Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................
i
DAFTAR ISI..................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
2
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
2
1.2 Permasalahan............................................................................................................
2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................
3
BAB II METIL ESTER................................................................................................
4
2.1 Metil Ester ................................................................................................................
4
2.2 Proses Produksi Metil Ester......................................................................................
6
2.3 Perbedaan Proses Produksi.......................................................................................
13
2.4 Biodiesel...................................................................................................................
15
BAB III PENUTUP.......................................................................................................
19
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
20

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan

kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada


pengembangan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun
1996 mencapai 2 juta Ha dengan produksi CPO hampir 5 juta ton. Pada tahun
2010 luas perkebunan kelapa sawit direncanakan akan mencapai 7 juta Ha,
dengan produksi CPO lebih dari 12 juta ton. Pada tahun tersebut Indonesia
diharapkan akan menjadi Negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia.
Keberadaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber minyak nabati
relative cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Peningkatan
konsumsi minyak nabati dalam negeri terlihat dari tahun 1987 hingga tahun 1995,
permintaan lokal akan minyak nabati naik dengan laju rata-rata 5.6% per
tahunnya. Peningkatan ini sebagian disebabkan karena peningkatan jumlah
penduduk sebesar 1.98% dan peningkatan konsumsi minyak nabati per kapita
sebesar 2.27%. Sedangkan laju peningkatan permintaan akan minyak kelapa sawit
adalah 9% (hampir dua kali dari laju peningkatan permintaan akan minyak
nabati).
Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO, maka
diperlukan usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir. Pengolahan CPO
menjadi produk hilir memberikan nilai tambah tinggi. Produk olahan dari CPO
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk pangan dan non pangan. Produk
pangan terutama minyak goreng dan margarin. Produk non pangan terutama
oleokimia yaitu ester, asam lemak, surfaktan, gliserin dan turunan-turunannya.
1.2

Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini ruang lingkup kami adalah produk olahan

CPO yang merupakan non pangan diantaranya adalah oleokimia. Salah satu
produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil ester. Asam lemak

metil ester mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester
digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu seperti
fatty alkohol, alkanolamida, a-sulfonat, - metil ester sulfonat, gliserol
monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya. Metil ester saat ini telah
digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif.
1.3

Tujuan Penulisan
Secara garis besar dapat kami jelaskan beberapa tujuan dari penulisan

makalah tentang Industri Oleo kimia dari bahan Metil Ester adalah sebagai
berikut:

Memberikan wawasan kepada teman-teman mahasiswa teknik kimia

tentang Produk Oleokimia metil ester.


Menjadi sumber literatur bagi penulis lain yang membahas masalah yang
sama.

BAB II
3

METIL ESTER

2.1

Metil Ester
Metil ester terbentuk dari reaksi katalisasi antara asam lemak dan metanol.

Bahan pembentuk metil ester biasanya diperoleh dari minyak kelapa melalui
proses transesterifikasi. Metil ester memiliki peranan penting dalam industri
oleokimia. Metil ester telah menjadi pengganti asam lemak sebagai bahan dasar
pada banyak produk industri oleokimia. Bahan ini

digunakan sebagai bahan

intermediate pada beberapa produk oleokimia, diantaranya fatty alkohols,


alkanolamides, -metil ester sulfonat, dan banyak lagi, selan itu juga sangat
potensial menjadi pengganti minyak diesel. Pada proses pemabakarannya metil
ester tidak menghasilan emisi sulfur oksida. Walaupun panas pembakarannya
rendah, tidak ada modifikasi mesin dan pengurangan efisiensi.
Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam
lemak, diantaranya yaitu:
1)

Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah

2)
3)

dibandingkan dengan asam lemak;


Peralatan yang digunakan murah.
Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan
lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan
peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat

4)

korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat;


lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin
melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat
gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan
gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan

5)

energi yang lebih banyak;


metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih
stabil terhadap panas;

6)

dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan


kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang

7)

menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%;


metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya
lebih stabil dan non korosif.
2.2 Produksi Metil Ester
Metil ester dapat dihasilkan dari reaksi esterfikasi dan transesterifikasi,
berikut penjelasannya :

Esterifikasi
Esterifikasi merupakan reaksi antara asam dengan alkohol dengan bantuan

katalis berupa asam (biasanya asam sulfur). Reaksi esterifikasi merupakan reaksi
asam dengan alkohol dengan mengguakan katalis untuk membentuk ester.
Reaksinya sebagai berikut :
RCOOH + ROH
Asam

Alkohol

RCOOR + H2O
Ester

Air

Ada dua metoda umum yang digunakan pada proses esterifikasi pada
pembuatan metil ester yaitu proses batch dan proses kontinu.

Proses batch

biasanya dilakukan pada tekanan rendah dengan temperatur antara 200-250oC.


Pada saat reaksi berada pada keadaan setimbang, air akan hilang dan akan
dihasilkan yield ester dengan konversi yang tinggi. Proses esterifikasi kontinu
lebih efektif dari pada proses batch. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
pada proses kontinu lebih cepat daripada proses batch. Esterifikasi adalah metoda
yang dipilih untuk memproduksi ester dari asam lemak tertentu.
Henkel telah mengembangkan esterifikasi countercurrent kontinyu
menggunakan kolom reaksi dobel plate. Teknologi ini didasarkan pada prinsip
reaksi esterifikasi dengan absorpsi simultan superheated metanol vapor dan
desorpsi metanolwater mixture. Gambar 2.1 memperlihatkan proses kontinyu
esterifikasi Henkel asam lemak. Reaksi ini menggunakan tekanan sekitar 1000
Kpa dan suhu 240 C. Keuntungan dari proses ini adalah kelebihan metanol dapat
dijaga secara nyata pada rasio yang rendah yaitu 1,5 : 1 molar metanol : asam
lemak dibandingkan proses batch dimana rasionya 3-4 : 1 molar. Metil ester yang
5

melalui proses distilasi tidak memerlukan proses pemurnian. Kelebihan metanol


di rectified dan digunakan kembali. Esterifikasi proses kontinyu lebih baik
daripada proses batch. Dengan hasil yang sama, proses kontinyu membutuhkan
waktu yang lebih singkat dengan kelebihan metanol yang lebih rendah. Proses
esterifikasi merupakan proses yang cenderung digunakan dalam produksi ester
dari asam lemak spesifik .
Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul reaktan
dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Data tentang laju reaksi serta
mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang
perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta kesetimbangan. Secara umum
laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut:
1) Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier
2) Ikatan rangkap memperlambat reaksi
3) Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai
batas konversi yang tinggi
4) Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak
terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi.
Sistem pemroses yang dirancang untuk menyelesaikan reaksi esterifikasi
dikehendaki untuk sedapat mungkin mencapai 100%. Oleh karena itu reaksi
esterifikasi merupakan kesetimbangan, maka konversi sempurna tidak mungkin
tercapai, dan sesuai informasi yang ada konversi yang dapat dicapai hanya sampai
98%. Nilai konversi yang tinggi dapat dicapai dengan ekses reaktan yang besar.
Proses esterifikasi secara umum harus diketahui untuk dapat mendorong
konvesi sebesar mungkin. Secara umum ada tiga golongan proses, dan
penggolongan ini bergantung kepada volatilitas ester.
1) Golongan 1. Dengan ester yang sangat mudah menguap, seperti metil
format, metil asetat, dan etil format, titik didih ester lebih rendah daripada
alkohol, oleh karena itu ester segera dapat dihilangkan dari campuran
reaksi. Produksi metil asetat dengan metode distilasi Bachaus merupakan

sebuah contoh dari golongan ini. Metanol dan asam asetat diumpankan ke
dalam kolom distilasi dan ester segera dipisahkan sebagai campuran uap
dengan metanol dari bagian atas kolom. Air terakumulasi di dasar tangki
dan selanjutnya dibuang. Ester dan alkohol dipisahkan lebih lanjut dalam
kolom distilasi yang kedua.
2) Golongan 2. Ester dengan kemampuan menguap sebaiknya dipisahkan
dengan cara menghilangkan air yang terbentuk secara distilasi. Dalam
beberapa hal, campuran terner dari alkohol, air dan ester dapat terbentuk.
Kelompok ini layak untuk

dipisahkan lebih lanjut: dengan etil asetat ,

semua bagian ester dipindahkan sebagai campuran uap dengan alkohol


dan sebagian air, sedangkan sisa air akan terakumulasi dalam sistem.
Dengan butil asetat, semua bagian air dipindahkan ke bagian atas dengan
sedikit bagian dari ester dan alkohol, sedangkan sisa ester terakumulasi
dalam sistem.
3) Golongan 3. Dengan ester yang mempunyai volatilitas rendah, beberapa
kemungkinan timbul. Dalam hal butil dan amil alkohol, air dipisahkan
sebagai campuran biner dengan alkohol. Contoh proses untuk tipe seperti
ini adalah pembuatan dibutil ftalat. Untuk menghasilkan ester dari alkohol
yang lebih pendek (metil, etil, propil) dibutuhkan penambahan
hidrokarbon seperti benzena dan toluene untuk memperbesar air yang
terdistilasi.dengan alkohol bertitik didih tinggi (benzil, furfuril, b-feniletil)
suatu cairan tambahan selalu diperlukan untuk menghilangkan kandungan
air dari campuran.

Gambar 2.1 Diagram alir Produksi Metil Ester dengan Esterifikasi


Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
a. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi
sudah

tercapai

maka

dengan

bertambahnya

waktu

reaksi

tidak

akan

menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.


b. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :

k = A e(-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut ( C)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol K)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat
larutan minyak-katalis metanol merupakan larutan yang immiscible.
c. Katalisator

Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi


sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta,
1978).
d. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka
harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
besar.

Transesterifikasi
Proses transesterifikasi dari lemak dan minyak merupakan proses yang

paling umum digunakan dalam memproduksi metil ester, kecuali bila dibutuhkan
metil ester dengan asam lemak spesifik. Trigliserida dapat dengan mudah
ditransesterifikasi secara batchwise pada tekanan atmosfer dan suhu 60-70 C
dengan metanol berlebih dan menggunakan alkalis alkalin. Perlakuan awal
diperlukan untuk memindahkan asam lemak bebas dari minyak yaitu dengan cara
permurnian atau preesterifikasi sebelum proses transesterifikasi. Perlakuan awal
ini tidak diperlukan jika reaksi dilakukan pada tekanan yang tinggi (9000 KPa)
dan suhu yang tinggi (240 C). Pada kondisi ini, esterifikasi dan transesterifikasi
terjadi secara simultan. Campuran hasil reaksi pada akhir reaksi dibiarkan
mengendap. Lapisan paling bawah dari gliserin dikeluarkan, lapisan paling atas,
metil ester dicuci untuk memindahkan gliserin dan diproses lebih lanjut.
Kelebihan metanol direcover ke kondensor dan dialirkan ke kolom rectifying
untuk dimurnikan dan didaur ulang. Gambar 2.2 memeperlihatkan diagaram alir
proses Henkel yang berlangsung pada tekanan 9000 Kpa dan suhu 240C
menggunakan minyak tidak murni (unrefiined oil) sebagai feedstock. Minyak
tidak

murni (unrefined oil), metanol yang berlebih dan katalis diukur dan

dipanaskan pada suhu 240 C sebelum dialirkan ke reaktor. Kelebihan metanol

dikeluarkan melalui reaktor dan diisikan pada kolom rak untuk proses pemurnian.
Metanol recover didaur ulang ke dalam sistem.

Gambar 2.2 Diagram alir Produksi Metil Ester dengan Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi dengan mengganti gugus
alkohol ester dengan gugus alkohol lainnya. Prosesnya sama seperti proses
hidrolisis, tetapi menggunakan alkohol, atau disebut juga reaksi alkoholisis.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
RCOOR + ROH
Ester

Alkohol

RCOOR + ROH
Ester

Alkohol

Pada reaksi ini terbentuk ester yang baru. Penggunaan katalis basa dengan
Sodium metilate lebih efektif, tapi Sodium hidroksida juga bisa digunakan.
Transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan. Agar reaksi bergerak ke
kanan, maka harus digunakan alkohol berlebih atau menggunakan salah satu
produk dari campuran reaksi. Pilihan kedua ini dilakukan jika memungkinkan.
Transesterifikasi adalah istilah umum. Jika menggunakan metanol,
istilahnya menjadi metanolisis. Metanol lebih banyak digunakan karena harganya
murah, tapi dapat juga mengguanakan alkohol lainnya. Reaksi dengan minyak dan
lemak dan metanol adalah sebagai berikut :
10

RCOOCH2
RCOOCH

CH2OH
+

3CH3OH

3RCOOCH3

RCOOCH2
Minyak / Lemak

CHOH
CH2OH

Metanol

Metil Ester

Gliserin

Reaksi di atas merupakan reaksi keseluruhan dan biasanya ada beberapa


reaksi seri, yaitu reaksi trigliserida menjadi digliserida menjadi monogliserida dan
membentuk 1 mol metil ester pada tiap reaksi.
Stoikiometri reaksi membutuhkan 3 mol metanol untuk tiap mol
trigliserida. Laju konversi akan tinggi jika menggunakan metanol berlebih. Katalis
yang digunakan adalah katalis basa. Yang digunakan biasanya adalah Sodium
metilate, KOH dan NaOH.
Laju konversi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi, akan tetapi dengan
waktu yang cukup, reaksi juga dapat berlangsung pada suhu kamar. Umumnya
reaksi berlangsung dekat pada titik didih metanol. Impuritis jika menggunakan
minyak juga berdampak pada laju konversi. Pada kondisi yang sama, penggunaan
minyak dapat menghasilkan konversi 67% - 84%.
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan
agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa
kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam
lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%).
Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena
air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang.
Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi
dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah

11

Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3


mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh
juga akan semakin bertambah.
Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 9899%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah
6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH),
natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi
reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan
menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b
minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak
nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium
hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur

12

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65 C (titik


didih metanol sekitar 65 C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.
2.3

Perbedaan Proses Produksi


Perbandingan proses antara esterifikasi dengan transesterifikasi adalah :
1. Reaksi yang terjadi :

Reaksi kimia proses esterifikasi asam lemak dan alkohol dengan


bantuan katalis menghasilkan, adalah sebagai berikut:
Acid
RCOOH + ROH

RCOOR + H2O
Katalis

Reaksi kimia proses transesterifikasi tri glyceride menjadi metil


ester dengan alkohol sebagai senyawa pengesterifikasi, adalah
sebagai berikut:

13

2. Bahan baku yang digunakan adalah :

Pada proses esterrifikasi bahan baku utama yang digunakan adalah


asam ( RCOOH ) yang direaksikan dengan Alkohol ( ROH ).

Pada proses transesterifikasi bahan baku yang digunakan adalah


Minyak / Lemak yang direaksikan dengan Metanol.

3. Katalis yang digunakan dalam proses Metil ester :

Pada proses esterifikasi katalis yang digunakan untuk reaksi ini


adalah menggunakan katalis asam dan juga bisa menggunakan
katalis alkalin.

Pada proses Transesterifikasi katalis yang digunakan untuk proses


ini adalah katalis basa.

4. Produk samping yang dihasilkan dalam proses Metil ester :

Pada proses esterifikasi hasil sampingnya berupa air.

Pada

proses

Transesterifikasi

hasil

sampingnya

adalah

gliserin/gliserol.
5. Kondisi operasi proses Metil Ester adalah :

Pada proses esterifikasi terdapat dua proses antara lain proses


Batch dan Proses Kontinu.

14

Esterifikasi pada proses batch dapat dilakukan pada kondisi sebagai


berikut :
1. Reaksi berlangsung pada tekanan satu atm, P = 1 atm
2. Pada temperature 200-250 C, dari reaksi yang terjadi, air harus
diambil terus untuk mendapatkan yield ester yang tinggi.
3. Perbandingan Molar / Molar Ratio ( metanol : asam lemak = 3-4 :1 )
4. Waktu reaksi lebih besar dari proses kontinus, sehingga yield rendah.
Pada proses Henkel / Proses esterifikasi secara kontinu dapat dilakukan
pada kondisi :
1. Reaksi berlangsung pada tekanan 1000 kPa ( P = 1000 kPa )
2. Pada temperature 240 C , dari reaksi yang terjadi, air harus diambil
terus untuk mendapatkan yield ester yang tinggi.
3. Perbandingan molar / Molar Ratio ( metanol : asam lemak = 1,5 :1 ).
4. Waktu reaksi lebih kecil dari proses Batch, sehingga yield tinggi.

Pada proses transesterifikasi kondisi opersinya adalah :

1. Reaksi berlangsung pada tekanan 9000 kPa ( P = 9000 kPa ).


2. Temperatur proses sekitar 60-70 C.
3. material proses dan utilitas per ton ester.
4. Metanol = 142 Kg, PKO = 995 Kg.
5. Energi yang digunakan 420 Kj , Cooling water ( 20 C ) dan electrical
energy = 10 Kwh.
2.4

Biodiesel
Salah satu pemanfaatan metil ester yang sedang berkembang adalan

sebagai bahan bakar kendaraan pengganti solar atau sering disbut biodisel. Pada
makalah ini lebih difokuskan pada pemanfaatan Metil ester sebagai bahan bakar
pengganti solar dari CPO. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan
mentah terbaharukan (renewable) selain bahan bakar diesel dari minyak bumi.
Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat diproduksi
dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak kelapa,

15

minyak jarak pagar, minyak biji kapok randu, dan masih ada lebih dari 30 macam
tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan sumber energi bentuk cair ini.
Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan
segala komposisi dengan minyak solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip
dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin
diesel yang ada hampir tanpa modifikasi, dapat terdegradasi dengan mudah
(biodegradable), 10 kali tidak beracun dibanding minyak solar biasa, memiliki
angka setana yang lebih baik dari minyak solar biasa, asap buangan biodiesel
tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatic sehingga emisi
pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi
gas karbondioksida di atmosfer sehingga lebih jauh lagi mengurangi efek
pemanasan global atau banyak disebut dengan zero CO2 emissi.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah
secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari
metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan metanol, pencucian dan
pengeringan/ dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi
dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara
destilasi/rectification. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika
minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi
(>5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi
dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup
besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat
terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai
proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga
mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi
dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester.
Biodiesel sebagai bahan bakar alternatif mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan solar (petrodiesel). (CRE-ITB, 2001)
Tabel 3.1 Perbandingan Biodiesel dan Solar
Fisika Kimia
Kelembaban %

Biodiesel
0.1

Solar (Petrodiesel)
0.3
16

Engine power

Energi

Engine torque
Modifikasi engine
Konsumsi bahan bakar
Lubrikasi
Emisi

128,000 BTU
Sama
Tidak diperlukan
Sama
Lebih tinggi
CO rendah, total

BTU
Sama
Sama
Lebih rendah
CO tinggi, total hidrokarbon,

hidrokarbonn sulfur

sulfur dioksida dan nitroksida

dioksida dan nitroksida


48-65
Flamable lebih rendah
Toxisitas rendah
Terbarukan (renewable)

40-55
Flamable lebih tinggi
Toxisitas 10 kali lebih tinggi
Tak terbarukan

Cetane number
Penanganan
Lingkungan
Keberadaan

yang

dihasilkan Energi yang dihasilkan 130,000

Keunggulan-keunggulan biodiesel dapat juga dinyatakan sebagai berikut:


1. Merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghaislkan
emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah)
2. Cetane number lebih tinggi (>60) sehingga efisiensi pembakaran lebih
baik
3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin
4. Biodegradable (dapat terurai)
5. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat
diperbarui
6. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi
secara lokal
7. Terdapat dalam fase cair
Proses produksi metil ester dapat dilakukan melalui transesterifikasi
minyak lemak dengan metanol ataupun dengan esterifikasi langsung asam lemak
hasil hidrolisis minyak dengan metanol. Namun, tranesterifikasi lebih intensif
digunakan atau dikembangkan saat ini. Karna proses ini lebih efisien dan
ekonomis.
Saat ini pengembangan produk biodiesel lebih diarahkan pada bentuk
metil ester. Dalam bentuk metil ester maka berat molekul, titik beku, titik didih,
dan viskositas minyak akan menjadi lebih rendah. Di samping itu senyawa
17

gliserol yang merupakan produk samping hasil degradasi minyak dapat


dipisahkan pada proses pembuatan biodiesel, sehingga dapat mengurangi
terbentuknya deposit pada mesin.
Proses Transesterifikasi minyak dan lemak merupakan proses yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan metil ester. Karna dapat dilakukan pada
kondisi atmosferis pada suhu 60-70C. CPO merupakan salah satu bahan baku
yang dapat digunakan untuk memproduksi Metil ester. Proses pembuatan metil
ester dengan CPO dilangsungkan dalam beberapa tahapan proses. Tahap ini
dimulai dari tahap penyimpanan bahan baku, reaksi transesterifikasi, pencucian
ester serta recovery metanol dan pemurnian gliserol.
Transesterifikasi dilakukan antara minyak yang terdiri dari molekulmolekul trigliserida dengan metanol, yang reaksinya sebagai berikut.

Katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu reaksi, ikut bereaksi tetapi


tidak ikut terkonsumsi. Katalis yang biasa digunakan pada reaksi ini adalah
natrium hidroksida atau kalium hidroksida dimana senyawa ini dapat langsung
dicampur dengan metanol. Produk samping pada proses ini berupa gliserol.
Gliserol yang dihasilkan mengandung katalis yang tidak terpakai dan sabun.
Pemurnian gliserol dapat dilakukan dengan penambahan asam membentuk garam
dan dialirkan ke tempat penyimpanan gliserol kotor. Gliserol yang diperoleh
biasanya memiliki kemurnian sekitar 80-88% dan dapat dijual sebagai gliserol
kotor.
Metil ester dibuat dengan mereaksikan Crude Palm Oil (CPO) dengan
metanol atau etanol melalui reaksi esterifikasi dilanjutkan dengan reaksi
transesterifikasi berkatalis menjadi senyawa Ester dengan produk samping

18

gliserin. Pada saat ini gliserin juga merupakan produk dengan harga jual yang
cukup tinggi.

- 100 Kg Crude
Palm Oil
- 14 Kg Metanol
- Katalis

- Metil Ester
Reaksi menjadi Metil Ester (Biodiesel) 95 Kg
- Gliserine 10 Kg
- Metanol
Recovery
- Produk Lain

Gambar 3.1 Diagram blok pembuatan Metil Ester

19

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a) Metil ester dapat dibuat dengan dua cara yakni esterifikasi dan
transesterifikasi
b) Perbedaan mendasar dari proses esterifikasi dan transesterifikasi yakni
pada perbedaan umpan dan katalis.
c) Proses transesterifikasi lebih ekonomis dan efisien dibandingkan
dengan esterifikasi.
d) Metil ester kini banyak digunakan sebagai bahan baka alternative, yakni
biodiesel.

DAFTAR PUSTAKA
20

Bradshaw, George B., Meuly, Wlater C., 1944, Preparation of Detergent, US


Patent Office 2,360,844.
Freedman, B., Pryde.E.H., Mounts. T.L., 1984, Variables Affecting the Yields of
Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils.
Hui, YH. 1996. Baileys Industrial Oil Fat Products. Volume 6. United States,
Willy Intercelence.
Tambun, Rondang. 2007. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. http://ecourse.usu.ac.id/content/teknik0/teknologi0/textbook.pdf. 25 Februari
2008.

21

Anda mungkin juga menyukai