Anda di halaman 1dari 2

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi, dan industri telah

banyak menbawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi
lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makan, berkurangnya aktivitas fisik, dan
meningkatnya pencemaran atau polusi lingkungan. Perubahan tersebut telah memberi
pengaruh pada transisi epidemiologi yaitu beban ganda penyakit dengan meningkatnya
beberapa penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif. Salah satu jenis
penyakit tidak menular adalah penyakit pada saluran pencernaan (Kemenkes RI, 2014).
World Health Organization (WHO) tahun 1998, memperkirakan penyakit pada
saluran pencernaan akan tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia pada tahun
2020 mendatang (Goodman, 1998). Diantara negara SEAMIC (Southeast Asian Medical
Information Center) tahun 2002, Indonesia menempati urutan ke-2 negara yang memiliki
angka insiden rate akibat penyakit saluran pencernaan, dengan rincian: di Jepang tercatat 30
per 100.000 penduduk, di Indonesia tercatat 25 per 100.000 penduduk, di Filipina 24 per
100.000 penduduk, di Vietnam tercatat 22 per 100.000 penduduk, di Malaysia tercatat 21 per
100.000 penduduk, di Singapura tercatat 8 per 100.000 penduduk dan di Brunei Darussalam
tercatat 5 per 100.000 penduduk (WHO, 2011).
Salah satu penyakit pencernaan yang merupakan kasus darurat yaitu ileus. Setiap
tahunnya 1 dari 1.000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Ansari, 2007).
Berdasarkan data salah satu rumah sakit umum di Australia pada tahun 2001-2002, sekitar 6,5
per 10.000 penduduk di Australia diopname di rumah sakit karena ileus paralitik dan ileus
obstruktif (Mukherjee, 2008). Hasil penelitian Markogiannakis, dkk (2001-2002), insiden rate
penderita penyakit ileus obstruktif yang dirawat inap sebesar 60% di Rumah Sakit
Hippokratian, Athena di Yunani dengan rata-rata pasien berumur antara sekitar 16 - 98 tahun
dengan rasio perbandingan laki-laki lebih sedikit daripada perempuan (2:3). Di Indonesia
7.024 kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap pada tahun 2004. Ileus obstruktif
menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyakit penyebab kematian tertinggi pada kelompok
umur 1-4 tahun dengan proporsi 3,34% (sebanyak 3 kasus dari 88 kasus) (Depkes RI, 2004).
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanis adalah keadaan dimana isi lumen
saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan atau hambatan
mekanis yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang
menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis
segmen usus tersebut. Ileus terjadi akibat hipomotilitas traktus gastrointestinal akibat
obstruksi mekanis pada usus. Ileus obstruktif merupakan kegawatan di bidang bedah digestif
yang sering dilaporkan. Kejadian ileus obstruktif termasuk 20% dari kasus nyeri akut

abdomen yang tidak tergolong appendisitis akut. Walaupun penyebab ileus obstruktif ada
bermacam-macam, penyebab yang paling sering adalah karena adhesi yang terjadi pasca
operasi regio abdomen (Medscape, 2013).
Pada penderita ileus obstruktif akan merasakan nyeri yang hebat dibagian perutnya.
Gejala lainnya yaitu muntah, obstipasi, distensi usus, dan tidak adanya flatus. Apabila ileus
obstruktif tidak segera ditangani maka akan menyebebabkan dehidrasi sampai ke syok
hipovolemik hingga strangulasi. Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah.
Penentuan waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi
dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan umum pasien (Price,
1994).
Untuk menegakkan diagnosis ileus obstruktif harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang benar. Namun, untuk mengetahui proses patologik dari ileus
obstruktif perlu dilakukan beberapa pemeriksaan radiologis agar diagnostik pastik dapat
ditegakkan. Sehingga terapi untuk ileus obstruktif lebih efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai