menuntut perawat menghindari yang membahayakan pasien selama pemberian
asuhan keperawatan. Dari prinsip ini pemberian electroconvulsive therapy ( ECT )
tidak sesuai karena dapat menimbulkan bahaya, namun jika dilihat dari tujuan
pemberian pelaksanaan terapi ini sesuai dengan prinsip beneficience yang sematamata untuk kesembuhan pasien jiwa.

d.
Justice
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil terhadap semua pasien sesuai
dengan kebutuhan. Setiap individu mendapat tindakan yang sama berarti
mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan seseorang.
Prosedur terapi ini pada setiap orang yang menerimanya akan sama dalam setiap
pelaksanaannya.
e.
Kejujuran, Kesetiaan dan Kerahasiaan
Kejujuran adalah kewajiban untuk mengungkapkan yang sebenarnya atau tidak
membohongi pasien didasarkan pada hubungan saling percaya. Kerahasiaan adalah
kewajiban untuk melindungi informasi rahasia. Kesetiaan adalah kewajiban untuk
menepati janji. Dalam pelaksanaan terapi ini perawat harus secara jujur memberi
informasi mengenai segala tindakan yang akan dilakukan baik itu tujuan, efek
samping maupun biaya dari tindakan yang akan dilakukan.
Dalam perawatan kesehatan, pasien jiwa dan keluarga seringkali memiliki persepsi
yang berbeda yang sebabkan oleh penyakit pasien, kurang informasi teknis, regresi
yang disebabkan oleh rasa sakit dan penderitaan, serta lingkungan yang tidak
dikenal. Peran perawat sebagai pelindung sangat penting dalam etik keperawatan.
Dari semua prinsip tersebut pasien jiwa atau keluarga berhak menerima informed
consent sebelum terapi dilaksanakan. Dalam hal ini pasien berhak mengetahui
segala informasi mengenai prosedur pelaksanaan electroconvulsive therapy ( ECT ),
indikasi dan kontraindikasi pemberian, mekanisme kerja, hasil yang akan didapat
dan efek sampingnya. Menurut perundangan WHO tentang kesehatan jiwa
menyatakan ECT harus diberikan hanya setelah memperoleh informed consent.
Sesuai dengan UU No.29/2004 tentang Praktek Kedokteran, Pasal 52 : Pasien, dalam
menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
Menolak tindakan medis; dan
Mendapatkan isi rekam medis.
Pasien jiwa dan keluarga juga memiliki hak untuk menyetujui persetujuan tersebut
dilihat pada Pasal 39 : Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada
kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk
pemeliharaan
kesehatan,
pencegahan
penyakit,
peningkatan
kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
(http://www.dinkes-kotasemarang.go.id/dokumen/uu_praktik_kedokteran.pdf)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.
2009.
Gangguan
Jiwa
MEngancam
BAngsa.
Online
http://erabaru.net/kesehatan/34-kesehatan/2183-gangguan-jiwa-mengancambangsa (Akses: 9 November 2010)
Anonim. 2009. 1 dari 4 Orang Indonesia Mengalami GAngguan JIwa. Online
http://imron46.blogspot.com/2009/12/1-dari-4-orang-indonesia-mengalami.html
(Akses: 9 November 2010)
Anonim. 2010. Penderita Gangguan Jiwa Ringan Indonesia Meningkat. Online
http://www.tribun-timur.com/read/artikel/100259/sitemap.html (Akses: 10 November
2010)
Yul
Iskandar.
2010.
Terapi
Kejang
LIstrik.
http://web.bisnis.com/konsultasi/4id472.html?
PHPSESSID=j6avm8nrm81kn5ici51mg3jrr2 (Akses: 10 November 2010)

Online

Prita Daneswari. 2010. Terapi Kejut Listrik Sembuhkan Depresi Akut. Online
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2010/08/19/3012/
13/Terapi-Kejut-Listrik-Sembuhkan-Depresi-Akut (Akses: 11 November 2010)
http://www.scribd.com/doc/37699083/ECT (Akses: 11 November 2010)

Anonim.
2010.
http://www.detikhealth.com/read/2010/08/03/104026/1412378/763/nyeri-dangelisah-bisa-ditarik-gelombang-listrik?d883301heal (Akses: 12 November 2010)
Anonim.
2010.
http://berita.liputan6.com/luarnegeri/200501/94487/class=
%27vidico%27 (Akses: 12 November 2010)
Anonim. 2010. http://www.news-medical.net/news/2005/04/20/19/Indonesian.aspx
(Akses: 12 November 2010)
Residen Bagian Psikiatri UCLA. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta :EGC.
http://books.google.co.id/books?
id=mfsgp_zkmWwC&printsec=frontcover&hl=en#v=onepage&q&f=false. (Akses :
11 November 2010)
Anonim.
2009.
Terapi
Dalam
Psikiatri.
http://bahanpsikiatri.files.wordpress.com/2009/11/terapi-dalam-psikiatri.ppt. (Akses:
11 November 2010)
Syamsir BS, Bahagia Lobis.2009. Psikofarmaka, Terapi Kejang Listrik & Psikoterapi.
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000129-brain-and-mindsystem/bms166_slide_psikofarm (Akses: 10 November 2010)
Anonim 2009. ECT. Online_ http://www.ect.org/effects/testimony.html (Akses: 10
November 2010)
Anonim.
2010.
Electro
Convulsif
Therapy
www.drvegan.wordpress.com (Akses: 10 November 2010)

(ECT).

Online.

Anonim. 2009. Isu Etik Dan Legal Dalam Keperawatan Jiwa. Online
http://artcell.byethost6.com/art/buat07/mhn1/(New)MHNI-legal%20and
%20ethics.ppt (Akses: 12 November 2010)
Potter, Patricia A. & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

ELEKTRO CONVULSIF THERAPIE (ECT)


1. Pengertian
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang
pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan
kejang grandmall.
2. Indikasi
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik depresi, klien schizofrenia
stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi

dengan gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif), berikan antidepresan saja (imipramin
200-300 mg/hari selama 4 minggu) namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT.
Mania (gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama jika litium karbonat tidak berhasil.
Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi untuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan
katatonik membutuhkan waktu lebih lama yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan
frekuensi 2-3 hari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
3. Kontraindikasi
ECT merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan yang direkomendasikan.
Sedangkan kontraindikasi dan komplikasi dari tindakan ECT, adalah sebagai berikut:
a. Kontraindikasi
1) Peningkatan tekanan intra kranial (karena tumor otak, infeksi SSP).
2) Keguguran pada kehamilan, gangguan sistem muskuloskeletal (osteoartritis berat, osteoporosis, fraktur
karena kejang grandmal).
3) Gangguan kardiovaskuler: infark miokardium, angina, hipertensi, aritmia dan aneurisma.
4) Gangguan sistem pernafasan, asma bronkial.
5) Keadaan lemah.
b. Komplikasi
1) Luksasio dan dislokasi sendi
2) Fraktur vetebra
3) Robekan otot rahang
4) Apnoe
5) Sakit kepala, mual dan nyeri otot
6) Amnesia
7) Bingung, agresif, distruktif
8) Demensia
4. Peran Perawat
Perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat dan mengantisipasi
kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
5. Persiapan Alat
Adapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah sebagai berikut:
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tounge spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan Nacl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
6. Persiapan klien
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang akan dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan
kontraindikasi ECT

c. Siapkan surat persetujuan


d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin dipakai klien
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan harus
dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan beberapa hari sebelumnya karena berisiko
organik.
i. Premedikasi dengan injeksi SA (sulfa atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum ECT. Pemberian
antikolinergik ini mengembalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal.
7. Pelaksanaan.
a. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan rata dan cukup keras.
Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan
selimut, kecuali bagian kepala.
b. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai untuk menghasilkan
koma ringan.
c. Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk menghindari kemungkinan
kejang umum.
d. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tempat elektrode menempel.
e. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi caira Nacl.
f. Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang spatel/karet yang dibungkus kain dimasukkan dan
klien diminta menggigit
g. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang dengan dilapisi kain
h. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutu) di tahan selama kejang dengan mengikuti gerak kejang
i. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudia tekan tombol sampai timer berhenti dan dilepas
j. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan kejang (menahan tidak boleh
dengan kuat).
k. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan diafragma
l. Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger
m. Kepala dimiringkan
n. Observasi sampai klien sadar
o. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan
8. Setelah ECT
a. Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil
b. Jaga keamanan
c. Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien sesuai kebutuhan, biasanya timbul
kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
MADE WIRNATA.2011.ECT.http://wir-nursing.blogspot.com/2011/03/elektro-convulsiftherapie-ect.html

Anda mungkin juga menyukai