Case Saza
Case Saza
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama
: An. S
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 15 tahun
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Pendopo
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Belum menikah
MRS
: 10 Maret 2011
Medrec
: 485257
Keluhan Utama
Nyeri dan sukar menggerakkan lengan kanan dan tungkai kanan.
Status Generalis
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Gizi
: Cukup
Nadi
: 78 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7 C
Pupil
Kepala
Kulit
KGB
Leher
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Genitalia Eksterna
Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Status Lokalis
Regio Brachii Dekstra
Look = Tampak deformitas
Feel
: 12,4 g/dl
Ht
: 31 vol%
Leukosit
: 5.300 mm
Trombosit
: 471.000 mm
LED
: 30 mm/jam
Pemeriksaan Radiologis
Rontgen R. Brachii dekstra AP/Lateral :
Kesan: Fraktur tibia 1/3 distal kominutif + Fraktur fibula 1/3 distal transverse
undisplaced
E. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur humerus dextra 1/3 tengah transverse displaced tertutup + Fraktur
tibia dextra 1/3 distal kominutif + Fraktur fibula dextra 1/3 distal transverse
undisplaced tertutup.
F. PENATALAKSANAAN
Terapi Konservatif
-
Antibiotik
Analgetik
Terapi Operatif
Open reduksi internal fiksasi (ORIF)
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi dan Penyebab Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
epifisis dan atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa
trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada
tulang (fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau
tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bilamana titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada
tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal.
Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit paget).
II.2.
Anatomi
Ujung atas humerus mempunyai caput yang membentuk sekitar
duapertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapula. Tepat
dibawah caput humeri terdapat collum anatomicum. Dibawah collum terdapat
sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri
terdapat penyempitan collum chirurgicum. Sekitar pertengahan permukaan
Grup I
Grup II
Grup III+IV
II. 3
Klasifikasi Fraktur
a. komplit-tidak komplit
- fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
- fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
1. Hairline fracture (patah retak rambut)
2. Buckle fracture atau torus fracture (terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya).
3. Greenstick fracture (mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang
anak)
fraktur kompresi
fraktur avulsi
fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.
Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal.
fraktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya.
e. terbuka-tertutup
-
Grade I
10
Grade III
III A
III B
11
A=sederhana
B=berbentuk baji
C=kompleks
A=ekstra artikular
B=artikular sebagian
C=artikular lengkap
Frykman
Melone
12
Menurut Neer-Horowitz:
Grade I
Grade II
Grade III
: pergeseran 2/3
GradeIV
13
Gambaran klinis
Terdapat pembengkakan dan nyeri pada daerah humerus. Harus
diperhatikan apakah fraktur humerus ini disertai kelumpuhan saraf nervus
radialis yang jarang ditemukan pada anak-anak.
Fraktur supracondyler humerus
Fraktur ini biasanya ditrmukan pada anak-anak. Paling sering
ditemukan setelah fraktur antebraki. Fragmen distal dapat tertarik ke posterior
atau anterior.
Pergeseran posterior (tipe ekstensi) menunjukkan cedera yang luas,
biasanya jatuh pada tangan yang terentang. Humerus patah tepat di atas
kondilus. Fragmen distal terdesak ke belakang. Ujung fragmen proksimal
yang bergerigi menyodok jaringan lunak ke bagian anterior, kadang-kadang
mencederai arteri brachialis atau nervus medianus.
Pergeseran anterior (tipe fleksi) jarang terjadi, diperkirakan akibat
benturan langsung saat siku dalam keadaan fleksi.
Fraktur terlihat paling jelas dalam foto lateral.pada fraktur yang
bergeser ke posterior, garis fraktur berjalan secara oblik ke bawah dan ke
depan dan fragmen distal bergeser ke belakang dan miring ke belakang.
Klasifikasi
o Tipe 1
Terdapat fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya retak berupa
garis.
o Tipe 2
Tidak ada pergeseran fragmen, hanya terjadi perubahan sudut antara
humerus dan kondilus lateralis.
o Tipe 3
14
II. 4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan foto rontgen sinar X pada posisi AP, ataupun lateral.
Untuk melihat adanya fraktur naviculare dilakukan foto oblik khusus 45 dan
135 atau foto ulang 1 minggu setelah kejadian karena mungkin retak tidak
terlihat pada cedera baru.
Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis
dapat
komplit
atau
inkomplit,
bagaimana
konfigurasinya,
apakah
15
Pada pemeriksaaan sendi siku dapat dilakukan dengan foto polos dan foto
lateral.
a. Foto polos
Sudut Baumann
Pada tulang immatur, kondilus humerus lateral mengalami
angulasi ke arah metafisis. Sudut antara garis epifiseal dan garis yang
tegak lurus terhadap aksis longitudinal humerus disebut sudut
baumann, yang normalnya 8-20 derajat. Biasanya sudut ini
dibandingkan antara siku kiri dan siku kanan apabila ada kecurigaan
fraktur di daerah itu.
Sudut angkat
Merupakan sudut yang dibentuk antara aksis longitudinal
humerus dan lengan bawah pada proyeksi AP. Normalnya 15 derajat
pada anak-anak dibawah atau sama dengan 4 tahun dan pada orang
dewasa 17,8 derajat.
b. foto lateral
Sudut kondilohumeral lateral
digunakan pada tulang immatur, dibentuk antara aksis
longitudinal humerus dan aksis kondilus lateralis. Normalnya 40
derajat dan simetris kanan dan kiri
Garis anterior humeral
Adalah garis lurus yang dibuat dari bagian depan korteks
diafisis humerus ke kondilus lateralis.
Pada foto rontgen fraktur epifisis humerus, ditemukan adanya
pemisahan epifisis dan metafisis, dimana epifisis bersama-sama dengan
sebagian metafisis yang tetap terletak dalam ruang sendi, sedang bagian distal
tertarik ke proksimal.
16
II. 5
Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis
lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting
untuk dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto
rontgen untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan
yang sebenarnya.
1. Anamnesa : ada trauma
Bilamana tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma
harus diperinci jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi
penderita atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma).
Dari anamnesa saja dapat diduga :
- Kemungkinan politrauma
- Kemungkinan fraktur multipel
- Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur
supracondylair humerus, fraktur collum femur.
- Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit
- Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat
berjalan. Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur
inkomplit dan fraktur impacted ( impaksi tulang kortikal ke dalam
tulang spongiosa).
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur
multipel, fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada
fraktur terbuka terinfeksi.
3. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk tulang panjang. Fraktur
tulang-tulang kecil misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur
intraartikuler, fraktur epifisis. Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya
odontoid-cervical, cervical, dan acetabulum mempunyai tanda-tanda
tersendiri.
17
II. 6
Penatalaksanaan
Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:
1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:
# Lokalisasi fraktur
# Bentuk fraktur
# Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
# Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis
dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis
di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
-alignment yang sempurna
-aposisi yang sempurna
3.
18
Terapi konservatif
1. Proteksi saja
Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragen yang minimal
atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan
cacat di
kemudian hari.
2. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan
fraktur dengan kedudukan yang baik.
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
19
Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan
radiologis.
1. reposisi tertutup fiksasi externa
Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka
dipasang fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang,
digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian
pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar
kulit.
20
Indikasi ORIF:
21
pembidaian
22
23
24
25
Menurut
sumber
lain,
reposisi
tertutup
sebaiknya
dengan
dipasang dan
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur
dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler
untuk imobilisasi, dipasang di atas lutut.
Prinsip reposisi:
-
Fraktur tertutup
secara fibrosa). Pada fraktur oblique atau spiral imobilisasi dengan gips
biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.
26
II. 8
Prognosis
Prognosis dari fraktur humerus, radius dan ulna untuk kehidupan
adalah bonam. Pada sisi fungsi dari lengan yang cedera, kebanyakan pasien
kembali ke performa semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran
frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap
pengobatan. Hampir semua penderita akan merasakan kaku dan nyeri di
pergelangan tangan pada satu atau dua bulan setelah gips dilepas atau
pembedahan, hal ini dapat berlanjut sampai dua tahun bahkan lebih terutama
pada trauma kecepatan tinggi, pasien di atas 50 tahun, atau pasien yang
27
memiliki osteoartritis. Namun kekakuan yang terjadi hanya ringan dan tidak
mempengaruhi keseluruhan fungsi lengan.
Bahaya besar pada fraktur suprakondilus adalah cedera pada arteri
brachialis, iskemia perifer dapat terjadi dengan segera dan hebat. Sering
disertai edema lengan bawah dan kompartemen sindrom yang makin
menghebat yang mengakibatkan nekrosis otot dan saraf tanpamenyebabkan
gangren perifer. Nyeri hebat ditambah satu tanda positif (nyari saat ekstensi
jarisecar pasif, lenganbawah yang nyeri tekan dan tegang, tak ada nadi dan
tumpulnya sensasi) membutuhkan tindakan yang cepat. Jika tidak tertangani
dengan cepat dan baik maka prognosisnya dapat menjadi jelek.
Lesi saraf jarang terjadi pada fraktur tertutup. Apabila terjadi, bisa
mengenai saraf radialis, ulnaris, maupun medianus atau cabangnya. Cedera
saraf radialis ditemukan pada fraktur Monteggia, sedangkan cedera saraf
medianus sering terjadi pada fraktur radius distal.
Malunion sering terjadi, humerus tumbuh lurus miring ke belakang
atau ke samping. Kemiringan ke arah depan atau belakang akan membatasi
fleksi dan ekstensi. Kemiringan ke arah samping atau rotasi tidak dikoreksi
akan mengarah terjadinya deformitas varus, yang tampak buruk dan kadang
membutuhkan osterotomi. Jika mengarah ke deformitas valgus dapat
menyebabkan kelumpuhan nervus ulnaris.
Komplikasi infeksi yang
menyebabkan osteomielitis
biasanya
merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah
reposisi terbuka.
Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam.
Pada sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke
performa semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya,
macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
Komplikasi infeksi yang
menyebabkan osteomielitis
biasanya
merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah
reposisi terbuka.
28
penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam
penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang
sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur
berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada
metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek, sehingga kedua jenis
penyembuhan fraktur ini harus dibedakan.
1. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal
Proses penyembuhan pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:
a. Fase Hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah
kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami
robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara
kedua sisi fraktur.
29
Dalam delapan jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai
proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang
tertembus.
Ujung
fragmen
dikelilingi
oleh
jaringan
sel,
yang
menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahanlahan diabsorpsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke daerah itu.
c. Fase pembentukan kalus
Sel yang berkembang biak memiliki potensi krondrogenik dan
osteogenik. Apabila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan juga kartilago. Populasi
sel sekarang juga mencakup osteoklas (mungkin dihasilkan pembuluh
darah baru) yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang
tebal, dengan pulau-pulau tulang yang immatur dan kartilago, membentuk
kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara
tulang fibrosa yang immature (atau anyaman tulang) menjadi lebih padat,
gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang dan pada empat minggu
setelah cedera, fraktur menyatu.
d. Fase konsolidasi
Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi tulang lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk
memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan dekat dibelakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk membawa beban yang normal.
e. Fase remodeling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini
dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang yang terus
menerus.lamela yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya
tinggi, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
30
dibentuk.
31
32
33
34
35
yang
mengakibatkan
nekrosis
otot
dan
saraf
36
2. Cedera saraf
Nervus medianus dapat cedera,tapi hilangnya fungsi biasanya
sementara dan penyembuhan dapat diharapkan dalam 6-8 minggu.
Lanjut
1. Miositis osifikans
Jarang terjadi, jika pada 3-4 minggu gerakan menurun dan bukan
meningkat, siku harus distirahatkan dalm talang gips.
2. Kekakuan siku
Sering terjadi dan luas, dapat membutuhkan waktu berbulan-bulan
untuk dapat normal. Gerakan pasif (termasuk mengangkat barang) atau
gerakan yang dipaksakan dilarang.
3. Malunion
Sering terjadi, humerus tumbuh lurus miring ke belakang atau ke
samping. Kemiringan ke arah depan atau belakan g akan membatasi
fleksi dan ekstensi, tapi umumnya ketidakmampuannya ringan.
Kemiringan ke arah samping atau rotasi tidak dikoreksi lebih penting.
Akan mengarah terjadinya deformitas varus, yang tampak buruk dan
kadang membutuhkan osterotomi. Jika mengarah ke deformitas valgus
dapat menyebabkan kelumpuhan nervus ulnaris.
37
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita berusia 15 tahun beralamat
di Pendopo datang berobat ke RSMH dengan keluhan nyeri dan sukar menggerakkan
lengan kanan dan tungkai kanan setelah terjatuh. Dari anamnesis lebih lanjut
diketahui bahwa 2 jam SMRS penderita ditabrak mobil dari arah samping.
Penderita terjatuh dengan lengan kanan dan tungkai kanan membentur benda keras.
Penderita kemudian merasa nyeri dan sulit menggerakkan lengan kanan dan tungkai
kanan. Jari-jari tangan kanan penderita masih dapat digerakkan.Pada pemeriksaan
fisik, status generalis didapatkan pernafasan, nadi, tekanan darah dan suhu dalam
batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada status lokalis didapatkan pada regio
brachii dekstra tampak adanya deformitas yang menyingkirkan trauma jaringan lunak
tanpa luka robek yang menunjukkan fraktur tertutup, palpasi nyeri tekan (+), NVD
baik dan ROM aktif pasif terbatas, yaitu penderita kesulitan menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal region brachii dekstra. Pada regio cruris
dekstra
palpasi nyeri tekan (+), krepitasi (+), NVD baik dan ROM aktif pasif terbatas, yaitu
penderita kesulitan menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal
regio cruris dekstra.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan radiologis
dengan hasil rontgen R. Brachii dekstra AP/Lateral menunjukkan adanya Fraktur
humerus 1/3 tengh dekstra displaced dan R. Cruris dekstra AP/ Lateral menunjukkan
adanya fraktur tibia distal kominutif dan fraktur fibula 1/3 distal transverse
undisplaced tertutup.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa dengan Fraktur humerus 1/3
tengah transverse displaced tertutup, Fraktur tibia 1/3 distal kominutif dan fraktur
fibula 1/3 distal transverse undisplaced tertutup.
38
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini ada yaitu terapi konservatif.
Jika secara konservatif, dilakukan reduksi dan reposisi tertutup dan diimobilisasi
dengan pemakaian U slab pada fraktur humerus dan long leg cast pada fraktur tibia
fibula selama 6 minggu. Terapi operatif sebagai pilihan lain dapat dilakukan dengan
fiksasi interna di kamar operasi. Prognosis pasien ini adalah Quo ad vitam bonam dan
quo ad fungtionam dubia ad bonam. Hal ini dikarenakan fraktur yang terjadi
merupakan fraktur kominutif sehingga kemungkinan terjadi komplikasi lebih besar,
namun bila dilakukan terapi yang adequat masih dapat memberikan hasil yang baik.
39
DAFTAR PUSTAKA
Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran
Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995
Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika. 1995.
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue. 2003.
Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach.
Available from: http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml
Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC.
2004.
John
L.
Triplane
fracture.
http://www.emedicine.com/sports-/TOPIC38.HTM
Available
from:
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.
Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998
40