Anda di halaman 1dari 56

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun oleh :
Andi Fahripa Nur Rahma 2009 730 125

Pembimbing :
DR. Dr. Effek Alamsyah,SpA MPH

STASE ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013
57

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul Demam
Berdarah Dengue yang merupakan salah satu penyakit tersering pada anak dengan
tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada DR. Dr. Effek
Alamsyah,SpA MPH, selaku pembimbing di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSIJ
Cempaka Putih dan rekan - rekan yang telah membantu penulis dalam pembuatan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis
harapkan guna perbaikan dalam pembuatan referat selanjutnya.
Semoga referat ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para
pembaca dan rekan-rekan sejawat.

Jakarta, Oktober 2013

Penulis

57

BAB I
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.1
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui peran nyamuk Aedes yang
terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam grup B
Arthropod borne Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,
famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Keempat jenis seroptipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat.2
Tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas, sehingga menyulitkan penegakan
diagnosis. Menurut pakar, dengue is one disease entity with different clinical
presentations and often with unpredictable clinical evolution and outcome. Untuk
membantu para klinisi, WHO pada tahun 1997 membuat panduan dalam buku
berjudul Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.
Panduan ini merupakan panduan yang komprehensif yang sampai sekarang tetap
digunakan di semua negara endemis dengue, termasuk Indonesia. Menggunakan
panduan WHO tersebut, negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah menurunkan
angka kematian dari 1.18% pada tahun 1985 menjadi 0.79% di tahun 2009. Namun
karena dengue telah menyebar ke berbagai negara, banyak pihak yang melaporkan
sulitnya penggunaan klasifikasi WHO 1997. Beberapa hal yang dipermasalahkan
adalah kesulitan memasukan klasifikasi dengue berat kedalam spektrum klinis,
57

kesulitan menentukan derajat penyakit karena tidak semua kasus disertai perdarahan,
dan keinginan untuk menyaring kasus dengue saat terjadi kejadian luar biasa. Untuk
itu WHO membuat klasifikasi dengue 2009,

namun beberapa negara di Asia

Tenggara tidak menyetujui klasifikasi WHO 2009 dan membuat revisi klasifikasi
WHO 2011.3

BAB II
PEMBAHASAN
1.

DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus Dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. DBD
adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue. Manifestasi
simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut:

57

Gambar 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue menurut WHO 2011.4

1. Demam tidak terdiferensiasi. Adalah infeksi dengue primer (yaitu infeksi dengue
pertama kalinya), gejala yang timbul adalah demam sederhana yang tidak dapat
dibedakan dengan infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat menyertai
demam atau mungkin muncul selama penurunan suhu badan sampai normal.
Umumnya disertai gangguan pencernaan dan pernapasan bagian atas.
2. Demam dengue (DD) paling sering terjadi pada anak-anak, remaja dan orang
dewasa. Hal ini umumnya merupakan penyakit demam akut dan kadang-kadang
demam biphasic dengan sakit kepala parah, mialgia, arthralgia, ruam, leukopenia
dan trombositopenia. Pada DD bisa menjadi penyakit melumpuhkan dengan sakit
kepala parah, nyeri otot, sendi dan tulang, terutama pada orang dewasa. Kadangkadang terjadi perdarahan yang tidak biasa seperti pendarahan gastrointestinal,
hypermenorrhea dan epistaksis masif.
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan). Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering
terjadi pada anak kurang dari 15 tahun di daerah hiperendemik, berkaitan dengan
infeksi dengue berulang. DBD ditandai dengan onset akut dari demam tinggi dan
berhubungan dengan tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan DD pada fase
57

awal. Ada diatesis hemoragik umum seperti uji tourniquet positif, petechiae,
hematom dan perdarahan gastrointestinal sering terjadi pada kasus berat. Pada
akhir dari fase demam, ada kecenderungan untuk berkembang menjadi syok
hipovolemik (dengue shock syndrome) akibat kebocoran plasma. Kehadiran tandatanda awal sebelumnya seperti muntah terus-menerus, sakit perut, lesu atau
gelisah, atau lekas marah dan oliguria gejala khas untuk intervensi mencegah syok.
Trombositopenia dan meningkatnya hematokrit / hemokonsentrasi adalah gejala
sebelum syok.
4. Expanded dengue syndrome. Manifestasi yang tidak lazim dengan keterlibatan
organ vital seperti hati, otak, ginjal dan atau jantung yang terkait dengan infeksi
dengue yang dapat pula terjadi dengan tidak adanya bukti kebocoran plasma.
Kebanyakan pasien DBD yang memiliki manifestasi tidak lazim adalah hasil dari
komplikasi syok yang berkepanjangan dengan gagal organ atau pasien dengan
penyakit penyerta (co-infection).4
Para pakar mengemukakan beberapa alasan mengapa klasifikasi WHO 1997
harus direvisi. Pertama, saat ini infeksi telah menyebar ke banyak negara. Kedua
infeksi dengue mempunyai spektrum manifestasi klinis yang luas, kadangkala sulit
diramalkan baik secara klinis maupun prognosisnya. Walaupun infeksi sembuh
dengan sendirinya, adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat mengakibatkan
akibat berat dan fatal. Para pakar kesulitan untuk membedakan dengue ringan dan
berat. Ketiga diperlukan triase klasifikasi yang lebih luas dan longgar untuk
penegakan diagnosis sedini mungkin dan tatalaksana saat terjadi KLB. Keempat
kesulitan untuk pengelompokan apabila ditemukan dengue berat karena tidak terdapat
dalam klasifikasi WHO 1997. Akhirnya terbentuklah klasifikasi WHO 2009.

57

Namun pada klasifikasi spektrum klinis infeksi dengue tidak dibedakan antara
kelompok DBD/DSS dengan kelompok DD. Lalu klasifikasi ini terlalu luas sehingga
menyebabkan overdiagnose, namun diakui perlu dibuat spektrum klinis terpisah dari
DBD, yaitu expanded dengue syndrome yang terdiri dari isolated organopathy dan
unusual manifestations. Berdasarkan hal tersebut maka dibuat revisi dengan
klasifikasi hampir sama klasifikasi WHO1997, namun kelompok infeksi dengue
simtomatik ditambah dengan expanded syndrome dengue.

2. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi
57

dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)
provinsi dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun
2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga
peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912
kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut
kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan
wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk
serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Gambar 2. AI DBD per 100.000 Penduduk Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2009.

57

Gambar 3. Lima provinsi tertinggi Angka Kematian DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia
Tahun 2009

Provinsi dengan angka kematian (AK) tertinggi pada umumnya berbeda


dengan provinsi dengan AI tertinggi (AI). Hal ini berarti provinsi dengan AI tinggi
belum tentu juga menjadi provinsi dengan AK tinggi. Pada Gambar di atas terlihat
semua provinsi dengan AK tertinggi adalah provinsi yang berada di luar pulau Jawa
dan Bali sedangkan provinsi dengan AI tertinggi umumnya dari Pulau Jawa dan Bali.
AK rendah di pulau Jawa dan Bali bila dibandingkan dengan di luar pulau Jawa ini
kemungkinan karena pelayanan medis dan akses ke pelayanan kesehatan lebih baik,
serta tingkat pengetahuan masyarakat tentang DBD di pulau Jawa dan Bali lebih
tinggi. Oleh karena itu upaya promosi kesehatan dan peningkatan akses dan
pelayanan medis perlu difokuskan pada daerah di luar pulau Jawa dan Bali.1
3. ETIOLOGI
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
57

terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Kerentanan manusia tergantung pada
sistem imun dan genetik predisposition.2
4. CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada
saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada
telurnya (transovanan transmission). Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak
di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama
hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.2

5. PATOFISIOLOGI
57

5.1.

Demam Dengue
Walaupun Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue ( DBD)

disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa
renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma
yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.5
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala
dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi
dengan menangkap virus dan memrosesnya sehingga makrofag menjadi APC
(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak
virus. T-Helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang
sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3
jenis

antibodi

yang

telah

dikenali

yaitu

antibodi

netralisasi,

antibodi

hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.(5)


Proses di atas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala
lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

5.2.

DBD
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes

aegypti atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi
sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup
57

dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai
dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organelorganel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen
perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembanganbiakan virus DEN terjadi di
sitoplasma sel. Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein
yang menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat
terjadi diantara keempat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN
menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut, tetapi tidak ada
cross protective terhadap serotipe virus yang lain. Secara in vitro antibodi terhadap
virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen;
Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent
Enhancement.
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M
(membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein premembran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu
membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas
hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (binding
receptor), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan
sebagai epitop yang memiliki serotipe spesifik, serotipe-cross reaktif atau flaviviruscross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus
DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi
poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang
terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan
pada dua hal yang berbeda :
a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotipe spesifik yang
dapat mencegah infeksi virus.

57

b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat


meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang


kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis
pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan
infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi
terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih
jelas bila dikemukakan sebagai berikut: Seseorang yang pernah mendapat infeksi
primer virus dengue, akan mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama
(homologous).

57

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe
virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan
urAIan berikut: Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk
dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari
serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk
kompleks yang infeksius.

57

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel
virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan
antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari
IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus
antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat
opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan
teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga Platelet
Activating Faktor (PAF). Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat
di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih
jelas bila diurAIkan dalam betuk gambar berikut:

57

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi
antigen antibody kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas,
dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok. Virus-Ab kompleks (kompleks imun)
yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek.
Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran
plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.

57

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah
terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh
anak tersebut telah terjadi Non Neutralizing Antibodies akibat adanya infeksi yang
persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi proses Enhancing yang
akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan
mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator
tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system
hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.(6,7,8)

57

6. GEJALA KLINIS
6.1.
Demam berdarah dengue
Setelah masa inkubasi rata-rata 4-6 hari (kisaran 3-14 hari), berbagai gejala
non-spesifik konstitusional dari sakit kepala, sakit punggung dan malAIse umum
dapat ditemukan. Biasanya, awal DD adalah kenaikan suhu tiba-tiba dan sering
dikAItkan dengan wajah memerah dan sakit kepala. Sesekali, menggigil menyertai
kenaikan suhu yang mendadak. selanjutnya, mungkin ada nyeri retro-orbital pada
gerakan mata atau tekanan mata, fotofobia, sakit punggung, dan nyeri pada otot dan
sendi/tulang. Gejala umum lainnya termasuk anoreksia dan perubahan sensasi rasa,
sembelit, nyeri kolik dan nyeri perut, nyeri di daerah inguinal, sakit tenggorokan.
Gejala ini biasanya berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Perlu

57

dicatat bahwa gejala-gejala dan tanda-tanda DD sangat bervariasi dalam frekuensi


dan keparahan.4
Demam: Suhu tubuh biasanya antara 39 C dan 40 C, dan demam mungkin
biphasic, 5-7 hari.
Ruam: kemerahan difus atau erupsi sekilas dapat diamati pada wajah, leher dan dada
selama dua sampai tiga hari pertama, dan ruam mencolok yang mungkin
makulopapular atau rubelliform muncul pada sekitar hari ketiga atau keempat.
Menjelang akhir masa demam atau segera setelah penurunan suhu badan sampai yg
normal, ruam umum memudar dan kelompok lokal petechiae mungkin muncul pada
dorsum kaki, di kaki, dan di tangan dan lengan. petechiae konfluen ditandai dengan
kulit terasa gatal.
Manifestasi perdarahan: perdarahan kulit dapat hadir dengan uji tourniquet positif
dan / atau petechiae. Pendarahan lain seperti epistaksis masif, hypermenorrhea,
perdarahan ginggiva dan perdarahan gastrointestinal jarang terjadi di DD, komplikasi
dengan trombositopenia.
Laboratorium : Di daerah endemik demam berdarah, tes turniket positif dan
leukopenia (WBC 5000 sel/mm3) membantu dalam membuat diagnosis awal
infeksi dengue dengan nilai prediksi positif 70% -80%. Temuan Laboratorium
selama

episode

akut

penyakit

DD

adalah

sebagai

berikut:

Jumlah WBC biasanya normal pada awal demam, kemudian berkembang

menjadi leukopenia dengan penurunan neutrofil dan berlangsung selama periode


demam.
Jumlah platelet biasanya normal, seperti juga komponen lain dari mekanisme
pembekuan darah. Trombositopenia ringan (100. 000-150. 000 sel/mm3) sering
ditemukan, dari rata-rata semua pasien DD memiliki jumlah trombosit di bawah
100.000 sel/mm3, tetapi trombositopenia berat (<50 000 sel/mm3) jarang terjadi.

Hematokrit meningkat ringan ( 10%) dapat ditemukan sebagai konsekuensi

dari dehidrasi yang terkait dengan muntah, demam, anoreksia dan asupan oral yang
buruk.
57

Biokimia darah biasanya normal tapi enzim hati alanine aminotransferase


(ALT) dan aspartate amino transferase (AST) mungkin meningkat.

Diferensial diagnosis Demam dengue

Arboviruses: Chikungunya virus

Other viral diseases: Measles; rubella dan virus lainnya; Epstein-Barr


Virus (EBV); enteroviruses; influenza; hepatitis A

Bacterial diseases: leptospirosis, typhoid.

Parasitic diseases: Malaria.

6.2.

Demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue.


Kasus DBD khas ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan,

hepatomegali,

dan

sering

dengan

gangguan

peredaran

darah

dan

syok.

Trombositopenia sedang yang ditandai bersamaan dengan hemokonsentrasi


/peningkatan hematokrit adalah temuan laboratorium yang khas terlihat. Perubahan
patofisiologi utama yang menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya
dari demam dengue adalah hemostasis abnormal dan kebocoran plasma selektif
dalam rongga pleura dan perut. Perjalanan klinis DBD dimulai dengan kenaikan suhu
yang mendadak disertai wajah kemerahan dan gejala yang menyerupai demam
berdarah, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri otot atau sendi.
Tes tourniquet positif (~ 10 titik / inci 2), bisa diamati pada fase demam awal.
Petechiae halus tersebar pada ekstremitas, aksila, wajah dan langit-langit mulut dapat
dilihat selama fase demam awal. Ruam peteki konfluen dengan daerah seputaran kulit
normal terlihat dalam masa pemulihan, seperti pada demam berdarah. Epistaksis dan
perdarahan gusi kurang umum. Perdarahan gastrointestinal ringan kadang-kadang
dapat tampak, keadaan ini bisa menjadi lebih parah pada pasien yang sudah ada
57

penyakit ulkus peptikum sebelumnya. Hematuria jarang terjadi. Hepar biasanya


teraba di awal fase demam, hanya teraba 2-4 cm di bawah batas kosta kanan. Ukuran
hepar tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit, tetapi hepatomegali lebih sering
pada kasus syok.
Fase kritis DBD, yaitu periode kebocoran plasma, dimulai sekitar transisi dari
demam ke fase afebris. Bukti kebocoran plasma, efusi pleura dan ascites mungkin,
Namun tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik pada fase awal kebocoran
plasma atau kasus-kasus ringan DBD. Hematokrit meningkat, misalnya 10% sampai
15% di atas normal, adalah bukti paling awal kebocoran plasma. Komplikasi yang
signifikan dari kebocoran plasma menyebabkan syok hipovolemik. Bahkan dalam
kasus-kasus syok, sebelum terapi cairan intravena, efusi pleura dan ascites mungkin
tidak terdeteksi secara klinis. USG atau foto thorax untuk membuktikan kebocoran
plasma dapat mendahului deteksi klinis. Rontgen dada kanan dekubitus lateral yang
meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi efusi pleura. Dinding kandung empedu
edema dikAItkan dengan kebocoran plasma dan mungkin mendahului deteksi klinis.
Penurunan albumin serum secara signifikan yaitu > 0,5 gram/dl dari awal adalah
bukti tidak langsung plasma leakage. Dalam kasus-kasus ringan DBD, semua tanda
dan gejala mereda setelah demam reda. Penurunan demam bisa disertai dengan
keringat dan perubahan ringan pada denyut nadi dan tekanan darah. Perubahan ini
mencerminkan gangguan peredaran darah ringan dan sementara sebagai akibat dari
kebocoran plasma derajat ringan. Pasien biasanya pulih baik secara spontan atau
setelah terapi cairan dan elektrolit. Dalam kasus sedang sampai parah, kondisi pasien
memburuk beberapa hari setelah timbulnya demam. Ada warning sign seperti muntah
terus-menerus, sakit perut, penolakan asupan oral, lesu atau gelisah atau lekas marah,
oliguria. Mendekati akhir fase demam, pada saat atau segera setelah suhu turun atau
antara 3-7 hari setelah timbulnya demam, ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi: kulit
menjadi dingin, perioral sianosis sering diamati, dan denyut nadi menjadi lemah dan
cepat. Meskipun beberapa pasien mungkin tampak lesu, biasanya mereka menjadi
gelisah dan kemudian dengan cepat masuk ke tahap kritis dari syok. Sakit perut akut
adalah keluhan sering sebelum timbulnya syok. Shock ditandai dengan nadi cepat dan
57

lemah dengan penyempitan tekanan nadi < 20 mmHg dengan tekanan diastolik yang
meningkat, misalnya 100/90 mmHg, atau hipotensi. Tanda-tanda perfusi jaringan
berkurang adalah: waktu pengisian kapiler (> 3 detik), kulit teraba dingin dan gelisah.
Pasien shock berada dalam bahaya kematian jika tidak ada pengobatan yang cepat
dan tepat diberikan. Pasien mungkin masuk ke dalam tahap syok mendalam dengan
tekanan darah dan / atau pulsasi nadi menjadi tak teraba (DBD derajat 4). Perlu
dicatat bahwa sebagian besar pasien tetap sadar hampir ke tahap terminal.
Convalescence pada DBD
Diuresis dan kembalinya nafsu makan adalah tanda-tanda pemulihan dan
indikasi

untuk

menghentikan

penggantian

volume.

Temuan

umum

dalam

convalescence meliputi sinus bradikardia atau aritmia dan petechial konfluen seperti
yang dijelaskan pada demam berdarah. Penyembuhan pada pasien dengan atau tanpa
syok biasanya singkat dan lancar. Bahkan dalam kasus dengan syok mendalam,
setelah shock diatasi dengan perawatan yang tepat pada pasien yang bertahan dapat
sembuh dalam 2 - 3 hari. Namun, mereka yang memiliki syok yang berkepanjangan
dan kegagalan multiorgan akan memerlukan pengobatan khusus dan mengalami
pemulihan lebih lama. Perlu dicatat bahwa angka kematian dalam kelompok ini akan
tinggi bahkan dengan pengobatan khusus.
Laboratorium
1. Sel darah putih (WBC) count mungkin normal atau dengan neutrofil dominan

pada fase demam awal. Setelah itu, ada penurunan jumlah sel darah putih dan
neutrofil, mencapAI titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah
total sel putih ( 5000 sel/mm3) dan rasio neutrofil ke limfosit (neutrofil
<limfosit) berguna untuk memprediksi masa kritis kebocoran plasma. Temuan
ini mendahului trombositopenia atau hematokrit meningkat. Sebuah
limfositosis relatif dengan limfosit atipikal yang meningkat umumnya diamati
pada akhir fase demam dan ke pemulihan. Perubahan ini juga terlihat pada
DF.
57

2. jumlah trombosit normal selama fase awal demam. Penurunan ringan dapat

diamati setelahnya. Penurunan tiba-tiba jumlah trombosit di bawah 100.000


terjadi pada akhir fase demam sebelum timbulnya shock atau penurunan
demam. Tingkat jumlah trombosit berkorelasi dengan keparahan DBD.
Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali normal selama masa
pemulihan. Hematokrit normal pada fase awal demam. sedikit peningkatan
mungkin karena demam tinggi, anoreksia dan muntah. Kenaikan mendadak
hematokrit diamati secara bersamaan atau segera setelah penurunan jumlah
trombosit. Haemoconcentration atau hematokrit meningkat 20% dari awal,
bukti obyektif dari kebocoran plasma. Perlu dicatat bahwa tingkat hematokrit
dapat dipengaruhi oleh penggantian volume awal dan pendarahan.
3. Temuan umum lainnya adalah hypoproteinemia / albuminaemia (sebagai
akibat

dari

kebocoran

plasma),

hiponatremia,

dan

tingkat

aspartat

aminotransferase serum sedikit meningkat ( 200 U / L) dengan rasio


aspartate aminotransferase (AST): alanine aminotransferase (ALT) > 2.
4. Albuminuria ringan bersifat sementara kadang-kadang dapat timbul.
5. Dalam kebanyakan kasus, tes koagulasi dan faktor fibrinolitik menunjukkan
penurunan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III.
Penurunan antiplasmin (plasmin inhibitor) ini ditemukan di beberapa kasus.
Pada kasus yang parah ditandai dengan disfungsi hati, faktor pengurangan V,
VII, IX dan X.
6. parsial tromboplastin time dan protrombin time lebih panjang sekitar setengah

dan sepertiga dari kasus DBD. Trombin time juga panjang pada kasus berat.
7. Hiponatremia sering diamati pada DBD dan shock berat.
8. Asidosis metabolik sering ditemukan pada kasus

dengan

syok

berkepanjangan. Nitrogen urea darah meningkat pada syok berkepanjangan.

Kriteria untuk diagnosis klinis DBD/DSS


1. manifestasi klinis
57

Demam: onset akut, tinggi dan terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari
dalam banyak kasus.
Salah satu manifestasi perdarahan berikut termasuk tes tourniquet positif, petechiae,
purpura (pada situs venepuncture), epistaksis, perdarahan gusi, dan hematemesis
dengan atau tanpa melena.
Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahapan penyakit pada 90%
-98%

anak.

Frekuensi

bervariasi

dengan

waktu

dan

atau

pengamat.

Syok, dimanifestasikan dengan takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan


denyut nadi lemah dan tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi dengan
akral dingin, kulit lembab dan / atau gelisah.
2. Temuan laboratorium
Trombositopenia (100.000 sel/mm3 atau kurang).
Haemoconcentration; hematokrit meningkat 20% dari baseline pasien.
Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan haemoconcentration atau
hematokrit meningkat, cukup untuk membuat diagnosis klinis DBD. Kehadiran
pembesaran hati sebagai tambahan dari dua kriteria klinis pertama dapat menandakan
DBD sebelum timbulnya kebocoran plasma.
Kehadiran efusi pleura (X-ray thorax atau USG) adalah bukti yang paling obyektif
adanya kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia memberikan bukti pendukung.
Hal ini sangat berguna untuk diagnosis DBD pada pasien berikut:
anemia.
perdarahan parah.
di mana tidak ada hematokrit awal.
peningkatan hematokrit sampai <20% karena terapi intravena sebelumnya.
Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan trombositopenia mendukung
diagnosis DSS. LED rendah (<10 mm / jam) selama syok membedakan DSS dari
syok septik. LED yang rendah terjadi karena rendahnya tingkat albumin dan
fibrinogen.

57

Deferensial Diagnosis
Pada fase awal demam, deferensial diagnosis mencakup spektrum yang luas
dari infeksi virus, bakteri, dan protozoa yang mirip dengan demam dengue. Adanya
trombositopenia dan hemokonsentrasi secara bersamaan membedakan DBD/DSS
dengan penyakit lainnya.
Tabel 1. Tanda klinis
DD/DBD
DD

grade

Tanda dan gejala


Demam dengan dua hal

Laboratorium
leukopenia (WBC 5000)

berikut:

sel/mm3).

Sakit kepala.

Trombositopenia (jumlah

Retro-orbital nyeri.

trombosit

mialgia.

<150 000 sel/mm3).

Arthtralgia / nyeri tulang.

Meningkatnya hematokrit

Ruam.

(5% - 10%).

Dengue manifestasi.

Tidak ada bukti kehilangan

Tidak ada bukti kebocoran

plasma

plasma.

DBD

Demam

dan

manifestasi Trombositopenia

<100.000

perdarahan (positif tourniquet sel/mm3


test) dan bukti kebocoran Hematokrit 20%.
DBD

II

plasma
Seperti di grade I di tambah Trombositopenia
dengan perdarahan spontan

DBD

III

<100.000

sel/mm3

Hematokrit 20%.
Seperti di grade I atau II Trombositopenia <100.000
ditambah kegagalan sirkulasi sel/mm3
(nadi lemah, tekanan nadi Hematokrit 20%.
20

mmHg,

hipotensi,
57

DBD

IV

gelisah).
Seperti di grade III ditambah Trombositopenia

<100.000

syok dengan tekanan darah sel/mm3


yang tidak terditeksi dan nadi Hematokrit 20%.
tidak teraba
Sumber:http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/
#: DBD III dan IV adalah DSS

Komplikasi

Demam dengue

DF dengan perdarahan dapat terjadi dalam hubungan dengan penyakit yang


mendasari seperti tukak lambung, trombositopenia berat dan trauma.
DHF bukan kesinambungan DF.

Demam berdarah dengue

Biasanya terjadi berhubungan dengan syok berat/berkepanjangan yang menyebabkan


asidosis metabolik dan perdarahan hebat dan kegagalan multiorgan seperti hati dan
disfungsi ginjal. Yang lebih penting, pengganti cairan yang berlebihan selama periode
kebocoran plasma yang menyebabkan efusi masif menyebabkan penekanan
pernapasan, kongesti paru akut dan/atau gagal jantung. Terapi cairan Lanjutan setelah
periode kebocoran plasma akan menyebabkan edema paru akut atau gagal jantung,
terutama bila ada reabsorpsi cairan extravasase. Selain itu, terapi cairan syok
mendalam / berkepanjangan dan tidak tepat dapat menyebabkan gangguan
metabolisme / elektrolit. Kelainan metabolik sering ditemukan sebagai hipoglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia dan kadang-kadang, hiperglikemia. Gangguan ini dapat
menyebabkan manifestasi tidak biasa misalnya ensefalopati.4
6.3.

Expanded dengue syndrome (unusual or atypical manifestations)


Dalam beberapa tahun terakhir dengan penyebaran geografis penyakit demam

berdarah, ada laporan peningkatan DF dan DBD dengan manifestasi yang tidak biasa.
57

Ini termasuk: saraf, hati, ginjal dan keterlibatan organ lain. Ini dapat dijelaskan
sebagai komplikasi syok berkepanjangan atau berhubungan dengan kondisi host yang
mendasari/ koinfeksi.
Manifestasi sistem saraf pusat (SSP) termasuk kejang, spastisitas, perubahan
kesadaran dan paresis transien telah diamati. Penyebab tergantung pada waktu
manifestasi sehubungan dengan kebocoran, viremia plasma atau pemulihan.
Ensefalopati dalam kasus fatal telah dilaporkan di Indonesia, Malaysia, Myanmar,
India dan Puerto Rico. Namun, dalam banyak kasus tidak ada otopsi untuk
menyingkirkan perdarahan atau oklusi dari pembuluh darah. Meskipun terbatas, ada
beberapa bukti bahwa pada kesempatan langka virus dengue dapat melewati sawar
darah-otak dan menyebabkan ensefalitis. Tabel 2 rincian manifestasi yang tidak biasa
/ atipikal demam berdarah.
Disebutkan di atas manifestasi yang tidak biasa mungkin tidak dilaporkan atau
belum diakui atau tidak berhubungan dengan demam berdarah. Namun, sangat
penting bahwa penilaian klinis yang tepat dilakukan untuk pengelolaan yang tepat,
dan penelitian kausal harus dilakukan.4
Faktor host yang berikut ini berkontribusi terhadap penyakit yang lebih berat dan
komplikasinya:
Bayi dan orang tua,
Obesitas,
Wanita hamil,
Penyakit ulkus peptikum,
Wanita yang mengalami perdarahan vagina atau menstruasi tidak normal,
Penyakit hemolitik seperti defisiensi glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6PD),
thalassemia dan haemoglobinopathies lain,
Penyakit jantung bawaan,
penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung
iskemik, gagal ginjal kronis, sirosis hati,
57

pasien pada pengobatan steroid atau NSAID, dan


lain-lain.

Tabel 2. Expanded dengue syndrome


Sistem Organ
Neurologi

Unusual atau atypical manifestation


Kejang demam pada anak
Ensefalopati
Ensefalitis atau/meningitis aseptic
Perdarahan intracranial
Efusi subdural
Sindrom guilain Barre

Gastrointestinal/hepatic

Meilitis transversal
Hepatitis
Pankreatitis akut
Hyperplasia plaque payeri

Ginjal

Parotitis akut
Gagal ginjal akut

Jantung

Hemolytic uremic syndrome


Miokarditis

Respirasi

Perikarditis
Sindrom distress pernapasan akut

Muskuloskeletal
Limforetikuler

Perdarahan paru
Rapdomiolisis
ITP

Mata

Lymph node infaftion


Macular haemorrhage
Gangguan visual acuity

Lain-lain

Neuritis optikus
Depresi
Halusinasi
Psikosis
57

Alopesia
Sumber: Gulati S, Maheshwari A. Atypical manifestations of dengue. Trop Med Int Health. 2007
Sep.; 12(9):1087 95.4

7. Diagnosis Laboratorium
Pengujian laboratorium berikut ini tersedia untuk mendiagnosis demam berdarah
dan DBD:
Virus isolasi
- Karakterisasi serotypic / genotipik
Deteksi asam nukleat virus
deteksi virus antigen
tes respon imunologi
- IgM dan IgG antibodi tes
Analisis untuk parameter hematologis

Diagnostik tes dan tahapan penyakit


Viremia Dengue pada pasien waktunya pendek, biasanya terjadi 2-3 hari sebelum

timbulnya demam dan berlangsung selama empat sampai tujuh hari penyakit. Selama
periode ini virus dengue, asam nukleat dan antigen virus yang beredar dapat dideteksi
(Gambar 6).
Respon antibodi terhadap infeksi mencakup munculnya berbagai jenis
imunoglobulin, IgM dan IgG memiliki nilai diagnostik dalam dengue. Antibodi IgM
terdeteksi dengan 3-5 hari setelah onset penyakit, cepat naik sekitar dua minggu dan
penurunan ke tingkat tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. IgG antibodi terdeteksi pada
tingkat rendah pada akhir minggu pertama, kemudian meningkat dan tetap untuk
jangka waktu lama (selama bertahun-tahun). Karena penampilan akhir antibodi IgM,
yaitu setelah lima hari sejak timbulnya demam, tes serologi berdasarkan antibodi ini
yang dilakukan selama lima hari pertama timbulnya sakit klinis biasanya negatif.
57

Selama infeksi dengue sekunder (ketika tuan rumah itu sebelumnya telah
terinfeksi oleh virus dengue), titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG terdeteksi
pada tingkat tinggi, bahkan dalam tahap awal, dan bertahan dari beberapa bulan untuk
jangka waktu seumur hidup. Kadar antibodi IgM secara signifikan lebih rendah dalam
kasus-kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu, rasio IgM / IgG umumnya digunakan
untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan sekunder. Trombositopenia
biasanya diamati antara hari ketiga dan kedelapan penyakit diikuti dengan perubahan
hematokrit.
Gambar 6: Perkiraan batas waktu infeksi dengue primer dan sekunder dan
metode diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi

Sumber: WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, New
edition, 2009. WHO Geneva.

Terdapat lima tes serologi dasar yang digunakan untuk diagnosis infeksi dengue.
Antara

lain:

haemagglutination-inhibition

(HI),

complement

fixation

(CF),

neutralization test (NT), IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay (MACELISA), and indirect IgG ELISA. Uji apa saja yang dipakai, yang penting pada
dasarnya adalah ada kenaikan titer antibody akut ke antibody konvalesen sebesar 4
kali lipat atau lebih.3
57

1. Uji HI
Uji ini untuk menetapkan titer antibodi anti-dengue yang dapat menghambat
kemampuan virus dengue mengaglutinasi sel darah merah angsa. Antibodi HI
bertahan di dalam tubuh sampai bertahun-tahun, sehingga uji ini baik untuk studi
sero-epidemiologi.
Sayangnya uji ini membutuhkan sepasang sera dengan perbedaan waktu fase akut dan
konvalesen paling sedikit 7 hari, optimalnya 10 hari.Uji ini dapat digunakan untuk
membedakan infeksi primer dan sekunder berdasarkan titer antibodinya.
Kenaikan titer
4kali
4 kali
4 kali

Interval Serum I-II


7 hari
Specimen apapun
< 7 hari

Titer konvalesen
1 : 1280

Interpretasi
Infeksi flavivirus

1 : 2560

akut, primer
Infeksi flavivirus

1 : 1280

akut, sekunder
Infeksi flavivirus
akut, primer atau

Tidak ada kenaikan

Specimen apapun

1 : 2560

sekunder
Infeksi flavivirus

Tidak ada kenaikan


Tidak ada kenaikan

7 hari
< 7 hari

1 : 1280
1 : 1280

baru, Sekunder
Bukan dengue
Tidak dapat

1 : 1280

diinterpretasi
Tidak dapat

Tidak diketahui

Specimen tunggal

diinterpretasi
2. Uji CM
Uji ini tidak banyak dipakai untuk diagnosis serologi secara rutin. Selain rumit
caranya juga memerlukan keahlian tersendiri. Antibody CM biasanya timbul setelah
antibody HI timbul dan sifatnya lebih spesifik pada infeksi primer dan biasanya cepat
menghilang dari darah (2-3 tahun).

57

3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)


Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Biasanya memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT)
yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi nneutralisasi
dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat
dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan
memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa (Mac. Elisa)
Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa
adalah singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan IgM
dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti
dengan timbulnya IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3
bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula
dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan
kasus.
f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan
kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesivisitas yang sama dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang
untuk uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG,
IgM Elisa, IgG Elisa.[1]
PEMERIKSAAN ANTIGEN NS1 DENGUE
PENDAHULUAN
57

Demam dengue maupun penyakit lain akibat virus dengue merupakan


penyakit akibat arbovirus yang endemik terutama di daerah tropik dan subtropik
lainnya. WHO sendiri memperkirakan terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus ini
setiap tahun di seluruh dunia dan menghasilkan 24.000 kematian setiap tahunnya.
Diagnosis penyakit ini adalah dari gejala klinis yang menunjukkan panas
mendadak tinggi disertai dengan gejala-gejala lain yang tidak khas kadang
menyerupai gejala flu biasa. Dari tanda klinis didapatkan nyeri mid epigastrik,
hepatomegali

dan

mungkin

terdapat

tanda-tanda

perdarahan.

Pemeriksaan

laboratorium diperlukan untuk diagnosis maupun evaluasi hasil pengobatan.


Saat ini terdapat beberapa teknik untuk mendeteksi infeksi virus dengue yaitu
kultur dan isolasi virus, RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction),
serologi(IgM dan IgG anti Dengue) dan pemeriksaan hematologi rutin. Isolasi virus
atau PCR masih merupakan standar emas untuk mendeteksi virus dengue ini, tetapi
terdapat keterbatasan untuk pemeriksaan ini terutama biaya, waktu dan teknik
pengerjannya. Pemeriksaan serologi IgM dan IgG antidengue yang secara rutin dan
relatif mudah dikerjakan masih mempunyai keterbatasan yaitu ketidakmampuannya
mendeteksi proses infeksi lebih awal.
Saat ini terdapat terobosan pemeriksaan baru terhadap antigen nonstruktural-1
dengue (NS1) yang dapat mendeteksi virus dengue lebih awal.

STRUKTUR GENOM DAN REPLIKASI VIRUS DENGUE

57

Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, terdapat empat serotipe
yang berbeda yaitu DEN1, DEN2, DEN3 dan DEN4 yang semuanya terdapat di
Indonesia. Virus dengue memiliki genom 11 kb yang mengkode 10 macam protein
virus yaitu tiga protein struktural (C/protein core, M/protein membrane, E/protein
envelope)dan tujuh protein nonstruktural (NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b,
NS5).
Pada saat virus masuk ke sel melalui proses endositosis melalui reseptor,
genom virus yang terdiri dari RNA rantai tunggal akan dilepaskan ke alam sitoplasma
dan digunakan sebagai cetakan atau template untuk proses translasi menjadi
prekursor protein yang lebih besar. Pemotongan pada bagian terminal dari poliprotein
ini oleh enzim-enzim sel inang (signalase, furin) akan menghasilkan protein-protein
struktural yang membentuk partikel virus berselubung. Poliprotein yang tersisa
dibutuhkan untuk menghasilkan lebih banyak virus yang nantinya mengulang proses
yang sama.
Protein-protein nonstruktural virus tersebut diduga bersama-sama dengan
protein-protein host yang belum diketahui, membentuk mesin replikasi didalam
sitoplasma sel-sel yang terinfeksi yang mengkatalisis peningkatan jumlah RNA.
Sebagai contoh, NS3 dan NS5 mempunyai aktivitas protease, helicase, polymerase
yang sangat berperan dalam proses replikasi. NS3 hanya akan aktif bila berikatan
dengan NS2b yang mempunyai peran pada protein folding.
RNA baru yang dihasilkan kemudian digunakan lagi untuk proses translasi
dan menghasilkan kembali protein-protein virus, untuk sintesis lebih banyak RNA
virus atau untuk ankapsidasi kedalam partikel virus. Pada akhirnya virion virion
meninggalkan sel melalui proses eksositosis.
PROTEIN NOSTRUKTURAL-1 DENGUE (NS1 DENGUE)

57

NS1 adalah glikoprotein nonstruktural dengan berat molekul 46-50 kD dan


merupakan glikoprotein yang sangat conserved. Pada awalnya NS1 digambarkan
sebagai antigen Soluble Complement Fixing (SCF) pada kultur sel yang terinfeksi.
NS1 diperlukan untuk kelangsungan hidup virus namun belum diketahui aktivitas
biologisnya. Dari bukti yang sudah ada menunjukkan bahwa NS1 terlibat dalam
proses replikasi virus. NS1 sendiri dihasilkan dalam 2 bentuk yaitu membran
associated dan secreted form.
Selama infeksi sel, NS1 ditemukan berkaitan dengan organel-organel intrasel
atau ditransfer melalui jalur sekresi ke permukaan sel (membran sitoplasma).
Ns1 bukan bagian dari struktur virus tapi diekspresikan pada permukaan sel yang
terinfeksi dan memiliki determinan-determinan yang spesifik group dan tipenya.peran
NS1 dalam imunopatogenesis juga telah disampaikan berdasarkan temuan anti-SCF
antibodies dalam serum pasien-pasien dengan infeksi sekunder tapi tidak pada infeksi
primer. NS1 dengue disekresikan ke dalam system sirkulasi darah pada individu yang
terjangkit virus dengue dengan konsentrasi yang tinggi pada infeksi primer maupun
sekunder selama fase klinik sakit dan hari-hari pertama masa konvalesen
(pemulihan).
HASIL PENELITIAN NS1 DENGUE
Dussart dkk melakukan penelitian terhadap 299 sampel serum dari pasien
dengan penyakit dengue yang terdiri dari 42 kasus DEN1. 43 kasus DEN2, 109 kasus
DEN3, 49 kasus DEN4 dan56 tidak diketahui serotipenya. Lima sampel serum fase
akut onset hari ke 3-4, 51 fase konvalesen onset hari ke 5-10. Dussatr juga
menambahkan 50 sampel serum fase akut (hari 1-4) pasien yang mengalami dengue
like syndrome dan 20 sampel serum yellow fever.

57

Sampel serum yang terinfeksi dengue dibagi dua yaitu serum fase akut (hari
0-4) dan early convalescent (hari ke 5-10). Semua sampel kemudian diperiksa MAC
ELISA (IgM Antibody Captured ELISA) dan NS1 dengue.
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sensitivitas NS1 terhadap PCR sebesar
85% dan terhadap kultur virus 94,1%, dengan sensitivitas total terhadap semua jenis
serotipe 88,7%. Sensitivitas pemeriksaan NS1 optimal hari ke 0-4, sementara
pemeriksaan serologi dengan MAC ELISA sensitivitasnya hanya 8,6% pada waktu
tersebut. Spesivitas NS1 dengue diperoleh sebesar 100%. Kombinasi pemeriksaan
NS1 dengue pada fase akut dan MAC ELISA pada fase konvalesen akan
meningkatkan sensitivitas dari 88,7% menjadi 91,9%.
Penelitian lain dilakukan oleh Kumarasamy dkk yang menggunakan sampel
pasien yang sudah dikonfirmasi dengan RT-PCR dan atau isolasi virus. Dari
penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa sensitivitas reagen komersial dengue NS1
antigen-capture ELISA untuk infeksi virus dengue akut sebesar 93,4% dan
spesivitasnya 100%. Sensitivitas untuk dengue primer sebesarakut sebesar 97,3 %
dan untuk dengue akut sekunder sebesar 70%. Nilai ramal positif dan negatif masingmasing sebesar 100% dan 97,3%. Positive isolation rate isolasi vrus secara
keseluruhan adalah sebesar 68% (73,9% untuk dengue pimer akut dan 31% untuk
dengue sekunder akut) sedangkan positive detection rate RT-PCR secara keseluruhan
adalah 66,7% (65,2% untuk dengue primer akut dan 75,9% untuk dengue sekunder
akut). Dari hasil penelitian tersebut, Kumarasamy menyimpulkan bahwa reagen
komersial dengue NS1 antigen-capture ELISA dapat lebih superior dibandingkan
isolasi virus dan RT- PCR untuk diagnosis laboratorium infeksi dengue akut
berdasarkan sampel tunggal.

57

PENUTUP
Pemeriksaan dengue NS1 antigen dapat mendeteksi infeksi akut lebih awal
dibandingkan pemeriksaan antibodi dengue. Deteksi lebih awal adanya infeksi
dengue ini sangat penting karena kita dapata melakukan terapi suportif dan
pemantauan pasien segera dan dapat mengurangi risiko komplikasi maupun kematian.
Share this:
Pada tahun 2007, sekarang dan beberapa peneliti dari Universitas Malaya
Kuala Lumpur melakukan penelitian yang dimuat di Journal Infection in Developing
Countries. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemeriksaan NS1 Ag Dengue
yang dimiliki oleh suatu pabrik farmasi. NS1 Antigen Dengue sendiri merupakan
pemeriksaan yang terbaru, mudah dilakukan, relatif terjangkau dengan sensitivitas
dan spesifisitas menyerupai pemeriksaan dengue dengan PCR. Penelitian ini
memakai serum pasien demam berdarah dan membandingkannya dengan IgM
dengue, PCR dengue. Disini juga dibandingkan sensitivitas pemeriksaan pada infeksi
primer dengue dan infeksi sekunder dengue.
Infeksi virus dengue didaerah tropis menjadi masalah tersendiri, kasus
kesakitan dan kematiannya relatif susah untuk diturunkan, kasusnya pun selalu
berulang setiap tahun. Masalah yang muncul memang kompleks, soal kebersihan
lingkungan, daya tahan tubuh yang rendah, soal pembiayaan dan diagnosis yang
seringkali telah terlambat. Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang penegakan
diagnosis infeksi oleh virus dengue ini telah mengalami perkembangan sejak
ditemukannya NS1 Ag dengue yang mampu 'menangkap' antigen virus dengue yang
merupakan bagian tubuh dari virus dengue sendiri. Karena alasan tersebut
pemeriksaan ini lebih cepat daripada IgM dengue mengingat IgM dengue baru
muncul setelah adanya respon imun terhadap virus dengue yang baru akan timbul saat
hari ke-3 lebih.
57

Penelitian ini membuktikan bahwa pemeriksaan NS1 Ag dengue mempunyai


sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini mampu mendeteksi hingga
hari ke-10 infeksi. Tetap disarankan untuk menggunakan pemeriksaan IgM dengue
bersama-sama terutama pada daerah dengan kasus sekunder infeksi yang besar.

8. TRIAGE
Triase harus

dilakukan

oleh

orang

yang

terlatih

dan

kompeten.

Jika pasien tiba di rumah sakit dalam kondisi parah / kritis, kemudian kirim
pasien ini langsung ke perawat terlatih / asisten medis (lihat nomor 3 di bawah).
Untuk pasien lain, lakukan sebagai berikut:
1.
Riwayat durasi (jumlah hari) demam dan warning sign dari pasien berisiko
tinggi akan dinilai oleh perawat terlatih atau staf, belum tentu medis.

57

2.

Uji Tourniquet yang akan dilakukan oleh petugas terlatih (jika tidak ada staf
yang cukup, tekanan dikembangkan sampai 80 mmHg untuk > 12 tahun dan

3.

60 mmHg untuk anak usia 5 sampai 12 tahun selama lima menit).


Tanda-tanda vital, termasuk suhu, tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
pernapasan dan perfusi perifer, diperiksa oleh perawat terlatih atau asisten
medis.
Perfusi perifer dinilai dengan palpasi nadi, volume dan warna ekstremitas,
dan waktu CRT. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang
afebris dan memiliki takikardia. Pasien-pasien dan mereka dengan perfusi
perifer berkurang harus dirujuk untuk segera periksa darah rutin, perhatikan

4.

tingkat tes gula darah di sedini mungkin.


Rekomendasi darah rutin:
- Semua pasien demam pada kunjungan pertama untuk mendapatkan HCT,
WBC dan PLT awal.
- Semua pasien dengan warning sign.
- Semua pasien dengan demam> 3 hari.
- Semua pasien dengan gangguan sirkulasi / syok (pasien ini harus
menjalani pemeriksaan glukosa).
Hasil darah rutin: Jika leukopenia dan / atau trombositopenia hadir,

5.

mereka dengan warning sign harus dikirim untuk konsultasi medis segera.
Konsultasi medis: konsultasi medis segera direkomendasikan sebagai
berikut:
- Shock.
- Pasien dengan warning sign, terutama mereka yang sakit berlangsung
selama > 4 hari.

6.

Keputusan untuk observasi dan pengobatan:


- Shock: Resusitasi.
- Pasien hipoglikemik tanpa leukopenia dan / atau trombositopenia harus
menerima infus intravena yang berisi cairan glukosa. Observasi
laboratorium harus dilakukan untuk menentukan penyebab kemungkinan
penyakit. Pasien-pasien ini harus diamati untuk jangka waktu 8-24 jam.
Pastikan perbaikan klinis sebelum mengirim mereka pulang, dan mereka
harus dipantau setiap hari.
- Mereka dengan warning sign.
57

7.

- High-risiko pasien dengan leukopenia dan trombositopenia.


Saran Pasien dan keluarga harus hati-hati disampaikan sebelum mengirim
mereka pulang. Hal ini dapat dilakukan orang terlatih mungkin bukan
perawat / dokter. Saran harus mencakup istirahat, asupan cairan oral atau
diet lunak, dan pengurangan demam dengan spon hangat selain parasetamol.
Warning sign harus ditekankan, dan harus dibuat jelas bahwa jika ini terjadi

8.

pasien harus mencari perhatian medis segera.


Kunjungan Follow-up: Pasien harus menyadari bahwa periode kritis adalah
selama fase afebris dan tindak lanjut pemeriksaan darah rutin sangat penting
untuk

mendeteksi

tanda-tanda

bahaya

awal

seperti

leukopenia,

trombositopenia, dan / atau peningkatan hematokrit. Tindak lanjut harian


direkomendasikan untuk semua pasien, kecuali mereka yang telah kembali
aktivitas normal atau saat suhu berkurang.4
Warning sign :
Tidak ada perbaikan klinis atau memburuknya situasi sebelum atau selama
masa transisi ke fase afebris atau sebagai kemajuan penyakit.

Muntah persistent, tidak minum.


Nyeri perut yang parah
Letargi dan / atau gelisah, perubahan perilaku mendadak.
Perdarahan: Epistaksis, hematemesis, perdarahan menstruasi yang berlebihan,
urin berwarna gelap (haemoglobinuria) atau hematuria.
Pusing.
Pucat, tangan dan kaki dingin dan basah.
Kurang / tidak ada output urin selama 4-6 jam.

57

Handout untuk perawatan di rumah pasien dengue (informasi yang akan diberikan
kepada pasien dan / atau anggota keluarga mereka
A. Edukasi untuk pasien:
Pasien perlu istirahat yang cukup.
Asupan cairan memadai
Jauhkan suhu tubuh di bawah 39 C. Jika suhu melampaui 39 C, berikan pasien
parasetamol. Parasetamol tersedia dalam 325 mg atau 500 mg dalam bentuk tablet
atau dalam konsentrasi 120 mg per 5 ml sirup. Dosis yang dianjurkan 10 mg / kg /
dosis dan harus diberikan dalam frekuensi tidak kurang dari enam jam. Dosis
maksimum untuk orang dewasa adalah 4 gram / hari. Hindari penggunaan
parasetamol terlalu banyak, aspirin atau OAINS tidak dianjurkan.
Spon hangat dahi, ketiak dan ekstremitas. Mandi Air hangat dianjurkan untuk orang
dewasa.
Perhatikan warning sign

Pemantauan Di Rumah Sakit

Parameter berikut harus dipantau:


Kondisi Umum, nafsu makan, muntah, perdarahan dan tanda-tanda dan gejala.
Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah
harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam untuk penderita non syok dan 1-2 jam pada
pasien syok.
Serial hematokrit harus dilakukan minimal setiap empat sampai enam jam dalam
kasus yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau mereka
yang dicurigai dengan perdarahan. Perlu dicatat bahwa hematokrit harus dilakukan

57

sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini tidak mungkin, maka harus dilakukan setelah
bolus cairan tetapi tidak selama infus bolus tersebut.
Urine output (jumlah urin) harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam pada
kasus tanpa komplikasi dan pada setiap jam pada pasien dengan mendalam /
berkepanjangan atau mereka dengan overload cairan. Selama periode ini jumlah
output urin harus sekitar 0,5 ml / kg / jam (ini harus didasarkan pada berat badan
ideal).

Terapi intravena
Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis
Indikasi untuk cairan IV:
ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan yang cukup oral yang atau muntah.
ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.
yang akan datang shock.
Prinsip-prinsip umum dari terapi cairan pada DBD antara lain:
isotonik kristaloid solusi harus digunakan selama periode kritis kecuali bayi usia <6
bulan natrium klorida 0,45% dapat digunakan.
Hyper-onkotik koloid solusi (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran 40 dapat
digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma besar, dan mereka tidak
menanggapi dengan volume kristaloid. Iso-onkotik koloid solusi seperti plasma dan
hemaccel mungkin tidak efektif.
volume maintenance +5% harus diberikan untuk mempertahankan kecukupan
volume intravaskular dan sirkulasi.

57

Lamanya terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi mereka
dengan shock. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock, durasi terapi cairan
intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal ini
karena kelompok terakhir pasien baru saja memasuki periode kebocoran plasma
sedangkan pasien syok mengalami durasi yang lebih lama dari kebocoran plasma
sebelum terapi intravena dimulai.
Pada pasien obesitas, berat badan ideal harus digunakan sebagai panduan untuk
menghitung volume cairan.
Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan situasi klinis. Tingkat cairan IV
berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Tabel 3. menunjukkan tingkat infus IV
pada anak-anak dan orang dewasa yang berkaitan dengan maintenance.
Tabel 3.cairan intravena dewasa dan anak-anak
Note
Childre rate (ml/kg/hour)
Adult rate (ml/hour)
Half the maintenance M/2
1.5
4050
Maintenance (M)
3
80100
M + 5% deficit
5
100120
M + 7% deficit
7
120150
M + 10% deficit
10
300500
Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada transfusi
trombosit profilaksis). Ini dapat dipertimbangkan pada trombositopenia sangat
parah (kurang dari 10 000 sel/mm3).

Manajemen DBD derajat I dan II

57

Secara umum, tunjangan cairan (oral + IV) adalah maintenance (satu hari) + defisit
5% (oral dan cairan IV bersama-sama), yang akan diberikan selama 48 jam. Tingkat
penggantian IV harus disesuaikan menurut laju kehilangan plasma, dipandu oleh
kondisi klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit.
Manajemen shock: DBD kelas 3
DSS adalah syok hipovolemik akibat kebocoran plasma dan ditandai oleh
peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik, yang diwujudkan oleh tekanan nadi
menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan tekanan diastolik yang meningkat,
misalnya 100/90 mmHg). Bila hipotensi hadir, kita harus menduga bahwa perdarahan
parah, dan perdarahan gastrointestinal sering tersembunyi, mungkin telah terjadi di
samping kebocoran plasma.
Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan DSS berbeda dari jenis syok yang lain
seperti syok septik. Sebagian besar kasus DSS akan merespon 10 ml / kg pada anakanak atau 300-500 ml pada orang dewasa lebih dari satu jam atau dengan bolus, jika
perlu. Selanjutnya, pemberian cairan harus mengikuti grafik seperti pada Gambar 7.
Namun, sebelum mengurangi tingkat penggantian IV, kondisi klinis, tanda-tanda
vital, produksi urin dan kadar hematokrit harus diperiksa untuk memastikan
perbaikan klinis.
57

Gambar 7. Rate of infusion in DSS case

Pemeriksaan laboratorium (ABC) harus dilakukan baik kasus shock dan non-shock ketika
tidak ada perbaikan meskipun penggantian volume yang memadai. Jika ada kelainan harus
dikoreksi.
Singkatan
AAcidosis

Pemeriksaan
Analisis gas darah

BBleeding

Hematokrit

CCalcium

Elektrolit, Ca++

SBlood sugar

Gula darah

Keterangan
Indikasi prolonged shock, keterlibatan
organ, fungsi ginjal dan hati
Apabila menurun di bandingkan
sebelumnya, lakukan crossmatch untuk
transfuse darah
Hipokalsemia dapat terjadi tanpa gejala,
diberikan pada DBD berat. Dosis 1
mg/kgBB,encerkan 2x, iv perlahan,
dapat di ulang tiap 6 jam, maksimal 10
cc ca glukonas
Terjadi pada kasus yang disertai muntah
dan intake inadekuate.

57

Tingkat cairan IV dikurangi karena perfusi perifer membaik, tetapi itu harus dilanjutkan
untuk jangka waktu minimal 24 jam dan dihentikan 36 sampai 48 jam. Cairan yang
berlebihan akan menyebabkan efusi besar karena permeabilitas kapiler meningkat.
Penggantian volume aliran untuk pasien dengan DSS digambarkan di bawah ini.

Pengelolaan perdarahan berat


Jika sumber perdarahan diidentifikasi, upaya harus dilakukan untuk menghentikan
perdarahan jika memungkinkan. Epistaksis yang berat, misalnya, dapat dikendalikan
oleh packing hidung. Transfusi darah urgent yang menyelamatkan jiwa dan jangan
ditunda sampai HCT turun ke tingkat rendah. Jika kehilangan darah bisa diukur, ini
harus diganti. Namun, jika ini tidak bisa diukur, aliquots dari 10 ml / kg fresh whole
blood atau 5 ml / kg freshly packed red harus ditransfusi dan respon dievaluasi.
Pasien mungkin memerlukan satu atau beberapa alikuot.
Pada perdarahan gastrointestinal, H-2 antagonis dan inhibitor pompa proton telah
digunakan, tetapi belum ada studi yang tepat untuk menunjukkan kemanjurannya.
Tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan komponen darah seperti trombosit

57

konsentrat,

fresh frozen plasma

atau kriopresipitat. Penggunaannya

dapat

memberikan kontribusi untuk overload cairan.


Faktor rekombinan 7 mungkin bisa membantu pada beberapa pasien tanpa gagal
organ, tetapi sangat mahal dan umumnya tidak tersedia.

Pengelolaan pasien berisiko tinggi


Pasien obesitas memiliki cadangan pernapasan kurang dan perawatan harus
dilakukan untuk menghindari infus cairan intravena yang berlebihan. Berat badan
ideal harus digunakan untuk menghitung resusitasi cairan dan penggantian dan koloid
harus dipertimbangkan dalam tahap awal terapi cairan. Setelah stabil, furosemid
dapat diberikan untuk menginduksi diuresis.
Bayi juga memiliki cadangan pernapasan kurang dan lebih rentan terhadap
kerusakan hati dan ketidakseimbangan elektrolit. Mereka mungkin memiliki durasi
yang lebih singkat kebocoran plasma dan biasanya merespon dengan cepat terhadap
resusitasi cairan. Bayi harus, karena itu, dievaluasi lebih sering untuk asupan cairan
oral dan output urin.
Insulin intravena biasanya diperlukan untuk mengontrol kadar gula darah pada
pasien demam berdarah dengan diabetes melitus. Non-glukosa yang mengandung
kristaloid harus digunakan.
Baseline pasien tekanan darah harus dipertimbangkan. Tekanan darah yang
dianggap normal mungkin sebenarnya rendah untuk pasien.
Penyakit hemolitik dan haemoglobinopathies: Pasien-pasien ini beresiko hemolisis
dan akan memerlukan transfusi darah. Perhatian harus menemani hyperhydration dan
terapi alkalinisasi, yang dapat menyebabkan overload cairan dan hipokalsemia.

57

Manajemen pemulihan
Penyembuhan dapat diakui oleh perbaikan parameter klinis, nafsu makan dan
kesejahteraan umum.
Keadaan hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan tanda-tanda vital stabil.
Penurunan HCT dan dieresis.
Cairan intravena harus dihentikan.
Pada pasien dengan efusi masif dan asites, dapat terjadi hipervolemia dan terapi
diuretik mungkin diperlukan untuk mencegah edema paru.
Hipokalemia dapat hadir karena stres dan diuresis dan harus dikoreksi dengan buahbuahan kaya kalium atau suplemen.
Bradikardia umumnya ditemukan dan membutuhkan pemantauan ketat untuk
komplikasi langka seperti blok jantung atau kontraksi ventrikel prematur (VPC).
Ruam konvalesen ditemukan dalam 20% -30% pasien.4

Kriteria untuk pasien pulang


Tidak adanya demam selama paling sedikit 24 jam tanpa menggunakan anti-demam
terapi.
Kembali nafsu makan.
perbaikan klinis Visible.
Output urin Memuaskan.
Minimal 2-3 hari telah berlalu setelah sembuh dari shock.
Tidak ada gangguan pernapasan dari efusi pleura dan tidak ada ascites.

57

Hitungan trombosit lebih dari 50 000/mm3. Jika tidak, pasien dapat dianjurkan
untuk menghindari kegiatan traumatis setidaknya selama 1-2 minggu untuk jumlah
trombosit menjadi normal. Pada kasus tanpa komplikasi, kenaikan trombosit normal
dalam waktu 3-5 hari.4

Manajemen komplikasi
Komplikasi yang paling umum adalah overload cairan. Deteksi kelebihan beban
cairan pada pasien
Tanda dan gejala awal termasuk kelopak mata bengkak, perut buncit (asites),
takipnea, dispnea ringan.
tanda-tanda dan gejala Akhir termasuk semua hal di atas, bersama dengan gangguan
pernapasan sedang hingga parah, sesak nafas dan mengi (bukan karena asma) yang
juga merupakan tanda awal edema paru interstisial dan krepitasi. Gelisah / agitasi dan
confusion adalah tanda-tanda hipoksia dan impending respiratory failure.4

Pengelolaan overload cairan


Tinjau terapi cairan intravena dan jumlah perjalanan klinis, dan memeriksa dan
mengoreksi ABC (Kotak 14). Semua larutan hipotonik harus dihentikan. Dekstran 40
efektif 10 ml/kg infus bolus, tetapi dosis dibatasi sampai 30 ml/kg/ hari karena efek
ginjalnya. Dekstran 40 diekskresikan dalam urin dan akan mempengaruhi osmolaritas
urin. Pasien mungkin mengalami urin sticky karena sifat hyperoncotic dari dekstran
40 (osmolaritas sekitar dua kali lipat dari plasma).
Pada tahap akhir overload cairan atau mereka dengan edema paru, furosemid
dapat diberikan jika pasien memiliki tanda-tanda vital stabil. Jika mereka berada pada
shock bersama dengan overload, cairan 10 ml / kg / jam koloid (dekstran) harus
diberikan. Ketika tekanan darah stabil, biasanya dalam waktu 10 sampai
57

30 menit infus, mengelola IV 1 mg / kg / dosis furosemid dan lanjutkan dengan infus


dekstran sampai selesai. Cairan intravena harus dikurangi ke level 1 ml / kg / jam
sampai penghentian ketika hematokrit turun menjadi dasar atau bawah (dengan
perbaikan klinis). Hal-hal berikut harus diperhatikan:
Pasien harus memiliki kateter kandung kemih untuk memantau pengeluaran urin per
jam.
Furosemide harus diberikan selama infus dekstran karena sifat hyperoncotic dari
dekstran

akan mempertahankan

volume

intravaskuler

sementara

furosemid

menghabiskannya di kompartemen intravaskuler.


Setelah pemberian furosemid, tanda-tanda vital harus dipantau setiap 15 menit
selama satu jam untuk dicatat dampaknya.
Jika tidak ada output urin dalam menanggapi furosemide, periksa status volume
intravaskular (CVP (central vena preasure atau laktat). Jika cukup, menyiratkan
bahwa pasien dalam keadaan gagal ginjal akut. Pasien-pasien mungkin memerlukan
bantuan ventilator segera. Jika volume intravaskular tidak memadai atau tekanan
darah tidak stabil, periksa ABCS dan ketidakseimbangan elektrolit lainnya.
Dalam kasus dengan tidak ada respon terhadap furosemid (urin tidak diperoleh),
dosis furosemide diulang dan dua kali lipat dari dosis yang dianjurkan. Jika gagal
ginjal oliguria ditegakan, terapi

penggantian ginjal harus dilakukan sesegera

mungkin. Kasus-kasus ini memiliki prognosis buruk.


pungsi asites dan pleura dapat diindikasikan dan dapat menyelamatkan jiwa dalam
kasus-kasus dengan gangguan pernapasan parah dan kegagalan manajemen di atas.
Ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena perdarahan traumatik adalah
komplikasi yang paling serius dan menyebabkan kematian. Inform consent tentang
komplikasi dan prognosis dengan keluarga wajib sebelum melakukan prosedur ini.
Manajemen ensefalopati dengue
Sebagian besar pasien dengan laporan ensefalopati adalah ensefalopati hepatik.
Pengobatan utama dari ensefalopati hati adalah untuk mencegah peningkatan tekanan

57

intrakranial (ICP). Radiologi (CT scan atau MRI). Berikut ini adalah rekomendasi
untuk terapi suportif untuk kondisi ini:
Mempertahankan jalan napas oksigenasi yang memadAI dengan terapi oksigen.
Mencegah / mengurangi ICP dengan langkah-langkah berikut:
- Memberikan cairan IV minimal untuk mempertahankan volume intravaskuler yang
memadAI; idealnya total IV cairan tidak harus > 80% cairan maintenance.
- Beralih ke solusi lebih awal jika hematokrit terus meningkat.
- Pemberian diuretik jika ditunjukkan dalam kasus dengan tanda dan gejala overload
cairan.
- Posisi pasien harus dengan kepala 30 derajat.
- Intubasi awal untuk menghindari hiperkarbia dan untuk melindungi jalan napas.
- Dapat mempertimbangkan steroid untuk mengurangi ICP. Dexamethazone 0,15 mg /
kg / dosis IV untuk diberikan setiap 6-8 jam.

Penurunan

produksi

amonia

dengan

langkah-langkah

berikut:

- Memberikan 5-10 ml laktosa setiap enam jam untuk induksi diare osmotik.
- Antibiotik lokal menghilangkan flora usus, itu tidak diperlukan jika antibiotik
sistemik diberikan.
Menjaga tingkat gula darah pada 80-100 mg / dl persen. Kenalkan kadar gula infus
masih berada antara 4-6 mg / kg / jam.
Vitamin K1 pemberian IV, 3 mg untuk <1 tahun, 5 mg <5 tahun dan 10 mg untuk
pasien > 5 tahun dan dewasa.
Antikonvulsan harus diberikan untuk mengendalikan kejang: fenobarbital, dilantin
dan diazepam IV sesuai indikasi.
transfusi darah, sebaiknya segar (freshly packed red cells). Komponen darah lain
seperti trombosit dan fresh frozen plasma tidak dapat diberikan karena overload
cairan dapat menyebabkan peningkatan TIK.
terapi antibiotik dapat diindikasikan jika ada yang dicurigai infeksi bakteri.
H2-blocker atau inhibitor pompa proton dapat diberikan untuk mengurangi
perdarahan gastrointestinal.
57

Hindari obat yang tidak perlu karena kebanyakan obat harus dimetabolisme oleh
hati.
Pertimbangkan plasmapheresis atau hemodialisis atau terapi pengganti ginjal pada
kasus dengan kerusakan klinis.

Indikasi merujuk
Rujukan dilakukan pada kasus lebih parah / rumit dan harus dikelola di rumah sakit
dimana hampir semua penyelidikan laboratorium, peralatan, obat-obatan dan fasilitas
bank darah tersedia. Para tenaga medis dan keperawatan mungkin lebih
berpengalaman dalam perawatan pasien demam berdarah yang sakit kritis. Para
pasien berikut ini harus dirujuk untuk pemantauan lebih dekat dan perlakuan khusus
mungkin diberikan pada tingkat yang lebih tinggi perawatan di rumah sakit:
Bayi <1 tahun.
Pasien obesitas
Hamil
Mendalam / berkepanjangan shock.
Pendarahan signifikan.
Syok berulang 2-3 kali selama pengobatan.

Pasien yang

tampaknya

tidak

menanggapi

terapi

cairan

konvensional.

Pasien yang terus mengalami kenaikan hematokrit dan ada solusi koloid.
Pasien dengan penyakit yang mendasar, dikenal seperti Diabetes Mellitus (DM),
hipertensi, penyakit jantung atau penyakit hemolitik.
Pasien dengan tanda dan gejala overload cairan.
Pasien dengan keterlibatan organ.

57

Pasien dengan manifestasi neurologis seperti perubahan kesadaran, kejang.

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan
penunjang. Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita,
pemberantasan vektor, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.
Kegiatan pokok
1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita
Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas
dilaporkan secepatnya ke Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. Penatalaksanaan
penderita dilakukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan
prosedur diagnosis, pengobatan dan sistem rujukan yang berlaku.
2. Pemberantasan vektor
Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan,
pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk
mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di
dalam rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di
lubang ventilasi dan memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan
penyemperotan dengan obat yang dibeli di toko seperti mortein, baygon, raid, hit
dll.
Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat
umum secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan
penyuluhan dan pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan
memotivasi keluarga dan pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara
terus menerus sehingga rumah dan tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae.
aegypti. Kegiatan PSN meliputi menguras bak mandi/wc dan tempat
penampungan air lainnya secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali,
57

menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari kaleng, botol, ban bekas,
tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, mengganti air pada vas
bunga dan tempat minum burung, mencegah/mengeringkan air tergenang di atap
atau talang, menutup lubang pohon atau bambu dengan tanah, membubuhi garam
dapur pada perangkap semut, dan pendidikan kesehatan masyarakat.
Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di
kelurahan endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan
dilakukan di dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion
4% (atau fenitrotion) dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.
3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi
Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik
berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah
sakit/puskesmas/praktik dokter oleh dokter/perawat. Media yang digunakan
adalah leaflet, flip chart, slides, dll.
Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah
penderita, pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola tempat
umum, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.
Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target
masing-masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan untuk
kegiatan pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan
dilakukan untuk mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.
Kegiatan penunjang
Kegiatan penunjang yang dilakukan adalah peningkatan keterampilan tenaga
melalui pelatihan, penataran, bimbingan teknis dan penyebarluasan buku
petunjuk, publikasi dll.
Pelatihan diberikan kepada teknisi alat semprot, petugas pemeriksa jentik,
kader, dan tenaga lapangan lainnya sedangkan pentaran diberikan kepada petugas
sanitasi puskesmas, dokter/kepala puskesmas, para medis, petugas pelaksana
pemberantasan DBD Dinas Kesehatan. Selain itu diadakan pertemuan/rapat kerja
di berbagai tingkat mulai dari puskesmas sampai tingkat pusat.[3
Penelitian dilaksanakan dalam rangka mengembangkan

teknologi

pemberantasan meliputi aspek entomologi, epidemiologi, sosioantropologi, dan


57

klinik. Penelitian diselenggarakan oleh Depkes, perguruan tinggi, atau lembaga


penelitian lainnya. 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SR. Satari HI, penyunting. Demam berdarah dengue. Naskah


lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak dan spesialis penyakit
dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Ed ke-1, Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1998.
2. Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto S,
Demam

Berdarah

Dengue:

Ilmu

Penyakit

Anak,

(2002),

Diagnosa

dan

Penatalaksanaan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika.


3. Kurane I, Ennis E Francis, (1992). Immunity and immunopathologi in dengue
virus infections. Seminars in Imunology., vol.4;121-127.

4. Oppenheim J.J et al, (1995). Cytokines Basic and Clinical Immunology.


Seven edition. 78-98.

57

5. Suhendro,Nainggolan Leonard,Chen Khie.Demam Berdarah Dengue. Dalam :


Aru W Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta
: Penerbitan IPD FKUI, 2006. h. 1709-1713
6. Wang S, He R, Patarapotikul, J et al, (1995). Antibody-Enhanced Binding of
Dengue Virus to Human Platelets. J.Virology. October 213: page:1254-1257.
7. WHO 2011
8. World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control.Geneva: WHO, 2009.

57

Anda mungkin juga menyukai