Anda di halaman 1dari 35

UJIAN BED SIDE

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK (F20.1)

OLEH :
MADE DWI PRATIWI
I11111031

SMF ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI KALIMANTAN BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015

STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Agama
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Status Pernikahan
Ruang
Masuk RS
Kunjungan

: Ny. U
: Perempuan
: 24 tahun
: Kristen
: Dayak
: SMA
: Pekerja sawit
: Menikah
: PICU-IGD
: 7 September 2015
: Ke-4 di RSJ Provinsi Kalimantan Barat.

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Data diperoleh melalui autoanamnesis pada tanggal 8 September 2015.
A. Keluhan utama
Menurut pasien alasan dia dibawa ke rumah sakit karena ayah pasien
mengatakan bahwa pasien menderita sakit jiwa.
B. Riwayat gangguan sekarang
Autoanamnesis
Pasien mengaku bahwa ia tidak mengalami sakit jiwa. Saat ditanya
sebelum pasien dibawa ke rumah sakit apakah pasien pernah marah-marah
atau mengamuk, pasien menjawab iya, namun ditanya apakah yang membuat
pasien seperti itu pasien menyebut nama jamil dan nama laki-laki lainnya.
Pasien mengatakan dia sering ke luar rumah, pergi berjalan ke pasar, saat
ditanya apa yang dilakukan disana pasien menjawab nasi. Pasien mengaku
tidak pernah mendengar bisikan atau suara-suara aneh. Pasien juga mengaku
tidak pernah curiga terhadap orang lain dan tidak ada orang yang jahat
kepadanya. Ketika pasien ditanya apakah pasien ada melihat bayangan, pasien
mengatakan ada. Saat ditanya lagi seperti apa bayangan tersebut pasien
menjawab jamil. Pasien menyangkal memiliki kekuatan istimewa, namuan

saat ditanya apakah pasien bisa membuat hujan, pasien mengatakan bisa.
Namun saat ditanya bagaimana caranya pasien hanya diam saja. Saat ditanya
apakah pasien sudah menikah pasien menjawab sudah dan kemudian pasien
mengaku belum pernah menika dan mengatakn bahwa dia mempunyai 10
pacar. Pasien mengatakan dia tinggal bersama ayahnya saja, dan ayahnya
tidak pernah jahat kepadanya.
C. Riwayat gangguan dahulu
1. Riwayat gangguan psikiatri
Pasien mengaku pertama kali dirawat di rumah sakit pada tahun 2011. Dan
kali ini kunjungan ke-4 pasien masuk rumah sakit. Pasien mengaku keluar
terakhir dari rumah sakit pada bulan februari. Saat ditanya alasan pasien
dibawa ke rumah sakit lagi pasien hanya menjawab sakit jiwa kata
bapak. Saat ditanya pertama kali sakit seperti apa, apa ada masalah yang
memberatkan pasien, pasien memberikan jawaban tidak nyambung dan
kemudian tertawa-tawa.
2. Kondisi medis umum
Tidak ditemukan gangguan maupun penyakit pada pasien.
3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Pasien mengatakan bahwa ia tidak merokok, alkohol disangkal, dan
penggunaan NAPZA disangkal.

D. Riwayat kehidupan pribadi


1. Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir secara normal. Ibu pasien tidak pernah mengalami sakit fisik
atau emosional selama hamil.
2. Masa Kanak-kanak Awal (1-3 tahun)
Pasien mengatakan dia tidak mengalami gangguan pertumbuhan maupun
perkembangan.

3. Masa Kanak-kanak Pertengahan (3-11 tahun)


Pada masa ini pasien mengaku tidak ada masalah dalam perkembangan,
mempunyai banyak teman, mudah bergaul dan tidak pernah terlibat
kenakalan atau pertengkaran.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-20 tahun)
Di masa ini, pasien merasa tidak ada masalah selama masa-masa ini,
pasien sering mendapatkan juara 1 pada saat duduk di bangku SMA.
Pasien juga memiliki banyak teman dan aktif dalam kegiatan olahraga di
sekolahnya.
E. Riwayat masa dewasa ( 21 tahun)
1. Pendidikan
Pasien tamat SMA.
2. Pekerjaan
Pasien setelah berhenti sekolah mulai bekerja serabutan, terakhir pasien
bekerja di perkebunan kelapa sawit.
3. Perkawinan
Masih disangsikan apakah pasien sudah menikah apa belum, karena
jawaban pasien yang sering berubah-ubah.
4. Agama
Pasien beragama kristen dan mengaku rajin beribadah ke gereja.

5. Aktivitas Sosial
Pasien mengaku dengan tetangga dan masyarakat sekitarnya juga tidak
ada masalah dalam bersosialisasi
6. Riwayat Militer
Tidak ada keterlibatan pasien dalam kemiliteran.
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien mengaku pernah berurusan dengan pihak kepolisian, tetapi tidak
menyebutkan alasan mengapa demikian.
8. Riwayat Psikoseksual
Orientasi seksual pasien normal, pasien tertarik terhadap lawan jenis.
F. Riwayat keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang sakit serupa seperti pasien. Pasien merupakan
anak ke 2 dari 4 bersaudara. Pasien tidak koperatif dalam menjawab silsilah
keluarganya.
G. Impian, Fantasi, dan Nilai-Nilai
Pasien mengatakan bahwa cita-cita pasien saat ini adalah ingin menjadi
seorang polisi. Mengenai nilai, pasien tahu bahwa tidak boleh mengambil
barang milik orang lain.
H. Persepsi keluarga tentang pasien
Pasien tidak koperatif menjawab tentang pandangan keluarga terhadap
dirinya.
III.

STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 8 September 2015.
1. Penampilan
Pasien berpenampilan sesuai umur. Pasien tampak tidak rapi. Kesan
perawatan diri kurang baik.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor


Pada saat diwawancara pasien tampak gelisah, kontak mata (+) kurang.
Pada saat pemeriksaan pasien sering beranjak dari kursi kemudian mondarmandir di ruangan (agitasi psikomotor). Pasien melakukan gerakan aneh
beberapa kali (manerisme). Pasien tertawa cekikikan (giggling) dan senyum
sendiri (smilling), dan terkadang tertawa menyeringai (grimaces). Pasien juga
menunjukkan perilaku yang tanpa tujuan dan maksud.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien tidak kooperatif terhadap pemeriksa.
4. Pembicaraan
Kontak verbal (+), volume bicara normal, intonasi sesuai, artikulasi jelas.
Bicara pasien tidak sesuai dengan pertanyaan yang ditanyakan (inkoherensi).

5. Mood, afek dan keserasian


Mood
: Iritebel
Afek/Emosi : Terbatas
Keserasian
: Tidak serasi
6. Persepsi
Halusinasi
: (-) tidak terdapat halusinasi
Ilusi
: (-) tidak terdapat ilusi
Derealisasi
: (-) tidak terdapat derealisasi
Depersonalisasi
: (-) tidak terdapat depersonalisasi
7. Pikiran / Proses pikir
Bentuk : Non Realistik, autistik
Arus

: Inkoheren

Isi

: Miskin isi

8. Sensorium dan kognisi


a. Taraf kesadaran:
Kuantitas : Kompos mentis, GCS E4V5M6
Kualitas :Tidak terganggu
b. Orientasi
Waktu : Buruk, pasien tidak mengetahui waktu saat pemeriksaan
Tempat: Buruk, pasien tidak mengetahui dimana ia sekarang.
Orang : Buruk, pasien tidak mengenali pemeriksa padahal baru beberapa
saat berkenalan, dan menyebutkan orang yang berbaju putih adalah tentara.
c. Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi buruk, pasien tidak dapat menghitung mundur angka yang
diperintahkan pemeriksa. Perhatian pasien mudah teralih.
d. Daya ingat
Jangka panjang : Baik, pasien dapat mengingat nama sekolah pasien
dahulu.
Jangka sedang : Baik, pasien ingat mengetahui dimana ia tinggal.
Jangka pendek : Baik, pasien bisa mengingat kembali sarapan yang ia
makan pada pagi hari.
Pengetahuan umum
Baik. Pasien mengetahui siapa presiden RI saat ini.
e. Kemampuan membaca dan menulis

Baik. Pasien menulis dapat menuliskan namanya sendiri, dan dapat


membaca tulisan yang ditunjuk pemeriksa.

Gambar
1.

Tulisan

tangan pasien, ia menuliskan namanya sendiri


g. Kemampuan visuospasial
Buruk. Pasien tidak bisa meniru gambar yang dibuat oleh pemeriksa.
(a)

(b)

Gambar

2.

(a) gambar
pemeriksa
dan (b) gambar pasien
h. Bakat kreatif
Pasien mengaku pernah senang bermain futsal.
i. Kemampuan berpikir abstrak
Kurang baik. Pasien tidak dapat mengetahui perbedaan dan persamaan
dari jeruk dan bola.
j. Kemampuan menolong diri sendiri
Kurang baik. Pasien mengatakan ia dapat makan, minum sendiri.
Namun pasien jarang mandi.
k. Pengendalian impuls

Pasien tidak koperatif dalam menjawab pertanyaan.


9. Daya nilai dan tilikan
a. Kesannilai sosial
: Baik. Menurut pasien
kalau menemukan barang milik orang lain
(uang) harus dikembalikan kepemiliknya.
b. Daya nilai realita
:
Terganggu
c.Tilikan : 1 (pasien mengatakan bahwa dirinya
tidak sakit)
10. Taraf dapat dipercaya
Informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan pasien tidak dapat
dipercaya.
IV.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 8 September 2015
A.

Pemeriksaan Tanda Vital


Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Kompos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi pernafasan : 20kali per menit
Frekuensi nadi
: 88 kali per menit
Gizi
: Kesan gizi cukup

B.

Status Generalis
Kulit
Kepala
Rambut
Mata
THT
Gigi dan mulut
Leher
Jantung
Paru

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Warna sawo matang. Sianosis (-), Bekas Luka (-).


Deformitas (-), nyeri tekan (-).
Rambut pendek disisir ke kanan, lurus, berwarna hitam.
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Deviasi septum (-/-), perdarahan (-/-), tonsil (T1/T1)
Oral hygiene cukup baik.
Pembesaran KGB (-), JVP dalam batas normal.
S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Suara napas dasar vesikuler (+/+),ronki (-/-), wheezing

Abdomen
Alat Kelamin
Anus
Ekstremitas

:
:
:
:

(-/-).
Nyeri tekan (-), asites (-), bising usus normal.
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Akral hangat (+/+), edema (-/-), tremor (-/-)

C. Status Neurologi
Glasgow Coma Scale (GCS)
Pupil
Refleks cahaya
Tanda Rangsang Meningeal (TRM)
Pemeriksaan Motorik :
5555
5555
Pemeriksaan Refleks :

: E4M6V5 = 15
: Isokor, diameter 3mm
: Langsung
: (+/+)
Tidak langsung
: (+/+)
: Kaku kuduk (-)
5555
5555

a. Refleks Fisiologis
Biseps
: normal
Triceps
: normal
Brachioradialis : normal
Patella
: normal
Tendo achilles :normal
b. Refleks Patologis
Negatif
Pemeriksaan Sensorik
a. Sensibilitas: Normal
b. Pemeriksaan Saraf Otonom: Inkontinensia urine dan alvi negatif
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan.

V.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien perempuan umur 37 tahun datang ke rumah sakit karena
menurut ayahnya pasien mengalami sakit jiwa. Pada pasien tidak ditemukan
adanya waham, halusinasi, dan ilusi. Tidak terdapat derealisasi dan
depersonalisasi. Pasien mengaku bahwa dirinya tidak mempunyai riwayat
meminum alkohol dan penggunaan NAPZA ataupun merokok.pasien masuk
pertama kali ke RS Jiwa Prov.Kalbar pada tahun 2011. Selama ini pasien tidak

pernah menderita suatu penyakit yang menyebabkan disfungsi otak. Pasien


memiliki orientasi waktu, tempat, dan orang yang buruk dengan fungsi
kognitif yang juga terganggu. Pada saat wawancara, jawaban pasien tidak
nyambung dengan pertanyaan yang diberikan. Pasien tidak koperatif dan
perhatian mudah teralih. Pasien tidak tenang ketika wawancara berlangsung,
terdapat agitasi motorik, manerisme, giggling, smilling, serta melakukan
tindakan yang tidak bertujuan.
Pasien memiliki riwayat pendidikan hingga Sekolah Menengah atas
(SMA), dan kemudian bekerja serabutan setelah tamat SMA. Selama
menjalani pendidikan dan aktivitas sosial pasien mengaku dapat berinteraksi
atau bersosialisasi dengan orang lain sebagaimana orang normal lainnya. Pada
pemeriksaan fisik didapatka dalam batas normal. Pasien tinggal bersama
ayahnya. Pada pasien didapatkan gejala serius, fungsi secara umum buruk.
VI.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Berdasarkan hasil anamnesis pada pasien terdapat sekmpulan gejala dan

perilaku yang menimbulkan penderitaan atau disabilitas yang mengganggu fungsi


sehari-hari, maka pasien dikatakan menderita gangguan jiwa.
Aksis I :
1. Pada pasien inti tidak terdapat penyakit fisik baik primer maupun sekunder
yang menyebabkan disfungsi otak, sehingga pasien ini bukan penderita
gangguan mental organik (F.0)
2. Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat penggunaan zat psikoaktif serta tidak
ditemukan riwayat mengonsumsi alkohol. Maka pasien ini bukan merupakan
penderita gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif atau alkohol.
(F.1)
3. Pada pasien ini ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realitas.
Terdapat bicara kacau, perilaku kacau, dan gangguan kognisi. Maka pasien ini
merupakan penderita gangguan psikotik (F.2)

4. Pada

pasien

ini

terdapat

bicara

kacau,

perilaku

kacau,

disfungsi

sosial/okupasional yang telah dialami lebih dari 6 bulan (memenuhi kriteria


skizofrenia). Sehingga dapat dikatakan bahwa pasien ini merupakan penderita
skizofrenia (F.20).
5. Pada pasien ini terdapat gangguan afektif dan proses pikir yang menonjol,
serta terdapat agitasi motorik, manerisme, giggling, smilling, serta melakukan
tindakan yang tidak bertujuan. Sehingga pada pasien ini diagnosis aksis I
merupakan penderita skizofrenia hebefrenik (F.20.1)
Aksis 2 :
Pasien tumbuh dan berkembang pada masa kanak-kanan sampai dewasa secara
normal, pasien memiliki banyak teman, dan dapat berinteraksi dan
bersosialisasi dengan orang lain sebagaimana orang normal lainnya. Maka pada
pasien ini bukan merupakan penderita gangguan kepribadian. Pasien dapat
menyelesaikan pendidikan sampai SMA, sehingga pasien bukan merupakan
penderita gangguan retardasi mental, maka aksis II tidak ada diagnosis.
Aksis 3:
Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien ini ditemukan
hasil dalam batas normal dan pasien tidak terdapat riwayat penyakit dahulu.
Maka pada aksis III tidak terdapat diagnosis.
Aksis 4:
Pasien tidak mempunyai masalah dengan orang lain ataupun masalah yang
membuat dirinya terbebani. Maka pada aksis IV pada pasien ini tidak terdapat
masalah psikososial.
Aksis 5:
Pada pasien ini gejala serius, fungsi buruk, gangguan dalam uji realitas dan
VII.

komunikasi, maka skor GAF pada pasien ini 40-31.


EVALUASI DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : Skizofrenia Herbefrenik (F20.1)
Aksis II :Tidak ditemukan gangguan kepribadian dan retardasi mental
Aksis III :Tidak ditemukan gangguan medis umum
Aksis IV :Tidak ditemukan stressor psikososial dalam 1 tahun terakhir
Aksis V :GAF = 40-31

VIII. DAFTAR MASALAH

a. Organobiologik : tidak ditemukan masalah dengan organobiologik pada


pasien.
b. Psikologik:
gangguan afektif dan proses pikir, inkoherensi, agitasi motorik, manerisme,
giggling, smilling, serta melakukan tindakan yang tidak bertujuan.
c. Sosial:
Tidak terdapat masalah sosial yang berarti.
IX.

PENATALAKSANAAN
a. Rawat Inap
b. Medikamentosa
- Alprazolam 1 mg 2x1 P.O
- Haloperidol 5mg 3x1 P.O

c. Psikoterapi Suportif
1. Edukasi pada pasien untuk minum obat rutin.
2. Menyarankan pasien agar lebih banyak beribadah dan mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dirinya diberi ketenangan dalam
menghadapi masalah yang ada.
d. Usul Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin
2. Tes fungsi ginjal dan fungsi hati
X.

PROGNOSIS
Berdasarkan penemuan bermakna yang didapatkan dari anamnesis terdapat
beberapa faktor yang memperberat, antara lain:
1) pasien menyangkal bahwa ia sakit (tilikan 1)
2) pasien sering relaps
3) skor GAF pasien 40-31
4) tidak ada faktor pencetus yang jelas
5) Awitan muda
Sedangkan untuk faktor yang memperberatnya antara lain:
1) Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid baik

Maka dapat disimpulkan bahwa prognosisnya: dubia et malam.

Tugas mengenai:
TANDA DAN GEJALA GANGGUAN PSIKIATRI (PSIKOPATOLOGI)
Tanda (sign) adalah temuan objektif yang diobservasi oleh dokter sedangkan
gejala (symptom) adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien. Suatu
sindrom adalah kelompok tanda dan/atau gejala yang terjadi bersama-sama sebagai
suatu kondisi yang dapat dikenali yang mungkin kurang spesifik dibandingkan
gangguan atau penyakit yang jelas. Dalam kenyataannya, sebagian besar kondisi
psikiatrik adalah sindrom.
Kemampuan mengenali tanda dan gejala spesifik memungkinkan dokter dapat
mengerti dalam berkomunikasi dengan dokter lain, membuat diagnosis secara akurat,
menangani pengobatan dengan berhasil, memperkirakan prognosis dengan dapat
dipercaya, dan menggali masalah psikopatologi, penyebab dan psikodinamika secara
menyeluruh.
Secara garis besar tanda dan gejala psikiatrik mempunyai akar dalam perilaku
normal dan mewakili berbagai titik dalam spektrum perilaku dari normal sampai
patologis.
Tanda dan gejala psikiatri tersebut adalah sebagai berikut :

I. KESADARAN
Gangguan Kesadaran:
1. Disorientasi: gangguan orientasi waktu, tempat atau orang.
2. Kesadaran yang berkabut: kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan
gangguan persepsi dan sikap.
3. Stupor: hilangnya reaksi dan ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling.
4. Delirium: kebingungan, gelisah, konfusi, reaksi disorientasi yang disertai dengan
rasa takut dan halusinasi.
5. Koma: derajat ketidaksadaran yang berat.
6. Koma vigil: koma di mana pasien tampak tertidur tetapi segera dapat
dibangunkan (juga dikenal sebagai mutisme akinetik).
7. Keadaan temaram (twilight state): seringkali digunakan secara sinonim dengan
kejang parsial kompleks atau epilepsi psikomotor.
8. Somnolensi: mengantuk abnormal yang paling sering ditemukan pada proses
organik.
II. PERHATIAN
Perhatian adalah jumlah usaha yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian
tertentu dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu
aktivitas, kemampuan untuk berkonsentrasi.
Gangguan Perhatian:
1. Distraktibilitas: ketidakmampuan untuk memusatkan atensi; penarikan atensi
kepada stimulasi eksternal yang tidak penting atau tidak relevan.
2. Inatensi selektif: hambatan hanya pada hal-hal yang menimbulkan kecemasan.
3. Hipervigilensi: pemusatan perhatian yang berlebihan pada semua stimulasi
internal dan eksternal, biasanya merupakan akibat sekunder dari keadaan
delusional atau paranoid.
4. Trance: perhatian yang terpusat dan kesadaran yang berubah, biasanya terlihat
pada hipnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman religius yang luar biasa.
Gangguan Sugestibilitas:
Gangguan sugestibilitas adalah kepatuhan dan respon yang tidak kritis
terhadap gagasan atau pengaruh dari luar diri pasien.

1. Folie a deux (atau folie a trois): penyakit emosional yang berhubungan antara
dua (atau tiga) orang.
2. Hipnosis: modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai
dengan peningkatan sugestibilitas.
III. EMOSI (AFEK DAN MOOD)
Suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatik dan
perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood.
Afek:
Afek adalah ekspresi emosi yang terlihat; mungkin tidak konsisten dengan
emosi yang dikatakan pasien.
1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang harmonis
(sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang menyertai;
digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau penuh, di mana
rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara sesuai.
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect): ketidakharmonisan antara irama
perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan.
3. Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang dimanifestasikan
oleh penurunan yang berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan
keluar.
4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect): penurunan intensitas irama
perasaan yang kurang parah dari pada efek yang tumpul tetapi jelas menurun.
5. Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda
ekspresi afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan tibatiba, yang tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.
Mood:
Mood adalah suatu emosi yang meresap yang dipertahankan, yang dialami
secara subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain. Contohnya
adalah depresi, elasi, kemarahan.
1.

Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan

2.

Mood eutimik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood

3.

yang tertekan atau melambung.


Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang
tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap

4.

kepentingan atau makna seseorang.


Mood yang iritabel (irritable mood): ekspresi perasaan akibat mudah

5.

diganggu atau dibuat marah.


Pergeseran mood (labile mood): osilasi antara euforia dan depresi atau dibuat

6.

marah.
Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan dan kesenangan;

7.
8.
9.
10.

suatu mood yang lebih ceria dari biasanya.


Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy): perasaan kegairahan yang kuat.
Depresi: perasaan kesedihan yang psikopatologis.
Anhedonia: hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas

rutin dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi.


11. Duka cita (berkabung): kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata.
12. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau
menyadari emosi atau mood seseorang.
Emosi Yang Lain:
1. Kecemasan: perasaan kekhawatiran yang disebabkan oleh dugaan bahaya, yang
mungkin berasal dari dalarn atau luar.
2. Kecemasan yang mengambang bebas (free floating anxiety): rasa takut yang
meresap dan tidak terpusatkan dan tidak terikat pada suatu gagasan tertentu.
3. Ketakutan: kecemasan yang disebabkan oleh bahaya yang dikenali secara sadar
dan realistik.
4. Agitasi: kecemasan berat yang disertai dengan kegelisahan rnotorik
5. Ketegangan (tension): peningkatan aktifitas motorik dan psikologis yang tidak
menyenangkan.
6. Panik: Serangan kecemasan yang akut, episodik, yang kuat disertai dengan
perasaan ketakutan yang rnelanda dan pelepasan otonomik.
7. Apati: irama emosi yang turnpul yang disertai
(detachment) atau ketidakacuhan (indifference).

dengan

pelepasan

8. Ambivalensi: terdapat secara bersama-sama dua impuls yang berlawanan


terhadap hal yang sarna pada satu orang yang sama pada waktu yang sama.
9. Abreaksional (abreaction): pelepasan atau pelimpahan emosional setelah
mengingat pengalarnan yang menakutkan.
10. Rasa malu: kegagalan membangun pengharapan diri.
11. Rasa bersalah: emosi sekunder karena melakukan sesuatu yang dianggap salah.
Gangguan Psikologis Yang Berhubungan Dengan Mood:
Tanda disfungsi somatik (biasanya otonomik) pada seseorang, paling sering
berhubungan dengan depresi (juga disebut tanda vegetatif).
1.
2.
3.

Anoreksia: hilangnya atau menurunnya nafsu makan.


Hiperfagia: meningkatnya nafsu makan dan asupan makanan.
Insomnia: hilangnya atau menurunnya kemarnpuan untuk tidur.
a. Awal : kesulitan jatuh tertidur.
b. Pertengahan: kesulitan tidur sepanjang malam tanpa terbangun dan

4.
5.

kesulitan kembali tidur.


c. Terminal: terbangun pada dini hari.
Hipersomnia: tidur yang berlebihan.
Variasi diurnal: mood yang secara teratur terburuk pada pagi hari, segera

6.

setelah terbangun, dan membaik dengan semakin siangnya hari.


Penurunan libido: penurunan minat, dorongan dan daya seksual (peningkatan

7.

libido sering disertai keadaan manik).


Konstipasi: ketidakmampuan atau kesulitan defekasi.

IV. PERILAKU MOTORIK (KONASI)


Aspek jiwa yang termasuk impuls, motivasi, harapan, dorongan, instink dan
idaman, seperti yang diekspresikan oleh perilaku atau aktivitas motorik seseorang.
1.
2.

Ekopraksia: peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain.


Katatonia: kelainan motorik dalam gangguan nonorganik (sebagai lawan dari
gangguan kesadaran dan aktivitas motorik sekunder dari patologi organik).
a. Katalepsi: istilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak yang
dipertahankan terus menerus.

b. Luapan katatonik (catatonic furor): aktivitas motorik yang teragitasi,


tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulasi eksternal
c. Stupor katatonik: penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali
sampai titik imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.
d. Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku yang disadari,
menentang usaha untuk digerakkan.
e. Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai atau kaku yang
disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu yang lama.
f. Cerea flexibilitas (fleksibilitas lilin): seseorang dapat diatur dalam suatu
posisi yang kemudian dipertahankannya; jika pemeriksa menggerakkan
3.

anggota tubuh pasien, anggota tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk

4.

menggerakkan atau terhadap semua instruksi.


Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang

5.
6.
7.

dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.


Stereotipik: pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang.
Mannerisme: pergerakan tidak disadari, dan bersifat habitual.
Otomatisme: tindakan atau tindakan-tindakan yang otomatis yang biasanya

8.

mewakili suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari.


Otomatisme perintah: otomatisme mengikuti sugesti (juga disebut kepatuhan

9.
10.

otomatik).
Mutisme: tidak bersuara tanpa kelainan struktural.
Overaktivitas:
a. Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan,
biasanya tidak produktif dan sebagai akibat respons atas ketegangan dari
dalam (inner tension).
b. Hiperaktivitas/hiperkinesis:

kegelisahan

dan

aktivitas

destruktif,

seringkali disertai dengan dasar patologi pada otak.


c. Tik: pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
d. Tidur berjalan (somnambulisme): aktivitas motorik saat tertidur.
e. Akathisia: perasaan subjektif terhadap ketegangan motorik sebagai akibat
sekunder dari medikasi antipsikotik atau medikasi lain yang dapat
menyebabkan kegelisahan; duduk dan berdiri berulang secara bergantiganti dan berulang; dapat disalahartikan sebagai agitasi psikotik.
f. Kompulsi: impuls tidak terkontrol untuk melakukan tindakan berulang.

11.

i.
ii.
iii.

Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.


Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
Nimfomania: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada

iv.

seorang wanita.
Satiriasis: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada

v.
vi.

seorang laki-Iaki.
Trikotilomania: kompulsi untuk mencabut rambut.
Ritual: aktivitas kompulsif otomatis dalam sifat, menurunkan

kecemasan yang orisinil.


g. Ataksia: kegagalan koordinasi otot, iregularitas gerakan otot.
h. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.
Hipoaktifitas/hipokinesis: penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti
pada retardasi psikomotor; perlambatan pikiran, bicara dan pergerakan yang

12.
13.

dapat terlihat.
Mimikri: aktivitas motorik tiruan dan sederhana pada anak-anak.
Agresi: tindakan yang kuat dan diarahkan tujuan yang mungkin verbal atau

14.

fisik; bagian motorik dari afek kekerasan, kemarahan atau permusuhan.


Memerankan (acting out): ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls
yang tidak disadari dalam bentuk gerakan; fantasi yang tidak disadari

15.

dihidupkan secara impulsif dalam perilaku.


Abulia: penurunan impuls untuk bertindak dan berpikir, disertai dengan

16.

ketidakacuhan tentang akibat tindakan; disertai dengan defisit neurologis.


Vagaboundage : jalan-jalan seperti berkelana tanpa tujuan.

V. PROSES PIKIR (BERPIKIR)


Aliran gagasan, simbol dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan dimulai oleh
suatu masalah atau suatu tugas dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi
kenyataan; jika terjadi urutan yang logis, berpikir adalah normal; parapraksis
(tergelincir dari logis yang termotivasi secara tidak disadari juga disebut pelesetan
menurut Freud) dianggap sebagai bagian dari berpikir yang normal.
Gangguan Umum dalam Bentuk atau Proses Berpikir:
1. Gangguan mental: sindroma perilaku atau psikologis yang bermakna secara
klinis, disertai dengan penderitaan atau ketidakmampuan, tidak hanya suatu

respon yang diperkirakan dari peristiwa tertentu atau terbatas pada hubungan
antara seseorang dan masyarakat.
2. Psikosis: ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari fantasi; gangguan
dalam kemampuan menilai kenyataan, dengan menciptakan realitas baru
(berlawanan dengan neurosis: gangguan mental di mana kemampuan menilai
kenyataan yang masih utuh, perilaku tidak jelas melanggar norma-norma sosial,
serta relatif masih dapat bertahan lama atau rekuren tanpa pengobatan).
3. Tes kenyataan atau realitas: pemeriksaan dan pertimbangan objektif tentang
dunia di luar diri.
4. Gangguan pikiran formal: gangguan dalam bentuk pikiran, malahan isi pikiran;
berpikir ditandai dengan kekenduran asosiasi, neologisme dan konstruksi yang
tidak logis; proses berpikir mengalami gangguan, dan lazimnya dianggap sebagai
orang yang psikotik.
5. Berpikir tidak logis: berpikir mengandung kesimpulan yang salah atau
kontradiksi internal; hal ini adalah patologis jika nyata dan tidak disebabkan oleh
nilai kultural atau defisit intelektual.
6. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau pengalaman.
7. Berpikir autistik: preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi; istilah digunakan
agak sama dengan dereisme.
8. Berpikir magis: suatu bentuk pikiran dereistik; berpikir adalah serupa dengan
fase praoperasional pada masa anak-anak (Jean Piaget), di mana pikiran, katakata atau tindakan mempunyai kekuatan (sebagai contohnya, mereka dapat
menyebabkan atau mencegah suatu peristiwa).
9. Proses berpikir primer: istilah umum untuk berpikir yang dereistik, tidak logis,
magis; normalnya ditemukan pada mimpi, abnormal pada psikosis.
Gangguan Spesifik pada Bentuk Pikiran:
1. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
mengkombinasikan suku kata dari kata-kata lain, untuk alasan psikologis yang
aneh (idiosinkratik) Contoh : AASSDFHIOOOOO.
2. Word salad (gado-gado kata): carnpuran kata dan frasa yang membingungkan.
Contoh : kemarin jatuh ada kuda polisi durian tiba-tiba bagaimana ee

3. Sirkumstansialitas: bicara yang tidak langsung yang lambat dalam mencapai


tujuan tetapi pada akhirnya mulai lagi dari titik awal untuk mencapai tujuan yang
diharapkan; ditandai dengan pemasukan detail-detail yang tidak bermakna.
Contoh : apa pekerjaan nona? dijawab tahun 2000 kita kan baru lulus
SMU kong ta pe tanta pangge ka Manado,waktu itu musim rok mini di toko-toko
kong dia tawarkan jadi SPG di Matahari,ada stou 2 taun kita disitu.Disana no
atik baku dapa deng doI kong paitua pangge pi jo pa de pe Om pe caffe.Taon
2003,20042007 Juli kita schwangger des brenti
no...(penanya sudah tertidur)
4. Tangensialitas: ketidakmarnpuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang
diarahkan oleh tujuan; pasien tidak pemah berangkat dari titik awal dari tujuan
yang diinginkan.
5. lnkoherensi: pikiran yang, biasanya, tidak dapat dimengerti; berjalan bersama
pikiran atau atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis atau tanpa tata
bahasa, yang menyebabkan disorganisasi; terputusnya asosiasi antar ide-ide yang
ekstrim sehingga tidak dapat dimengerti sama sekali.
Contoh : ada tiga durian kemarin mandi sudah ke pasar saya Agnes
Monica tidak lupa menggosok sepatu Hypermart low price low hipssssst.
6. Perseverasi: respon terhadap stimulus sebelumnya yang menetap setelah
stimulus baru diberikan, sering disertai dengan gangguan kognitif.
7. Verbigerasi: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak
mempunyai arti.
8. Ekolalia: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain
secara psikopatologis; cenderung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan
mengejek atau intonasi yang terputus-putus.
9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep.
10. Jawaban yang tidak relevan: jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan
yang ditanyakan (pasien tampaknya mengabaikan pertanyaan).
Contoh : Ada dimana sayang? jawaban diujung Hp yang lain Ooooh iiiyo
kakanda segera kesana!

11. Pengenduran asosiasi: aliran pikiran di mana gagasan-gagasan bergeser dari


satu subjek ke subjek lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan; jika
berat, bicara mungkin membingungkan (inkoheren).
12. Keluar dari jalur (derailment): penyimpangan yang mendadak dalarn urutan
pikiran tanpa penghambatan; seringkali digunakan secara sama dengan
pengenduran asosiasi.
13. Lompat gagasan (flight of ideas): verbalisasi atau permainan kata-kata yang
cepat dan terus menerus yang menghasilkan terus pergeseran terus menerus dari
satu ide ke ide lain; ide-ide cenderung dihubungkan, dan dalam bentuk yang
kurang parah pendengar mungkin mampu untuk mengikutinya.
Contoh : tadi ada supervisor yang masuk Cuma sebentar,ya saya akan jadi
pedagang grosir menjual pasir di pasar hati-hati kesasar di Makasar- ombak
besar pernah menyambar Sumbar..
14. Asosiasi bunyi (clang assosiation): asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya
tetapi berbeda artinya; kata tidak mempunyai hubungan logis, dapat termasuk
permainan sajak dan permainan kata.
15. Penghambatan (blocking): terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum
pikiran atau gagasan diselesaikan; setelah suatu periode terhenti singkat; orang
tampak tidak teringat pada apa yang telah dikatakan atau apa yang akan
dikatakan (juga dikenal sebagai pencabutan pikiran).
Contoh : sering terjadi pada saat Co-Ass ujian.
16. Glossolalia: ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui kata-kata yang tidak
dipahami (juga dikenal sebagai "berbahasa lidah"); tidak dianggap sebagai
gangguan pikiran jika terjadi pada praktek keagamaan tertentu.
Gangguan Spesifik Pada Isi Pikiran:
1. Kemiskinan isi pikiran: pikiran yang memberikan sedikit informasi karena
tidak ada pengertian, pengulangan kosong atau frasa yang tidak jelas.
2. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak
beralasan yang dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan suatu
waham.

3. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang


kenyataan eksternal tidak sejalan dengan inteligensia pasien dan latar belakang
kultural, yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan apapun.
a. Waham yang kacau dan aneh (bizzare delusion): keyakinan palsu yang
aneh, mustahil dan sama sekali tidak masuk akal (sebagai contohnya: orang
dari angkasa luar telah menanamkan suatu elektroda pada otak pasien).
b. Waham tersistematisasi: keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh
suatu tema atau peristiwa tunggal (sebagai contohnya: pasien dimata-matai
oleh agen rahasia, mafia atau bos).
c. Waham yang sejalan dengan mood (mood congruent delusion): waham
yang sesuai dengan mood (sebagai contoh: seorang pasien depresi percaya
bahwa ia bertanggungjawab untuk penghancuran dunia).
d. Waham yang tidak sejalan dengan mood (mood

incongruent

delusion): waham dengan isi yang tidak mempunyai hubungan dengan mood
atau merupakan mood netral (sebagai contohnya, pasien depresi mempunyai
waham kontrol pikiran atau siar pikiran).
e. Waham nihilistik: perasaan palsu bahwa dirinya dan orang lain dan dunia
adalah tidak ada atau berakhir.
f. Waham kemiskinan: keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan
terampas semua harta miliknya.
g. Waham somatik: keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh pasien
(sebagai contohnya, keyakinan bahwa otak pasien adalah berakar atau
mencair).
h. Waham paranoid: termasuk waham persekutorik dan waham referensi,
kontrol dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid, dimana kecurigaan
adalah lebih kecil dari bagian waham).
i. Waham persekutorik: keyakinan palsu bahwa pasien sedang diganggu,
ditipu atau disiksa; sering ditemukan pada seorang pasien yang senang
menuntut yang mempunyai kecenderungan patologis untuk mengambil
tindakan hukum karena penganiayaan yang dibayangkan.
j. Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan atau identitas
seseorang yang berlebihan. (sebagai contoh, seorang laki-laki yang ditinggal

lari istrinya mengaku memiliki penis khusus yang hanya boleh dipakai untuk
senggama dengan Zulaika Rivera.Seorang wanita mengaku jauh lebih cantik
dari Nadine Chandrawinata padahal dia labiopalatoschizis.)
k. Waham referensi: keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditujukan pada
dirinya; bahwa peritiwa, benda-benda atau orang lain, mempunyai
kepentingan tertentu dan tidak biasanya, umumnya dalam bentuk negatif,
diturunkan dari idea referensi, di mana seseorang secara salah merasa bahwa
ia sedang dibicarakan oleh orang lain (sebagai contohnya, percaya bahwa
orang di televisi atau di radio berbicara padanya atau membicarakan dirinya).
l. Waham menyalahkan diri sendiri: keyakinan yang palsu tentang
penyesalan yang dalam dan bersalah. (sebagai contoh, seorang pemuda di
Aceh karena ulahnya merasa sebagai penyebab Tsunami.)
m. Waham pengendalian: perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran atau
perasaan pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar.
Contoh : sasasaya dokter ada yang suruh suruh masuk ke tempat
hiburan sex yang tidak bisa saya tolaaaak.
i.
Penarikan pikiran (thought withdrawal): waham bahwa pikiran pasien
ii.

dihilangkan dari ingatanya oleh orang lain atau tenaga lain.


Penanaman pikiran (thought insertion): waham bahwa pikiran

iii.

ditanam dalam pikiran pasien oleh orang atau tenaga lain.


Siar pikiran (thought broadcasting): waham bahwa pikiran pasien
dapat didengar oleh orang lain, seperti pikiran mereka sedang disiarkan

iv.

di udara.
Pengendalian pikiran (thought control): waham bahwa pikiran pasien
dikendalikan oleh orang atau tenaga lain. Contoh : Seorang laki-laki
mengatakan bahwa ada microchips didalam kepalanya yang berisi

program kegiatan sehari-hari.


n. Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): keyakinan palsu yang
didapatkan dari kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien adalah tidak
jujur.
o. Erotomania: waham bahwa seseorang sangat mencintai dirinya; lebih sering
pada perempuan; juga dikenal dengan Kompleks Cleramnault-Kandinsky).

Contoh : Seorang wanita tidak mau kawin-kawin karena menunggu Prince


Charming datang menjemput.
p. Pseudologia phantastica: suatu jenis kebohongan, di mana seseorang
tampaknya percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas
kenyataan; disertai dengan sindroma Munchausen, berpura-pura sakit yang
berulang.
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikiran pada ide
tertentu, disertai dengan irama efektif yang kuat, seperti kecenderungan paranoid
atau preokupasi tentang bunuh diri atau membunuh.
5. Egomania: preokupasi dengan diri sendiri yang patologis.
6. Monomania: preokupasi dengan suatu objek tunggal.
7. Hipokondria: keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien yang
didasarkan bukan pada patologi organik yang nyata, tetapi pada interpretasi yang
tidak realistik terhadap tanda atau sensasi fisik sebagai suatu yang tak normal.
Contoh : Seorang pasien merasa yakin bahwa isi perutnya berdarah-darah
karena terasa tidak enak.
8. Obsesi: pikiran kukuh (persisten) yang patologis, sekalipun tidak dikehendaki
pasien, pikiran mana yang tidak dapat ditentang dan tidak dapat dihilangkan dari
kesadaran oleh usaha logika; biasanya disertai dengan kecemasan.
9. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu tindakan yang jika
ditahan, menyebabkan kecemasan; perilaku berulang sebagai respon suatu obsesi
atau dilakukan menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang sebenarnya.
Contoh : Seseorang merasa belum mengunci pintu dan berulang kali
mengeceknya bahkan sampai tidak tertidur sepanjang malam.
10. Koprolalia: pengungkapan kompulsif dari kata kata yang cabul/kotor.
11. Fobia: rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu
terjadi terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu; menyebabkan
keinginan yang memaksa untuk menghindari stimulasi yang ditakuti.
a. Fobia sederhana: rasa takut yang jelas terhadap objek atau situasi yang jelas
(sebagai contohnya, rasa takut terhadap laba-laba atau ular).
b. Fobia sosial: rasa takut akan keramaian masyarakat, seperti rasa takut
berbicara dengan masyarakat, bekerja atau makan dalam masyarakat.
c. Akrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tinggi.

d.
e.
f.
g.

Agorafobia: rasa takut terhadap tempat yang terbuka


Algofobia: rasa takut terhadap rasa nyeri.
Ailurofobia: rasa takut terhadap kucing.
Eritrofobia: rasa takut terhadap warna merah (merujuk terhadap rasa takut

terhadap darah).
h. Panfobia: Rasa takut terhadap segala sesuatu.
i. Klaustrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tertutup.
j. Xenofobia: rasa takut terhadap orang asing.
k. Zoofobia: rasa takut terhadap binatang.
12. Noesis: suatu wahyu di mana terjadi pencerahan yang besar sekali disertai
dengan perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan memerintah.
13. Unio mystica: suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik bersatu dengan
kekuatan yang tidak terbatas; tidak dianggap suatu gangguan dalam isi pikiran
jika sejalan dengan keyakinan pasien atau lingkungan kultural.

VI. BICARA
Gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa; komunikasi
verbal.
Gangguan Bicara:
1. Tekanan bicara (pressure of speech): bicara cepat yaitu peningkatan jumlah dan
kesulitan untuk memutus pembicaraan. Dapat terjadi pada orang cerewet,lagi
marah atau jatuh cinta.
2. Kesukaan/banyak bicara (logorrhea): bicara yang banyak sekali, bisa koheren,
bisa inkoheren.
3. Kemiskinan bicara (poverty of speech): pembatasan jumlah bicara yang
digunakan; jawaban mungkin hanya satu suku kata (monosyllabic).
4. Bicara yang tidak spontan: respon verbal yang diberikan hanya jika ditanya
atau dibicarakan langsung; tidak ada bicara yang dimulai dari diri sendiri.

5. Kemiskinan isi bicara: bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi memberikan
sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekosongan, atau frasa yang stereotipik.
6. Disprosodi: hilangnya irama bicara yang normal.
7. Disartria: kesulitan artikulasi, bukan dalam penemuan kata atau tata bahasa.
8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan: hilangnya modulasi volume
bicara normal; dapat mencerminkan berbagai keadaan patologis mulai dari
psikosis sampai depresi sampai ketulian.
9. Gagap (stuttering): pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang
sering, menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.
10. Cluttering: bicara yang aneh dan disritmik, yang mengandung semburan katakata yang cepat dan menyentak.Orang mabuk alkohol.
Gangguan Afasik:
Gangguan dalam pengeluaran bahasa (neurologis)
1. Afasia motorik: gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif di
mana pengertian adalah tetap tetapi kemampuan untuk bicara adalah sangat
terganggu; bicara terhenti-henti, susah payah dan tidak akurat (juga dikenal
sebagai afasia Broca, tidak fasih dan ekspresif).
2. Afasia sensoris: kehilangan kemampuan organik untuk mengerti arti kata; bicara
adalah lancar dan spontan, tetapi membingungkan dan yang bukan-bukan (juga
dikenal sebagai afasia Wernicke, fasih dan reseptif).
3. Afasia nominal: kesulitan untuk menemukan nama yang tepat untuk suatu benda
(juga dikenal sebagai afasia anomia dan amnestik).
4. Afasia sintatikal: ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan
yang tepat.
5. Afasia Jargon: kata-kata yang dihasilkan seluruhnya neologistik; kata-kata yang
tidak masuk akal yang diulang-ulang dengan berbagai intonasi dan nada suara.
6. Afasia global: kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia fasih yang
berat.
VII. PERSEPSI

Proses pemindahan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis; proses


mental di mana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran.
Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi:

persepsi

sensoris

yang

palsu

yang

terjadi

tanpa

stimulasi eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi
waham sehubungan dengan pengalaman halusinasi tersebut.
a. Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan
tertidur biasanya dianggap sebagai fenomena yang nonpatologis.
b. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari
tidur; biasanya dianggap tidak patologis.
c. Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara
tetapi juga bunyi-bunyi lain, seperti musik; merupakan halusinasi yang paling
sering pada gangguan psikiatrik.
Contoh : Dokter ada orang yang ja basuruh pakita tiap pagi keliling
kampung,kemanapun pergi selalu tu suara-suara itu iko.
d. Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang
berbentuk (sebagai contohnya, orang) dan citra yang tidak berbentuk (sebagai
contohnya, kilatan cahaya); paling sering pada gangguan organik.
e. Halusinasi penciuman (olfaktoris): persepsi membau yang palsu; paling
sering pada gangguan organik.
f. Halusinasi pengecapan (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu,
seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang;
paling sering pada gangguan organik. Contoh : Makanan yang berubah rasa
padahal itu makanan favoritnya.
g. Halusinasi perabaan (taktil; haptic): persepsi palsu tentang perabaan atau
sensasi permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom
limb); sensasi adanya gerakan pada atau di bawah kulit (kesemutan).
h. Halusinasi somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam
atau terhadap tubuh; paling sering berasal dari bagian viseral tubuh (juga
dikenal sebagai halusinasi kenestetik).
i. Halusinasi liliput: persepsi yang palsu di mana benda-benda tampak lebih
kecil ukuranya (juga dikenal sebagai mikropsia).

j. Halusinasi

yang

sejalan

dengan

mood

(mood-congruent

hallucination): halusinasi di mana isi halusinasi adalah konsisten dengan


mood yang tertekan atau manik (sebagai contohnya, pasien yang mengalami
depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah orang yang
jahat; seorang pasien manik mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien
memiliki harga diri, kekuatan dan pengetahuan yang tinggi).
k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (mood-incongruent
hallucination): halusinasi di mana isinya tidak konsisten dengan mood yang
tertekan atau manik (sebagai contohnya, pada depresi, halusinasi tidak
melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa bersalah, penghukuman yang
layak, atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi tidak mengandung tematema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang tinggi).
l. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang
berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronis yang terjadi dalam
sensorium yang jernih, berbeda dengan delirium tremens (DTs), yaitu
halusinasi yang terjadi dalam konteks sensorium yang berkabut.
m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain, (sebagai
contohnya, suatu sensasi auditoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu
sensasi visual; suatu bunyi dialami sebagai dilihat, atau suatu penglihatan
dialami sebagai didengar).
n. Trailing phenonemon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat
halusinogenik di mana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra
yang terpisah dan tidak kontinu.
2. Ilusi: mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimulasi eksternal yang nyata.
Gangguan yang Berhubungan dengan Gangguan Kognitif dan Kondisi Medik:
Agnosia,

ketidakmampuan

untuk

mengenali

dan

menginterpretasikan

kepentingan kesan sensoris.


1. Anosognosia (ketidaktahuan tentang penyakit): adanya ketidakmampuan
untuk mengenali suatu defisit neurologis yang terjadi pada pasien.

2. Somatopagnosia (ketidaktahuan tentang tubuh): adanya ketidakmampuan


untuk mengenali suatu bagian tubuh sebagai milik tubuhnya sendiri (juga disebut
3.
4.
5.
6.
7.

sebagai autopagnosia).
Agnosia visual: ketidakmampuan untuk mengenali benda-benda atau orang.
Astereognosis: ketidakmampuan untuk mengenali benda melalui sentuhan.
Prosopagnosia: ketidakmampuan mengenali wajah.
Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu.
Simultagnosia: ketidakmampuan untuk mengerti lebih dari satu elemen
pandangan visual pada suatu waktu atau untuk mengintegrasikan bagian-bagian

menjadi keseluruhan.
8. Adiadokokinesis: adanya ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan yang
berubah dengan cepat.
Gangguan yang Berhubungan dengan Fenomena Konversi dan Disosiatif:
Terjadinya somatisasi materi-materi yang direpresi atau berkembangnya gejala dan
distorsi fisik yang melibatkan otot-otot volunter atau organ sensorik tertentu bukan di
bawah kontrol volunter dan tidak dapat dijelaskan oleh karena gangguan fisik.
1. Anestesia histerikal: hilangnya modalitas sensoris yang disebabkan oleh konflik
emosional.
2. Makropsia: pasien menyatakan bahwa benda-benda tampak lebih besar dari
sesungguhnya; bisa berhubungan dengan kondisi organik, seperti epilepsi kejang
parsial kompleks.
3. Mikropsia: pasien menyatakan bahwa benda-benda adalah lebih kecil dari
sesungguhnya; bisa berhubungan dengan kondisi organik, seperti epilepsi kejang
parsial kompleks.
4. Depersonalisasi: suatu perasaan subjektif merasa tidak nyata, aneh atau tidak
mengenali diri sendiri.
5. Derealisasi: suatu perasaan subjektif bahwa lingkungan adalah aneh atau tidak
nyata; suatu perasaan tentang perubahan realistik.
6. Fugue: mengambil identitas baru pada amnesia identitas yang lama; seringkali
termasuk berjalan-jalan atau berkelana ke lingkungan yang baru.
7. Kepribadian ganda (multiple personality): satu orang yang tampak pada waktu
yang berbeda menjadi dua atau lebih kepribadian dan karakter yang sama sekali

berbeda. (disebut disosiatif

identitas yang

terdapat

dalam

edisi

revisi

dari Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorders [DSM-IV-TR] ).


VIII. DAYA INGAT
Daya ingat merupakan fungsi di mana informasi disimpan di otak dan
selanjutnya diingat kembali ke kesadaran.
Ganggguan Daya Ingat:
1. Amnesia: ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk mengingat
a.
b.
2.
a.
b.

pengalaman masa lalu; mungkin berasal dari organik atau emosional.


Anterograd: amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah suatu titik waktu.
Retrograd: amnesia sebelum suatu titik waktu.
Paramnesia: pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan
Fausse reconnaissance: pengenalan yang palsu.
Pemalsuan retrospektif: ingatan secara tidak diharapkan (tidak disadari)
menjadi terdistorsi saat disaring melalui keadaan emosional, kognitif, dan

c.

pengalaman pasien sekarang.


Konfabulasi: pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh
pengalaman yang dibayangkan atau tidak nyata yang dipercayai pasien tetapi
tidak mempunyai dasar kenyataan; paling sering berhubungan dengan patologi

d.

organik.
Deja vu: ilusi pengenalan visual di mana situasi yang baru secara keliru

e.
f.

dianggap sebagai suatu pengulangan ingatan sebelumnya.


Deja entendu: ilusi pengenalan auditoris.
Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali sebagai pikiran yang

g.

sebelumnya telah dirasakan atau diekspresikan.


Jamais vu: perasaan palsu tentang ketidakkenalan terhadap situasi nyata yang

telah dialami oleh seseorang.


3. Hipermnesia (daya ingat yang meninggi): peningkatan derajat penyimpanan
dan pengingatan.
4. Eidetic image: ingatan visual tentang kejelasan halusinasi.
5. Screen memory: ingatan yang dapat ditoleransi secara sadar menutup ingatan
yang menyakitkan.
6. Represi: suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh pelupaan secara tidak
disadari terhadap gagasan atau impuls yang tidak dapat diterima.

7. Letologika: ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau suatu


kata benda yang tepat.
8. Photographic memory : ingatan yang kuat sejelas dan sepasti sebuah gambar.
Tingkat Daya Ingat:
1. Daya ingat yang segera (immediate memory): reproduksi atau pengingatan
hal-hal yang dirasakan dalam beberapa detik sampai menit.
2. Daya ingat yang baru saja (recent memory): pengingatan peristiwa yang telah
lewat beberapa hari.
3. Daya ingat yang agak lama (recent past memory): pengingat peristiwa yang
telah lewat selama beberapa bulan.
4. Daya ingat yang jauh (remote memory): pengingatan peristiwa yang telah lama
terjadi.
IX. INTELIGENSIA
Kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakkan dan menyatukan
secara konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru.
Retardasi Mental:
Kurangnya inteligensia sampai derajat di mana terdapat gangguan pada kinerja sosial
dan kejuruan:
1.
2.
3.
4.

ringan (IQ 50 atau 55 - kira-kira 70)


sedang (IQ 35 atau 40 - 50 atau 55)
berat (IQ 20 atau 25 - 35 - 40)
sangat berat (IQ di bawah 20 atau 25)

Istilah yang lama ialah idiot (usia mental kurang dari 3 tahun), imbesil (usia mental
kira-kira 8 tahun).

Demensia:
Pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan kesadaran.

1. Diskalkulia (Akalkulia): hilangnya kemampuan untuk melakukan perhitungan;


bukan karena gangguan psikologis.
2. Disgrafia (Agrafia): Hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gaya yang
kursif; hilangnya struktur kata.
3. Aleksia: Hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki; bukan
disebabkan oleh gangguan penglihatan.
Pseudodemensia:
Gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh suatu
kondisi organik; paling sering disebabkan oleh depresi (sindroma demensia dari
depresi).
Berpikir Konkret:
Berpikir harfiah; penggunaan kiasan yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti;
pikiran satu-dimensi.
Berpikir Abstrak:
Kemampuan untuk mengerti nuansa arti; berpikir multidimensional dengan
kemampuan menggunakan kiasan dan hipotesis dengan tepat.
X. TILIKAN (INSIGHT)
Kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu
situasi (seperti sekumpulan gejala).
Tilikan Intelektual:
Kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif tentang suatu keadaan tanpa
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk
mengatasi situasi.

Tilikan Sejati:
Kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif tentang suatu situasi, disertai dengan
daya pendorong motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.

Tilikan yang Terganggu:


Kehilangan kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif dari suatu situasi.
Suatu ringkasan tentang tingkat tilikan menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut:
1.
2.

Penyangkalan penyakit sama sekali.


Agak menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan bantuan tetapi dalam

3.

waktu yang bersamaan menyangkal penyakitnya.


Sadar bahwa mereka adalah sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang lain,

4.

pada faktor eksternal, atau pada faktor organik.


Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada diri

5.

pasien.
Tilikan intelektual: menerima bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau
kegagalan dalam penyesuaian sosial adalah disebabkan oleh perasaan irasional
atau gangguan tertentu dalam diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan

6.

untuk pengalaman di masa depan.


Tilikan emosional sejati: kesadaran emosional tentang motif dan perasaan di
dalam diri pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat
menyebabkan perubahan dasar dalam perilaku pasien.

XI. PERTIMBANGAN (JUDGEMENT)


Kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan untuk bertindak secara
tepat di dalam situasi tersebut.
Pertimbangan Kritis:
Kemampuan untuk menilai, melihat dan memilih berbagai pilihan di dalam suatu
situasi.
Pertimbangan Otomatis:
Kinerja refleks di dalam suatu tindakan.
Pertimbangan yang Terganggu:

Kehilangan kemampuan untuk mengerti suatu situasi dengan benar dan bertindak
secara tepat.

Anda mungkin juga menyukai