Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1

Tanam
Tanam adalah kegiatan menempatkan bahan tanam pada media tanam, baik
media tanah maupun bukan tanah dalam suatu bentuk pola tanam sebagai awal dari
budidaya tanaman. Sebelum kegiatan tanam dilakukan, pemilihan bahan tanam yang
berkualitas sangat diperlukan karena bahan tanam sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman. Bahan tanam tersebut dapat berupa benih atau bibit. Agar
benih atau bibit tanaman dapat tumbuh dengan baik setelah ditanam, maka media
tanam tanah harus diolah menjadi media yang gembur (tidak padat) sehingga
radikula dan hipokotil bisa tumbuh dengan mudah.
Dalam kegiatan tanam, hal yang juga harus diperhatikan, yaitu cara tanam dan
jarak tanam. Jarak tanam adalah jarak antara tanaman yang satu dengan tanaman
yang lain. Jarak tanam bertujuan agar kanopi tanaman tidak saling menaungi dan
tanaman tidak saling berkompetisi dalam memperoleh air dan unsur hara (Hairiah et
al, 2000). Dengan begitu, tanaman tumbuh secara optimal dan hasil produksi yang
diperoleh dapat maksimal. Penempatan tanaman dengan jarak tanam yang teratur
juga dapat memudahkan pemeliharaan seperti penyiangan, pemupukan, dan
pengendalian hama dan penyakit, serta mempermudah pemanenan (Acquaah, 2005).
Untuk tanaman pohon (perennial), penanaman dilakukan dengan jarak tanam
selebar diameter kanopi pohon dan membuat lubang tanam sesuai dengan ukuran
tanaman. Lubang tanam lazim dibuat dengan ukuran 60x60 cm atau 1x1 m. Di
dalam lubang tanam dimasukkan campuran pupuk kandang dan tanah yang subur
(kaya bahan organik) untuk menyediakan media tanam awal yang gembur dan kaya
nutrisi. Keberhasilan tanam pada media tanah sangat dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain daya tumbuh benih atau bibit, kelembaban tanah, kedalaman tanam,
kekerasan tanah, dan waktu tanam (Cardwell, 1984).
Untuk tanaman yang hidup di lahan kering, seperti tanaman holtikultura dan
tanaman bahan pangan lain (jagung), maka lahan yang akan ditanami harus diolah
terlebih dulu agar tanah menjadi gembur dan pastikan tidak ada gulma-gulma yang

tumbuh. Jarak tanam pada tanaman holtikultura sangat bervariasi, tergantung


karakteristik tanaman tersebut, contohnya jagung memiliki jarak tanam 70x30 cm.
Biasanya, tanaman holtikultura menggunakan pola jarak tanam persegi panjang atau
baris. Sedangkan untuk tanaman biji-bijian, pembuatan lubang tanam dilakukan
dengan menggunakan tugal dengan kedalaman 2 cm. Tugal merupakan semacam
tongkat yang terbuat dari kayu untuk membantu pembuatan lubang tanam.
Untuk tanaman yang hidup di lahan basah, seperti tanaman padi, maka lahan
yang akan ditanami harus berlumpur dan selalu tergenang air. Lahan tersebut juga
harus diolah terlebih dulu menggunakan bajak atau traktor agar merata dan pastikan
tidak ada gulma-gulma yang tumbuh. Sistem tanam yang sering digunakan dalam
penanaman padi, yaitu sistem tanam Legowo/Shaf. Dalam sistem tanam
Legowo/Shaf, jarak tanam yang digunakan lurus, sejajar dan dua barisan di
pinggirnya dirapatkan menjadi jarak tanam (contoh pada jarak tanam 20 cm
menjadi 10 cm). Sistem tanam Legowo terdiri dari beberapa tipe . Pertama, sistem
tanam Legowo/Shaf 4:1 yaitu bentukpertanaman yang memberi ruang (barisan yang
tidak ditanami) pada setiap empat baris tanaman 40 cm. Jarak tanam dalam barisan
pada dua baris pinggir 10 cm (1/2 jarak tanam antar barisan), dan dua baris tengah
20 cm, sedangkan jarak tanam antar barisan tetap 20 cm. Hal yang sama untuk
legowo 6:1 dan 8:1, dimana terdapat barisan yang tidak ditanami untuk setiap 6 dan
8 baris tanaman. Dengan sistem tanam legowo/shaf, populasi tanaman per satuan
luas akan meningkat (Azwir, 2008). Sedangkan untuk pola jarak tanamnya, biasanya
digunakan pola bujur sangkar/segi empat.

2.2

Fenologi Musim dan Waktu Tanam


Fenologi mempelajari penampakan aktivitas tumbuhan yang terjadi secara
berkala pada waktu-waktu tertentu dalam satu tahun. Fenologi berkaitan erat dengan
adaptasi yang dapat mempengaruhi eksistensi tumbuhan di suatu tempat dan
membatasi penyebaran geografis tumbuhan tersebut.
Waktu tanam suatu tanaman tergantung pada faktor agroklimat selama satu
musim, periode pertumbuhan tanaman dan daur hidup suatu tanaman (Beets, 1984).
Waktu tanam dalam budidaya tanaman di Indonesia sangat penting karena berkaitan
dengan ketersediaan air yang melimpah pada musim hujan dan juga keterbatasan air

pada musim kemarau. Terbatasnya air (terutama musim kemarau) menyebabkan


produktivitas lahan menjadi berkurang (Hanafie, 2010). Oleh karena itu, jika jenis
tanaman yang akan ditanam petani termasuk tanaman musiman, maka petani harus
mencocokkan karakteristik tanamannya dengan musim yang sedang berlangsung.
Misalnya pada waktu musim hujan, petani menanami lahannya dengan tanaman
padi, sedangkan pada musim kemarau, petani menanam tanamaan palawija. Pada
tanaman tahunan (parennial), awal musim hujan juga waktu yang tepat untuk
memulai penanaman bibit karena tanaman akan mendapatkan air yang cukup saat
musim hujan berlangsung selama enam bulan.
Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya masing-masing dalam mengatur
waktu tanam. Misalnya pada budaya Jawa, dikenal sebutan Pranata Mangsa.
Menurut Hilmanto (2011), tata waktu pertanian tersebut, dilekatkan dengan indikator
ekologi sebagai bentuk inovasi masyarakat lokal. Perlakuan itu tak lain sebagai
penghormatan terhadap nilai-nilai luhur dan untuk memperbaiki kondisi ekonomi,
ekologi, dan sosial masyarakat. Mereka percaya penggunaan pranata mangsa mampu
memberikan hasil yang optimal dan selaras dengan alam serta dapat mengurangi
dampak buruk secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Pranata mangsa merupakan
tatanan perhitungan waktu yang berdasarkan tahun syaka (Hindu) yang telah
mencapai 1929 tahun. Penentuan pranata mangsa dibagi menjadi beberapa musim,
yaitu: katigo (musim kering), Labuh (musim sering turun hujan), Rendheng (musim
banyak turun hujan), dan Mareng (musim peralihan ke musim kemarau). Masingmasing musim tersebut dibagi lagi menjadi beberapa bulan yang berbeda. Musim
katigo dibagi menjadi tiga bulan yaitu: Kaso (Kasa), Karo, dan Katigo (Katiga).
Musim Labuh dibagi menjadi tiga bulan yaitu: Kapat, Kalimo (Kalima), dan Kanem.
Musim Rendheng dibagi menjadi tiga bulan yaitu: Kapitu, Kawolu (Kawalu), dan
Kesongo (Kasanga). Musim Mareng dibagi menjadi tiga bulan yaitu: Kesepuluh
(Kadasa), Apit Lemah (Hapitlemah), dan Apit Kayu (Hapitkayu). Pranata mongso
pada kegiatan penanaman dilakukan pada bulan kaso dan kanem. Penanaman
dilakukan pada bulan kaso, yaitu: musim kering, pada bulan ini masyarakat
menanam berbagai jenis sayuran di lahan mereka dan bulan kanem, yaitu: musim
sering turun hujan. Pada bulan ini, masyarakat menanam tanaman pokok seperti:
kopi atau kakao dan tanaman tajuk tinggi, seperti: cengkeh, melinjo, dan duren.

Bulan kaso dan kanem memiliki indikator ekologi khusus sebagai petunjuk waktu
penanaman.
Dalam membantu petani, pemerintah juga membuat kalender tanam. Peta
kalender tanam adalah peta yang menggambarkan potensi pola tanam dan waktu
tanam untuk tanaman pangan, terutama padi lahan sawah, berdasarkan potensi dan
dinamika sumberdaya iklim dan air (BKPP Bantul, 2012).
Kalender tanam terpadu berfungsi memberikan informasi tentang waktu
tanam, luas areal tanam pada masing-masing musim di setiap kabupaten. Sedangkan
manfaatnya yaitu : a. Menentukan waktu tanam komoditas tanaman pangan pada
setiap musim (Musim Hujan, Musim Kemarau-1, Musim Kemarau-2) berdasarkan
kondisi iklim basah (La Nina), kering (El io) dan normal; b. Mendukung
perencanaan waktu tanam, perkiraan luas tanam dan rekomendasi kebutuhan benih
dan pupuk; c. Mendukung informasi wilayah rawan OPT serta kekeringan dan banjir
yang bisa mengakibatkan gagal panen dan kerugian petani (BKPP Bantul, 2012).
Kalender tanam terpadu memiliki keunggulan : a. Dinamis, karena
penerapannya dapat disesuaikan dengan kondisi iklim pada setiap tahun sesuai
prediksi BMKG; b. Operasional pada skala kecamatan; c. Spesifik lokasi, karena
mempertimbangkan potensi sumberdaya iklim dan air setempat; d. Mudah dipahami
pengguna; e. Mudah diperbaharui (BKPP Bantul, 2012).
Informasi yang dapat diperoleh dari Kalender tanam terpadu ini yaitu: a.
Informasi zona agroklimat atau kelas curah hujan tahunan; b. Potensi waktu dan luas
tanam komoditas tanaman pangan; c. Luas baku sawah atau luas lahan tersedia di
setiap kecamatan; d. Intensitas pertanaman di lahan sawah setiap kecamatan; e.
Informasi rekomendasi kebutuhan benih, serta rekomendasi dan kebutuhan pupuk
(BKPP Bantul, 2012).
Pengelolaan waktu tanam secara bersamaan dengan jenis tanaman yang
berbeda akan menurunkan potensi serangan hama dan penyakit. Namun dengan
waktu tanam yang bersamaan, tanaman akan panen serempak dan berpotensi
menurunkan harga jual produksi. Waktu tanam yang baik juga memperhatikan kapan
tanaman dapat dipanen sehingga harga dapat diramalkan terlebih dahulu.

2.3

Pola Tanam

Pola tanam memiliki arti penting karena dengan pola tanam dapat
memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen seperti iklim, tanah, tanaman,
dinamika hama dan penyakit, serta aspek sosial ekonomi dalam upaya mendapatkan
produksi dan margin yang tinggi. Bercocok tanam sayuran secara organik dapat
dilakukan dengan cara monokultur atau polikultur. Dari kedua cara tersebut, cara
polikultur merupakan cara yang paling banyak diterapkan karena banyak memiliki
kelebihan.
1. Pola tanam monokultur
Pola tanam monokultur adalah cara bertanam dengan menggunakan satu jenis
tanaman pada lahan dalam waktu yang sama. Kelebihan pola tanam monokultur
yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang digunakan hanya
satu jenis saja. Sedangkan kelemahannya adalah tanaman akan mudah terserang
hama maupun penyakit (Sastradiharja, 2002).
2. Pola tanam polikultur
Menurut Sastradiharja (2002), pola tanam polikultur adalah cara bercocok tanam
yang menggunakan lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dalam waktu yang
sama. Dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat, pola tanama polikultur dapat
memerikan beberapa keuntungan diantaranya:
Mengurangi hama dan penyakit tanaman
Tanaman yang satu dapat mengurangi hama maupun penyakit tanaman
lainnya. Misalnya, bawang daun dapat mengusir hama aphids dan ulat

pada tanaman kubis karena mengeluarkan bau allicin.


Dapat menambah kesuburan tanah
Dengan bertanam kacang- kacangan, kandungan unsur N dalam tanah
akan bertambah karena adanya bakteri rhizobium yang terdapat pada
bintil akar. Sedangkan dengan menanam tanaman yang mempunyai
perakaran berbeda, misalnya tanaman berakar dangkal yang ditanam
secara berdampingan dengan tanaman berakar dalam, akan menyebabkan

tanah disekitarnya menjadi lebih gembur.


Dapat memutuskan siklus hidup hama atau penyakit. Pola tanam
polikultur yang dilakukan dengan rotasi tanaman dapat memutuskan

siklus hidup hama atau penyakit tanaman.


Dapat diperoleh hasil panen yang beragam.
Penanaman tanaman yang dilakukan lebih dari satu jenis tanaman akan
menghasilkan panen yang beragam. Ini menguntungkan karena jika salah

satu harga komoditas rendah, dapat ditutup dengan harga komoditas yang
lain.
Namun demikian menurut Sastradiharja (2002), jika pada pola tanam polikultur
jenis tanaman yang dipilih tidak sesuai, dapat mengakibatkan akibat yang negatif,
misalnya:
1. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman akan semakin banyak sehingga
menyulitkan dalam pemeliharaan.
2. Terjadinya persaingan unsur hara diantara jenis tanaman, yang ditanam
sehingga pertumbuha tanaman tidak maksimal.
a. Macam- macam pola tanam secara polikutur
Dalam pola tanam secraa polikultur, dikenal beberapa istilah yang
pengertiannya hampir sama, yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman
pada lahan yang sama. Istilah- istilah tersebut :
1. Tumpang gilir yaitu bercocok tanam sayuran dengan menggunakan lebih
dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama, selama satu tahun
memperoleh lebih dari satu hasil panen.
2. Tanaman pendamping, yaitu dalam satu bedeng ditanam lebih dari satu
jenis tanaman sebagai pendamping jenis tanaman lainnya. Tujuan cara ini
yaitu agar satu sama lain saling melengkapi dalam kebutuhan fisik dan
unsur hara. Agar tujuan tercapai, biasanya pemilihan jenis tanaman harus
diperhatikan, misalnya tanaman yang perakarannya dalam dapat
mengurangi kepadatan tanah dan menambah kesuburan tanah dengan
bertambahnya bahan organik sehingga berguna bagi tanaman pendamping
yang perakarannya dangkal. Tanaman kenikir sering dijadikan tanamn
pendamping karena memiliki perakaran yang mengeluarkan senyawa
tiophen yang dapat mematikan nematoda.
3. Tanaman campuran yaitu bercocok tanam dengan menggunakan lebih dari
dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dalam waktu yang sama.
Misalnya, menanam tomat dan kubis dalam satu bedeng. Dengan cara ini
timbulnya ngengat tritip ( plutela maculipennis) yang merusak kubis dapat
dikurangi.
4. Tumpang sari yaitu bercocok tanam polikultur dengan menggunakan lebih
dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dalam waktu yang sama dengan
barisan- barisan yang diatur sedemikian rupa sehingga teratur.
5. Penanaman lorong yaitu bercocok tanam tanaman berusia pendek,
misalnya wortel, selada, terung, diantara tanaman yang dapat tumbuh
cepat dan tinggi serta berumur panjang(tahunan). Tanamn tahunan yang

biasanya ditanam yaitu turi, gamal, kaliandra, lamtoro dan daun kupukupu. Keuntungan penanaman dengan cara seperti ini yaitu dapat
meningkatkan kandungan nitrogen tanah, mengurangi gulma, mencegah
erosi, meningkatkan penyerapan air tanah, dan kelembapan tanah.
6. Pergiliran tanaman yaitu bercocok tanam dengan menggunakan jenis
tanaman yang tidak satu famili secara bergantian atau bergilir. Tujuan cara
ini adalah untuk memutuskan siklus hidup hama dan penyakit. Contohnya:
kubis famili cruciferae selada famili compositiae bawang merah famili
alliacillae wortel famili umbelliferae terung famili solanaceae
kedelai famili leguminosae jagung famili graminae.
b. Cara memilih jenis tanaman dalam pola tanam polikultur
Menurut Satradiharja (2002), dalam pola tanam polikultur, memilih jenis
tanaman yang tepat menjadi sangat penting karena tanaman yang tidak sesuai
dapat menimbulkan kerugian, salah satu kerugian itu misalnya tanaman akan
saling bersaing untuk memeroleh unsur hara. Di samping itu, adanya tanaman
jenis lain dapat mendatangkan hama dan penyakit baru, atau dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan ketika memilih jenis tanaman dalam pola tanam polikultur antara
lain:
1. Penampilan tanaman dan kebutuhan akna sinar matahari.
Tamanan akan hidup baik jika memperoleh sinar matahari. Akan tetapi
banyaknya sinar matahari yang dibutuhkan setiap jenis tanaman
berbeda. Umumnya, jenis tanaman yang menghasilkan bunga atau
buah membutuhkan sinar matahari penuh atau dengan kata lain tidak
boleh ternaungi, sedangkan tanaman yang hanya menghasilkan daun
masih dapat tumbuh walaupun cahaya matahari sedikit.
2. Kebutuhan Unsur Hara
Dilihat dari kebutuhan unsur hara nitrogen, jenis tanaman sayuran dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Jenis tanaman sayuran yang membutuhkan unsur hara nitrogen dalam
jumlah yang lebih banyak, misalnya kubis, selada, bayam, jagung dan
labu.
b. Jenis tanaman sayuran yang membutuhkan unsur hara nitrogen lebih
sedikit dibandingkan kalium. Yang termasuk kelompok ini umumnya
jenis-jenis tanaman yang menghasilkan umbi seperti bawang merah,
lobak, ubi kayu, wortel dan ubi jalar.

c. Jenis tanaman sayuran penghasil nitrogen atau jenis tanaman yang


dapat mengikat nitrogen dari udara dengan bantuan rizobium. Jenis
tanaman yang termasuk kelompok ini yaitu tanaman yang termasuk
leguminosae, misalnya kacang tanah, kedelai, buncis, kacang hijau,
dan kara.
Dengan menggabungkan ketiga kelompok jenis tanaman tersebut dapat
diperoleh hasil yang tinggi karena antar tanaman tidak akan terjadi
persaingan ketika mengambil unsur hara didalam tanah.
3. Sistem Perakaran Tanaman
Menurut Sastradiharja (2002), sistem perakaran yang terdapat pada setiap
jenis tanaman berbeda-beda, ada jenis tanaman yang sistim perakarannya
dalam, dangkal,melebar,rimbun, dan sebagainya. Sistem perakaran ini
penting untuk menentukan jarak tanam dan memilih jenis tanaman.
Tanaman yang dipilih sebaiknya yang memiliki perakaran yang berbeda
jika akan ditanam berdekatan misalnya buncis dan selada, kedelai dan
bawang merah, wortel dan bawang merah.

Anda mungkin juga menyukai