Anda di halaman 1dari 7

Ruchi Rai. DK Singh. Neonatal tetanus : a continuing challenge.

Indian J
pediatr. 2012. Desember. 79(12). P 1648-1650. Allahabad. India.
Tetanus neonatorum merupakan penyakit yang dapat dicegah
merupakan penyebab kematian neonatus di negara berkembang.

yag

masih

Stabilisasi awal kemudian diberikan tetanus toksoid (TT) intramuscular 0.5 ml dan
500 IU tetanus immunoglobulin di tempat yang berbeda kemudian crystalline
penicillin selama 10 hari. Diazepam intravena dimulai dosis 5 mg/kgbb/hari dan
dosis ditingkatkan berdasarkan respon pasien.
Pada tahun 2006 sebanyak 600 kasus tetanus neonatorum terdapat di India
meunrun dibandingkan tahun 1990 yaitu sebanyak 9313 kasus. Jambo et al
melaporkan insiden tetanus neonatorum di Pakistan 0.87/1000 kelahiran hidup pada
tahun 1994 turun menjadi 0.18/1000 kelahiran hidup pada tahun 2003.
Bayi laki-laki cenderung lebih banyak terkena?
Onset usia <7 hari saat terkena penyakit berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit, masa inkubasi yang lebih singkat dihubungkan dengan penyakit yang
lebih berat dan tingginya angka mortalitas.
Antenatal care, kebersihan saat melahirkan, perawatan umbilical yang higienis
merupakan cara untuk mengeliminasi tetanus neonatorum.
SH Lum. MF Chew. Neonatal tetanus : a study of five cases in Sandakan,
Sabah. Sabah. Malaysia. Med J Malaysia. Vol 64(1). Maret 2009.
Tetanus neonatorum merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh toksin
clostridium tetani, bakteri dalam bentuk spora yang dapat ditemukan pada tanah
dan ekskresi binatang. Berhubungan dengan proses melahirkan dan perawatan tali
pusar yang tidak steril, bayi dari ibu dengan level antitoksin yang tidak memadai
untuk melindungi bayi melalui transfer antibody maternal transplaceta.
Jumlah kematian akibat tetanus sebanyak 213 000 di seluruh dunia dimana tetanus
neonatorum adalah 180 000 (84,5%).
Kebanyakan kasus yang dilakukan lumbal punksi dengan hasil normal.
Pasien dirawat di ruangan yang tidak terlalu terang, tenang dengan minimal
handling dan minimal stimuli.
Diberikan Penisilin G IV (25 000 U/kgbb/dosis setiap 6 jam selama 14 hari, dan
chlorhexidine pada tali pusar bayi untuk mengeradikasi toksin. 500U IM
immunoglobulin tetanus untuk menetralisir toksin yang tidak terikat. Spasme dan
kaku diatasi dengan pemberian diazepam lewat infuse (0.1-0.3 mg/kgbb/jam) dan
ditambah dengan fenobarbital (dosis loading 20 mg/kgbb dilanjutkan dengan 2.5
mg/kgbb/dosis setiap 12 jam dapat ditingkatkan samapai maksimal 5

mg/kgbb/dosis setiap 12 jam), chlorpromazine (1.5 mg/kgbb/dosis setiap 8 jam)


dan/atau baclofen (0.2 mg/kgbb/dosis setiap 8 jam dosis maksimal 40 mg/hari)
diberikan berdasarkan respon klinis. Bila telah teratasi dosis diturunkan secara
bertahap. Pertamakali diturunkan adalah dosis diazepam dilanjutkan dengan
fenobarbital, chlorpromazine dan baclofen.
Nutrisi diberikan secara enteral melalui NGT bila spasme telah teratasi dengan dosis
sedasi yang minimal dan reflek hisap telah bagus nutrisi dapat diberikan melalui
oral.
Factor risiko tetanus neonatorum berhubungan dengan perawatan prenatal,
antenatal dan neonatal. Antenatal dengan memberikan imunisasi TT pada ibu
hamil, meningkatkan kepedulian ibu terhadap bahaya tetanus neonatorum, akses
ke fasilitas kesehtan yang memadai
Isolasi kuman clostridium tetanus sangat sulit untuk dilakukan jadi diagnosis
tetanus dibuat berdasarkan klinis dan anmnesis. Masa inkubasi rerata 14 hari
setelah inokulasi
Definisi neonatal tetanus berdasarkan WHO

Andreia PG, Brunnella ACF, Denise CR, Guilherme LdS, Walter T, Rodrigo
SB. Clostridium tetani infections in newborn infants : a tetanus neonatrum
review. Rev bras ter intensive. 23(4). 2011. P 484-491. Brazil
Tetanus merupakan infeksi akut, tidak menular, yang dicetus oleh aksi neurotoksin
yaitu tetanospasmin yang dihasilkan oleh basil gram positif Clostridium tetani,
bakteri anaerobic yang membentuk spora. Dapat ditemukan dlilingkungan sekitar
kita seperti pada pasir, debu, dahan pohon, semak semak, air busuk, alat pertanian,
kotorn binatang dan manusia. Dalam lingkungan yang mendukung spora dapat
berubah menjadi bentuk vegetative yang menghasilkan tetanospasmin. Basil C
tatani juga menghasilkan tetanolysin, tetapi tidak memberikan gejala pada tetanus.
Pada pasien dengan imunokompromise toksin tetanus dapat menghambat neuron
inhibitor sehingga menyebabkan hipertonus, hipereflek, dan spasme pada otot
dimana pasien masih berada dalam keadaan sadar. Toksin bekerja pada level saraf
preganglion menyebabkan hipereksitabiliti simpatis, meningkatkan kadar
katekolamin yang menimbulkan disutonomia dan instabilitas tekanan darah
sistemik yang tidak stabil, aritmia jantung, diaphoresis dan hipertermia. Pada bayi
baru lahir manifestasi penyakit muncul setelah 3 sampai 12 hari setelah lahir
dengan manifestasi awal gangguan intake (kesulitan menghisap dan menelan)
sehingga bayi menjadi kelaparan dan rewel. Kemudian timbul palsi dan kurangnya
gerak, hipertonia dan spasme dengan atau tanpa opistotonus.
C. tetani

Gram positif, anaerob obligat basil yang memproduksi toksin yang memiliki panjang
4 mikron. Spora bebrbentuk seperti raket tenis dan dapat ditemukan pada tanah,
kotoran (binatang dan manusia), air kotor dan alat operasi yang tidak steril. Spora
sangat resisten terhadap berbagai agen termasuk disinfektan dan dapat bertahan
selama bertahun tahun. Bentuk vegetative dapat dengan mudah diinaktivasi dan
rentan terhadap berbagai zat antimicrobial, tetapi bentuk inilah yang dapat
memproduksi toksin.
Patogenesis
Berubahnya bentuk spora menjadi bentuk vegetative membutuhkan kondisi
tertentu yaitu suasana anaerobic, dan terdapatnya subtansi dengan potensi oksireduksi yang rendah. Toksin dilepas kedalam luka dan mencapai terminal motor
neuron perifer, kemudian mencapai system saraf pusat , spinal cord dan batang
otak melalui akson. Toksin kemudian menyebrangi sinap terminal mencapai
membrane presinap kemudian menghambat pelepaan neurotransmitter inhibitor
glisin dan gamma-amino butyric acid (GABA). Firing rate dari resting motor neuron
akan meningkat sehingga menyebabkan timbulnya hiperefleksia dan spasme otot.
Inhibisi neuron simpatis preganglion terganggu sehingga timbul hipereksitabilitas
simpatis dan tingginya kadar katekolamin sirkulasi yang berperan dlam
menyebabkan disautonomia.
Pada tetanus umum, toksin memasuki darah dan cairan limfe dan menyebar dalam
saraf terminal. Saraf yang paling pendek akan terkena terlebih dulu, hal ini
menerangkan kenapa yang terkena lebih dulu adalah kepala, badan diikuti kemudin
oleh ekstremitas. Pada tetanus local dan sefalik hanya beberapa saraf tertentu yang
terkena sehingga menyebabkan spasme otot local.
Gambaran klinis
Tetanus neonatorum muncul pada ujung tali pusar disebabkan karena kondisi dan
penanganan yang aseptik. Manifestasi klinis tetanus neonatorum muncul setelah 513 hari msa inkubasi, gejala awal yang muncul adalah malas menyusu karena
gangguan menghisap akibat proses menuju trismus dn ketidakmampuan untuk
menelan. Setelah itu muncul hipertonus, opistotonus, dan spasme umum. Pada
table dibawah dapat dilihat kategori tetanus neonatorum oleh Bazins :
Skor

Usia

<7 hari

Progression
time
<12 jam

7-10 hari

12-24 jam

>10 hari

>24 jam

Tipe spasme
Frequent atau sub-penetrant, intensitas tinggi,
tahan lama, apneu
Kuat, sering, durasi pendek, spontan atau
dengan rangsangan
Absent atau lemah, durasi pendek, biasanya
timbul dengan rangsangan

Keterangan : moderate tetanus : skor 6; severe tetanus : skor 7-10; very severe
tetanus: skor >10
Masa inkubasi yaitu mulai saat implantasi kuman (misalnya pada luka) sampai
munculnya gejala klinis, rata rata biasanya 7 hari, dengan range antara 5-15 hari
setelah infeksi kuman C. tetani. Hal yang penting adalah time of progression dri
penyakit diantaranya waktu antara gejal pertama dengan onset spasme umum.
Semakin pendek masa inkubasi dan waktu progress penyakit maka semakin berat
penyakitnya. Penyakit ini tidak memberikan imunitas pada pasien.
Diagnosis
Diagnosis tetanus neonatorum adalah berdasarkan gejala klinis, diantaranya
kekakuan dan spasme otot. Terdapatnya agen penyebab tidak memastikan
diagnosis, begitu juga bila tidak ditemukan bukan berarti menyingkirkan diagnosis.
Diferensial diagnosis tetanus neonatorum bisa merupakan efek samping obat
(misalnya metoclopramide), gangguan elektrolit dn metabolic (misalnya
hipokalsemia),
gangguan
neurologis
akibat
kelainan
laboratorium
dan
meningoensefalitis.
Terapi
Target terapi yaitu a. menetralisasi toksin yang berada di sirkulasi (tidak berikatan
dengan reseptor). b. mengeliminasi kuman C.tetani yang memproduksi toksin
(bentuk vegetative). c. penanganan gejala klinis dengan menggunakan ventilator,
nutrisi dan bantuan hemodinamik dan penanganan spasme otot.
Menetralisir aktifitas toksin
Toksin yang tidak terikat dapat ditemukan pada cairan tubuh khususnya pada darah
dan jaringan yang mengelilingi luka. Untuk tujuan tersebut digunakan anti tetanus
serum (ATS) heterolog atau Hyperimmune human tetanus immunoglobulin (TIG)
diberikan sesegera mungkin, idealnya adalah sebelum toksin tetanus memulai aksi
migrasi akson melalui spinal cord karena setelah ini terjadi netralisasi tidak ada
gunanya lagi. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam penggunaan ATS atau
TIG. TIG dpat mempertahankan kadar dlam serum lebih lama, sedangkan ATS
memerlukan tes sensitivitas terlebih dulu untuk menghindari reaksi serum
heterolog. Dosis ATS dapat diberikan 10 000 dan 20 000 IU diberikan IV, sedangkan
TIG diberikan 1000 dan 3000 IU secara IM dengan dosis dibagi dua diberikan pada
tempat yang berbeda.
Mengeliminsasi kuman yang memproduksi toksin
Pada kasus tetanus melakukan debridement dan membuang benda asing dari luka
yang terinfeksi kuman C.tetani adalah hal yang esensial, tetapi pada tetanus
neonatorum kita tidak merekomendasikan untuk membuang tali pusar yang
terkena. 1. Membersihkan umbilicus yang terkena 2. Terpi antibiotic sistemik, drug

of choice untuk tetanus neonatorum adalah Penicillin G atau metronidazol diberikan


intravena. Alternative lain dapat diberikan sefleksin atau eritromisisn oral, pada
kasus yang ringan.
Manajemen gejala klinis yang lain
Terapi yang paling utama adalah mempertahankan stabilitas bayi sampai toksin
dilepskan dari reseptor yang terdapat dalam sel dengan mempertahankan fungsi
vital dan nutrisi dan mencegah timbulnya infeksi sekunder.
Karena merupakan penyakit dengan tingkat kegawatan dan kematian yang tinggi
sangat direkomendasikan untuk melakukan perawatan diruang intensif. Pasien
dengan tetanus neonatorum akan mengalami instabilitas beberapa system organ
dan dapat juga mengalami gagal nafas, perubahan hemodinamik, hiperaktifitas
simpatis dan aritmia jantung, kombinasi dari semua ini dapat menyebabkan status
hiperkatabolik dan berpotensi meninggalkan sekuele dan bahkan kematian. Dimana
beberapa laporan menyebutkan angka survival bayi yang dirawat di ruang intensif
diatas 90% sedangkan yang tidak berkisar antara 20-50%. Bayi hendaknya dengan
minimal handling dan berada dalam ruangan yang tenang dan cahaya yang redup.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dan gangguan asam basa harus dikontrol dan
dikoreksi, tidak lupa memberikan dukungan nutrisi yang adekuat.
Spasme otot dapat dikontrol dengan menggunakan infuse intravena benzodiazepine
karena mengandung anxiolitik, sedative dan muscle relaxan. Drip midazolam
kontinu dengan dosis 6-8 mcg/kgbb/menit dan diazepam 0.3-2.0 mg/kgbb/menit
merupakan obat yang paling sering digunakan, dosis dapat ditingkatkan sesuai
rspon klinis pasien. Spasme otot memberikan nyeri yang sangat ekstrim sehingga
perlu diberikan analgetik, fentanyl merupakan pilihan yang paling tepat. Bila
dengan benzodiazepine dan analgetik gagal dalam mengatasi spasme dapat
digunakan pancuronium atau vecuronium, tapi pasien harus disuport dengan
ventilator.
Epidemiologi
Tetanus neonatorum merupakan penyakit cosmopolitan yang mengenai bayi baru
lahir setara antara laki-laki dan perempuan dengan insidensi yang berbeda setiap
daerah. Factor risiko untuk tetanus neonatorum dapat dilihat pada table berikut :
Faktro risiko tetanus neonatorum :
1. Rendahnya angka vaksinasi anti tetanus pada perempuan usia subur
2. Persalinan dirumah dengan bantuan bidan atau penolong yang tidak
mempunyai kapasitas dan alat alat dan personel yang bersih
3. Prenatal care yang tidak baik (dengan fasilitator yang tidak kompeten)
4. Early hospital discharge dan follow up ibu dan bayi yang minim
5. Perawatan tali pusar yang tidak higienis
6. Kurangnya edukasi pada ibu hamil

7. Rendahnya status social dan ekonomi


8. Kurangnya akses terhadap fasilitas kesehatan
Pemberian vaksinasi memberikan kontribusi yang nyata pada penurunan insiden
tetanus neonatorum. Di amerika serikat dan eropa kasus tetanus neonatorum
berhubungan erat dengan ibu yang tidak divaksinasi dan pemberian vaksinasi yang
tidak benar (waktu dan interval yang salah).
Profilaks dan kontrol
Eradikasi penyakit ini membutuhkan strategi yang cukup sederhana yaitu dengan
memperbaiki regimen imunisasi primer dan menyediakan perawatan yang
maksimal selama persalinan termasuk dengan melatih bidan bidan tradisional, serta
memberikan vaksinasi pada ibu hamil dan menggnakan system surveilans dalam
melacak kasus tetanus neonatorum.

Hannah B, Simon C, Luke CM, Anne CCL, Kate K, Steve W, Gary LD, Joy EL.
Clean birth and postnatal care practices to reduce neonatal deaths from
sepsis and tetanus a systemic review and Delphi estimation of mortality
effect. BMC public health. 2011. 11(3).
kkk
Martha HR. Jos HV, Francois LG. Maternal and neonatal tetanus. Lancet.
2007. September
Dapat dengan mudah dicegah dengan imunisasi selama hamil dengan vaksin
tetanus toksoid, tindakan obstetric yang aseptik dan perawatan tali pusar postnatal.
Keterangan mengenai kuman kurang lebih sama dengan jurnal andreia-brazil
(yang diatas ^.^). Spora kuman tetanus sangat kuat, membutuhkan autoklav
atau paparan lama dengan iodine, hydrogen peroksida, formalin atau gluteraldehid
dalamk proses penghancurannya.
Endotoksin pada tetanus memiliki dosis lethal kurang dari 2.5 ng/kg, memiliki
neurospesifisitas absolute dan aksi enzim yang berpotensi tinggi. Setelh dilepas
toksin akan menyebar dan berikatan dengan jaringan otot kemudian berikatan
dengan glikoprotein khusus.
mmm

Anda mungkin juga menyukai