Anda di halaman 1dari 107

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

Virus Dengue (Arbovirus) yang masuk ketubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty
(Suriadi & Yuliani,2001). Demam Berdarah Dengue adalah penyakit virus berat yang
ditularkan oleh nyamuk endemik (Aedes Aegypty) dibanyak Negara Asia Tenggara &
Selatan, Pasifik & Amerika Latin. Ditandai dengan meningkatnya Permeabilitas
pembuluh darah, hipovolemia dan gangguan mekanisme pembuluh darah. Wabah
hebat terjadi saat penyakit menyebar kedaerah baru dengan angka serangan tinggi
pada orang-orang yang rentan. Demam Berdarah Dengue ini merupakan infeksi
yang berhubungan dengan bepergian, yang sering terjadi pada turis dari negera non
endemik. Penyakit Demam Berdarah Dengue ini ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypty yang terutama memiliki habitat perkotaan dan mendapat virus sewaktu
menghisap darah manusia yang terinfeksi (Infektip setelah 8-10 hari).
DBD bukan hanya menyerang anak-anak tetapi orang dewasa juga. Di
Indonesia DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) cenderung meningkat pada musim
hujam. Kejadian luar biasa terutama di Indonesia dilaporkan oleh Dr. David Baylon
di Batavia (Jakarta) 1779. Hampir seluruh provinsi terjangkit penyakit DBD dan
hampir tiap tahun terjadi wabah meskipun bergantian dari satu kota ke kota lain.
Pada tahun 1988 terjadi wabah meluas diseluruh tanah air. Namun Demam
Berdarah baru dikenal pada tahun 1968 dalam KLB di Jakarta & Surabaya dengan
angka kematian sangat tinggi sekitar 41,3%. Demam Berdarah Dengue pada
hakekatnya adalah penyakit akibat urbanisasi dan dipengaruhi oleh mobilitas sangat
tinggi. Urbanisasi menyebabkan berjejalnya penduduk perkotaan yang akan
menurunya kualitas sanitasi dan timbulnya tempat pembiakan nyamuk Aedes
Aegypty. Dari tahun 1955 sampai dengan t a h u n 2007 jumlah penderita DBD
diseluruh dunia sangat meningkat sekali dari 908 jiwa mencapai 9.25.896 jiwa
(WHO 2009).
Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Wisata DAU angka kejadian DBD
di Desa Kalisongo pada tahun 2015 berjumlah 13 orang penderita. Meskipun angka
kejadian DBD di Desa Kalisongo tidak setinggi angka kejadian penyakit menular lain
seperti ISPA dan Malaria, tetapi penyebaran virus penyakit DBD patut diwaspadai
oleh masyarakat karena Desa Kalisongo merupakan daerah endemik. Tindakan

pencegahan terjadinya DBD di Desa kalisongo juga telah dilakukan seperti


pembagian bubuk abate yang disebarkan ke rumah-rumah warga dan penyuluhan
oleh petugas kesehatan setempat, tetapi kejadian DBD masih saja terjadi setiap di
tahunnya. Hal ini dikarenakan masyarakat desa yang kurang peduli terhadap
lingkungan rumah dan sekitarnya.
Peran perawat untuk mengatasi penyakit DBD dengan cara promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Promotif yaitu memberi penyuluhan kesehatan di masyarakat
tentang penyakit DBD dan penanggulangannya, preventif yaitu untuk mencegah
terjadinya DBD dengan cara merubah kebiasaan hidup sehari-hari melalui tidak
menggantung pakaian yang sudah dipakai, menjaga kebersihan lingkungan dan
penampungan air, kuratif yaitu untuk memenuhi cairan tubuh sesuai dengan
kebutuhan, serta mengkonsumsi minuman yang dapat meningkatkan trombosit. Dari
aspek rehabilitatif perawat berperan memulihkan kondisi klien dan menganjurkan klien
untuk kontrol kembali ke rumah sakit bila keluhan timbul kembali. Penanggulangan
DBD secara umum ditujukan pada pemberantasan rantai penularan dengan
memusnahkan pembawa virusnya (vektornya) yaitu nyamuk Aedes Aegypty, dengan
memberantas sarang perkembangbiakannya yang pada umumnya ada di air bersih
yang tergenang di permukaan tanah maupun tempat-tempat penampungan air, dengan
melakukan program 4M Plus (Menutup, Menguras, Mengubur, Memantau) (WHO,
2004).
1.2

Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apakah definisi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?


Bagaimana epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
Apa saja klasifikasi Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
Apa yang menjadi etiologi terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
Bagaimana patofisiologi terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
Apa saja manifestasi klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
Apa saja pemeriksaan penunjang terkait penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD) ?
8. Bagaimana penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
9. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan Demam Berdarah Dengue (DBD) ?

1.3
1.
2.

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk mengetahui epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)

3.
4.
5.
6.
7.

Untuk mengetahui klasifikasi Demam Berdarah Dengue (DBD)


Untuk mengetahui etiologi terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk mengetahui manifestasi klinis Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang terkait penyakit Demam Berdarah

8.
9.

Dengue (DBD)
Untuk mengetahui penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan Demam Berdarah Dengue
(DBD)

1.4
1.

Manfaat Penulisan
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan asuhan keperawatan komunitas
dengan pemberian pendidikan kesehatan khususnya tentang demam berdarah

2.

dengue (DBD).
Dapat dijadikan bahan penyuluhan bagi Puskesmas Wisata DAU pada

3.

masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Wisata DAU.


Masyarakat mampu meningkatkan pengetahuan

mengenai

perilaku

pencegahan kejadian demam berdarah dengue (DBD) dari masyarakat tersebut


sehingga dapat dijadikan masukan untuk lebih meningkatkan peran serta
masyarakat dalam upaya pencegahan demam berdarah dengue.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI DEMAM BERDARAH

a. Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dandewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanyamemburuk
setelah dua hari pertama. (Mansjoer, 2001)
b. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita;
2000; 419).
c. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
d. Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama
yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tandatanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan
dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
kematian. (Rohim dkk, 2002 ; 45)
2. KLASIFIKASI DEMAM BERDARAH

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi


menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umum tidak khas, uji tourniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena,
perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan
darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Derajat I (Ringan)
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II (Sedang)

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan


seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III (Berat)
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun,
(120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0)
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997):
a. Derajat I
b. Derajat II

: Demam dengan test rumple leed positif.


: Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau

perdarahan lain.
c. Derajat III
: Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV
: Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah tidak dapat diukur.
Menurut WHO, klasifikasi kasus Dengue yang disepakati sekarang adalah
(Kementerian Kesehatan RI, 2010) :
1) Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs)
2) Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs)
3) Dengue berat (severe Dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Dengue probable :
Bertempat tinggal/bepergian ke daerah endemic dengue
Demam disertai 2 dari hal berikut :
- Mual, muntah
- Ruam
- Sakit dan nyeri
- Uji torniket positif
- Leukopenia
- Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
- Nyeri perut atau kelembutannya
- Muntah berkepanjangan
- Terdapat akumulasi cairan
- Perdarahan mukosa
- Letargi, lemah
- Pembesaran hati >2 cm
- Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas)
Kriteria dengue berat :

Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DDS), akumulasi


cairan dengan distress pernapasan. Bukti kebocoran plasma seperti
hematokrit yang tinggi atau meningkat secara progresif, adanya efusi
pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau syok (takikardi, ekstremitas
dingin, CRT >3 detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang

menyempit atau pada syok lanjut tidak terukurnya tekanan darah).


Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinis.
Gangguan kesadaran.
Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen

yang hebat atau bertambah, ikterik).


Gangguan organ berat : hepar (AST atau ALT 1000), gagal ginjal akut,

ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan organ lain).


Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat
membantu

diagnosis,

sensitivitas

uji

ini

sebesar

30%

sedangkan

spesifisitasnya mencapai 82%. (Kementerian Kesehatan RI, 2010)


3. ETIOLOGI DEMAM BERDARAH

a. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney)
maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Suharso, 1994)
b. Vector
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang
lainnya (Mansjoer & Suprohaita; 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)

maupun yang terdapat di luar rumah di lubang lubang pohon di dalam


potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada
siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari (Suharso, 1994).
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia
masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Suharso, 1994)
d. Lingkungan
1. Kepadatan penduduk
Semakin padat penduduk,

semakin

mudah

nyamuk

Aedes

menularkan virusnya dari satu orang ke orang lainnya. Pertumbuhan


penduduk yang tidak memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak
terencana serta tidak terkontrol merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam munculnya kembali kejadian luar biasa penyakit
DBD (WHO, 2000).
2. Sanitasi lingkungan
Kondisi
sanitasi

lingkungan

berperan

besar

dalam

perkembangbiakan nyamuk Aedes, terutama apabila terdapat


banyak kontainer penampungan air hujan yang berserakan dan
terlindung dari sinar matahari, apalagi berdekatan dengan rumah
penduduk (Soegijanto, 2004).
3. Keberadaan kontainer
Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor
nyamuk Aedes, karena semakin banyak kontainer akan semakin
banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi
nyamuk Aedes. Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka
semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu
penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat
meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB
penyakit DBD.
4. MANIFESTASI KLINIK DEMAM BERDARAH

Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7
hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrome

(Depkes RI,

2006)
a. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung
demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya. (Suharso, 1994)
b. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita . (Suharso, 1994)
c. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura (Suharso, 1994; 39).
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan
gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah,
1995)
d. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin
pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
(Suharso, 1994)
e. Trombositopenia
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah
150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit.
f. Kenaikan Nilai Hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap
terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik.

g. Gejala Klinik Lain


Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium,
muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006)
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
terpenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/ pola

pelana.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis atau purpura
Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai
-

dengan umur dan jenis kelamin


Penurunan hematokrit >20% setelah

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.


Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,

mendapat

terapi
asistes

cairan,
atau

hipoproteinemia.
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis,
dan fase pemulihan.
Fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema
kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus
ditemukan nyeri tenggorokan, injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam
dan perdarahan gastrointestinal.
Fase kritis
Terjadi pada hari 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni
progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis
membaik. (Kementerian Kesehatan RI, 2010)

5. PATOFISIOLOGI DEMAM BERDARAH


Arbovirus (melalui nyamuk aedes aegypty)

Beredar dalam aliran darah

Infeksi virus dengue (viremia)


Mengaktivasi system komplemen

Stimulasi sel makrofag untuk


memproduksi pirogen endogen

Membentuk dan melepaskan


zat C3 dan C5

Melepaskan histamin yg bersifat vasoaktif

Permeabilitas pembuluh darah meningkat

Kebocoran plasma

masuk hipotalamus

Mengacaukan termoregulasi
Hipertermi
peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2o

Hipovolemi

Ke ekstravaskuler

Renjatan hipovolemi (syok),hipotensi


kekurangan
volume cairan

Paru-paru

efusi pleura

Hepar

Abdomen

Hepatomegali
Resiko
Ketidakefektifan
pola nafas

Agregasi Trombosit
Trombositipeni
Koagulopati

Perdarahan

Perdarahan

GI

Gusi

Hematemesis

Kapiler
Petekie

Kulit

Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan

Ekimosis
Mimisan

Mual,muntah

Resiko
ketidakseimbanga
n elektrolit

Hipoxia jaringan
Metabolisme anaerob

Melena
Penimbunan asam laktat
Anemia

Acites

Keletihan, malaise, nyeri otot,


sendi, nyeri kepala

Nyeri
Akut
6. Pemeriksaan Diagnosis Demam Berdarah
Pemeriksaan diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) yang dapat dilakukan
untuk menegakkan DHF yaitu dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan hasil anatara lain:
- Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%)
leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF
-

IKA, 1994).
Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah:
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari
1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi
pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut >
1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari

pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam

stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)


Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam
atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis,
x-foto dada, elektro kardiogram, kreatinin serum.

Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.

Secara singkat, pemeriksaan penunjang yang menunjukkan DHF :


a. Darah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Trombosit menurun.
HB meningkat lebih 20 %
HT meningkat lebih 20 %
Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
Protein darah rendah
Ureum PH bisa meningkat
NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).


1. Rontgen thorax : Efusi pleura.
2. Uji test tourniket (+)

Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :


1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita
DHF.Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk
mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit.Dinyatakan positif jika
terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian
depan termasuk lipatan siku (Depkes RI, 2006).
Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak
sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang di sebut Ptechiae
(Gandasoebrata R, 2004).
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi
kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan
keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar
hemoglobin >14 gr/100 ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan
dengan metode sahli dan fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang
dilakukan adalah metode fotoelektrik.
Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah
menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan
kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 540
nm/filter hijau (Gandasoebrata R, 2004).
3. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi,
yang merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan ini
lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode
makro dan mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml
darah dan disebut dengan % dari volume darah itu (Gandasoebrata R, 2004).
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien
didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan
pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau
menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /l atau

kurangdari 1-2

trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang


pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan
semua sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung
dengan menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per /l darah
(Gandasoebrata R, 2004).
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai
lekopenia ringan.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan
semua sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan
faktor konversi jumlah lekosit per /l darah (Gandasoebrata R, 2004).
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam
darah

berkurang.

Berkurangnya

jumlah

trombosit

dalam

menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu

darah

akan

perdarahan

dan pembekuan menjadi memanjang.


Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah
dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan
tersebut secara spontan. (Gandasoebrata R, 2004).
7. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis.
Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai
dari keluarnya darah sampai membeku. (Gandasoebrata R, 2004).
8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma
biru 4 % dengan berbagai macam bentuk :monositoid,plasmositoid dan
blastoid. Terdapat limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF
derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid
dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM positif. (Kosasih,E.N, 1984).
Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis
lekosit.
9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot

Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif
menandakan infeksi primer.Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas
pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, dan
harganya relatif lebih mahal.
Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh antihuman IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa
(Suroso dan Torry Chrishantoro,2004).
10. Uji neutralisasi ( Neutralization test = N test)
Uji neutralisasi ( NT) adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque
Redustion Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari
plaque yang terjadi saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalm serum
hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi
komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 th). Uji neutralisasi juga rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi

DHF

adalah

bersifat

suportif

dan

simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran


plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
a. Penanganan pada fase demam
Pada fase ini untuk membedakan apakah anak menderita DF atau DHF. Maka
pada fase ini penanganan dari keduanya adalah sama yaitu mengobati
gejalanya. Dapat diberikan parasetamol (4 kali dalam 24 jam). Jangan
memberikan aspirin dan ibuprofen karena akan menyebabkan gastritis dan
perdarahan. Parasetamol yang diberikan menurut umurnya jika suhunya diatas
39C.
b. Penanganan DBD derajad 1 dan II
Gejala klinis: demam 2-7 hr, uji tourniquet (+) Atau perdarahan spontan
Lab:Ht tdk meningkat, trombositopenia (ringan).
-

Pasien masih dapat minum pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2L/hari atau pasien muntah terus menerus
1sendok makan tiap 5 menit. Jenis minuman:air putih, teh manis, sirup, jus
buah, susu, oralit. Bila suhu >38,5C beri parasetamol pasang infuse
NaCl0.9%. Bila kejang beri obat antikonvulsif dextrose 5% (1:3), tetesan
rumatan sesuai berat badan, px Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan lab


Perhatikan tanda syok Palpasi hati, ukur dieresis tiap hari, Awasi
perdarahan
Px Hb, Ht, trombositopenia tiap 6-12 jam Ht naik dan atau trombosit

Perbaikan klinis dan lab infuse ganti ringer laktat

Pulang

c. Penanganan derajat II dengan peningkatan Ht 20%


-

RL/NaCl 0.9% 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

Evaluasi 15menit

d. Penanganan kasus DBD derajat III dan IV


-

O2 2-4l/menit

Penggantian vol plasma segeracairan kristaloid (RL atau NaCl 0.9%


20 ml/kgBB secepatnya (bolus dlm 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?Pantau tanda vital tiap 10 menit

Evaluasi ketat tambahkan koloid/plasma


Langkah penanganan pasien DHF meliputi pengkajian yang menyeluruh,

penetapan diagnosis, dan manajemen penanganan DHF secara tepat (World


Health Organization, 2009).Manajemen penanganan pasien DHF terdiri dari
perawatan di rumah, dirawat di rumah sakit, atau memerlukan perawatan yang
lebih intensif dan memerlukan rujukan.Perawatan pasien di rumah apabila pasien
masih mampu menkonsumsi cairan secara oral, pengeluaran urin tiap 6 jam, dan
tidak ada tanda dan gejala yang harus diwaspadai. Selama perawatan di rumah
dilakukan monitoring setiap hari oleh tenaga kesehatan meliputi suhu tubuh, intake
dan output cairan, pengeluaran urin, tanda dan gejala yang harus diwaspadai,
tanda kebocoran plasma dan perdarahan, hematokrit, lekosit, dan trombosit
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
Perawatan pasien selama di rumah sakit meliputi pengkajian tanda dan
gejala yang harus diwaspadai dan pengobatan yang dilakukan antara lain
pemberian cairan infus sesuai kebutuhan, mengobservasi status klinis dan
pemeriksaaan laboratorim darah secara berkala terutama hematokrit, leukosit, dan
trombosit. Sampai saat ini belum ada obat maupun vaksin untuk DHF.Prinsip dasar
pengobatan adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran
plasma (Depkes RI, 2005).

Pengobatan DHF bersifat simptomatik dan suportif(Ngastiyah, 12995 ;


344). Penderita dianjurkan beristirahat saat sedang demam.Pengobatan ditujukan
untuk mencegah penderita DHF masuk ke fase syok.Pertolongan pertama yang
dilakukan adalah memberi minum penderita sebanyak mungkin, memberi obat
penurun panas golongan parasetamol, kompres dengan air hangat.Apabila
penderita tidak dapat minum atau mntah-muntah maka pasang infus cairan ringer
laktat atau NaCl dan segera rujuk ke rumah sakit (Departemen Kesehatan RI,
2005).
Alur Penanganan Pasien Dengan Demam Berdarah Dengue
Penatalaksanaan Untuk Pasien Anak

Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic
Fever (DHF) sedang kadang kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang
tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan
kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit
( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203)
yaitu:
-

Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang)
atau kejangkejang.

Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet
positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV
meningkat.

Panas disertai perdarahan - perdarahan.

Panas disertai renjatan.

Belum atau tanpa renjatan:


1. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat I dan II

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,


1994 ; 203 206 adalah:
Hiperpireksia (suhu 4000C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan surface
cooling. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal
tidak boleh diberikan
Umur 6 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
Umur 1 5 tahun : 50 100 mg, 4 sehari
Umur 5 10 tahun : 100 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau
b. 1. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan
BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg
bersama sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak
banyaknya dan sesering mungkin.

3.

Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus
yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam
kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

Obat-obatan lain :
-

antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain

antipiretik untuk anti panas

darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat

Dengan renjatan:
2. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,


1994 ; 203 206 adalah.
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi
teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan
dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan
infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan

dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan
sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :

100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.

60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.

50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan
tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang
maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum
membaik dilanjutkan cairan RL sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi
renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi
cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam.
Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika
keadaan umum membaik dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan
sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

3. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat IV

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,


1994 ; 203 206 adalah.
a. Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80 mmHg
dan nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10 ml/Kg
BB/1 jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai perhitungan
sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
b. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.
Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2 tempat
dengan maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk
pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20
ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian
RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.
Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral dingin maka
klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau

lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan
pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik tetapi
tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL
dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1 jam
tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu dikonsultasikan ke
bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang dibutuhkan apabila sudah
sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu monitor dengan pemasangan
CVP, gunakan obat Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam
belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka klien
ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini
perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.
g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam
belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral
dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi.

Untuk kasus kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam
pikirkan bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini
klien perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.
Penatalaksanaan Untuk Pasien Dewasa
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau Istalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit dan tempat perawatan lainnya untuk dipakai sebagai petunjuk
dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat. Manifestasi perdarahan pada pasien
DBD pada fase awal mungkin masih belum tampak, demikian pula hasil pemeriksaan
darah tepi (Hb, Ht, lekosit dantrombosit) mungkin masih dalam Batas-Batas normal,
sehingga sulit membedakannya dengan gejala penyakit infeksi akut lainnya.
Perubahan ini mungkin terjadi dari saat ke saat berikutnya. Maka pada kasus-kasus
yang meragukan dalam menentukan indikasi rawat diperlukan observasi/ pemeriksaan
lebih lanjut. Pada seleksi pertama diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
danpemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan Hb, Ht, dan jumlah trombosit.
Indikasi rawat pasien DBD dewasa pada seleksi pertama adalah
1. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan.
2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok
3. DBD tanpa perdarahan masif dengan
a. Hb, Ht, normal dengan trombosit < 100.000/pl
b. Hb, HT yang meningkat dengan trombositpenia < 150.000/pl
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dantrombosit dalam batas
nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol ke poliklinik Rumah Sakit
dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien rnemburuk agar segera
kembali ke Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan. Sedangkan pada kasus yang
meragukan indikasi rawatnya, maka untuk sementara pasien tetap diobservasi di
Puskesmas dengan aniuran minum yang banyak, serta diberikan infus ringer laktat
sebanyak 500cc dalam empat jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht
dan trombosit.
Pasien di rujuk apabila didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/pl atau
2. Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit kurang dari 150.000/pl
Pasien dipulangkan apabila didapatkan nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah
trombosit lebih dari 100.000/pl dandalam waktu 24 jam kemudian diminta kontrol ke

Puskesmas/poliklinik atau kembali ke IGD apabila keadaan menjadi memburuk.


Apabila masih meragukan, pasien tetap diobservasi dantetap diberikan infus ringer
laktat 500cc dalam waktu empat jam berikutnya. Setelah itu dilakukan pemeriksaan
ulang Hb. Ht danjumlah trombosit.
Pasien dirawat bila didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut.
1. Nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul
2. Nilai Hb, Ht tetap/meningkat dibanding nilai sebelumnya dengan jumlah trombosit
normal atau menurun
Selama diobservasi perlu dimonitor tekanan darah, frekwensi nadi danpernafasan
serta jumlah urin minimal setiap 4 jam.

Catatan :
1. * Tatalaksana pasien dengan stok lihat Protokol 5
2. Observasi monitor keadaan umum, nadi, pernafasan, diuresis, minimal tiap 4 jam
3. Pulang :

Bila hemodinamik baik


Bila keadaan memburuk segera kembali ke puskesmas / RS
Kontrol ke poliklinik dalam waktu 1 x 24 jam ( periksa darah perifer lengkap )

Protokol 2 DBD Tanpa perdarahan masif dan syok


Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif (uji tourniquet positif petekie,
purpura, epistaksis ringan, perdarahan gusi ringan) dan tanpa syok di ruang rawat ;
pemberian cairan Ringer laktat merupakan pilihan pertama. Cairan lain yang dapat
dipergunakan antara lain cairan dekstrosa 5% dalam ringer laktat atau ringer asetat,
dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%, dekstrosa 5% dalam larutan garam atau NaCl 0,9%.
Jumlah cairan yang diberikan dengan perkiraan selama 24 jam, pasien mengalami
dehidrasi sedang, maka pada pasien dengan berat badan sekitar 50-70 kg diberikan
ringer laktat per infus sebanyak 3.000 cc dalam waktu 24 jam. Pasien dengan berat
badan kurang dari 50 kg pemberian cairan infus dapat dikurangi dan diberikan 2.000
cc/24 jam, sedangkan pasien dengan berat badan lebih dari 79 kg dapat diberikan
cairan infus sampai dengan 4.000 cc/ 24 jam. Jumlah cairan infus yang diberikan harus
diperhitungkan kembali pada pasien DBD dewasa dengan kehamilan terutama pada
usia kehamilan 28-32 minggu atau pada pasien dengan kelainan jantung/ginjal atau
pada pasien lanjut usia lanjut serta pada pasien dengan riwayat epilepsi. Pada pasien
dengan usia 40 tahun atau lebih pemeriksaan elektrokardiografi merupakan salah satu
standar prosedur operasional yang harus dilakukan.
Selama fase akut jumlah cairan infus diberikan pada hari berikutnya setiap harinya
tetap sama dan pada saat mulai didapatkan tanda-tanda penyembuhan yaitu suhu
tubuh mulai turun, pasien dapat minum dalam jumlah cukup banyak (sekitar dua liter
dalam 24 jam) dan tidak didapatkannya tanda-tanda hemokonsentrasi serta jumlah
trombosit mulai meningkat lebih dari 50.000/pi, maka jumlah cairan infus selanjutnya
dapat mulai dikurangi.
Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan
masif dan tanda renjatan tersebut sudah memadai, maka pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit dilakukannya setiap 12 jam untuk pasien dengan jumlah trombosit kurang
dari 100.000/p 1, sedangkan untuk pasien DBD dewasa dengan jumlah trombosit
berkisar 100.000 - 150.000/pl,pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukan setiap 24
jam. Pemeriksaan tekanan darah, frekwensi nadi dan pernafasan, dan jumlah urin
dilakukan setiap 6 jam, kecuali bila keadaan pasien semakin memburuk dengan
didapatkannya tanda-tanda syok, maka pemeriksaan tanda-tanda vital tersebut harus
lebih diperketat.
Mengenai tanda-tanda syok sedini mungkin sangat diperlukan, karena penanganan
pasien DSS lebih sulit, dandisertai dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Tanda-

tanda syok dini yang harus segera dicurigai apabila pasien tampak gelisah, atau
adanya penurunan kesadaran, akral teraba lebih dingin dan tampak pucat, serta
jumlah urin yang menurun kurang dari 0,5ml/kgBB/jam. Gejala-gejala diatas
merupakan tanda-tanda berkurangnya aliran/perfusi darah ke organ vital tersebut.
Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik
kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat dankecil.
Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan syok harus segera diberikan.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif (perdarahan
dengan jumlah darah 4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit < 100.000/pl, dengan
atau tanpa koagulasi intravaskular disseminata (KID). Pasien DBD dengan
trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi suspensi trombosit.
Pasien dapat dipulang apabila
a. Keadaan umum /kesadaran danhemodinamik baik, serta tidak demam
b. Pada umumnya Hb, Ht danjumlah trombosit dalam batas normal serta stabil dalam
24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit belum
mencapai normal (diatas 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan.
Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau trombosit
belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke poiliklinik dalam waktu 1x24 jam
atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar segera dibawa ke UGD
kembali.

1. Catatan : Pulang

Bila pasien tidak demam, hemodinamik baik


Bila keadaan pasien memburuk harus segera kembali keperawatan
Kontrol poliklinik 1 x 24 jam kemudian ( periksa darah parefer lengkap )

2. 1 (satu) kolf Ringer laktat (RL) = 500 ml


3. RL 4 jam / kolf = 40 tetes/menit
Protokol 3 DBD dengan perdarahan spontan dan masif, tanpa syok
Perdarahan spontan dan masif pada pasien DBD dewasa misalnya perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberi tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan
saluran kencing (hematuria), perdarahan otak dan perdarahan tersembunyi, dengan

jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti inijumlah dan
kecepatan pemberian cairan ringer laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa renjatan
lainnya 500 ml setiap 4 jam. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah
urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok
sedini mungkin. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostase harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda KID.
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma (FFP)
diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan
PTT yang memanjang), Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g
%. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan spontan dan
masif dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000 ipl disertai atau tanpa KID.
Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostase diuiang 24 jam kemudian,
sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan hemostase dikerjakan bila masih ada
perdarahan. Penderita DBD dengan gejaia-gejala tersebut diatas, apabila dijumpai di
Puskesmas perlu dirujuk dengan infus. Idealnya menggunakan plasma expander
(dextran) 1-1,5 liter/24jam. Bila tidak tersedia, dapat digunakan cairan kristaloid.

Catatan : 1 kolf Ringer laktat (RL) = 500 ml


Protokol 4 DBD dengan svok dan herdarahan spontan
Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD sangat penting,
karena angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat dibandingkan pasien DBD tanpa
syok. SSD dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda syok dini, dan pengobatan SSD yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD, ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan pertama yang sebaiknya
diberikan karena mengandung Na laktat sebagai korektor basa. Pilihan lainya adalah
NaCl 0,9%. Selaian resustasi cairan, pasien juga diberi oksigen 2-4 liter/menit, dan
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah elektrolit natrium, kalium, klorida serta
ureum dan kreatinin.

Pada Fase awal ringer laktat diberikan sebanyak 20 ml/kgBB/jam (infus cepat/guyur)
dapat dilakukan dengan memakai jarum infus yang besar/nomor 12), dievaluasi
selama 30-120 menit. Syok sebaiknya dapat diatasi segera/secepat mungkin dalam
waktu 30 menit pertama. Syok dinyatakan teratasi bila keadaan umum pasien
membaik, kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik, tekanan sistolik 100 mmHg
atau lebih dengan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekwensi nadi kurang dari
100/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat, serta
diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam.
Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian ringer laktat selanjutnya dapat dikurangi
menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 60-120 menit berikutnya. Bila keadaan
klinis stabil, maka pemberian cairan ringer selanjutnya sebanyak 500 cc setiap 4 jam.
Pengawasan dini kemungkinan terjadi syok berulang harus dilakukan terutama dalam
waktu 48 jam pertama sejak terjadinya syok, oleh karena selain proses patogenesis
penyakit masih berlangsung, juga sifat cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang
menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam dari saat pemberiannya. Oleh karena
itu apabila hemodinamik masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30/o dianjurkan
untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1,
sedangkan bila nilai Ht kurang dari 30 vol % hendaknya diberikan transfusi sel darah
merah (packed red cells)
Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid dan ternyata
syok masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segera diberikan cairan koloid.
Bila hematokrit kurang dari 30 vol% dianjurkan diberikan juga sel darah merah. Cairan
koloid diberikan dalam tetesan cepat 10-20 ml/kgBB/jam dan sebaiknya yang tidak
mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme
pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah
besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal
sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam.

Protokol 5 DBD Dewasa den an s ok tan pa erdarahan.


Pada prinsipnya pelaksanaan protokol 5 ini sama dengan protokol 4 hanya
pemeriksaan secara klinis maupun laboratorium (Hb, Ht, trombosit) perlu dilakukan
secara teliti dan seksama untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan yang
tersembuyi disertai dengan KID, maka pemberian heparin dapat diberikan seperti pada
protokol 4. Tetapi bila tidak didapatkan tanda-tanda perdarahan, waiaupun hasil
pemeriksaan hemostasis menunjukkan adanya KID, maka heparin tidak diberikan,
kecuali bila ada perkembangan kearah perdarahan.

Komplikasi
5. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah

trombosit

(trombositopenia)

<100.000

/mm

dan

koagulopati,

trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam


sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit.Tendensi perdarahan
terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan
saluran cerna, hematemesis dan melena.
6. Ensepalopati.
Pada ensepalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau
somnolen, dapat disertai kejang, dan dapat DBD/SSd. Apabila pada pasien
syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya
ensepalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok teratasi, maka
perlu dievaluasi kembali mengenai kesadaran pasien. Pungsi lumbal
dikerjakan bila syok telah taratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati
bila jumlah trombosit <50.000/l. Pada ensepalopati dengue dapat dijumpai
peningkatan kadar transminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang,

kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan
hiponatremia (bila mungkin periksa kadar amoniak darah).
7. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
8. Disorientasi, prognosa buruk
9. Dengue Syok Syndrome (DSS) merupakan kegagalan peredarah darah pada
pasien DHF karena kehilangan plasma dalam darah akibat peningkatan
permeabilitas kapiler darah. Syok terjadi apabila darah sudah semakin
mengental karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah.
DSS dapat terjadi pada DHF derajat III dan derajat IV. Pasien DHF derajat III
mengalami syok, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun,
pasien gelisah, sianosis di sekitar mulut, kulit teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung hidung, jari tangan, dan kaki. Pada pasien DHF derajat
IV pasien menagalami syok dengan tanda yaitu penurunan tingkat
kesadaran, denyut nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak terukur
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
10. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran

plasma

yang

mengakibatkan

ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan


adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
11. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungandengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel
kapiler.Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besardan lebih
banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virusantibodi.
12. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume
sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan
sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan
kegagalan

hemostasis

mengakibatkan aktivity dan integritas system

kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah


terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara
progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien
akan meninggal dalam 12-24 jam.
13. Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjai pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah
syok teratasi . Diuresis diusahakan >1 ml/kgBB/jam. Oleh karena bila syok
belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat seringkali dijumpai acute
tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin.
14. Oedem Paru
Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan oedem paru oleh karena pembesaran plasma masih terjadi.
Akan tetapi

apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang

ekstravaskuler, cairan masih diberikan (kesalahan memperhatikan hari sakit)


pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata, dan ditunjang dengan gambaran oedem paru pada foto dada.
Gambaran oedem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS AGGREGATE DHF DI DUSUN LOANDENG
DESA KALISONGO KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG
Asuhan keperawatan komunitas dilaksanakan oleh mahasiswa profesi jurusan
keperawatan FKUB melalui praktek keperawatan di masyarakat yang dimulai pada

tanggal 8 Juni 2015 sampai 8 Agustus 2015. Kelompok mendapatkan tempat praktek
di Dusun Loandeng, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Sampel
penelitian sebanyak 79 sampel yang diambil dari RT 01 dan RT 02 pada RW 04 Dsn
Loandeng.
3.1 Tahap Persiapan
Keperawatan komunitas merupakan salah satu departemen dalam pendidikan profesi keperawatan dengan kegiatan yang difokuskan pada praktek lapangan, namun tidak mengesampingkan tugas jaga mahasiswa di Puskesmas Dau,
Kabupaten Malang. Kelompok melakukan pengkajian pada daerah binaan didasarkan pada penemuan penderita Demam Berdarah Dengue di wilayah RW 04
tepatnya di RT 01 dan RT 02 Dusun Loandeng, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau.
Kalompok dalam melakukan pengkajian di daerah binaan berkoordinasi dengan
pembimbing lahan dan pembimbing akademik terkait masalah DBD di lingkungan
komunitas tersebut.
Setelah mendapatkan pengarahan dari pembimbing akademik dan lahan,
agregat yang dijadikan sasaran adalah warga yang berisiko mengalami DBD serta
warga yang memiliki riwayat DBD. Berdasarkan saran dari petugas kesehatan
lingkungan dan promosi kesehatan di puskesmas Dau, mahasiswa mendapatkan
daerah binaan Desa Kalisongo Dusun Loandeng di wilayah RW 04 tepatnya di
RT01 dan RT02. Mahasiswa memberikan surat pengantar kepada camat Dau,
kepala desa Kalisongo, ketua dusun Loandeng, ketua RW 04, dan ketua RT01 dan
RT02. Sebelum melakukan pengkajian, mahasiswa membuat kuesioner yang akan
diisi oleh

warga RT 1 dan RT 2 dan membuat pedoman wawancara untuk

memperoleh data sekunder dari stakeholder seperti kepala desa, ketua dusun,
ketua RW, ketua RT, kader posyandu, perawat dan bidan desa. Setelah itu kelompok menentukan jumlah sampel yang akan dilakukan intervensi.
Pada minggu ke-1, dimulai sejak tanggal 8 Juni 2015 sampai 14 Juni 2015,
kami melakukan perijinan kepada pihak kecamatan, desa, dusun, RW dan RT
untuk melakukan pengkajian dan penggalian data tentang masalah kesehatan di
wilayah Dusun Loandeng, Desa Kalisongo. Pada minggu ke-1, tanggal 11-12 Juni
2015, kelompok menyebarkan kuesioner kepada warga dengan sampel 79 KK
yang ada di RT 01 dan RT 02.
Pengkajian didasarkan pada kuisioner yang telah dibuat sebelumnya
dengan menggunakan model pengkajian Anderson, yang meliputi pengkajian terhadap 4 core problem dan 8 subsystem. Pengumpulan data dilakukan melalui
purposive sampling. Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data melalui

editing, coding, data entry, dan tabulasi. Data yang telah diolah kemudian disajikan
dalam bentuk diagram pie. Dari data yang ada kemudian dibuat bagan permasalahan (web of causation) yang akhirnya ditemukan beberapa masalah keperawatan.
3.2 Tahap Pengkajian
3.2.1 Gambaran Wilayah Desa Kalisongo
Desa Kalisongo secara integral tidak terpisahkan dari sistem perwilayahan
kecamatan Dau. Luas Wilayah Desa Kalisongo adalah 396.593 Ha. Desa
Kalisongo terdiri dari 4 dusun yaitu Dusun Kuso, Loandeng, Kucur, dan Sumberjo.
Desa Kalisongo merupakan salah satu dari 10 Desa yang ada di Kecamatan Dau
dan berbatasan dengan Kota Malang. Kabupaten Malang dan Kota Batu dengan
batas desa sebagai berikut :
Sebelah utara
: Desa Karangwidoro
Sebelah selatan
: Kecamatan Sukun
Sebelah barat
: Desa Kucur
Sebelah timur
: Kota Malang

Gambar 3.1 Peta Wilayah Desa Kalisongo


3.3 Tabulasi Data Pengkajian
CORE
DEMOGRAFI
1. Data Anggota Keluarga
A.1Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah

Gambar 1.1 Jumlah Anggota Keluarga dalam Satu Rumah


Berdasakan hasil pengkajian di Desa Kalisongo RT 1 dan 2 didapatkan
hasil bahwa mayoritas satu rumah diisi oleh 4 anggota keluarga (28%),
selanjutnya diisi oleh 6 anggota keluarga (21%), dan 2 orang anggota keluarga
(18%). Sisanya sebanyak 14%, 12%, 4% dan 3% masing-masing diisi oleh 3,
5, 1, 7 orang anggota keluarga dalam satu rumah.
A.2Usia masing-masing anggota keluarga

Gambar 1.2 Karakteristik Usia Anggota Keluarga

Gambar 1.2 menunjukkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa


Kalisongo RT 1 dan RT 2 pada RW 4 mayoritas masyarakatnya memiliki
berada pada kelompok usia dewasa yaitu 51%. Kelompok usia paling sedikit
yaitu anak sebanyak 7%.
A.3Jenis kelamin anggota keluarga

Gambar 1.3 Karakteristik Usia Anggota Keluarga


Gambar 1.3 menunjukkan hasil pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan
RT 2 RW 4 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat berjenis kelamin
perempuan yaitu 54% dan sisanya sebanyak 46% berjenis kelamin laki-laki.
A.4Pendidikan terakhir masing-masing anggota keluarga

Gambar 1.4 Pendidikan Terakhir Anggota Keluarga


Berdasarkan hasil pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 RW 4
tentang pendidikan terakhir masing-masing anggota keluarga didapatkan
mayoritas warga berpendidikan terakhir SD yaitu sebanyak 39%. Sebanyak
21% warga belum atau tidak pernah menempuh pendidikan dan sebanyak
18% warga memiliki pendidikan terakhir SMP serta warga dengan pendidikan
terakhir SMA sebanyak 10%. Hanya 7% dan 5% warga berpendidikan terakhir
D3/S1 dan TK.
A.5Status pernikahan masing-masing anggota keluarga

Gambar 1.5 Status Pernikahan Masing-masing Anggota Keluarga


Hasil pengkajian tentang status pernikahan masing-masing anggota
keluarga di RT 1 dan 2 RW 4 Desa Kalisongo didapatkan mayoritas warga
telah menikah yaitu 60%, sebanyak 33% warga belum keluarga, 5% warga
dengan status janda dan sisanya sebanyak 2% warga berstatus duda.
A.6Pekerjaan masing-masing anggota keluarga

Gambar 1.6 Pekerjaan Masing-masing Anggota Keluarga


Hasil dari pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 menunjukkan
rata-rata alokasi dana untuk konsumsi sehari-hari warga yaitu sekitar Rp.
10.000,00-Rp. 25.000,00 dalam sehari. Dengan jumlah pengeluran terbanyak
untuk alokasi konsumsi sehari-hari yaitu Rp. 100.000,00 dan yang paling
sedikit jumlah pengeluaran untuk konsumsi sehari-hari sebanyak Rp. 5.000,00.
A.7Agama masing-masing anggota keluarga

Gambar 1.7 Persebaran Agama Masing-masing Anggota Keluarga


Berdasarkan pengkajian pada masyarakat desa Kalisongo RT 1 dan RT
2 menunjukkan keseluruhan warga yang dikaji memeluk agama Islam yaitu
301 orang (100%).
2. Gejala DBD pada anggota keluarga

Gambar 2.1 Gejala DBD pada Masing-masing Anggota Keluarga


Hasil pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 tentang adakah
gejala DBD (demam/mual/mimisan/bintik-bintik merah di beberapa bagian
tubuh) pada saat ini didapatkan mayoritas warga tidak mengalami gelaja
tersebut yaitu 92%. Sebanyak 8% warga mengalami demam/mual/mimisan/
bintik-bintik merah di beberapa bagian tubuh.
3. Suku asal masing-masing keluarga

Gambar 3.1 Suku Asal Masing-masing Anggota Keluarga


Hasil pengkajian menunjukkan bahwa masyarakat desa Kalisongo RT 1
dan RT 2 sebagian besar berasal dari suku jawa yaitu 93% dan sisanya
berasal dari suku Madura yaitu 7%. Tidak ada warga yang berasal dari suku
sunda atau suku yang lainnya.
4. Aktivitas di pekarangan anggota keluarga

Gambar 4.1 Aktivitas di Pekarangan Anggota Keluarga


Hasil pengkajian terhadap warga desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 RW 4
didapatkan sebanyak 62% warga tidak pernah atau jarang beraktivitas di
pekarangan dan sisanya sebanyak 38% warga sering beraktivitas di pekarangan.
5. Kebiasaan tidur siang masing-masing anggota keluarga

Gambar 5.1 Kebiasaan Tidur Siang Anggota Keluarga


Berdasarkan hasil pengkajian pada warga desa Kalisongo RT 01 dan
RT 02 di RW 4 didapatkan sebanyak 53% warga tidak memiliki kebiasaan tidur siang dan sisanya sebanyak 47% memiliki kebiasaan tidur siang.
6. Anggota Keluarga yang Mengalami Gejala DBD dalam 6 Bulan Terakhir

Gambar 6.1 Pekerjaan Masing-masing Anggota Keluarga


Berdasarkan hasil pengkajian tentang anggota keluarga

yang

mengalami gejala DBD (demam tinggi/mual-muntah/mimisan/bintik merah)


pada 6 bulan terakhir di Desa Kalisongo RT 1 dan 2 pada RW 4 didapatkan
mayoritas warga tidak mengalami gejala tersebut yaitu sebanyak 86% dan
sisanya sebanyak 14% mengalami gejala DBD.
7. Anggota Keluarga yang Meninggal karena DBD dalam 6 Bulan Terakhir

Gambar 7.1 Pekerjaan Masing-masing Anggota Keluarga


Berdasarkan hasil pengkajian tentang anggota keluarga yang meninggal
karena DBD pada 6 bulan terakhir di Desa Kalisongo RT 1 dan 2 pada RW 4
didapatkan tidak ada keluarga yang anggota keluarganya meninggal karena
DBD dalam 6 bulan terakhir ini.
BELIEFS
2.1 Kepercayaan mengenai Usia yang Berisiko DBD

Gambar 2.1 Kepercayaan mengenai Usia yang Berisiko DBD


Gambar 2.1 menunjukan bahwa Kepercayaan masyarakat Desa Kalisongo
RW 4 RT 1 dan 2 mengenai usia yang berisiko terkena DBD, dimana 41%
masyarakat mempercayai bahwa semua usia dapat berisiko terkena DBD, 40%
masyarakat mempercayai bahwa anak anak lebih berisiko terkena DBD, 13%
diantarannya mempercayai bahwa usia dewasa berisiko terkena DBD, sedangakn

4% mempercayai usia remaja lebih berisiko dan 2% mempercayai bahwa Lansia


lebih berisiko terkena DBD
2.2 Kepercayaan Masyarakat mengenai Keparahan DBD

Gambar 2.2 Kepercayaan mengenai Keparahan DBD


Gambar 2.2 menunjukan bahwa 66% warga Desa Kalisongo RW 4 RT 1
dan 2 mempercayai bahwa penyakit DBD adalah penyakit yang mengancam kesehatan, 24% mengatakan DBD adalah penyakit yang sanagat mengancam
kesehatan dan sisana sebanyak 10% mengatakan bahwa DBD adalah penyakit
yang biasa saja.
2.3 Kepercayaan mengenai Penyebab DBD

Gambar 2.3 Kepercayaan mengenai Penyebab DBD


Gambar 2.3 menunjukan bahwa 51% warga RW 4 RT 1 dan 2
mempercayai bahwa penyakit DBD disebabkan karena gigitan nyamuk, 14%
warga mempercayai bahwa DBD disebabkan karena tertulas warga lain yang
terkena DBD, 11% warga juga mempercayai bahwa DBD disebabkan karena
lingkungan yang kotor, 15 diantaranya mengatakan DBD disebabkan karena hal

lain yaitu akibat air yang menggenang dan baju yang digantung, sedangkan
sisanya sebanyak 15% mengatakan tidak mengetahui penyebab DBD.
2.4 Kepercayaan mengenai Pencegahan DBD

Gambar 2.4 Kepercayaan mengenai Pencegahan DBD


Gambar 2.4 menunjukan bahwa 51% warga Desa Kalisongo RW 4 RT 1
dan 2 mempercayai bahwa upaya pencegahan DBD adalah dengan menjaga
keber-sihan

lingkungan,

20%

mempercayai

dengan

melakukan

3M,

9%

diantarannya mempercayai bahwa DBD dapat dicegah dengan minum vitamin, 7%


warga mempercayai upaya pencegahan DBD adalag dengan fogging dan
penggunaan obat nyamuk, sedangkan sisanya sebanyak 13% mengatakan tidak
tahu mengenai upaya pencegahan DBD
2.5 Kepercayaan mengenai Manfaat Sanitasi Lingkungan

Gambar 2.5 Kepercayaan mengenai Manfaat Sanitasi Lingkungan


Gambar 2.5 menunjukan bahwa 58% warga mempercayai bahwa manfaat
dari adanya sanitasi lingkungan adalah untuk pembuangan lkimbah rumah tangga
berupa air, 13% diantarannya mengatakan bahwa manfaat Sanitasi Lingkungan
adalah untuk menampung air hujan, sedangkan sisanya sebesar 29% mengatakan
tidak tahu fungsi dari sanitasi lingkungan.

2.6 Kepercayaan mengenai Hamabatan dalam Pencegahan DBD

Gambar 2.6 Kepercayaan mengenai Hambatan dalam Pencegahan DBD


Gambar 2.6 menunjukan bahwa warga Desa Kalisongo RW 4 RT 1 dan 2
mempercayai bahwa hambatan dalam pencegahan DBD sebanyak 24% adalah
karena lingkungan yang kotor, 7% diantarannya mempercayai bahwa hambatan
dalam pencegahan DBD adalah karena banyaknya kandang dari hewan
peliharaan, 5% diantarannya mengatakan bahwa hambatan pencegahan DBD
adalah kerja bakti yang hanya dilakukan 1 bulan sekali, sedangkan sisannya
sebanyak 64% mengatakan tidak tahu.
VALUE
3.1 Nilai Masyarakat mengenai Sehat

Gambar 3.1 Nilai Masyarakat mengenai Sehat


Gambar 3.1 menunjukkan penilaian masyarakat mengenai sehat pada
RW 4 di RT 1 dan 2 Desa Kalisongo yang menunjukan bahwa 42% masyarakat
menganggap bahwa kondisi sehat adalah keadaan dimana tidak terdapat keluhan

pada tubuh, 35% menunjukan bahwa masyarakat menganggap sehat adalah


kondisi dimana dapat beraktifitas seperti biasa, sedangkan 3% diantarannya
mengatakan bahwa kondisi sehat adalah kondisi dengan lingkungan bersih dan
sisannya sebanyak 20% mengatakan bahwa belum tau mengenai apa yang
disebut dnegan kondisi sehat.

3.2 Nilai Masyarakat mengenai Sakit

Gambar 3.2 Nilai Masyarakat mengenai Sakit


Gambar 3.2 menunjukkan penilaian masyarakat mengenai sakit pada RW
4 di RT 1 dan 2 Desa Kalisongo yang menunjukan bahwa 25% mengatakan tidak
tahu dan 25% lainnya menganggap bahwa kondisi sakit adalah keadaan dimana
terdapat keluhan pada tubuh, 34% menunjukan bahwa masyarakat menganggap
sakit adalah kondisi dimana tidak dapat beraktifitas seperti biasa, sedangkan 13%
diantarannya mengatakan bahwa kondisi sehat adalah kondisi dengan lingkungan
yang kotor dan sisannya sebanyak 3% mengatakan bahwa kondisi sakit adalah
kondisi dimana tidak makan dengan enak.
3.3 Nilai Masyarakat mengenai Pentingnya PHBS

Gambar 3.3 Nilai Masyarakat mengenai Pentingnya PHBS


Tabel 2.3 menunjukkan penilaian masyarakat mengenai pentingnya PHBS
pada

RW 4 di RT 1 dan 2 Desa Kalisongo yang menunjukan bahwa 80%

masyarakat mengatakan bahwa PHBS merupakan hal yang penting dalam


kehidupan sehari-hari, 15% mengatakan bahwa PHBS adalah hal yang sangat
penting dan sisannya sebanyak 5% mengatakan bahwa PHBS adalah hal yang
biasa saja dalam kehidupan sehari-hari.
3.4 Penilaian Masyarakat mengenai Kebiasaan Membersihkan Rumah dan
Lingkungan

Gambar 3.4 Kebiasaan Masyarakat Membersihkan Rumah dan Lingkungan


Gambar 2.4 menunjukan bahwa 97% warga RW 4 RT 1 dan 2 memiliki
kebiasaan membersihkan rumah dan lingkungan, sedangkan sisanya sebanyak
3% mengatakan tidak memiliki kebiasaan membersihkan Rumah dan Lingkungan.

Gambar 3.5 Kebiasaan Masyarakat dalam Membersihkan


Rumah dan Lingkungan
Gambar 3.5 menunjukan dari warga RW 4 RT 1 dan 2 yang memiliki
kebiasaan

membersihkan

rumah

dan

lingkungan,

33%

diantarannya

membersihkan rumah dan lingkungan sebanyak 1x/hari, 47% membersihkan


sebanyak 2x/hari, 4% diantaranya membersihkan sebanyak 3x/hari dan
sesempatnya,

dan sisanya sebanyak 17% membersihkan Rumah dan

lingkungan hanya sesempatnya atau jika ada waktu saja.


3.5 Kebiasaan Masyarakat Mencuci Tangan Sebelum Makan

Gambar 3.6 Kebiasaan Masyarakat Mencuci Tangan Sebelum Makan


Gambar 3.6 menunjukan bahwa 96% warga RW 4 RT 1 dan 2 memiliki
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sedangkan sisanya sebanyak 4%
mengatakan tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.
3.6 Penilaian Masyarakat mengenai Kebiasaan Menguras Bak Mandi

Gambar 3.7 Panilaian Masyarakat mengenai Menguras Bak Mandi


Gambar 3.7 menunjukan bahwa 68% warga RW 4 RT 1 dan 2 memiliki
kebiasaan menguras bak mandi, sedangkan sisanya sebanyak 32% mengatakan
tidak memiliki kebiasaan menguras bak mandi

Gambar 3.8 Kebiasaan Masyarakat dalam Menguras Bak Mandi


Gambar 2.8 menunjukan dari warga RW 4 RT 1 dan 2 yang memiliki
kebiasaan menguras bak mandi, 63% diantarannya menguras bak mandi sebanyak 1x/minggu, 27% membersihkan sebanyak 2-3x/minggu, 3% diantaranya
membersihkan sebanyak 1x/ Bulan dan sisanya sebanyak 7% menguras bak
mandisebanyak 1x setiap 2 Bulan.
History
4.1 Riwayat Penyakit yang Diderita Keluarga
Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa
Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa riwayat
penyakit yang diderita keluarga selama 6 bulan terkahir sebagian besar adalah

panas, batuk, pilek. Hal ini dikarenakan efek dari musim penghujan dan udara
yang dingin sehingga banyak warga yang mengeluhkan batuk dan pilek.
Sedangkan ada beberapa warga yang mengungkapkan memiliki penyakit kronis
seperti hipertensi, diabetes mellitus, stroke, lumpuh layu yang sebagian besar
diderita oleh warga yang berusia antara dewasa sampai lansia. Selain itu terdapat
pula beberapa yang menderita demam berdarah. Penyakit demam berdarah mulai
bermunculan di wilayah ini dan sebagian besar yang terkena demam berdarah
tinggal secara berdekatan (antar tetangga). Terdapat pula sebagian kecil lainnya
warga yang menderita amandel, gastritis, asam urat dan kolesterol tinggi, sesak
nafas, serta cikungunya.
4.2 Keluhan yang Dirasakan Keluarga Saat Ini
Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa
Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat 27
keluarga (35,53%) yang merasakan adanya keluhan kesehatan saat ini. Keluhan
yang dirasakan sebagian besar adalah panas, batuk, dan pilek. Sedangkan sebagian kecil sisanya secara merata keluarga mengeluhkan gastritis, hipertensi, nafsu
makan anak menurun. Namun banyak juga warga yang saat ini tidak merasakan
adanya keluhan kesehatan yaitu sebanyak 49 keluarga (64,47%).
4.3 Riwayat Masuk Rumah Sakit karena Demam Berdarah

Tabel 4.1 Riwayat Masuk Rumah Sakit karena Demam Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat 21 %
keluarga yang anggota keluarganya pernah masuk rumah sakit karena demam
berdarah. Sedangkan 79% keluarga dengan anggota keluarga yang tidak pernah
masuk rumah sakit karena demam berdarah.
4.4 Tindakan yang dipilih Keluarga saat anggota Keluarga Mengalami Gejala
Demam Berdarah

Tabel 4.2 Tidakan yang Dilakukan Keluarga Saat Alami


Gejala Demam Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga memilih untuk membawa ke puskesmas saat anggota keluarga
ada yang mengalami gejala demam berdarah (panas, mual muntah, mimisan,
muncul bintik-bintik merah). Sedangkan terbanyak kedua adalah membawa ke
bidan desa yaitu sebanyak (28%). Sedangkan sisanya keluarga memilih untuk
membawa ke rumah sakit (19%), membeli obat sendiri di warung (8%),
memberikan obat herbal (3%), dan tidak tahu (10%).
4.5 Riwayat Keberhasilan Pengobatan

Tabel 4.3 Riwayat Keberhasilan Pengobatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga berhasil melakukan pengobatan pada anggota keluarganya

yang sakit yaitu sebesar 77%, sedangkan 23% sisanya keluarga tidak berhasil
dalam melakukan pengobatan pada anggota keluarganya.
SUBSYSTEM
1. Economic
1.1 Pekerjaan sampingan yang dimiliki anggota keluarga

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 mayoritas masyarakatnya memilki pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yakni sebesar 68%. Sedangkan sisanya 32%
warga desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 tidak memilki pekerjaan sampingan.
1.2 Penghasilan setiap bulan anggota keluarga

Hasil pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 menunjukkan bahwa


sebagian besar masyarakat berpenghasilan setiap bulannya antara Rp.
1.000.000 - Rp. 1.500.000 yaitu sebesar 41%. Warga yang berpenghasilan
setiap bulannya <Rp. 500.000 sebesar 5%, warga yang berpenghasilan setiap
bulannya Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000 sebesar 27% sedangkan warga yang
berpenghasilan setiap bulannya >Rp. 1.500.000 sebesar 27%.
1.3 Kecukupan penghasilan setiap bulan untuk kebutuhan sehari-hari

Berdasarkan hasil pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 tentang


kecukupan penghasilan setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
menunjukkan bahwa sekitar 88% warga menyatakan penghasilan setiap bulan
dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari sedangkan sekitar 12% warga
menyatakan penghasilan setiapbulan belum mencukupi kebutuhan seharihari.
1.4 Kepemilikan dana simpanan/tabungan unuk kesehatan anggota
keluarga

Hasil pengkajian tentang kepemilikan dana simpanan/tabungan untuk


kesehatan anggota keluarga di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 menunjukkan
bahwa

sebagian

besar

yaitu

sebesar

88%

tidak

memilki

dana

simpanan/tabungan untuk kesehatan anggota keluarga dan sebesar 12%


warga memilki dana simpanan/tabungan untuk kesehatan anggota keluarga.
1.5 Alokasi dana untuk konsumsi sehari-hari
Hasil dari pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 menunjukkan
rata-rata alokasi dana untuk konsumsi sehari-hari warga yaitu sekitar Rp.
10.000,00-Rp. 25.000,00 dalam sehari. Dengan jumlah pengeluran terbanyak
untuk alokasi konsumsi sehari-hari yaitu Rp. 100.000,00 dan yang paling
sedikit jumlah pengeluaran untuk konsumsi sehari-hari sebanyak Rp.
5.000,00.

1.6 Konsumsi jamu atau obat herbal

Berdasarkan pengkajian pada masyarakat desa Kalisongo RT 1 dan RT


2 menunjukkan sekitar 55% warga tidak mengkonsumsi jamu atau obat
herbal, sedangkan sekitar 45% warga mengkonsumsijamu dan obat herbal
dengan alokasi dana untuk membeli jamu atau obat herbal sebesar Rp.
5.000,00 per hari.
1.7 Status kepemilikan rumah

Hasil pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 tentang status


kepemilikan rumah menunjukkan bahwa sebesar 86% rumah warga berstatus
rumah pribadi, sedangkan sebesar 13% rumah warga berstatus rumah
keluarga. Sekitar 1% rumah warga berstatus kontrakan.

1.8 Kepemilikan asuransi kesehatan

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa masyarakat desa Kalisongo RT


1 dan RT 2 sebagian besar tidak memilki asuransi kesehatan yaitu sebesar
74% warga. Sedangkan sebesar 26% warga memilki asuransi kesehatan.
1.9 Jenis asuransi kesehatan yang dimilki

Hasil pengkajian terhadap warga desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 yang


memilki asuransi kesehatan menunjukkan sekitar 57% dari warga yang
memilki asuransi memilih jenis asuransi BPJS, sebesar 29% dari warga yang
memilki asuransi memilih jenis asuransi JAMKESMAS,sebesar 5% dari warga
yang memilki asuransi memilih asuransi kesehatan swasta dan 9% warga
memilih asuransi yang lain.

1.10 Pemanfaatan asuransi kesehatan yang dimilki

Berdasarkan hasil pengkajian pada warga desa Kalisongo RT 1 dan RT


2 yang memilki asuransi menunjukkan sebesar 91% warga yang memilki
asuransi memanfaatkan asuransi kesehatan yang dimilki sedangkan 9%
warga yang memilki asuransi tidak memanfaatkan asuransi kesehatan yang
dimilki.
1.11 Tempat anggota keluarga berbelanja kebutuhan sehari-hari

Berdasarkan

hasil

pengkajian

tentang

tempat

berbelanja

untuk

kebutuhan sehari-hari warga desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 menunjukkan


bahwa sebesar 17% warga berbelanja di pasar tradisional, sebesar 5% warga
berbelanja di pasar modern, dan sebesar 78% warga berbelanja di pedagang
keliling.

2. Health and Social Services


2.1 Pelayanan Kesehatan yang Dipilih saat Mengalami Gejala Demam
Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
sebagian besar keluagra memilih membawa ke puskesmas saat anggota
keluarganya mengalami demam berdarah yaitu sebanyak 39%. Terbanyak
kedua membawa ke Praktik Mandiri (bidan, perawat, dokter) yaitu sebanyak
36%. Sedangkan sisanya keluarga memilih membawa ke rumah sakit (10%),
posyandu (7%), dan lain-lain (8%).
2.2 Kepuasan Terhadap Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
sebagian besar keluarga puas terhadap pelayanan kesehatan yaitu sebanyak
95%. Sedangkan sisaya menyatakan tidak puas yaitu sebanyak 5%.
3. Education
3.1 Pengetahuan Tentang Demam Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga tidak mengetahui tentang demam berdarah yaitu sebanyak
66%. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 34% tidak mengetahui tentang
demam berdarah.
3.2 Pengetahuan Penyebab Demam Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga tahu dan bisa menyebutkan dengan benar penyebab demam
berdarah yaitu sebnayak 75%. Sedangkan sebagian kecil sisanya yaitu
sebanyak 25% keluarga tidak tahu dan salah dalam mendiskripsikan penyebab
demam berdarah
3.3 Pengetahuan Gejala Demam Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga tahu dan bisa menyebutkan dengan benar tantang gejala
demam berdarah yaitu sebanyak 79%. Sedangkan sisanya sebanyak 21% tidak
tahu dan salah dalam menyebutkan gejala demam berdarah.
3.4 Pengetahuan Penanganan Demam Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga tidak tahu dan salah menyebutkan dengan benar tantang
penanganan demam berdarah yaitu sebanyak 59%. Sedangkan sisanya
sebanyak 41% tahu dan benar dalam menyebutkan penanganan demam
berdarah.

3.5 Pengetahuan Pencegahan Demam Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga tidak tahu dan salah dalam menyebutkan dengan benar tantang
pencegahan demam berdarah yaitu sebanyak 58%. Sedangkan sisanya
sebanyak 42% tahu dan benar dalam menyebutkan cara pencegahan demam
berdarah.
4. Politic and Goverments
4.1 Partisipasi Warga dalam Kebijakan Pemerintah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga tidak pernah mengikuti kegiatan penyuluha yaitu sebnayak
57%. Sedangkan sisanya sebayak 43% pernah mengikuti penyuluhan
kesehatan.
5. Communication
5.1 Pelaksanaan Penyuluhan Kesehatan Tentang Demam Berdarah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga menyebutkan bahwa di wilayah ini tidak pernah ada
pelaksanaan penyuluhan kesehatan yaitu sebanyak 71%. Sedangkan sisanya
sebanyak 29% menyatakan tidak pernah ada pelaksanaan penyuluhan
kesehatan.
5.2 Pemberi Penyuluhan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar keluarga menyebutkan pemberi penyuluhan adalag Mahasiswa yaitu
sebanyak 55%, sedangkan sisanya yaitu petugas kesehatan 36% dan kader
posyandu 9%.
5.3 Manfaat Penyuluhan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar merasakan adanya manfaat dari penyuluhan yang diberikan yaitu
sebanyak 86%. Sedangkan sisanya yaitu sebnayka 14% menyatakan tidak
mendapat manfaat dari penyuluhan yang sudah diberikan.
6. PHYSICAL ENVIRONMENT
6.1 Kamar tidur dihuni lebih dari 2 orang

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 mayoritas masyarakatnya yang kamar tidur dihuni > 2
orang sebanyak 38 % dan yang dihuni < 2 orang sebanyak 62 %.

6.2 Jenis sumber air

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 mayoritas masyarakatnya menggunakan jenis sumber air
PDAM yaitu 55 %, sedangkan yang menggunakan Sumur sejumlah 27 %, dan
18 % dari masyarakat menggunakan jenis sumber air yang lain.
6.3 Cara menampung air

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 mayoritas masyarakatnya yang menampung air
menggunakan bak air sebanyak 61 % dan yang menggunakan tandon air 39%.

6.4 Menguras tempat penampungan air dalam satu minggu

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 mayoritas masyarakatnya yang memiliki kebiasaan
menguras tempat penampungan air 1x/minggu sebanyak 41 %, untuk yang
2x/minggu sebanyak 27 %, ada yang menguras tempat penampungan air jika
kotor saja 16 % dan 16 % untuk pilihan yang lainnya.
6.5 Cara membuang sampah

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 mayoritas masyarakatnya memiliki cara kebiasaan
membuang sampah dengan cara di bakar sebanyak 70 %, sedangkan 12 % di
timbun dan selain di bakar juga di timbun ada 18 %.

6.6 Kebiasaan membuang sampah

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 mayoritas masyarakatnya yang memiliki kebiasaan
membuang sampah di kebun sebanyak 63 %, di TPA 23 %, di sungai 0 % dan
selain di tempat tersebut sebjumlah 14 %.
6.7 Melakukan pemilahan sampah

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 mayoritas masyarakatnya tidak melakukan pemilahan
sampah sebanyak 73 % dan yang melakukan pemilahan sampah hanya 27 %.

6.8 Memiliki kebun atau ladang

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 masyarakat yang tidak memiliki kebun atau ladang
sejumlah 56 % dan yang memiliki kebun atau ladang 44 %.
6.9 Jarak kebun atau ladang dari rumah

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 masyarakat yang memiliki kebun dengan jarak dari rumah
< 10 m yaitu 21 %, dengan jarak 10 20 m yaitu 37 %, yang jaraknya > 20 m
yaitu 36 % dan yang 6 % sangat jauh dari rumah.

6.10 Hewan Ternak

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 sebagian masyarakatnya memiliki hewan ternak
sebanyak 54 % dan ada juga yang tidak memiliki sejumlah 46 %. Hewan
ternak tersebut terdiri dari bebek, kucing, sapi, kerbau, ayam, dan burung.
6.11 Membersihkan kandang ternak dalam satu minggu

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 masyarakat yang memiliki hewan ternak membersihkan
kandang ternak setiap hari sebanyak 41 %, yang membersihkan 1-2x/minggu
sejumlah 5 %, untuk 3-4x/minggu sejumlah 16 % dan jika kotor saja
dibersihkan 38 %.

6.12 Membuang limbah ternak

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 yang memiliki hewan ternak dalam pembuangan limbah
ternak ada yang di timbun 11 %, di buat pupuk 63 %, dibiarkan saja 18 %, dan
yang lainnya 8 %.
6.13 Jarak kandang ternak dengan rumah

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa di desa Kalisongo RT 1


dan RT 2 pada RW 4 yang memiliki hewan ternak yang jarak kandang dengan
rumah < 10 m yaitu 73 %, 10 20 m yaitu 19 %, > 20 m yaitu 8 %.

7. SAFETY AND TRANSPORTATIONS


7.1 Jenis transportasi masyarakat menuju ke pelayanan kesehatan

Hasil pengkajian pada desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 tentang jenis


transportasi

yang

digunakan

untuk

mengakses

layanan

kesehatan

menunjukkan bahwa sebesar 78% warga menggunakan sepeda motor, sebesar

13% warga menggunakan mobil, sebesar 4% warga menggunakan angkutan


umum dan sebesar 5% menggunakan yang lain.
8. RECREATIONS
8.1 Tempat hiburan atau rekreasi di wilayah tempat tinggal

Berdasarkan hasil pengkajian di desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 tentang


tempat hiburan atau rekreasi yang terdapat di wilayah tempat tinggal yaitu
sebesar 45% warga mengatakan terdapat tempat hiburan atau rekreasi
dikarenakan mereka sering melakukan rekreasi. Sedangkan sebesar 55%
warga mengatakan tidak terdapat tempat hiburan dikarenakan mereka jarang
bahkan tidak melakukan rekreasi.
8.2 Kegiatan yang dilakukan anggota keluarga ketika waktu luang
Hasil dari pengkajian pada desa Kalisongo RT 1 dan RT 2 tentang
kegiatan yang dilakukan ketika waktu luang yaitusebagian besar warga mengisi
waktu luang dengan bersantai dan berkumpul dengan keluarga dirumah. Hanya
sebagian kecil yang mengisi waktu luang dengan bepergian atau melakukan
rekreasi. Kegiatan yang dilakukan di rumah antara lain menonton TV,
berbincang-bincang dengan keluarga dan lain sebagainya.
OBSERVASI LINGKUNGAN
1. Tipe daerah di wilayah peminatan

Hasil observasi daerah yang menjadi wilayah peminatan praktek profesi


keperawatan komunitas adalah Desa Kalisongo RW IV RT I dan RT II. Tipe
daerahnya yaitu daerah pedesaan.
2. Bahan utama untuk membangun rumah

Hampir semua rumah yang ada di wilayah peminatan, bahan utama


yang digunakan untuk membangun rumah adalah batu bata (96%).
3. Jumlah kamar dalam rumah

Rata-rata jumlah kamar setiap rumah 2-4 kamar (87%), sedangkan


rumah dengan jumlah kamar 1-2 sebanyak 12%, dan sebanyak 1% dengan
jumlah kamar lebih dari 4.

4. Kamar tidur dihuni lebih dari dua orang

Sebagian besar kamar tidur tidak dihuni lebih dari dua orang (75%),
sedangkan sisanya kamar tidur dihuni lebih dari dua orang sebanyak 25%.

5. Jenis lantai dalam rumah

Dari hasil observasi jenis lantai di rumah warga sebagian besar adalah
lantai keramik sebanyak 67%, lantai dengan ubin/semen sebanyak 28%, dan
lantai tanah sebanyak 5%.
6. Kebersihan lantai

Hasil observasi sebagian besar warga menjaga kebersihan lantai terlihat


dari sebanyak 86% lantai rumahnya bersih, dan sekitar 14% rumah dengan
lantai yang tidak bersih.
7. Sumber air

Sebagian masyarakat sudah menggunakan PDAM sebagai sumber air,


sedangkan sisanya masih menggunakan sumur (30%) dan sumber mata air
(16%).
8. Kondisi air

Kondisi air di rumah warga Desa Kalisongo RW IV RT I dan RT II,


sebagian besar airnya bersih (72%), air jernih sebanyak 19%, dan air keruh
sebanyak 9%.

9. Tempat menampung air

Tempat penampungan air di rumah warga Desa Kalisongo adalah bak


air sebanyak 63% dan tandon air sebanyak 32%.

10. Tempat penampungan air memiliki tutup atau tidak

Hanya 34% warga yang tempat penampungan airnya memiliki tutup,


sedangkan sisanya 34% tidak memiliki tutup.
11. Kebersihan kondisi bak penampungan

Kondisi bak penampungan air bersih sebanyak 59% dan bak


penampungan yang tidak bersih sebanyak 30%.
12. Ada jentik atau tidak

Hasil observasi sebagian besar bak penampungan air di rumah warga


tidak ada jentik nyamuk (80%), sedangkan bak dengan jentik nyamuk sebanyak
13%.
13. Frekuensi menguras bak penampungan air

Hampir separuh dari warga Desa Kalisongo selalu menguras bak


penampungan air setiap 1x seminggu. Yang menguras 2x seminggu sebanyak
19%. Sedangkan sisanya 34% ada yang setiap selesai mandi langsung dikuras,
ada juga yang sebulan sekali baru dikuras.
14. Jarak antara sumber air bersih dengan selokan atau air limbah

Hasil observasi didapatkan sebanyak 57% jarak antara sumber air


bersih dengan selokan atau air limbah < 10 meter, sedangkan sisanya 43%
berjarak > 10 meter.

15. Kondisi sirkulasi udara dan ventilasi

Sebagian besar udara di rumah warga sejuk yaitu sebesar 89%, dan
sisanya 11% udaranya pengap.
16. Pencahayaan dan kelembaban

Dari diagram di atas diketahui bahwa pencahayaan dan kelembaban di


rumah warga sebagian besar baik (51%) dan cukup (38%). Sedangkan
pencahayaan dan kelembaban yang kurang sebesar 11%.
17. Ketersediaan MCK

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 74 rumah
(97%)memiliki MCK di rumahnya dan hanya 2 rumah (3%) yang tidak memiliki
MCK.
18. Penggunaan MCK

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 74 rumah
(97%)menggunakani MCK di rumahnya dan hanya 2 rumah (3%) yang tidak
Menggunakan MCK.
19. Ketersediaan Selokan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian
besar terdiri dari 71 rumah (93%) memiliki selokan di rumah mereka, sebanyak
2 rumah (3%) tidak memiliki selokan dan 3 rumah (4%) tidak menjawab ada
tidaknya selokan di rumahnya.

20. Keadaan Selokan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 30 rumah
(39%) keadaan selokan bersih, 22 rumah (28%) keadaan selokan kotor, 12
rumah (15%) keadaan selokan tersumbat, sebanyak 8 rumah (10%) keadaan

selokan banyak sampah, sebanyak 3 rumah (4%) keadaan selokan mengalir


lancar dan 3 rumah (4%) menjawab kondisi selokan selain yang telah
disebutkan.
21. Kepemilikan Kolam

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 72 rumah
(95%)memiliki kolam ikan dirumahnya dan hanya 4 rumah (5%) yang tidak
memiliki kolam ikan.

22. Pemeliharaan Ikan dalam Kolam

Berdasarkan hasil pengkajian pada 4 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang memiliki kolam ternyata 4 rumah (100%) memelihara ikan di
dalam kolam tersebut.
23. Frekuensi Menguras Air Kolam

Berdasarkan hasil pengkajian pada 4 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang memiliki kolam ternyata 4 rumah (100%) membersihkan kolam
3 kali dalam seminggu.
24. Ketersediaan Halaman atau Pekarangan Rumah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 48 rumah
(63%) memiliki halaman atau pekarangan di rumah, 28 rumah (37%) tidak
memiliki halaman atau pekarangan di rumah.
25. Kebersihan Halaman Rumah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 48 rumah
(63%)memiliki memiliki halaman atau pekarangan yang bersih, 28 rumah (37%)
memiliki halaman atau pekarangan rumah yang kotor.
26. Ketersediaan Tanaman di Rumah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 28 rumah
(37%)memiliki tanaman disekitar rumahnya, 48 rumah (63%) tidak memiliki
tanaman disekitar rumahnya.
27. Kepemilikan Hewan Peliharaan di Rumah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 45 rumah
(59%)tidak punyahewan peliharaan, 31 rumah (41%) punya hewan peliharaan.
28. Aktivitas Mengganti Air Minum Hewan Peliharaan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 31 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang memiliki hewan peliharaan dirumah didapatkan hasil bahwa 16
(52%) tidak mengganti tempat air minum hewan peliharannya, selain itu
sebanyak 15 (48%) mengganti tempat air minum hewan peliharaannya.

29. Ketersediaan Tempat Sampah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 53 rumah
(68%)terdapat tempat sampah, dan hanya 25 rumah (32%) yang tidak memiliki
tempat sampah.
30. Aktivitas Pemilahan Sampah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa


Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 58 rumah
(76%)tidak melakukan pemilahan sampah mereka, 18 rumah (24%) memilah
sampah mereka.

31. Kebiasaan Menggantung Baju di Kamar

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 keluarga di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 48
keluarga (64%) sering menggantungkan baju di kamar mereka, 27 keluarga
(36%) tidak menggantungkan baju di rumah mereka.
32. Adanya Barang Bekas di Sekitar Rumah

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 keluarga di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 31
rumah (43%) tedapat barang bekas disekitar rumah, 41 rumah (57%) tidak
terdapat barang bekas disekitar rumah.

33. Kondisi Barang Bekas

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 keluarga di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 12
rumah (35%) tedapat barang bekas dengan keadaan rapi, 22 rumah (57%)
terdapat barang bekas dengan keadaan berserakan.
34. Kondisi Jalan Menuju Layanan Kesehatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 keluarga di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 76
keluarga (100%) mengakses pelayanan kesehatan melalui jalan beraspal.

35. Jarak Rumah dengan Fasilitas Kesehatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 keluarga di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 49
keluarga (64%)memiliki jarak tempuh akses layanan kesehatan > 1 km dan 27
keluarga (36%) memiliki jarak tempuh akses layanan kesehatan < 1 km.
36. Transportasi Menuju Fasilitas Kesehatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 keluarga di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 72
keluarga (95%)menuju fasilitas layanan kesehatan dengan menggunakan
kendaraan pribadi dan 4 keluarga (5%) menuju fasilitas layanan kesehatan
dengan menggunakan angkutan umum.

37. Ketersediaan Sarana Rekreasi

Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 keluarga di RT 1 dan 2 RW 4


desa Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa 38
keluarga (50%) mengetahui adanya sarana rekreasi disekitar rumah mereka
dan 38 keluarga (50%) tidak mengetahui adanya sarana rekreasi disekitar
rumah mereka.

3.4. Analisis Indikator


No
Data Hasil Pengkajian
Lingkungan Fisik
- Keluarga mampu melakukan
pemilahan sampah sebanyak
27%
- Keluarga mampu melakukan
manajemen sampah sebanyak
30% (dibuat pupuk dan diambil
petugas kebersihan)

Nilai Indikator
Permen Lh no 16 Tahun 2011:
- Sampah yang ternagkut
ke TPA > 63%
- Terdapat program
pemilahan sampah
sesuai dengan
karakteristik sifat sampah

Kesimpulan
Aktual

70% warga membuang sampah


dengan dengan cara dibakar
Keadaan selokan 47% bersih
dan mengalir lancar
Sebanyak 57% rumah warga
memiliki barang bekas di sekitar
rumah yang berserakan dan
dapat menampung air hujan
Kebiasaan membersihkan
rumah belum maksimal (17%
warga membersihkan rumah
hanya jika sempat saja)

68% warga menguras bak


mandi
Politik dan Pemerintahan
Program pencegahan DBD:
- Kerja bakti hanya pada even
tertentu
- 4M plus 0%

Kader Jumantik di desa belum


terbentuk 0%

Kunjungan Kader kesehatan:


- Kunjungan setiap minggu 0%
- Kunjungan setiap bulan 18%
- Tidak pernah kunjungan 82%
Komunikasi
- Tenaga kesehatan PKM
melakukan penyuluhan 1
bulan sekali
- Warga mengatakan pernah
dilakukan penyuluhan 29%
- Warga menyatakan pernah
mengikuti penyuluhan 43%
- Pencegahan DBD 64%
- Pengobatan DBD 36%
Pendidikan
Sebanyak 34% warga mengetahui
topik dasar berhubungan dengan
DBD (penyebab, cara pencegahan,
dan cara penanganan DBD)

(plastik, organik) > 80%


rumah
Penyelenggaraan lingkungan
dan sanitasi dasar:
- Pelayanan kesehatan
lingkungan meliputi
Rumah sehat
pedesaan > 65%
- Sanitasi bersih > 80%
- Rumah yang memiliki
Saluran Pembuangan
Air Limbah (SPAL) >
85%
(SPM Kesehatan,2010)
Melakukan kegiatan 3M > 60%

Risiko

Wellness

Melakukan kegiatan
pemberantasan sarang
nyamuk di desa > 60%
meliputi:
- Pelaksanaan 4M plus
- Fogging
- Kerja Bakti
(International Journal
Sustainable Strategic
Manajemen, 2008)
Dilaksanakannya Program PJB
(Pemeriksaan Jentik berkala) >
60%
(International Journal
Sustainable Strategic
Manajemen, 2008)
Minimal kunjungan kader
kesehatan adalah setiap
minggu

Aktual

Penyuluhan kesehatan terkait


demam berdarah >65%

Aktual

Pencegahan DBD 80%-90%

Resiko

Warga mengetahui 80-100%


topik dasar berhubungan
dengan DBD

Aktual

Aktual

Aktual

77% setuju untuk mengikuti


program pencegahan DBD
Kebiasaan yang dilakukan warga
untuk mencegah demam berdarah
sebanyak 68%

Warga mengatakan 80-100%


setuju untuk mengikuti
program pencegahan DBD
Warga melakukan kebiasaan
pencegahan demam berdarah
sebanyak 80-100%

Potensial

Warga melakukan kebiasaan


menguras bak mandi secara
teratur 80-100%

Potensial

Potensial

Value
-

Sebanyak 68% warga


menguras bak mandi secara
teratur

Sebanyak 34% tempat


penampungan air memiliki
penutup

Sebanyak 70% tempat


penampungan air tidak
terdapat jentik nyamuk

Sebanyak 48% warga


mengganti air minum hewan
ternaknya secara teratur

Kebiasaan mengganti air


minum hewan ternak 80-100%

Aktual

Sebanyak 64% warga memiliki


kebiasaan tidak menggantung
baju di luar lemari

Kebiasaan tidak menggantung


baju di luar almari 80-100%

Potensial

Penampungan air harus


memiliki tutup 80-100%

Penampungan air tidak


terdapat jentik nyamuk 80100%

Aktual

Potensial

3.5. Analisis Data


NO DATA
DS:
1
Kader mengatakan tidak
pernah melakukan
penyuluhan dan kunjungan
DO:
29% keluarga tidak
menngetahui manfaat
sanitasi lingkungan
64% masyarakat tidak tahu
cara mencegah DBD
66% warga tidak tahu

ETIOLOGI
Kader mengatakan tidak
pernah melakukan
penyuluhan dan kunjungan

Kurangnya informasi

29% keluarga tidak


menngetahui manfaat
sanitasi lingkungan
64% masyarakat tidak
tahu cara mencegah
DBD

PROBLEM
Defisiensi
Pengetahuan

tentang DBD
59% warga tidak tahu cara
penanganan DBD

DS:
Kader mengatakan tidak
pernah melakukan
penyuluhan dan kunjungan
Kader mengatakan dalam
satu tahun terakhir tidak ada
penyuluhan dan surveillance
DO:
39% responden
berpendidikan SD dan 18%
berpendidikan SMP
Belum terbentuk kader
jumantik di RT 1 dan RT 2
RW 4 Desa Kalisongo
17% warga membersihkan
rumah hanya jika sempat
saja
32% warga tidak menguras
bak mandi
74% masyarakat tidak
memilki asuransi
57% warga tidak ikut
berpartisipasi dalam kegiatan
pencegahan DBD misal
penyuluhan
70% warga tidak melakukan
pemilahan sampah
66% warga tidak menutup
tempat penampungan air
30% bak penampungan tidak
bersih
30% bak terdapat jentik
nyamuknya
38% rumah warga memiliki
pencahayaan dan
kelembaban yang cukup dan
11% memilki pencahayan
dan kelembaban yang
kurang baik.
28% keadaan selokan kotor
dan 15% keadaan selokan
tersumbat
37% halaman/pekarangan

66% warga tidak tahu


tentang DBD
59% warga tidak tahu
cara penanganan DBD

Defisiensi Pengetahuan
Kader mengatakan
tidak pernah
melakukan
penyuluhan dan
kunjungan
Kader mengatakan
dalam satu tahun
terakhir tidak ada
penyuluhan dan
surveillance
39% responden
berpendidikan SD dan
18% berpendidikan
SMP
Belum terbentuk
kader jumantik di RT
1 dan RT 2 RW 4
Desa Kalisongo

Tidak tahu cara


pemeliharaan kesehatan

Perilaku inadekuat

74% masyarakat tidak


memilki asuransi
57% warga tidak ikut
berpartisipasi dalam
kegiatan pencegahan
DBD misal
penyuluhan

6 warga mengalami DBD


dan sekitar 11 sebagai
suspect DBD

Ketidakefektifan
Pemeliharaan Kesehatan

Ketidakefektifan
Pemeliharaan
Kesehatan

rumah yang kotor


52% warga tidak mengganti
tempat minum hewan dari
total warga yang memilki
hewan peliharaan.
76% warga tidak melakukan
pemilahan sampah
64% warga sering
menggantungkan baju di luar
lemari
43% terdapat barang bekas
di sekitar rumah
65% kondisi barang bekas
berserakan.

3.6. Web of Causation (WOC)

3.7. Kisi-kisi perencanaan


No
1.

Diagnosa
Keperawatan
Defisiensi
Pengetahun

Tujuan
Strategi

Rencana Kegiatan
Intervensi

TUM:
Meningkatkan
pengetahuan dan
kemandirian
masyarakat dalam
upaya penanganan
dan pencegahan
DBD
TUK 1:
Meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
mengenai DBD
(80%)

Health
Teaching

Social
Marketing

Memberikan materi
penyuluhan tentang:
1. Definisi, penyebab dan
gejala DBD
2. Proses terjadinya DBD
3. Mekanisme penularan
dan siklus vektor DBD
4. Pemutusan mata rantai
penularan DBD
5. Pencegahan DBD
6. Perawatan DBD
(Algoritma)

1. Memberikan leaflet
kepada masyarakat dan
kader kesehatan
2. Menempelkan poster di
Balai RW dan
Poskesdes
3. Membuat lembar balik
dan memberikannya
kepada kader untuk
dapat digunakan

Struktur

Evaluasi
Proses

Hasil

sebagai media
penyuluhan berikutnya
TUK 2:
Meningkatkan
kemandirian
masyarakat dalam
penanganan dan
pencegahan DBD
(75%)

2.

Ketidakefektifa
n Pemeliharaan
Kesehatan

Delegated
Function

1. Pemilihan kader-kader
educator dari warga RW
4
2. Melakukan pelatihan
kader educator untuk
melakukan penyuluhan
terkait DBD pada warga

Community
Organizing

1. Pembentukan susunan
organisasi kader
educator kesehatan

Delegated
Function

1. Pemilihan kader
simantik dari warga RW
4
2. Melakukan pelatihan
kader simantik untuk
memantau jentik dan
melakukan pelaporan
kepada kader
kesehatan

Community
Organizing

1. Pembentukan susunan
organisasi kader
simantik

TUM:
Warga Desa
Kalisongo mampu
mempertahankan
kesehatannya yang
berhubungan
dengan DBD
TUK 1:
Warga mampu
meningkatkan
upaya pencegahan
DBD

Case
Management

1. Mengajarkan cara
pembuatan dan
penggunaan ovitrap
kepada warga
2. Mengajarkan cara
penggunaan ikanisasi
pada warga

Surveillance

1. Mendatangi rumah
warga untuk melakukan
survey jumlah jentik
2. Memberikan form untuk
pengecekan jentik pada
kader simantik

Investigation

1. Melakukan kunjungan
rumah pada keluarga
dengan kasus baru
DBD

Screening

1. Melakukan screening
warga dengan tanda
dan gejala awal DBD

Refferal
dan 1. Meningkatkan
Follow up
pemahaman
masyarakat tentang
sistem rujukan sesuai
tanda dan gejala DBD
yang dimiliki

3.8. PLAN OF ACTION


1. PELATIHAN KADER KESEHATAN
No
1

Kegiatan
Pendidikan
kesehatan kepada
kader kesehatan
tentang topik dasar
DBD, pelatihan
rample test dan
pelatihan pembuatan
ovitrap
1. Mengucapkan
salam pembuka
2. Menjelaskan
tujuan
penyuluhan
kesehatan
3. Menyebutkan
materi/pokok
bahasan
4. Memberikan
pendidikan
kesehatan
tentang topik
dasar DBD,
rample test dan
manfaat ovitrap
5. Memberikan
kesempatan
kepada peserta
untuk bertanya
6. Memberi
kesempatan
kepada peserta
untuk menjawab

Tujuan
-

Pengetahuan
tentang sikap
pencegahan DB
meningkat
sebesar 80%
Pengetahuan
tentang perilaku
pencegahan DB
meningkat
sebesar 80%
Kader
kesehatan
mampu
melakukann
rample test
dengan benar
80%
Kader
kesehatan
mengerti
tentang fungsi
ovitrap 80%
Kader
kesehatan
mampu
membuat
ovitrap secara
benar 80%

Sasaran
Seluruh
kader
kesehatan
di RW 4
(25 orang)

Bentuk
Kegiatan
Penyuluhan
kesehatan
dan pelatihan
rample test

Waktu dan
Tempat
Waktu:
Kamis, 9 Juli
2015
Pukul 08.00
Tempat:
Balai RW 04
Desa
Kalisongo

Media
Media penyuluhan
Terdiri dari:
PPT
LCD
Flip chart
Bolpoin
Kamera untuk
dokumentasi
Souvenir
Media pelatihan rample
test, terdiri dari:
Stetoskop
Tensimeter
Seperangkat alat
pembuatan ovitrap
Terdiri dari :
a. Botol air mineral
bekas ukuran 1500
mL
b. Kassa nyamuk
ukuran 30x30 cm
c. Karet gelang
d. Plastik berwarna
hitam
e. Air 200 cc

Pelaksana/PJ
Kegiatan
PJ mahasiswa :
1. Amildya D.A
2. Rika Ayu K.H
3. Atika Dyah S.
4. Dhahayuning W.
5. Dewanti Erin S.

Dana
Rp.350.000,-

pertanyaan yang
dilontarkan
7. Menyimpulkan
materi yang
disampaikan
8. Melatih kader
untuk melakukan
rample test
dengan
didampingi fasil
dari mahasiswa
9. Melatih kader
kesehatan untuk
membuat ovitrap
10. Menutup acara

2. PELATIHAN KADER SIMANTIK


No

Kegiatan

Tujuan

Sasaran

1.

Memilih kader simantik


di RW 04 Desa
Kalisongo yang terdiri
dari anak-anak usia
sekolah dasar

Memberdayakan
siswa-siswa SD dan
meningkatkan
kepedulian anakanak terhadap
lingkungan

Anak-anak
usia SD di
RW 04
Desa
Kalisongo

2.

Melakukan buka
bersama dan
penyuluhan tentang
DBD, pelatihan
pembuatan ovitrap,
menjelaskan
mekanisme simantik

- Pengetahuan
kader simantik
tentang topik
dasar DBD
meningkat 80%
- Kader simantik
memahami fungsi
ovitrap dan dapat
membuat ovitrap

Kader
simantik
baru

Bentuk
Kegiatan
Wawancara

Waktu dan
Tempat
Waktu:
Selasa, 30 Juni
2015
Pukul 09.00
Tempat:
Desa Kalisongo
RW4

Penyuluhan,
diskusi,
pelatihan,
buka bersama

Waktu:
Jumat, 3 Juli
2015
Pukul 16.00
Tempat:
Balai RW 4

Media
-

Media penyuluhan, terdiri


dari:
PPT
LCD
Makanan dan takjil
untuk buka bersama
Buku pedoman
simantik

Pelaksana/PJ
Kegiatan
1. Danastri Danniswari
2. Fitri Octavia H.P
3. Dewanti Erin S.

1.
2.
3.
4.

Putri Aneswari
Astri Latunusa
Amildya Dwi A.
Ida Maryati

Dana
-

Rp. 500.000,00

Lembar ceklist survey


jentik

dengan benar
80%
- Menyamakan
persepsi antara
kader simantik
dan fasilitator
yang akan
membimbing dan
mendampingi
simantik survey
ke rumah warga

3.

Melakukan
pendampingan dalam
kegiatan survei jentik

Melakukan evaluasi
kemampuan kader
dalam melakukan
kegiatan
pemeriksaan jentik

Seperangkat alat
pembuatan ovitrap
Terdiri dari :
a. Botol air mineral bekas
ukuran 1500 mL
b. Kassa nyamuk ukuran
30x30 cm
c. Karet gelang
d. Plastik berwarna hitam
e. Air 200 cc
Kader
simantik
baru

Survey ke
warga

Waktu:
Minggu, 12 Juli
2015 dan 2
Agustus 2015
Pukul 09.00
Tempat:
Door to door ke
rumah warga

Rp. 300.000,00

Kaos kader simantik


Senter
Ballpoint
Lembar ceklist survey
jentik
Map plastik

3. IKANISASI
No
1

Kegiatan
Membagikan ikan
kepada warga dan
memberikan informasi
tentang manfaat
ikanisasi

Tujuan
- Seluruh warga
RT 1 dan RT 2
mengetahui
strategi
pengendalian
vector dengan
ikanisasi
- Seluruh warga
RT 1 dan RT 2

Sasaran
Seluruh warga
RT 1 dan RT 2
di RW 4 Desa
Kalisongo
Stakeholder RW
4 Desa
Kalisongo
Bidan desa dan

Bentuk
Kegiatan
Berkeliling
membagikan
ikan door to
door ke rumah
warga

Waktu dan
Tempat
Waktu:
Selasa, 7 Juli
2015
Pukul 12.00
Tempat:
Door to door ke
rumah warga

Media
1. Ember
2. Ikan nila umur 2
bulan
3. Spanduk ikanisasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pelaksana/PJ
Kegiatan
Fitri Octavia H.P
Ida Maryati T.R
Dhahayuning W
Atika Dyah S
Amildya D.A
Rika Ayu K.H
Astri Latunusa
Dewanti Erin S.
Danastri D.

Dana
Rp 300.000

memiliki ikan di
bak mandinya
untuk menekan
perkembangbia
kan vector

perawat desa

4. Monitoring Praktik Penyuluhan oleh Kader Kesehatan


No
1

Kegiatan

Tujuan

Penyuluhan
kesehatan tentang
topik dasar DBD,
pelatihan pembuatan
ovitrap oleh kader
kesehatan

- Pengetahuan
warga
tentang topic
dasar DBD
meningkat
80%
- Warga
mampu
membuat
ovitrap
dengan benar
dan dapat
mengaplikasi
kan di rumah
80%

Sasaran
warga yang
mengikuti
kegiatan PKK

Bentuk
Kegiatan
Penyuluhan,
pelatihan,
diskusi

Waktu dan
Tempat
Waktu:
Minggu, 2
Agustus 2015
Pukul 09.00
Tempat:
Rumah ketua
kader

Media
Media penyuluhan:
1. Flipchart
2. Leaflet
Seperangkat alat
pembuatan ovitrap
Terdiri dari :
f. Botol air mineral
bekas ukuran 1500
mL
g. Kassa nyamuk
ukuran 30x30 cm
h. Karet gelang
i. Plastik berwarna
hitam
j. Air 200 cc

1.
2.
3.
4.
5.

Pelaksana/PJ
Kegiatan
Atika Dyah S.
Putri Aneswari
Astri Latunusa
Dhahayuning W.
Dewanti Erin S.

Dana
Rp 50.000

No
1

Hari/Tanggal/Jam
Jumat, 3 Juli 2015
jam 16.00 WIB

Implementasi
- Melakukan penyuluhan kepada

calon kader simantik (siswa


pemantau jentik) tentang topik dasar
DBD, tugas simantik, dan
mekanisme pelaksanaan simantik
yang dihadiri oleh 16 anak.
Jam 17.00 WIB

- Melakukan pelatihan pembuatan

ovitrap terhadap 16 calon kader


simantik yang hadir
2

Selasa, 7 Juli
2015
jam 09.00 WIB

- Melakukan pelatihan calon kader

simantik cara survey jentik dengan


benar, dihadiri oleh 11 anak
jam 12.00 WIB

- Melakukan ikanisasi dengan

membagikan ikan nila berumur 2


bulan kepada seluruh warga RT 1
dan RT 2 di RW 4 Desa kalisongo
dan memberikan informasi tentang
manfaat ikanisasi. Proses ikanisasi
dibantu oleh 11 calon kader
simantik.
3

Kamis, 9 Juli 2015


Jam 10.00 WIB

Memberikan penyuluhan terkait topik


dasar DBD, pelatihan rample test,
dan pelatihan pembuatan ovitrap
terhadap kader kesehatan yang
dihadiri oleh 4 orang kader.

Minggu, 12 Juli
2015
Jam 09.00 WIB

Melakukan pendampingan kader


simantik melakukan survey jentik
perdana di rumah warga RT 1 RW 4
Desa Kalisongo, dihadiri oleh 9 anak

TT

kader simantik.
5

Minggu, 2 Agustus
2015
09.00 WIB

- Memonitor kader yang melakukan

penyuluhan terkait topik dasar DBD,


pelatihan rample test dan pelatihan
pembuatan ovitrap terhadap warga
yang mengikuti kegiatan PKK yang
dihadiri oleh.
- Memonitor kader simantik untuk

melakukan survey jentik ke rumah


warga yang dihadiri oleh 9 anak
kader

3.9 EVALUASI
No Diagnosa Tanggal/Jam

Evaluasi
S:
- Perijinan kpd perawat dan bidan
desa serta ketua kader
posyandu telah dilakukan
- Media dan alat pembuatan
ovitrap telah disiapkan
- Warga dan kader posyandu
banyak bertanya tentang
kegunaan dan fungsi serta
tempat meletakkan ovitrap
O:
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan kegunaan dan
fungsi ovitrap
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan cara pembutan
dan implementasi pembuatan
ovitrap
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan dan
mengimplementasikan
penempatan ovitrap yang tepat
A: masalah teratasi
P: Rencana tindak lanjut dari
pihak PKM dan desa untuk
melanjutkan program ovitrap
S:
- Perijinan kpd perawat dan bidan
desa serta ketua kader
posyandu telah dilakukan
- Media dan alat pembuatan
ovitrap telah disiapkan
- Warga dan kader posyandu
banyak bertanya tentang
kegunaan dan fungsi serta
tempat meletakkan ovitrap
O:
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan kegunaan dan
fungsi ovitrap
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan cara pembutan
dan implementasi pembuatan
ovitrap
- Sebanyak 70% warga dan

TT

kader posyandu mampu


menjelaskan dan
mengimplementasikan
penempatan ovitrap yang tepat
A: masalah teratasi
P: Rencana tindak lanjut dari
pihak PKM dan desa untuk
melanjutkan program ovitrap
S:
- Perijinan kpd pihak sekolah
SDN kalisongo telah dilakukan
- Media dan alat pembuatan
ovitrap telah disiapkan
- Sismantik banyak bertanya
tentang kegunaan dan fungsi
serta tempat meletakkan ovitrap
O:
- Sebanyak 70% sismantik
mampu menjelaskan kegunaan
dan fungsi ovitrap
- Sebanyak 70% sismantik
mampu menjelaskan cara
pembutan dan implementasi
pembuatan ovitrap
- Sebanyak 70% sismantik
mampu menjelaskan dan
mengimplementasikan
penempatan ovitrap yang tepat
A: masalah teratasi
P: Rencana tindak lanjut dari
pihak PKM, desa, dan sekolah
sismantik untuk melanjutkan
program ovitrap

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1

Diagnosa

keperawatan

komunitas

Kesiapan

Meningkatkan

Pengetahuan b.d mengungkapkan minat dalam pembelajaran.


Setelah dilakukan implementasi pada diagnosa yang pertama ini, dapat
dikatakan masalah teratasi sebagian. Hal ini dibuktikan dari hasil pretest dan
posttest yang didapatkan dari hasil wawancara pada saat sebelum dan
sesudah

dilakukan

pengetahuan.

intervensi

Intervensi

yang

menunjukkan
diperlukan

adanya
untuk

perubahan
mengatasi

tingkat
masalah

keperawatan diatas diperlukan beberapa strategi, antara lain : Health


Education, Community Organising, Delegated Function, Social Marketing, Ref
erral and Follow Up. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Strategi I (Health Education)
Intervensi yang dilakukan pada strategi ini adalah penyuluhan
kesehatan pada warga dan juga kader kesehatan tentang Demem Berdarah
(DBD). Program ini diadakan di lingkup Dusun Loandeng, Desa Kalisongo,
Kecamatan Dau, khususnya RW 4 dan kegiatan ini diadakan bersamaan
dengan kegitan warga seperti pengajian dan dasawisma. Hasil yang
didapatkan dari program tersebut tergolong baik, karena pada saat acara
berlangsung peserta yang hadir dapat dapat mengimplementasikan materi
pelatihan yang telah diajarkan.
Faktor pendukung dalam intervensi ini adalah penerimaan yang baik
dari pertisipan dan rasa keingintahuan yang tinggi serta keaktifan peserta
menyampaikan pendapatnya dalam kegiatan diskusi. Sedangkan faktor
penghambatnya adalah sulitnya mengumpulkan semua peserta yang
diundang secara lengkap dan hanya bisa dilakukan pada jam tertentu
karena sebagian besar peserta memiliki kesibukan masing-masing.
b. Strategi II (Community Organising)
Intervensi yang dilakukan pada strategi ini adalah Pelatihan kader
tentang pemberantasan sarang nyamuk. Pelatihan kader adalah suatu
proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan keterampilan tertentu
serta sikap agar kader semakin terampil dan mampu melaksanakan
tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar (Tanjung,

2003). Dalam hal ini dengan pelatihan kader diharapkan dapat memberikan
pengetahuan yang lebih baik tentang pemberantasan sarang nyamuk.
Dalam pelaksanaan pelatihan kader tentang pemberantasan sarang
nyamuk dihadiri oleh 4 orang kader kesehatan. Hasil yang didapatkan dari
pelatihan

kader

ini

didapatkan

kemampuan

kognitif/

peningkatan

pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk didapatkan hasil


pretest bahwa peserta masih belum mampu menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh pemateri dan setelah pelaksanaan pelatihan kader peserta
mampu menjawab dan mengaplikasikan materi yang disampaikan.
Faktor pendukung dalam pelatihan kader adalah pihak perangkat Desa
Kalisongo dan tenaga kesehatan setempat menyambut baik dan antusias
terhadap acara, media dan materi penyuluhan selesai tepat waktu dan
sesuai dengan materi yang akan disampaikan, peserta aktif menyampaikan
pendapatnya dalam kegiatan diskusi, peserta aktif mengajukan pertanyaan
saat proses tanya jawab dibuka, tidak ada distraksi selama pemaparan
materi penyuluhan kepada peserta, dan peserta mengikuti kegiatan
penyuluhan dari awal sampai akhir. Sedangkan faktor penghambat dari
pelatihan kader adalah sulitnya mengumpulkan kader secara lengkap.
c. Strategi III (Delegated Function)
Intervensi yang dilakukan pada strategi ini adalah melakukan pelatihan
kepada kader kesehatan yang ada di RW 4 Dusun Loandeng Desa
Kalisongo, sehingga pada saat kegiatan warga kembali aktif (setelah
lebaran) maka kader kesehatan bertugas memberikan penyuluhan tentang
Demam berdarah dan pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan
materi yang didapat dalam pelatihan.
Pelatihan yang diberikan kepada kader kesehatan meliputi pemberian
materi

mengenai

demam

berdarah

dan

penanganannya,

serta

pemberantasan sarang nyamuk. Pelatihan identifikasi awal gejala demam


berdarah dengan rempel tes dan pembuatan ovitrap.
Faktor pendukung dari pelatihan kader adalah penerimaan yang baik
dari kader kesehatan setempat dan keingintahuan kader terhadap demam
berdarah. Sedangkan faktor penghambat dari kegiatan ini adalah sulitnya
mengumpulkan kader secara lengkap.
d. Strategi IV (Social Marketing)
Intervensi yang dilakukan pada strategi ini adalah membuat media promosi
kesehatan sebagai alat bantu promosi kesehatan yang dapat dilihat dengan

menggunakan media cetak sebagai media statis dan mengutamakan


pesan-pesan visual yang dihasilkan dari proses percetakan, bahan baku
dasarnya maupun sarana penyampaian pesannya menggunakan kertas
berupa leaflet dan Poster tentang demam berdarah dan pemberantasan
sarang nyamuk sebagai bentuk promosi iklan luar ruang yang ditempel di
tempat tertentu yang mudah dijangkau dan ramai dikunjungi orang.
Sebelum membuat Media Promosi Kesehatan, mahasiswa melakukan
konsultasi dan koordinasi dengan penanggung jawab program Promosi
Kesehatan Puskesmas Dau. Kemudian dibuat media Promosi Kesehatan
dan didapatkan hasil 50 lembar leaflet tentang bahaya demam berdarah
dan pemberantasan sarang nyamuk dan 2 lembar poster tentang bahaya
demam berdarah dan pemberantasan sarang nyamuk. Strategi ini dapat
berjalan dengan baik karena banyak faktor pendukungnya, yaitu koordinasi
yang baik antara mahasiswa dengan dengan penanggung jawab program
Promosi Kesehatan Puskesmas Dau, materi tentang bahaya demam
berdarah dan pemberantasan sarang nyamuk yang sudah banyak dibahas
dalam jurnal ilmiah dan adanya program aplikasi pembuatan media seperti
Photo Shop sehingga mempermudah dalam pembuatan media leaflet dan
Poster.

4.2

Diagnosa Keperawatan Komunitas II : Ketidakefektifan Pemeliharaan


Kesehatan b.d Ketidakcukupan Sumber Daya
Setelah dilakukan implementasi pada diagnosa yang kedua ini, dapat
dikatakan masalah teratasi sebagian. Hal ini dibuktikan dari setiap hasil
pretest, posttest yang didapatkan dari wawancara sebelum dan sesudah
dilaksanakan intervensi menunjukkan nilai lebih dari indikator yang telah
ditetapkan. Intervensi yang diperlukan untuk mengatasi masalah perilaku
kesehatan cenderung beresiko (kurangnya menjaga kebersihan lingkungan,
kebiasaan menguras kamar mandi yang belum maksimal dan pencegahan
terhadap perkembangbiakan nyamuk aedes aegepty) diperlukan beberapa
strategi tambahan, antara lain : Surveillance, (Health Education) Penyuluhan,
Screenning (Ikanisasi), dan (Community Organizing) Pembentukan kader siswa
pemantau jentik,
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Strategi I (Delegated Fungtion / Pembentukan Kader Simantik )

Setelah dilakukan implementasi pada diagnosa yang kedua ini,


dapat dikatakan masalah teratasi. Intervensi yang dilakukan pada strategi
ini adalah pembentukan kader simantik (siswa pemantau jentik). Dalam
pembentukan kader simantik ini diajarkan cara menghitung angka bebas
jentik, mengisi formulir pemantau jentik, dan melihat jentik pada tempat
penampungan air di setiap rumah warga. Pemilihan kader dipilih sesuai
dengan kriteria yaitu :
1) Bersedia menjadi kader simantik
2) Berada pada kelas 4, 5 dan 6 SD
3) Mampu bekerja sama dan memiliki tanggung jawab terhadap tugas
Dalam pembentukan kader simantik ini dihadiri sebanyak 9 anak
yang berasal dari RT 01-05 RW 04 lingkup Dusun Loandeng Kecamatan
Dau Desa Kalisongo. Kegiatan simantik ini diadakan seminggu sekali untuk
mengunjungi rumah warga. Hasil yang didapatkan dari pemantauan jentik
jentik ini terdapat jentik pada beberapa rumah warga.
Faktor pendukung dalam pembentukan kader simantik ini adalah
pihak perangkat Desa Kalisongo, tenaga kesehatan, kader kesehatan
menyambut baik dan mendukung dengan adanya pembentukan kader
simantik harapannya kader simantik bisa berjalan dengan baik sesuai target
agar setiap rumah warga bebas dari jentik. Sedangkan untuk faktor
penghambat adalah kurangnya antusias anak-anak lain untuk dijadikan
sebagai kader simantik karena jumlah rumah warga yang banyak, oleh
karena itu membutuhkan kader yang banyak agar pembagian tiap rumah
warga dengan simantik seimbang sehingga dapat manghasilkan yang
optimal.
b. Community Organizing (Pembentukan Ketua Simantik)
Setelah dilakukan implementasi pada diagnosa yang kedua ini,
dapat dikatakan masalah teratasi. Intervensi yang dilakukan pada strategi
ini adalah pembentukan ketua kader simantik sesuai dengan kriteria yaitu :
1) Bersedia menjadi ketua kader simantik
2) Memiliki kemampuan untuk mengkoordinasikan anggota kader
simantik
3) Memiliki tanggung jawab terhadap tugas dan anggotannya
Faktor pendukung pada strategi ini adalah siswa yang berada pada
tingkat atas, yaitu siswa yang berada pada kelas 6 bersedia secara sukarela
menjadi ketua kader dan bersedia mengumpulkandan mengingatkanteman
mengenai tugas yang harusndilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai