Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian
Hukum Kontrak (contract of law; bahasa Inggris) atauovereencomstrech (dalam
bahasa Belanda) mengandung pengertian keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum.
Berdasarkan Ketentuan Umum Hukum Kontrak Belanda, pengertian kontrak adalah
suatu perbuatan hukum (juridical act), yang dibuat dengan formalitas yang memungkinkan,
dan diijinkan oleh hukum yang berwenang-dan dibuat bersesuaian dan harus ada ungkapan
niat dari satu atau dua pihak secara bersama-sama yang saling bergantung satu sama
lain(interdependent). Kontrak ini bertujuan untuk menciptakan akibat hukum untuk
kepentingan satu pihak dan juga untuk pihak lain.
Kontrak merupakan golongan dari perbuatan hukum, perbuatan hukum yang
dimaksud adalah suatu perbuatan yang menghasilkan akibat hukum dikarenakan adanya niat
dari perbuatan satu orang atau lebih. Sehingga dapat dikatakan bahwa beberapa perbuatan
hukum adalah kontrak.

B. Unsur-Unsur Hukum Kontrak


1. Unsur sensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya
kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam
kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli,
kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.
2. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila
tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang mengaturnya. Dengan
demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak.
Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara
otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat
tersembunyi.

3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada satu mengikat para pihak jika para pihak
memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan
bahwa apabila pihak debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang
sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula
oleh klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan
merupakan unsure esensial dalam kontrak tersebut.
C. Syarat Sahnya Kontrak
1. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak.
Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah
adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Terjadinya kesepakatan dapat
terjadi secara tertulis dan tidak tertulis.
Para pihak yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik
dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik. Akta di bawah tangan merupakan
akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat akta
seperti

notaris,

PPAT,

atau

pejabat

lain

yang

diberi

wewenang

untuk

itu.

Berbeda dengan akta di bawah tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam
pembuatan akta, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang
berwenang.
Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik adalah karena
jika para pihak lawan mengingkari akte tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap palsu
sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta autentik selalu dianggap asli, kecuali
terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu akta di bawah tangan disangkali oleh pihak lain,
pemegang akta di bawah tangan dibebani untuk membuktikan kaslian akta tersebut,
sedangkan kalau suatu akta autentik disangkali pemegang akta autentik tidak perlu
membuktikan keaslian akta autentik tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus
membuktikan bahwa akta autenti tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di
bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah
pembuktian kepalsuan.

2. Kecakapan
Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan, harus dituangkan secara jelas
mengenai jati diri para pihak. Pasal 1330 KUH Perdata, menyebutkan bahwa orang-orang
yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :
a. Orang-orang yang belum dewasa, belum berusia 21 tahun dan belum menikah
b. Berusia 21 tahun tetapi di bawah pengampuan seperti gelap mata, dungu, sakit
ingatan, atau pemboros dan;
c. Orang

yang

tidak

berwenang.

Sebetulnya ada satu lagi yang dianggap oleh KUH Perdata tidak cakap hukum
yaitu perempuan, akan tetapi saat ini undang-undang sudah menetapkan lain yaitu
persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki.
3. Hal tertentu
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak,
objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak
berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang,
keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.
Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus
dijelaskan dalam kontrak seperti berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara
dua rumah yang bertetangga.
4. Sebab yang halal
Istilah kata halal yang dimaksud di sini bukanlah lawan kata haram dalam hukum
Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Isi perjanjian harus memuat/causa yang diperbolehkan. Apa yang menjadi obyek atau
isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian harus tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum.

D. Asas-asas hokum kontrak

1. Asas Konsensuil
Konsensuil secara sederhana diartikan sebagai kesepakatan. Dengan tercapainya kesepakatan
antara para pihak lahirlah kontrak, meskipun kontrak pada saat itu belum dilaksanakan. Hal
ini berarti juga bahwa dengan tercapinya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan
kewajiban bagi mereka yang membuatnya (atau dengan kata lain perjanjian itu bersifat
obligatoir). Asas konsensuil dapat dilihat pada Pasal 1320 ayat 1 BW bahwa salah satu syarat
sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak.
2. Asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Itu Mengikat Para Pihak)
Asas pacta sunt servanda biasa juga disebut asas kepastian hukum (certainty). Asas ini
bertujuan agar hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan diambil dari Pasal 1338 ayat 1 BW yang
menegaskan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Sebagian sarjana hukum tetap berpatokan pada Pasal 1338 ayat 1 BW perihal asas kebebasan
berkontrak. Kebebasan yang dimaksud di sini terbagi dalam beberapa hal yakni:
1.

Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau


tidak (yes or no)

2.

Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan


perjanjian (who).

3.

Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian (substance).

4.

Bebas menentukan bentuk perjanjian (form)

5.

Kebebasan-kebebasan lainnya yang bertentangan dengan


peraturan perundang-undangan (other freedom).

4. Asas Iktikad Baik (geode trouw)


Asas iktikad baik diakomodasi melalui Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan perjanjian
harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak
kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.

Kesepakatan atau consensus sebagai syarat utama lahirnya kontrak, masih ada hal lain yang
harus diperhatikan yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1320
BW yaitu:
1.

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3.

Sutu hal tertentu;

4.

dan sebab yang halal

E. Jenis-Jenis Kontrak
Secara rinci pembagian atau penggolongan kontrak ada yang membagi berdasarkan
sumbernya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya maupun aspek larangannya. Di dalam
Pasal 1319 BW dan artikel 1355 NBW ditegaskan dua jenis kontrak menurut namanya, yaitu
kontrak nominat dan kontrak innominat. Kontrak nominat adalah kontrak yang dikenal dalam
BW misalnya sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai,
pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, dan perdamaian. Sedangkan
kontrak innominat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,
misalnya leasing, beli sewa,franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan
dan production sharing.
Disamping pembagian kontrak bernama dan kontrak tidak bernama, dalam hukum
perdata dikenal berbagai macam jenis kontrak, bentuk tersebut diantaranya:
1. Kontrak bersyarat;
2. Kontrak dengan ketetapan waktu;
3. Kontrak mana suka (alternatif);
4. Kontrak tanggung menanggung;[3]
5. Kontrak yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi;
6. Kontrak dengan ancaman hukuman;

A.

Kontrak Bersyarat

Kontrak bersyarat adalah kontrak yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang
dan peristiwa tersebut belum tentu akan terjadi. Kontrak ini dapat dibagi atas dua yakni
kontrak dengan syarat tangguh dan kontrak dengan syarat batal.
Kontrak syarat tangguh adalah suatu kontrak yang mana untuk lahirnya kontrak tersebut
digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang akan datang dan belum tentu akan terjadi,
misalnya seorang akan menyewakan rumahnya kepada orang lain kalau ia lulus untuk
sekolah ke luar negeri. Sedangkan kontrak dengan syarat batal adalah berakhir kontrak
tersebut digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum tentu akan terjadi,
misalnya jika seorang menyewakan rumahnya sampai ia menikah, artinya kontrak sewamenyewa tersebut berlangsung sampai pemilik rumah tersebut menikah.
B.

Kontrak dengan Ketetapan Waktu

Beda halnya dengan kontrak bersyarat, kontrak dengan ketetapan waktu tidak menangguhkan
terjadinya atau lahirnya kontrak, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaan kontrak.
Dalam kontrak dengan ketetapan waktu, suatu kontrak tersebut sudah lahir, cuma
pelaksanaannya yang ditangguhkan, misalnya dalam suatu kontrak para pihak suatu waktu
tertentu untuk melakukan pembayaran.
C.

Kontrak Mana Suka atau Alternatif

Kontrak semacam ini, si berutang dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang
atau lebih yang disebutkan dalam perjanjian, tetapi ia tidak boleh memaksa si berpiutang
untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lainnya.
Misalnya si A mempunyai suatu tagihan uang seratus ribu rupiah pada seorang petani
(anggaplah si B) yang sudah lama tidak dibayarnya. Kemudian anatara si A dan si B
mengadakan suatu perjanjian, bahwa si A akan dibebaskan dari utangnya kalau ia
menyerahkan kudanya atau sepuluh kwintal berasnya.

RESUME HUKUM KONTRAK

Muhammad Said Honggowongso


E0014245
Fakulras Hukum
Univwesitas Sebelas Maret Surakarta

Anda mungkin juga menyukai