PENDAHULUAN
1.1
Virus Dengue (Arbovirus) yang masuk ketubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty
(Suriadi & Yuliani,2001). Demam Berdarah Dengue adalah penyakit virus berat yang
ditularkan oleh nyamuk endemik (Aedes Aegypty) dibanyak Negara Asia Tenggara &
Selatan, Pasifik & Amerika Latin. Ditandai dengan meningkatnya Permeabilitas
pembuluh darah, hipovolemia dan gangguan mekanisme pembuluh darah. Wabah
hebat terjadi saat penyakit menyebar kedaerah baru dengan angka serangan tinggi
pada orang-orang yang rentan. Demam Berdarah Dengue ini merupakan infeksi
yang berhubungan dengan bepergian, yang sering terjadi pada turis dari negera non
endemik. Penyakit Demam Berdarah Dengue ini ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypty yang terutama memiliki habitat perkotaan dan mendapat virus sewaktu
menghisap darah manusia yang terinfeksi (Infektip setelah 8-10 hari).
DBD bukan hanya menyerang anak-anak tetapi orang dewasa juga. Di
Indonesia DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) cenderung meningkat pada musim
hujam. Kejadian luar biasa terutama di Indonesia dilaporkan oleh Dr. David Baylon
di Batavia (Jakarta) 1779. Hampir seluruh provinsi terjangkit penyakit DBD dan
hampir tiap tahun terjadi wabah meskipun bergantian dari satu kota ke kota lain.
Pada tahun 1988 terjadi wabah meluas diseluruh tanah air. Namun Demam
Berdarah baru dikenal pada tahun 1968 dalam KLB di Jakarta & Surabaya dengan
angka kematian sangat tinggi sekitar 41,3%. Demam Berdarah Dengue pada
hakekatnya adalah penyakit akibat urbanisasi dan dipengaruhi oleh mobilitas sangat
tinggi. Urbanisasi menyebabkan berjejalnya penduduk perkotaan yang akan
menurunya kualitas sanitasi dan timbulnya tempat pembiakan nyamuk Aedes
Aegypty. Dari tahun 1955 sampai dengan t a h u n 2007 jumlah penderita DBD
diseluruh dunia sangat meningkat sekali dari 908 jiwa mencapai 9.25.896 jiwa
(WHO 2009).
Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Wisata DAU angka kejadian DBD
di Desa Kalisongo pada tahun 2015 berjumlah 13 orang penderita. Meskipun angka
kejadian DBD di Desa Kalisongo tidak setinggi angka kejadian penyakit menular lain
seperti ISPA dan Malaria, tetapi penyebaran virus penyakit DBD patut diwaspadai
oleh masyarakat karena Desa Kalisongo merupakan daerah endemik. Tindakan
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
(DBD) ?
8. Bagaimana penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
9. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
1.3
1.
2.
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk mengetahui epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Dengue (DBD)
Untuk mengetahui penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan Demam Berdarah Dengue
(DBD)
1.4
1.
Manfaat Penulisan
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan asuhan keperawatan komunitas
dengan pemberian pendidikan kesehatan khususnya tentang demam berdarah
2.
dengue (DBD).
Dapat dijadikan bahan penyuluhan bagi Puskesmas Wisata DAU pada
3.
mengenai
perilaku
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI DEMAM BERDARAH
a. Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dandewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanyamemburuk
setelah dua hari pertama. (Mansjoer, 2001)
b. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita;
2000; 419).
c. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
d. Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama
yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tandatanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan
dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
kematian. (Rohim dkk, 2002 ; 45)
2. KLASIFIKASI DEMAM BERDARAH
perdarahan lain.
c. Derajat III
: Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV
: Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah tidak dapat diukur.
Menurut WHO, klasifikasi kasus Dengue yang disepakati sekarang adalah
(Kementerian Kesehatan RI, 2010) :
1) Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs)
2) Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs)
3) Dengue berat (severe Dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Dengue probable :
Bertempat tinggal/bepergian ke daerah endemic dengue
Demam disertai 2 dari hal berikut :
- Mual, muntah
- Ruam
- Sakit dan nyeri
- Uji torniket positif
- Leukopenia
- Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
- Nyeri perut atau kelembutannya
- Muntah berkepanjangan
- Terdapat akumulasi cairan
- Perdarahan mukosa
- Letargi, lemah
- Pembesaran hati >2 cm
- Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas)
Kriteria dengue berat :
diagnosis,
sensitivitas
uji
ini
sebesar
30%
sedangkan
a. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney)
maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Suharso, 1994)
b. Vector
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang
lainnya (Mansjoer & Suprohaita; 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)
semakin
mudah
nyamuk
Aedes
lingkungan
berperan
besar
dalam
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7
hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrome
(Depkes RI,
2006)
a. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung
demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya. (Suharso, 1994)
b. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita . (Suharso, 1994)
c. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura (Suharso, 1994; 39).
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan
gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah,
1995)
d. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin
pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
(Suharso, 1994)
e. Trombositopenia
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah
150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit.
f. Kenaikan Nilai Hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap
terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik.
pelana.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis atau purpura
Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai
-
mendapat
terapi
asistes
cairan,
atau
hipoproteinemia.
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis,
dan fase pemulihan.
Fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema
kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus
ditemukan nyeri tenggorokan, injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam
dan perdarahan gastrointestinal.
Fase kritis
Terjadi pada hari 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni
progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis
membaik. (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Kebocoran plasma
masuk hipotalamus
Mengacaukan termoregulasi
Hipertermi
peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2o
Hipovolemi
Ke ekstravaskuler
Paru-paru
efusi pleura
Hepar
Abdomen
Hepatomegali
Resiko
Ketidakefektifan
pola nafas
Agregasi Trombosit
Trombositipeni
Koagulopati
Perdarahan
Perdarahan
GI
Gusi
Hematemesis
Kapiler
Petekie
Kulit
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
Ekimosis
Mimisan
Mual,muntah
Resiko
ketidakseimbanga
n elektrolit
Hipoxia jaringan
Metabolisme anaerob
Melena
Penimbunan asam laktat
Anemia
Acites
Nyeri
Akut
6. Pemeriksaan Diagnosis Demam Berdarah
Pemeriksaan diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) yang dapat dilakukan
untuk menegakkan DHF yaitu dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan hasil anatara lain:
- Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%)
leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF
-
IKA, 1994).
Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah:
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari
1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi
pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut >
1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari
pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam
Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.
Trombosit menurun.
HB meningkat lebih 20 %
HT meningkat lebih 20 %
Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
Protein darah rendah
Ureum PH bisa meningkat
NA dan CL rendah
kurangdari 1-2
berkurang.
Berkurangnya
jumlah
trombosit
dalam
darah
akan
perdarahan
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif
menandakan infeksi primer.Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas
pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, dan
harganya relatif lebih mahal.
Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh antihuman IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa
(Suroso dan Torry Chrishantoro,2004).
10. Uji neutralisasi ( Neutralization test = N test)
Uji neutralisasi ( NT) adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque
Redustion Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari
plaque yang terjadi saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalm serum
hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi
komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 th). Uji neutralisasi juga rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi
DHF
adalah
bersifat
suportif
dan
simtomatis.
Pulang
Evaluasi 15menit
O2 2-4l/menit
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic
Fever (DHF) sedang kadang kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang
tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan
kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit
( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203)
yaitu:
-
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang)
atau kejangkejang.
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet
positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV
meningkat.
3.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus
yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam
kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
Obat-obatan lain :
-
Dengan renjatan:
2. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III
dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan
sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan
tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang
maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum
membaik dilanjutkan cairan RL sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi
renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi
cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam.
Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika
keadaan umum membaik dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan
sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan
pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik tetapi
tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL
dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1 jam
tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu dikonsultasikan ke
bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang dibutuhkan apabila sudah
sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu monitor dengan pemasangan
CVP, gunakan obat Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam
belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka klien
ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini
perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.
g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam
belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral
dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi.
Untuk kasus kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam
pikirkan bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini
klien perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.
Penatalaksanaan Untuk Pasien Dewasa
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau Istalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit dan tempat perawatan lainnya untuk dipakai sebagai petunjuk
dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat. Manifestasi perdarahan pada pasien
DBD pada fase awal mungkin masih belum tampak, demikian pula hasil pemeriksaan
darah tepi (Hb, Ht, lekosit dantrombosit) mungkin masih dalam Batas-Batas normal,
sehingga sulit membedakannya dengan gejala penyakit infeksi akut lainnya.
Perubahan ini mungkin terjadi dari saat ke saat berikutnya. Maka pada kasus-kasus
yang meragukan dalam menentukan indikasi rawat diperlukan observasi/ pemeriksaan
lebih lanjut. Pada seleksi pertama diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
danpemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan Hb, Ht, dan jumlah trombosit.
Indikasi rawat pasien DBD dewasa pada seleksi pertama adalah
1. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan.
2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok
3. DBD tanpa perdarahan masif dengan
a. Hb, Ht, normal dengan trombosit < 100.000/pl
b. Hb, HT yang meningkat dengan trombositpenia < 150.000/pl
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dantrombosit dalam batas
nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol ke poliklinik Rumah Sakit
dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien rnemburuk agar segera
kembali ke Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan. Sedangkan pada kasus yang
meragukan indikasi rawatnya, maka untuk sementara pasien tetap diobservasi di
Puskesmas dengan aniuran minum yang banyak, serta diberikan infus ringer laktat
sebanyak 500cc dalam empat jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht
dan trombosit.
Pasien di rujuk apabila didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/pl atau
2. Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit kurang dari 150.000/pl
Pasien dipulangkan apabila didapatkan nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah
trombosit lebih dari 100.000/pl dandalam waktu 24 jam kemudian diminta kontrol ke
Catatan :
1. * Tatalaksana pasien dengan stok lihat Protokol 5
2. Observasi monitor keadaan umum, nadi, pernafasan, diuresis, minimal tiap 4 jam
3. Pulang :
tanda syok dini yang harus segera dicurigai apabila pasien tampak gelisah, atau
adanya penurunan kesadaran, akral teraba lebih dingin dan tampak pucat, serta
jumlah urin yang menurun kurang dari 0,5ml/kgBB/jam. Gejala-gejala diatas
merupakan tanda-tanda berkurangnya aliran/perfusi darah ke organ vital tersebut.
Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik
kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat dankecil.
Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan syok harus segera diberikan.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif (perdarahan
dengan jumlah darah 4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit < 100.000/pl, dengan
atau tanpa koagulasi intravaskular disseminata (KID). Pasien DBD dengan
trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi suspensi trombosit.
Pasien dapat dipulang apabila
a. Keadaan umum /kesadaran danhemodinamik baik, serta tidak demam
b. Pada umumnya Hb, Ht danjumlah trombosit dalam batas normal serta stabil dalam
24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit belum
mencapai normal (diatas 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan.
Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau trombosit
belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke poiliklinik dalam waktu 1x24 jam
atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar segera dibawa ke UGD
kembali.
1. Catatan : Pulang
jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti inijumlah dan
kecepatan pemberian cairan ringer laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa renjatan
lainnya 500 ml setiap 4 jam. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah
urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok
sedini mungkin. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostase harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda KID.
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma (FFP)
diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan
PTT yang memanjang), Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g
%. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan spontan dan
masif dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000 ipl disertai atau tanpa KID.
Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostase diuiang 24 jam kemudian,
sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan hemostase dikerjakan bila masih ada
perdarahan. Penderita DBD dengan gejaia-gejala tersebut diatas, apabila dijumpai di
Puskesmas perlu dirujuk dengan infus. Idealnya menggunakan plasma expander
(dextran) 1-1,5 liter/24jam. Bila tidak tersedia, dapat digunakan cairan kristaloid.
Pada Fase awal ringer laktat diberikan sebanyak 20 ml/kgBB/jam (infus cepat/guyur)
dapat dilakukan dengan memakai jarum infus yang besar/nomor 12), dievaluasi
selama 30-120 menit. Syok sebaiknya dapat diatasi segera/secepat mungkin dalam
waktu 30 menit pertama. Syok dinyatakan teratasi bila keadaan umum pasien
membaik, kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik, tekanan sistolik 100 mmHg
atau lebih dengan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekwensi nadi kurang dari
100/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat, serta
diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam.
Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian ringer laktat selanjutnya dapat dikurangi
menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 60-120 menit berikutnya. Bila keadaan
klinis stabil, maka pemberian cairan ringer selanjutnya sebanyak 500 cc setiap 4 jam.
Pengawasan dini kemungkinan terjadi syok berulang harus dilakukan terutama dalam
waktu 48 jam pertama sejak terjadinya syok, oleh karena selain proses patogenesis
penyakit masih berlangsung, juga sifat cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang
menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam dari saat pemberiannya. Oleh karena
itu apabila hemodinamik masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30/o dianjurkan
untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1,
sedangkan bila nilai Ht kurang dari 30 vol % hendaknya diberikan transfusi sel darah
merah (packed red cells)
Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid dan ternyata
syok masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segera diberikan cairan koloid.
Bila hematokrit kurang dari 30 vol% dianjurkan diberikan juga sel darah merah. Cairan
koloid diberikan dalam tetesan cepat 10-20 ml/kgBB/jam dan sebaiknya yang tidak
mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme
pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah
besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal
sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam.
Komplikasi
5. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah
trombosit
(trombositopenia)
<100.000
/mm
dan
koagulopati,
kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan
hiponatremia (bila mungkin periksa kadar amoniak darah).
7. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
8. Disorientasi, prognosa buruk
9. Dengue Syok Syndrome (DSS) merupakan kegagalan peredarah darah pada
pasien DHF karena kehilangan plasma dalam darah akibat peningkatan
permeabilitas kapiler darah. Syok terjadi apabila darah sudah semakin
mengental karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah.
DSS dapat terjadi pada DHF derajat III dan derajat IV. Pasien DHF derajat III
mengalami syok, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun,
pasien gelisah, sianosis di sekitar mulut, kulit teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung hidung, jari tangan, dan kaki. Pada pasien DHF derajat
IV pasien menagalami syok dengan tanda yaitu penurunan tingkat
kesadaran, denyut nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak terukur
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
10. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran
plasma
yang
mengakibatkan
hemostasis
Gagal ginjal akut pada umumnya terjai pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah
syok teratasi . Diuresis diusahakan >1 ml/kgBB/jam. Oleh karena bila syok
belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat seringkali dijumpai acute
tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin.
14. Oedem Paru
Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan oedem paru oleh karena pembesaran plasma masih terjadi.
Akan tetapi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS AGGREGATE DHF DI DUSUN LOANDENG
DESA KALISONGO KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG
Asuhan keperawatan komunitas dilaksanakan oleh mahasiswa profesi jurusan
keperawatan FKUB melalui praktek keperawatan di masyarakat yang dimulai pada
tanggal 8 Juni 2015 sampai 8 Agustus 2015. Kelompok mendapatkan tempat praktek
di Dusun Loandeng, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Sampel
penelitian sebanyak 79 sampel yang diambil dari RT 01 dan RT 02 pada RW 04 Dsn
Loandeng.
3.1 Tahap Persiapan
Keperawatan komunitas merupakan salah satu departemen dalam pendidikan profesi keperawatan dengan kegiatan yang difokuskan pada praktek lapangan, namun tidak mengesampingkan tugas jaga mahasiswa di Puskesmas Dau,
Kabupaten Malang. Kelompok melakukan pengkajian pada daerah binaan didasarkan pada penemuan penderita Demam Berdarah Dengue di wilayah RW 04
tepatnya di RT 01 dan RT 02 Dusun Loandeng, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau.
Kalompok dalam melakukan pengkajian di daerah binaan berkoordinasi dengan
pembimbing lahan dan pembimbing akademik terkait masalah DBD di lingkungan
komunitas tersebut.
Setelah mendapatkan pengarahan dari pembimbing akademik dan lahan,
agregat yang dijadikan sasaran adalah warga yang berisiko mengalami DBD serta
warga yang memiliki riwayat DBD. Berdasarkan saran dari petugas kesehatan
lingkungan dan promosi kesehatan di puskesmas Dau, mahasiswa mendapatkan
daerah binaan Desa Kalisongo Dusun Loandeng di wilayah RW 04 tepatnya di
RT01 dan RT02. Mahasiswa memberikan surat pengantar kepada camat Dau,
kepala desa Kalisongo, ketua dusun Loandeng, ketua RW 04, dan ketua RT01 dan
RT02. Sebelum melakukan pengkajian, mahasiswa membuat kuesioner yang akan
diisi oleh
memperoleh data sekunder dari stakeholder seperti kepala desa, ketua dusun,
ketua RW, ketua RT, kader posyandu, perawat dan bidan desa. Setelah itu kelompok menentukan jumlah sampel yang akan dilakukan intervensi.
Pada minggu ke-1, dimulai sejak tanggal 8 Juni 2015 sampai 14 Juni 2015,
kami melakukan perijinan kepada pihak kecamatan, desa, dusun, RW dan RT
untuk melakukan pengkajian dan penggalian data tentang masalah kesehatan di
wilayah Dusun Loandeng, Desa Kalisongo. Pada minggu ke-1, tanggal 11-12 Juni
2015, kelompok menyebarkan kuesioner kepada warga dengan sampel 79 KK
yang ada di RT 01 dan RT 02.
Pengkajian didasarkan pada kuisioner yang telah dibuat sebelumnya
dengan menggunakan model pengkajian Anderson, yang meliputi pengkajian terhadap 4 core problem dan 8 subsystem. Pengumpulan data dilakukan melalui
purposive sampling. Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data melalui
editing, coding, data entry, dan tabulasi. Data yang telah diolah kemudian disajikan
dalam bentuk diagram pie. Dari data yang ada kemudian dibuat bagan permasalahan (web of causation) yang akhirnya ditemukan beberapa masalah keperawatan.
3.2 Tahap Pengkajian
3.2.1 Gambaran Wilayah Desa Kalisongo
Desa Kalisongo secara integral tidak terpisahkan dari sistem perwilayahan
kecamatan Dau. Luas Wilayah Desa Kalisongo adalah 396.593 Ha. Desa
Kalisongo terdiri dari 4 dusun yaitu Dusun Kuso, Loandeng, Kucur, dan Sumberjo.
Desa Kalisongo merupakan salah satu dari 10 Desa yang ada di Kecamatan Dau
dan berbatasan dengan Kota Malang. Kabupaten Malang dan Kota Batu dengan
batas desa sebagai berikut :
Sebelah utara
: Desa Karangwidoro
Sebelah selatan
: Kecamatan Sukun
Sebelah barat
: Desa Kucur
Sebelah timur
: Kota Malang
yang
lain yaitu akibat air yang menggenang dan baju yang digantung, sedangkan
sisanya sebanyak 15% mengatakan tidak mengetahui penyebab DBD.
2.4 Kepercayaan mengenai Pencegahan DBD
lingkungan,
20%
mempercayai
dengan
melakukan
3M,
9%
membersihkan
rumah
dan
lingkungan,
33%
diantarannya
panas, batuk, pilek. Hal ini dikarenakan efek dari musim penghujan dan udara
yang dingin sehingga banyak warga yang mengeluhkan batuk dan pilek.
Sedangkan ada beberapa warga yang mengungkapkan memiliki penyakit kronis
seperti hipertensi, diabetes mellitus, stroke, lumpuh layu yang sebagian besar
diderita oleh warga yang berusia antara dewasa sampai lansia. Selain itu terdapat
pula beberapa yang menderita demam berdarah. Penyakit demam berdarah mulai
bermunculan di wilayah ini dan sebagian besar yang terkena demam berdarah
tinggal secara berdekatan (antar tetangga). Terdapat pula sebagian kecil lainnya
warga yang menderita amandel, gastritis, asam urat dan kolesterol tinggi, sesak
nafas, serta cikungunya.
4.2 Keluhan yang Dirasakan Keluarga Saat Ini
Berdasarkan hasil pengkajian pada 76 rumah di RT 1 dan 2 RW 4 desa
Kalisongo yang sebelumnya telah dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat 27
keluarga (35,53%) yang merasakan adanya keluhan kesehatan saat ini. Keluhan
yang dirasakan sebagian besar adalah panas, batuk, dan pilek. Sedangkan sebagian kecil sisanya secara merata keluarga mengeluhkan gastritis, hipertensi, nafsu
makan anak menurun. Namun banyak juga warga yang saat ini tidak merasakan
adanya keluhan kesehatan yaitu sebanyak 49 keluarga (64,47%).
4.3 Riwayat Masuk Rumah Sakit karena Demam Berdarah
yang sakit yaitu sebesar 77%, sedangkan 23% sisanya keluarga tidak berhasil
dalam melakukan pengobatan pada anggota keluarganya.
SUBSYSTEM
1. Economic
1.1 Pekerjaan sampingan yang dimiliki anggota keluarga
sebagian
besar
yaitu
sebesar
88%
tidak
memilki
dana
Berdasarkan
hasil
pengkajian
tentang
tempat
berbelanja
untuk
yang
digunakan
untuk
mengakses
layanan
kesehatan
Sebagian besar kamar tidur tidak dihuni lebih dari dua orang (75%),
sedangkan sisanya kamar tidur dihuni lebih dari dua orang sebanyak 25%.
Dari hasil observasi jenis lantai di rumah warga sebagian besar adalah
lantai keramik sebanyak 67%, lantai dengan ubin/semen sebanyak 28%, dan
lantai tanah sebanyak 5%.
6. Kebersihan lantai
Sebagian besar udara di rumah warga sejuk yaitu sebesar 89%, dan
sisanya 11% udaranya pengap.
16. Pencahayaan dan kelembaban
Nilai Indikator
Permen Lh no 16 Tahun 2011:
- Sampah yang ternagkut
ke TPA > 63%
- Terdapat program
pemilahan sampah
sesuai dengan
karakteristik sifat sampah
Kesimpulan
Aktual
Risiko
Wellness
Melakukan kegiatan
pemberantasan sarang
nyamuk di desa > 60%
meliputi:
- Pelaksanaan 4M plus
- Fogging
- Kerja Bakti
(International Journal
Sustainable Strategic
Manajemen, 2008)
Dilaksanakannya Program PJB
(Pemeriksaan Jentik berkala) >
60%
(International Journal
Sustainable Strategic
Manajemen, 2008)
Minimal kunjungan kader
kesehatan adalah setiap
minggu
Aktual
Aktual
Resiko
Aktual
Aktual
Aktual
Potensial
Potensial
Potensial
Value
-
Aktual
Potensial
Aktual
Potensial
ETIOLOGI
Kader mengatakan tidak
pernah melakukan
penyuluhan dan kunjungan
Kurangnya informasi
PROBLEM
Defisiensi
Pengetahuan
tentang DBD
59% warga tidak tahu cara
penanganan DBD
DS:
Kader mengatakan tidak
pernah melakukan
penyuluhan dan kunjungan
Kader mengatakan dalam
satu tahun terakhir tidak ada
penyuluhan dan surveillance
DO:
39% responden
berpendidikan SD dan 18%
berpendidikan SMP
Belum terbentuk kader
jumantik di RT 1 dan RT 2
RW 4 Desa Kalisongo
17% warga membersihkan
rumah hanya jika sempat
saja
32% warga tidak menguras
bak mandi
74% masyarakat tidak
memilki asuransi
57% warga tidak ikut
berpartisipasi dalam kegiatan
pencegahan DBD misal
penyuluhan
70% warga tidak melakukan
pemilahan sampah
66% warga tidak menutup
tempat penampungan air
30% bak penampungan tidak
bersih
30% bak terdapat jentik
nyamuknya
38% rumah warga memiliki
pencahayaan dan
kelembaban yang cukup dan
11% memilki pencahayan
dan kelembaban yang
kurang baik.
28% keadaan selokan kotor
dan 15% keadaan selokan
tersumbat
37% halaman/pekarangan
Defisiensi Pengetahuan
Kader mengatakan
tidak pernah
melakukan
penyuluhan dan
kunjungan
Kader mengatakan
dalam satu tahun
terakhir tidak ada
penyuluhan dan
surveillance
39% responden
berpendidikan SD dan
18% berpendidikan
SMP
Belum terbentuk
kader jumantik di RT
1 dan RT 2 RW 4
Desa Kalisongo
Perilaku inadekuat
Ketidakefektifan
Pemeliharaan Kesehatan
Ketidakefektifan
Pemeliharaan
Kesehatan
Diagnosa
Keperawatan
Defisiensi
Pengetahun
Tujuan
Strategi
Rencana Kegiatan
Intervensi
TUM:
Meningkatkan
pengetahuan dan
kemandirian
masyarakat dalam
upaya penanganan
dan pencegahan
DBD
TUK 1:
Meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
mengenai DBD
(80%)
Health
Teaching
Social
Marketing
Memberikan materi
penyuluhan tentang:
1. Definisi, penyebab dan
gejala DBD
2. Proses terjadinya DBD
3. Mekanisme penularan
dan siklus vektor DBD
4. Pemutusan mata rantai
penularan DBD
5. Pencegahan DBD
6. Perawatan DBD
(Algoritma)
1. Memberikan leaflet
kepada masyarakat dan
kader kesehatan
2. Menempelkan poster di
Balai RW dan
Poskesdes
3. Membuat lembar balik
dan memberikannya
kepada kader untuk
dapat digunakan
Struktur
Evaluasi
Proses
Hasil
sebagai media
penyuluhan berikutnya
TUK 2:
Meningkatkan
kemandirian
masyarakat dalam
penanganan dan
pencegahan DBD
(75%)
2.
Ketidakefektifa
n Pemeliharaan
Kesehatan
Delegated
Function
1. Pemilihan kader-kader
educator dari warga RW
4
2. Melakukan pelatihan
kader educator untuk
melakukan penyuluhan
terkait DBD pada warga
Community
Organizing
1. Pembentukan susunan
organisasi kader
educator kesehatan
Delegated
Function
1. Pemilihan kader
simantik dari warga RW
4
2. Melakukan pelatihan
kader simantik untuk
memantau jentik dan
melakukan pelaporan
kepada kader
kesehatan
Community
Organizing
1. Pembentukan susunan
organisasi kader
simantik
TUM:
Warga Desa
Kalisongo mampu
mempertahankan
kesehatannya yang
berhubungan
dengan DBD
TUK 1:
Warga mampu
meningkatkan
upaya pencegahan
DBD
Case
Management
1. Mengajarkan cara
pembuatan dan
penggunaan ovitrap
kepada warga
2. Mengajarkan cara
penggunaan ikanisasi
pada warga
Surveillance
1. Mendatangi rumah
warga untuk melakukan
survey jumlah jentik
2. Memberikan form untuk
pengecekan jentik pada
kader simantik
Investigation
1. Melakukan kunjungan
rumah pada keluarga
dengan kasus baru
DBD
Screening
1. Melakukan screening
warga dengan tanda
dan gejala awal DBD
Refferal
dan 1. Meningkatkan
Follow up
pemahaman
masyarakat tentang
sistem rujukan sesuai
tanda dan gejala DBD
yang dimiliki
Kegiatan
Pendidikan
kesehatan kepada
kader kesehatan
tentang topik dasar
DBD, pelatihan
rample test dan
pelatihan pembuatan
ovitrap
1. Mengucapkan
salam pembuka
2. Menjelaskan
tujuan
penyuluhan
kesehatan
3. Menyebutkan
materi/pokok
bahasan
4. Memberikan
pendidikan
kesehatan
tentang topik
dasar DBD,
rample test dan
manfaat ovitrap
5. Memberikan
kesempatan
kepada peserta
untuk bertanya
6. Memberi
kesempatan
kepada peserta
untuk menjawab
Tujuan
-
Pengetahuan
tentang sikap
pencegahan DB
meningkat
sebesar 80%
Pengetahuan
tentang perilaku
pencegahan DB
meningkat
sebesar 80%
Kader
kesehatan
mampu
melakukann
rample test
dengan benar
80%
Kader
kesehatan
mengerti
tentang fungsi
ovitrap 80%
Kader
kesehatan
mampu
membuat
ovitrap secara
benar 80%
Sasaran
Seluruh
kader
kesehatan
di RW 4
(25 orang)
Bentuk
Kegiatan
Penyuluhan
kesehatan
dan pelatihan
rample test
Waktu dan
Tempat
Waktu:
Kamis, 9 Juli
2015
Pukul 08.00
Tempat:
Balai RW 04
Desa
Kalisongo
Media
Media penyuluhan
Terdiri dari:
PPT
LCD
Flip chart
Bolpoin
Kamera untuk
dokumentasi
Souvenir
Media pelatihan rample
test, terdiri dari:
Stetoskop
Tensimeter
Seperangkat alat
pembuatan ovitrap
Terdiri dari :
a. Botol air mineral
bekas ukuran 1500
mL
b. Kassa nyamuk
ukuran 30x30 cm
c. Karet gelang
d. Plastik berwarna
hitam
e. Air 200 cc
Pelaksana/PJ
Kegiatan
PJ mahasiswa :
1. Amildya D.A
2. Rika Ayu K.H
3. Atika Dyah S.
4. Dhahayuning W.
5. Dewanti Erin S.
Dana
Rp.350.000,-
pertanyaan yang
dilontarkan
7. Menyimpulkan
materi yang
disampaikan
8. Melatih kader
untuk melakukan
rample test
dengan
didampingi fasil
dari mahasiswa
9. Melatih kader
kesehatan untuk
membuat ovitrap
10. Menutup acara
Kegiatan
Tujuan
Sasaran
1.
Memberdayakan
siswa-siswa SD dan
meningkatkan
kepedulian anakanak terhadap
lingkungan
Anak-anak
usia SD di
RW 04
Desa
Kalisongo
2.
Melakukan buka
bersama dan
penyuluhan tentang
DBD, pelatihan
pembuatan ovitrap,
menjelaskan
mekanisme simantik
- Pengetahuan
kader simantik
tentang topik
dasar DBD
meningkat 80%
- Kader simantik
memahami fungsi
ovitrap dan dapat
membuat ovitrap
Kader
simantik
baru
Bentuk
Kegiatan
Wawancara
Waktu dan
Tempat
Waktu:
Selasa, 30 Juni
2015
Pukul 09.00
Tempat:
Desa Kalisongo
RW4
Penyuluhan,
diskusi,
pelatihan,
buka bersama
Waktu:
Jumat, 3 Juli
2015
Pukul 16.00
Tempat:
Balai RW 4
Media
-
Pelaksana/PJ
Kegiatan
1. Danastri Danniswari
2. Fitri Octavia H.P
3. Dewanti Erin S.
1.
2.
3.
4.
Putri Aneswari
Astri Latunusa
Amildya Dwi A.
Ida Maryati
Dana
-
Rp. 500.000,00
dengan benar
80%
- Menyamakan
persepsi antara
kader simantik
dan fasilitator
yang akan
membimbing dan
mendampingi
simantik survey
ke rumah warga
3.
Melakukan
pendampingan dalam
kegiatan survei jentik
Melakukan evaluasi
kemampuan kader
dalam melakukan
kegiatan
pemeriksaan jentik
Seperangkat alat
pembuatan ovitrap
Terdiri dari :
a. Botol air mineral bekas
ukuran 1500 mL
b. Kassa nyamuk ukuran
30x30 cm
c. Karet gelang
d. Plastik berwarna hitam
e. Air 200 cc
Kader
simantik
baru
Survey ke
warga
Waktu:
Minggu, 12 Juli
2015 dan 2
Agustus 2015
Pukul 09.00
Tempat:
Door to door ke
rumah warga
Rp. 300.000,00
3. IKANISASI
No
1
Kegiatan
Membagikan ikan
kepada warga dan
memberikan informasi
tentang manfaat
ikanisasi
Tujuan
- Seluruh warga
RT 1 dan RT 2
mengetahui
strategi
pengendalian
vector dengan
ikanisasi
- Seluruh warga
RT 1 dan RT 2
Sasaran
Seluruh warga
RT 1 dan RT 2
di RW 4 Desa
Kalisongo
Stakeholder RW
4 Desa
Kalisongo
Bidan desa dan
Bentuk
Kegiatan
Berkeliling
membagikan
ikan door to
door ke rumah
warga
Waktu dan
Tempat
Waktu:
Selasa, 7 Juli
2015
Pukul 12.00
Tempat:
Door to door ke
rumah warga
Media
1. Ember
2. Ikan nila umur 2
bulan
3. Spanduk ikanisasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pelaksana/PJ
Kegiatan
Fitri Octavia H.P
Ida Maryati T.R
Dhahayuning W
Atika Dyah S
Amildya D.A
Rika Ayu K.H
Astri Latunusa
Dewanti Erin S.
Danastri D.
Dana
Rp 300.000
memiliki ikan di
bak mandinya
untuk menekan
perkembangbia
kan vector
perawat desa
Kegiatan
Tujuan
Penyuluhan
kesehatan tentang
topik dasar DBD,
pelatihan pembuatan
ovitrap oleh kader
kesehatan
- Pengetahuan
warga
tentang topic
dasar DBD
meningkat
80%
- Warga
mampu
membuat
ovitrap
dengan benar
dan dapat
mengaplikasi
kan di rumah
80%
Sasaran
warga yang
mengikuti
kegiatan PKK
Bentuk
Kegiatan
Penyuluhan,
pelatihan,
diskusi
Waktu dan
Tempat
Waktu:
Minggu, 2
Agustus 2015
Pukul 09.00
Tempat:
Rumah ketua
kader
Media
Media penyuluhan:
1. Flipchart
2. Leaflet
Seperangkat alat
pembuatan ovitrap
Terdiri dari :
f. Botol air mineral
bekas ukuran 1500
mL
g. Kassa nyamuk
ukuran 30x30 cm
h. Karet gelang
i. Plastik berwarna
hitam
j. Air 200 cc
1.
2.
3.
4.
5.
Pelaksana/PJ
Kegiatan
Atika Dyah S.
Putri Aneswari
Astri Latunusa
Dhahayuning W.
Dewanti Erin S.
Dana
Rp 50.000
No
1
Hari/Tanggal/Jam
Jumat, 3 Juli 2015
jam 16.00 WIB
Implementasi
- Melakukan penyuluhan kepada
Selasa, 7 Juli
2015
jam 09.00 WIB
Minggu, 12 Juli
2015
Jam 09.00 WIB
TT
kader simantik.
5
Minggu, 2 Agustus
2015
09.00 WIB
3.9 EVALUASI
No Diagnosa Tanggal/Jam
Evaluasi
S:
- Perijinan kpd perawat dan bidan
desa serta ketua kader
posyandu telah dilakukan
- Media dan alat pembuatan
ovitrap telah disiapkan
- Warga dan kader posyandu
banyak bertanya tentang
kegunaan dan fungsi serta
tempat meletakkan ovitrap
O:
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan kegunaan dan
fungsi ovitrap
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan cara pembutan
dan implementasi pembuatan
ovitrap
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan dan
mengimplementasikan
penempatan ovitrap yang tepat
A: masalah teratasi
P: Rencana tindak lanjut dari
pihak PKM dan desa untuk
melanjutkan program ovitrap
S:
- Perijinan kpd perawat dan bidan
desa serta ketua kader
posyandu telah dilakukan
- Media dan alat pembuatan
ovitrap telah disiapkan
- Warga dan kader posyandu
banyak bertanya tentang
kegunaan dan fungsi serta
tempat meletakkan ovitrap
O:
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan kegunaan dan
fungsi ovitrap
- Sebanyak 70% warga dan
kader posyandu mampu
menjelaskan cara pembutan
dan implementasi pembuatan
ovitrap
- Sebanyak 70% warga dan
TT
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Diagnosa
keperawatan
komunitas
Kesiapan
Meningkatkan
dilakukan
pengetahuan.
intervensi
Intervensi
yang
menunjukkan
diperlukan
adanya
untuk
perubahan
mengatasi
tingkat
masalah
2003). Dalam hal ini dengan pelatihan kader diharapkan dapat memberikan
pengetahuan yang lebih baik tentang pemberantasan sarang nyamuk.
Dalam pelaksanaan pelatihan kader tentang pemberantasan sarang
nyamuk dihadiri oleh 4 orang kader kesehatan. Hasil yang didapatkan dari
pelatihan
kader
ini
didapatkan
kemampuan
kognitif/
peningkatan
mengenai
demam
berdarah
dan
penanganannya,
serta
4.2