Anda di halaman 1dari 5

3.

Siklus tidur-Bangun Sirkaian Free-Running


Studi tentang tidur tanpa adanya zeitgeber menyediakan metode yang kuat untuk
mempelajari regulasi pola temporal tidur. Apa yang terjadi pada siklus tidur
bangun dan ritme-ritme sirkadian lain di lingkungan yang sama sekali tanpa
zeitgeber? Luar biasanya, dibawah kondisi-kondisi dimana sama sekali tidak ada
isyarat temporal, manusia dan hewan-hewan lainnya mempertahankan seluruh
ritme sirkadian mereka. Ritme sirkadian yang konstan disebut free-running
rhythms, dan durasinya disebut free-running period. Freee-running period
bervariasi panjangnya dari subjek ke subjek, dengan durasi yang relatif konstan
pada subjek tertentu, dan biasanya lebih dari 24-25 jam pada kebanyakan orang
(lihat Lavie, 2001). Tampaknya kita memiliki sebuah jam biologis internal yang
secara habitual sedikit lamban, kecuali ia dilatih dengan isyarat-isyarat terkait
waktu di lingkungan (Lavie,2001).
Banyak binatang memperlihatkan siklus suhu tubuh sirkadian yang terkait dengan
siklus tidur-bangun sirkadian mereka. Mereka cenderung tidur selama fase turun
dengan siklus suhu tubuh sirkadian dan bangun selama fase menanjak. Akan
tetapi, ketika subjek ditempatkan di lingkungan di laboraturium yang konstan
siklus tidur-bangun dan siklus suhu tubuh mereka terkadang terlepas satu sama
lain. Fenomenon ini disebut internal desynchronization. Sebagai contoh, di salah
satu kasus, free-running periods untuk siklus tidur bangun maupun siklus suhu
tubuh subjek manusia pada awalnya adalah 27,7 jam; setelah itu, untuk suatu
alasan yang tidak diketahui, ada peningkatan dalam free-running periods dalam
siklus tidur-bangun menjadi 33,4 jam dan penurunan dalam siklus suhu tubuh
menjadi 25,1 jam. Potensi untuk eksistensi simultan kedua free-running periods
yang berbeda itu menunjukkan bahwa ada lebih dari satu mekanisme sikardian
timing, dan tidur tidak memiliki hubungan sebab-akibat menurunnya suhu tubuh
yang lazim dikaitkan dengannya.
Fakta bahwa kereguleran free-running periods siklus-siklus itu dipertahankan
terlepas dari variasi dari ke hari dalam kegiatan fisik maupun mental memberikan
dukungan yang kuat bagi dominasi factor-faktor sirkadian dibandingakan faktorfaktor rekuperatif dalam regulasi tidur. Bahkan, sudah ada beberapa upaya untuk

mengubah jadwal tidur pada subjek manusia maupun nonmanusia dengan


membuat mereka terlibat dalam kegiatan fisik atau mental intensif atau dengan
memapari mereka dengan agen-agen infeksi tetapi upaya-upaya ini hanya
memiliki sedikit efek, kalaupun ada, pada tidur subjek selanjutnya (lihat
Rechtschaffen, 1998).
Ada hal lain tentang siklus bangun-tidur sirkadian free-running yang tidak
kompatibel dengan teori rekuperatif tidur. Kadang-kadang, ketika subjek bangun
lebih lama dari biasanya, waktu tidur berikutnya lebih pendek, dan bukan lebih
panjang (Wever, 1979). Manusia dan hewan-hewan lain terprogram memiliki
siklus tidur-bangun kira-kira 24 jam; jadi semakin lama waktu bangun selama
sebuah siklus, semakin sedikit waktu untuk tidur.
4. Shift Work (kerja Sif/Bergilir)
Dalam shift work (kerja sif, waktu kerja sehari semalam yag dibagi menjadi sif-sif
biasanya menjadi 3 sif), zeitgebers masih tetap sama, tapi para pekerja dipaksa
untuk menyesuaikan siklus tidur-alamiahnya untuk memenuhi tuntutan jadwal
kerja yang berubah-ubah. Kedua disrupsi ini menghasilkan gangguan tidur,
kelelahan, general malaise, dan berbagai defisit pada tes fungsi fisik dan kognitif.
Gangguan dapat berlangsung berhari-hari.
Perusahaan yang menerapkan kerja sif sangat sukses meningkatkan produktifitas
dan kepuasan kerja karyawan dengan menjadwalkan phase delays dan bukan
phase advance. Bilamana mungkin, para pekerja sif di transfer dari jadwalnya
sekarang dimulai ke jadwal yang lebih lambat. Jauh lebih sulit untuk pergi tidur 4
jam lebih awal dan bangun 4 jam lebih awal (phase advance) daripada tidur 4 jam
lebih lambat dan bangun 4 jam lebih lambat (phase delay).
Mekanisme Entrainment
Meskipun traktus retinohipotalamik memediasi kemampuan cahaya untuk
mengentrain fotoreseptor, baik rods maupun cones tidak dibutuhkan untuk
entrainment itu. Fotoreseptor misterius itu adalah

neuron,

sebuah tipe sel

ganglion retinal yang jarang, dengan properti-properti fungsional yang khas (lihat
Berson, 2003; Hattar et al., 2002). Selama perjalanan evolusi, fotoreseptorfotoreseptor ini telah mengorbankan kemampuan untuk merespon berbagai

perubahan cahaya dengan cepat dan singkat demi kemampuan untuk merespon
secara konsisten berbagai tingkat iluminasi latar belakang yang berubah dengan
lamban. Foto pigmen mereka adalah melanopsin (Panda et el., 2005)
Genetika Ritme Sirkadian
Identifikasi gen-gen ritme sirkadian telah membawa tiga penemuan penting:

Gen-gen sirkadian yang sama atau serupa telah ditemukan pada banyak
spesies dari zaman-zaman evolusioner yang berbeda misalnya, bakteri,
lalat, ikan, katak, tikus, dan manusia, yang menunjukkan bahwa gen-gen
sirkadian

berevolusi

sejak

awal

sejarah

evolusioner

dan

telah

dikonservasikan di berbagai spesies keturunannya (Cermakian & Sassone

Corsi, 2002).
Setelah gen-gen sirkadian ditemukan, mekanisme molekuler fundamental
berbagai ritme sirkadian dengan cepat diklarifikasikan. Mekanisme
kuncinya tampaknya adalah transkripsi protein oleh gen-gen sirkadian
(Dunlap, 2006; Hardin, 2006; Meyer, Saez, & Young, 2006). Di beberapa
sel nukleus suprakiasma, ekspresi gen-gen clock berada disebuah siklus
sirkadian; di sel-sel nukleus suprakiasma lainnya, ekspresi ini dipicu oleh

paparan cahaya (Antle & Silver, 2006).


Identifikasi gen-gen sirkardian menyediakan metode yang lebih langsung
untuk mengeksploriasi kapasitas timing sirkadian berbagai bagian tubuh
selain nukleus suprakiasma. Mekanisme-mekanisme timing sirkadian yang
serupa dengan yang ada di SCN ada disebagian sel tubuh Meskipun
sebagian besar sel mengandung sebuah jam sirkadian genetik, jam-jam
seluler ini biasanya dikontrol oleh sinyal-sinyal neural dan hormonal dari
nukleus suprakiasma (Green & Menaker, 2003; Hastings, Reddy, &
Maywood, 2003).

Etiologi Gangguan Kecemasan


Oleh karena gangguan kecemasan sering dipicu oleh kejadian siressful yang dapat
diidentifikasikan dank arena kecemasan sering difokuskan pada oopjek atau
situasi tertentu, peran pengalaman dalam membentuk penyakit itu sering tampak
jelas (lihat Anagnosteras, Craske, & Franselow, 1999).

Seperti gangguan-gangguan psikiatrik lainnya, gangguan kecemasan memiliki


komponen genetic yang signifikan-estimasi heritabilitasnya berkisar antara 3050% di berbagai studi. Angka konkordansi untuk berbagai macam gangguan
secara substansial lebih tinggi untuk kembar identik daripada kembar fraternal.
Akan tetapi, waktu dan focus gangguan kecemasan sering merefleksikan
pengalaman tertentu si pasien (lihat Gross & Hen, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Anagnostaras, S. G., Craske, M. G., & Fanselow, M.S (1999) Anxiety: At the
intersection of genes and experience. Neuroscience, 2, 78-782.
Antle, M. C., & Silver, R. (2005). Orchestrating time: Arrangements of the brain
circadian clock. Trends in Neuroscience, 28, 145-151.
Berson, D. M. (2003). Strange vision: Ganglion cells as circadian photoreceptors.
Trends in Neurosciences, 26, 314-320
Cermakian, N., & Sassoue-Corsi, P. (2002). Environ mental stimulus perception
and control of circadian clooks. Current Opinion in Neurobiology, 12 359365.
Dunlop, J. C. (2006). Running a clock requires quality time together. Science,
311, 184-186
Foster, R.G., & Kreitzman, L. (2004). Rhythms of life London: Profiles
Gillette, M. U., & Sejnowski, T. J (2005). Biological clocks coordinately keep life
on time. Science, 309, 1196-1198
Green, C. B., & Mehaker, M. (2003). Clock on the brain. Sciense, 301, 319-320
Gross, C., & Hen, R. (2004). Th developmental origins of anxiety. Nature
Reviews Neuroscience, 5, 545-552.
Lavie, P. (2001). Sleep-wake as a biological rhythm. Annual Review of
Neuroscience, 52, 277-303.
Pnda, S., (2005). Illumination of the melanopsin signaling pathway. Science, 307,
600-604.

Rechtschaffen, A. (1998). Current perseptives on the function of


Perspectives in Biology and Medicine, 41(3), 359-390)

sleep.

Richter C. P. (1971) inborn nature of the rats 24 hour clock. Journal of


Comparative and Physiological Psychology, 75, 1-14
Wever, R. A. (1979). The cirtilditm system of man. Seewiesen Andechs, Germany:
Max-Planck-Institut fur Verhaltensphysiologie.

Anda mungkin juga menyukai