Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK PRAKTIKA SENIOR

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
Nama mahasiswa
Nim
Tanggal
Ruang Praktik

: RISKA
: 0911121329
: 15 April 2013
: Murai I

A. Diagnosa Medis: Chronic Kidney Disease (CKD)


B. Definisi:
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir ( ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).ini dapat diebabkan oleh penyakit
sstemik seperti diabetes melitus , glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak
dapat dikontrol, obtruksi urinarius, lesi herediter, seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan
vaskuler, infeksi, atau agens toksik (smeltzer & bare , 2002).
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure [CRF]) didefenisikan sebagai nilai laju filtrasi
glomerulus (GFR) yang berada dibawah batas normal selama > 3 bulan (Davey, 2003).
Glomerular Filtration Rate (GFR) adalah hitungan yang menandai tingkat efisiensi
penyaringan bahan ampas dari darah oleh ginjal. Hitungan GFR yang umum membutuhkan
suntikan zat pada aliran darah yang kemudian diukur pada pengambilan air seni 24 jam.
Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan bahwa GFR dapat dihitung tanpa suntikan atau
pengambilan air seni. Hitungan baru ini hanya membutuhkan pengukuran tingkat kreatinin
dalam contoh darah.
Kreatinin adalah bahan ampas dalam darah yang dihasilkan oleh penguraian sel otot
secara normal selama kegiatan. Ginjal yang sehat menghilangkan kreatinin dari darah dan
memasukkannya pada air seni untuk dikeluarkan dari tubuh. Bila ginjal tidak bekerja
sebagaimana mestinya, kreatinin bertumpuk dalam darah.

Endang mengatakan, Nilai GFR merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.
Nilai ini dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD (modification of diet in renal
disease) sebagai berikut :
(140-Umur) x Berat Badan
Cockcroft-Gault : Klirens Kreatinin = ------------------------------- x (0,85, jika wanita)
(ml/menit)

72 x Kreatinin Serum

MDRD : Laju Filtrasi Glomerulus = 186 x (Kreatinin Serum)

-1,154

x (Umur) -0,203 x (0,742

jika wanita) x (1,210, jika kulit hitam)


Stadium penyakit ginjal
Risiko CKD meningkat. GFR 90 atau lebih dianggap normal. Bahkan dengan GFR
normal, kita mungkin berisiko lebih tinggi terhadap CKD bila kita diabetes, mempunyai
tekanan darah yang tinggi, atau keluarga kita mempunyai riwayat penyakit ginjal. Semakin
tua kita, semakin tinggi risiko. Orang berusia di atas 65 tahun dua kali lipat lebih mungkin
mengembangkan CKD dibandingkan orang berusia di antara 45 dan 65 tahun. Orang
Amerika keturunan Afrika lebih berisiko mengembangkan CKD.
Stadium 1:
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan
pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah.
Stadium 2:
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita
mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan
pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
Stadium 3:

Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia
dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk
mencegah atau mengobati masalah ini.
Stadium 4:
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan
belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing
pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan
membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan
agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter
harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman
menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
Stadium 5:
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan
kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit (KDOQI, 2002).
Derajat

Penjelasan

LFG (ml/mn/1,73m2)

Kerusakan ginjal dengan GFR normal 90


1

atau
Kerusakan ginjal dengan GFR ringan

60 89

Kerusakan ginjal dengan GFR sedang

30 59

Kerusakan ginjal dengan GFR berat

15 29

Gagal ginjal

< 15 atau dialysis

2
3
4
5

2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit
Penyakit ginjal diabetes

Tipe mayor (contoh)


Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal
non diabetes

Penyakit pada
transplantasi

1. Penyakit
glomerular
(penyakit
autoimun,infeksi sistemik,
obat, neoplasia)
2. Penyakit vaskular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
3. Penyakit tubuluinterstitial (pielonefritis
kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
4. Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Rejeksi
kronik,
keracunan
obat
(siklosporin/takrolimus), penyakit recurrent
(glomelural), Transplant glomerulopathy

D. Etiologi
Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1.

Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal
kekurangan suplai darah --> kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut jaringan ginjal
mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang karena dehidrasi berat atau
kehilangan darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya pompa jantung, adanya
sumbatan/hambatan aliran darah pada arteri besar yang kearah ginjal, dsb.

2.

Penyebab renal: berupa gangguan/kerusakan yang mengenai jaringan ginjal


sendiri, misal: kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus (diabetic nephropathy),
hipertensi (hypertensive nephropathy), penyakit sistem kekebalan tubuh seperti SLE
(Systemic Lupus Erythematosus), peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal,
berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang merusak jaringan ginjal, dll

3.

Penyebab post renal: berupa gangguan/hambatan aliran keluar (output) urin


sehingga terjadi aliran balik urin kearah ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
misal: akibat adanya sumbatan atau penyempitan pada saluran pengeluaran urin antara
ginjal sampai ujung saluran kencing, contoh: adanya batu pada ureter sampai urethra,

penyempitan akibat saluran tertekuk penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat,

tumor,
Fungsi Ginjal
Tugas yang diemban ginjal sangat banyak, kompleks dan saling mempengaruhi
(berpengaruh) terhadap organ-organ tubuh lainnya. Bila dikelompokkan, terdapat 3 fungsi
utama ginjal yaitu:
a.

Pengaturan lingkungan dalam (internal environment) adalah upaya ginjal


untuk mempertahankan keadaan lingkungan dalam agar kondisinya selalu stabil (disebut
juga extracellular homeostasis). Dalam hal ini ginjal bertanggung jawab dalam
pengaturan keseimbangan kebanyakan ion/elektrolit dalam cairan tubuh/extracellular
fluid (misal Natrium, Kalium, dll), mengatur keseimbangan volume cairan dengan cara
mengatur masuk-keluarnya (input dan output) cairan dalam tubuh, menjaga
keseimbangan asam-basa (pH) darah, dst.

b.

Membuang kelebihan air dan produk akhir dari hasil metabolisme protein
seperti: ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat.

c. Menjalankan fungsi endokrin yaitu fungsi ginjal sebagai organ pembentuk (sekresi)
berbagai substansi dan hormon diantaranya: erythropoietin (suatu hormon yang mengatur
pembentukan sel darah merah); renin (suatu hormon yang menjadi bagian dari Sistem
Renin-Angiotensin-Aldosteron atau Renin-Angiotensi-Aldosterone system = RAAS yang
mengatur tekanan darah dan keseimbangan cairan); bentuk aktif Vitamin D (Kalsitriol)

yang mengatur penyerapan kalsium dari makanan untuk pembentukan tulang dan
metabolisme tubuh lainnya.

E. Manifestasi klinis
1. Hematologik
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.
2. Gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus
seperti ammonia dan motil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.
b. fektor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat yang lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
c. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui.
d. Gastritis erosive, Ulkus peptikus, dan colitis uremik.
3. Syaraf dan otot
a. Miopati
Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal
b. Ensefalopati metabolik
Lemah, tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
c. Burning feet syndrome
Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki
d. Restless leg syndrome
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.
4. Kulit
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium
dipori-pori kulit.
b. Echymosis akibat gangguan hematologis
c. Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat
d.

Bekas garukan karena gatal.

5. Kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau akibat peningkatan aktivitas
sistem renin-angiotensi-aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan dan hipertensi.
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi
metastastatik.
d. Edema akibat penimbunan cairan.
6. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido,
fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.
7. Gangguan Sistem Lain
a. Tulang : Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan
kalsifikasi metastatik.
b. Asidosis metabolic akibat penimbuunan asam organic sebagai hasil metabolism
c. Elektrolit : hiperfosfatermia, hiperkalemia, hipokalsemia (IPD, ).
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi Ditunjukkan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi gagal ginjal
kronik.
2. Foto polos abdomen Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi
ginjal menilai bentuk dan besar ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain foto polos
yang disertai tonogram memberi keterangan yang lebih baik.
3. Pielografi intra vena (PIV) Dapat dilakukan dengan cara intravenous imfusion
pyelography, menilai sistem peilviokalikes dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko
penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya pada usia lanjut, diabetes mellitus
dan nefropati asam urat.
4. USG Digunakan untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal kandung kemih serta
prostat.

5. Renogram Untuk menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung Mencari kardiomegali, efusi perikarditis.
7. Pemeriksaan radiologi tulang Mencari osteodistrofi (terutama falank / jari)
8. Pemeriksaan radiologi paru Mencari uremic lung yang belakangan ini disebabkan
bendungan.
9. EKG Digunakan untuk melihat kemungkinan :
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Tanda-tanda perikarditis
c. Aritmia
d. Gangguan elektrolit (hiperkalemia)
10. Biopsi ginjal
Dilakukan bila keraguan diagnostik mengenai gagal ginjal kronik menentukan ada
tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan
sistem dan membantu menetapkan etiologi seperti pemeriksaan BUN, kreatinin elektrolit,
kalium, fosfor, albumin, hitung darah lengkap dan hormon paratiroid (Soeparman dan
Waspadji, 1998).
G. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2000), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
1. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diet berlebih
2. Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin, angiotensin,
aldosteron.
4. Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastro intestinal.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat

H. Penatalaksanan farmakologis dan Farmakologis


1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
(Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis

metabolik

harus

dikoreksi

karena

meningkatkan

serum

kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan


suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).Indikasi tindakan
terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa

yang

termasuk

dalam

indikasi

absolut,

yaitu

perikarditis,

ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak


responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG
antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat
(Sukandar, 2006).Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan
ginjal

buatan

yang

kompartemen

darahnya

adalah

kapiler-kapiler

selaput

semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan
panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah
biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir

ini

sudah

populer

Continuous

Ambulatory

Peritoneal

Dialysis(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik


CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasienpasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity
dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal (Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

obat

I. Asuhan Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
a. Aktifitas /istirahat
Gejala:
1) Kelemahan malaise
2) Kelelahan ekstrem
3) Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
b. Sirkulasi
Gejala:
1) Riwayat hipertensi lama atau berat
2) Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
1) Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan
2) Nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik
3) Disritmia jantung
4) Pucat pada kulit
5) Friction rub perikardial
6) Kecenderungan perdarahan
c. Integritas ego
Gejala:
1) Faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang lain
2) Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Tanda:
1) Menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian, mudah terangsang
d. Eliminasi
Gejala:
1) Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
2) Diare, Konstipasi, abdomen kembung,

Tanda:
1) Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat, kemerahan, berawan
2) Oliguria, dapat menjadi anuria
e. Makanan/cairan
Gejala:
1) Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
2) Anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut
( pernafasan amonia)
Tanda:
1) Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
2) Edema (umum, tergantung)
3) Perubahan turgor kulit/kelembaban
4) Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
5) Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
f. Neurosensori
Gejala:
1) Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada Sakit
kepala,penglihatan kabur
2) telapak kaki
3) Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati perifer)
Tanda:
1) Gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, penurunan lapang perhatian, stupor,
koma
2) Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
3) Rambut tipis, kuku tipis dan rapuh
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala:, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki, nyei panggul
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

h. Pernapasan
Gejala:
1) Dispnea, nafas pendek, nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum
Tanda:
1) Dispnea, takipnea pernapasan kusmaul
2) Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
i. Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda:
1) Pruritus
2) Demam (sepsis, dehidrasi)
j. Seksualitas
Gejala: amenorea, infertilitas, penurunan libido
k. Interaksi sosial
Gejala:
Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran dalam keluarga
2. Diagnosa dan intervensi
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB
perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk
mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran

a.
b.
c.
d.

Rasional
Pasien tidak mengkonsumsi cairan
sama sekali mengakibatkan dehidrasi
atau mengganti cairan
Pembatasan cairan akn menentukan
BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
Pemahaman meningkatkan kerjasama
pasien
dan
keluarga
dalam
pembatasan cairan
Untuk mengetahui keseimbangan
input dan output.

b. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi,


ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil:
a. TD dan HR dalam batas normal
b. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi
a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya,
dispnea, edema perifer/kongesti vaskuler
b. Kaji adanya hipertensi, awasi
perhatikan perubahan postural
berbaring, duduk dan berdiri

TD,
saat

c. Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi,


beratnya, apakah berkurang dengan
inspirasi dalam dan posisi telentang
d. Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler,
suhu, sensori dan mental

e. Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas


Kolaborasi
Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na,
K, Ca, Mg), BUN, creatinin)

Siapkan dialysis

Rasional
a. S3/S4
dengan
tonus
meffled,takikardia, frekuensi jantung
teratur, dipsnea, gemerisik, mengi
dan edema
b. Hipertensi bermakna dapat terjadi
karena gangguan pada sistem
aldosteron
renin
angiotensin
( disebabkan oleh fungsi ginjal)
c. Hipertensi dan GJK kronik dapat
menyebabkan IM, kurang lebih
pasien
GGK
dengan
dialisis
mengalami perikarditis
d. Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi
paradoksik,
penympitan
nadi,
penurunan/ tak adanya nadi perifer,
penyimpangan
mental
cepat
menunjukkan tamponade
e. Kelalahan dapat menyertai GJK juga
anemia
Ketidakseimbangan
dapat
menggangu konduksi elektrikal dan
fungsi jantung
Penurunan ureum toksik dan
memperbaiki
ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan cairan

c. Resiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil.
Intervensi
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
b. Perhatikan adanya mual dan muntah

a.
b.

c.

c.

Beikan makanan sedikit tapi sering

d. Tingkatkan kunjungan oleh


terdekat selama makan
e. Berikan perawatan mulut sering

orang d.
e.

Rasional
Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
Gejala yang menyertai akumulasi toksin
endogen yang dapat mengubah atau
menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
Porsi lebih kecil dapat meningkatkan
masukan makanan
Memberikan
pengalihan
dan
meningkatkan aspek social
Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis
oral dan rasa tak disukai dalam mulut
yang dapat mempengaruhi masukan
makanan

d. Gangguan perfusi jarinagan berhubungan dengan penurunan / penghentian aliran


darah
Intervensi
a. Lihat pucat, sianosis, belang, dingin/
lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
b. Pantau pernafasan,
pernafasan

catat

kerja

Rasional
a. Vasokonstriksi sistemik diakibatkan
oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi.
b. Pompa jantung gagal dapat mencetus
distress pernafasan

c. Kaji
fungsi
gastrointenstinal,
penurunan/ tak ada bising usus,catat
anoreksia, mual/ mutah, distensi
abdomen, konstipasi

c. Penuranan aliran darah ke mesenrti


dapat
mengakibatkan
disfungsi
gastrointestinal, contoh kehilangan
peristaltik

d. Pantau
pemasukan
dan
perubahan haluaran urine

d. Penurunan pemasukan / mual terus


menerus
dapat
mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada perfusi dan
fungsi organ

catat

e. Integritas kulit, kerusakan, resiko tinggi terhadap gangguan status metabolik, sirkulasi
( anemia dan iskemia jaringan) dan sensasi
Tujuan: Mempertahankan kulit
Hasil yang diharapkan: Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan / cedera
kulit
Intervensi
kulit
terhadap
perubahan
warna,
turgor,
vaskular. Perhatiakan kemerahan,
ekskoriasi.
b. Pantau masukan cairan dan
hidrasi kulit dan membran
mukosa
c. Inspeksi area tergantung terhadap
edema
a. Inspeksi

Rasional
a. Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan

yang dapat menimbulkan pembentukan


dekubitus/infeksi
b. Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi
berlebihan berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat
seluler
c. Jaringan edema cenderung rusak/ robek
d. Soda kue, mandi dengan tepungmenurunkan

d. Berikan perawatan kulit. Batasi

penggunaan sabun, Beri salep


atau krim
e. Pertahankan linen kering dan
bebas keriput

gatal dan mengurangi pengeringan dari sabun.


Salep atau krim mungkin diinginkan untunk
mengurangi kering, robrkan kulit
e. Menurunkan iritasi dermal dan resiko
kerusakan kulit

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis berhubungan dengan kurang terpajan,


salah interprestasi imformasi
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi / prognosis penyakit dan pengobatan
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan / melakukan pola hidup yang benar
Intervensi
a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang
proses penyakit/prognosis
b. Kaji ulang pembatasan diet ; fosfat
dan Mg
c. Kaji ulang tindakan mencegah
perdarahan : sikat gigi halus
d. Buat
program
latihan
rutin,
kemampuan dalam toleransi aktivitas
e. Identifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik segera :
Demam ,menggigil,perubahan urin/
sputum, edema,ulkus,kebas,spasme
pembengkakan sendi, pe ROM,
sakit kepala, penglihatan kabur,
edema.

Rasional
a. Memberikan dasar pengetahuan dimana
pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
imformasi
b. Pembatasan fosfat meransang kelenjar
paratiroid untuk pergeseran kalsium dan
tulang
c. Menurunkan resiko sehubungan dengan
perubahan pembekuan / penurunan jumlah
trombosit
d. Membantu dalam mempertahankan tonus
otot dan kelenturan sendi
e. Depresi sistem imun, anemia, malnutrisi,
dan semua meningkatkan resiko infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. (2010). http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/04/jurnal-ckd-chronicdisease-kidney/


Carpenito, L. J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC.
Chang, dkk,. (2010). Patofisiologi aplikasi pada praktik keperawatan. Jakarta: EGC.
Hinchliff, S. (1999). Kamus keperawatan edisi 17. Jakarta: EGC.
Pearce, E. G. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 2. Jakarta:
EGC.
Purnomo, B. (2003). Dasardasar urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal-bedah brunner & suddarth edisi 8. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, dkk,. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2 edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.
Syaifuddin. (2011). Anatomi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai