Anda di halaman 1dari 12

TUGAS LAPORAN KASUS GLAUKOMA AKUT

Nama
: Nastiti Putri Ariani (112011101031)
Pembimbing : dr. Bagas Kumoro, Sp.M

1. Macam-macam hiperemi pada mata

Diagnosis banding mata merah

2. DD Glaukoma Akut
a. Ektopia lentis
Ektopia lentis adalah suatu kondisi lensa mata yang mengalami
kesalahan letak karena zonula melemah atau rusak. Zonula merupakan
ratusan string seperti serat yang memegang lensa yang tersuspensi
dalam posisi dan memungkinkan untuk berubah bentuk untuk
penglihatan dekat atau jauh. Lensa mengalami dislokasi dan berada
sepenuhnya di luar tempat lensa, di ruang depan, bebas mengambang
di vitreous atau langsung pada retina. Kelemahan zonula menyebabkan

pergeseran lensa. Lensa menjadi lebih bundar dan mata menjadi lebih
miopik. Kelainan ini desebabakan oleh beberapa hal, yaitu trauma,
gangguan metabolisme sejak lahir (misalnya homosistinuria, kelainan
resesif dengan defek mental dan cirri skeletal. Lensa biasanya bergeser
ke bawah), sindrom tertentu (sindrom Marfan, kelainan dominan
dengan abnormalitas skeletal dan jantung dan resiko diseksi aneurisma
aorta. Lensa biasanya bergeser ke arah atas), Sindrom WeillMarshecani, katarak hipermatur, peradangan uvea, tumor intraokuler,
tekanan bola mata yang tinggi seperti pada buftalmus (James Bruce, et
all, 2003).
Bila zonula Zinnii putus sebagian maka lensa akan mengalami
subluksasi dan bila seluruh zonula Zinnii putus maka lensa akan
mengalami luksasi kedepan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang
(luksasi posterior). Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian
zonula Zinn sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat
juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula Zinn
yang rapuh seperti pada Sindrom Marphan. Pada subluksasi kadangkadang penderita tidak memberikan keluhan kecuali keluhan
myopia atau astigmat. Hal ini disebabkan karena zonula Zinn putus
sebagian maka lensa bebas mencembung. Selain itu dapat pula
ditemukan

penurunan

penglihatan,

diplopia

monokular

dan

iridodonesis (iris tremulans). Pada pemeriksaan dengan senter/slit


lamp akan terlihat pada bagian zonula yang terlepas, bilik mata
dalam dengan iris tremulens, sedang pada bagian zonula yang utuh
terlihat bilik mata yang dangkal akibat lensa tertarik dan mencembung
pada bagian ini. Perubahan akibat subluksasi lensa akan memberikan
penyulit glaukoma atau penutupan pupil oleh lensa cembung
(Anonymous, 2005).
a)

Luksasi Anterior
Trauma atau kelainan kongenital yang mengakibatkan seluruh

zonula putus disertai perpindahan letak lensa ke depan akan

memberikan keluhan penurunan tajam penglihatan yang mendadak.


Akibat kedudukan lensa di dalam bilik mata depan akan terjadi
gangguan pengaliran humor akuous sehingga terjadi serangan
glaukoma kongestif. Pasien akan mengeluh rasa sakit yang sangat,
muntah, mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan
akan ditemukan edema kelopak, injeksi siliar, edema kornea
dengan pupil lebar disertai terlihatnya lensa di dalam bilik mata
depan.
b)
Luksasi Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi
lensa posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran
ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam
di dataran bawah polus posterior fundus okuli . Pasien akan mengeluh
adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa
mengganggu lapangan pandang. Mata ini akan menunjukkan
gejala afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 10.0 D
untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang
terlalu lama berada di polus posterior dapat menimbulkan penyulit
akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis
fakotoksik.
3. Mata merah visus menurun
A. Glaukoma Akut
Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan
intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.

Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan
berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara

sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai
adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obat
midriatik, berdiam lama di tempat yang gelap, dan gangguan emosional.
Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak
intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan
iris bombe, atau pascabedah intraokular.
Manifestasi Klinis
Rasa sakit hebat yang menjalar ke kepala disertai mual dan muntah, mata
merah dan bengkak, tajam penglihatan sangat menurun, dan melihat
lingkaran-lingkaran seperti pelangi.
Pada pemeriksaan dengan lampu senter terlihat injeksi konjungtiva, injeksi
siliar, kornea suram karena sembab, reaksi pupil hilang atau melambat, kadang
pupil midriasis, kedua bilik mata depan tampak dangkal pada bentuk primer,
sedangkan pada bentuk sekunder dijumpai penyakit penyebabnya. Funduskopi
sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media refraksi. Pada perabaan,
bola mata yang sakit teraba lebih keras dibanding sebelahnya.
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, gonioskopi, dan tonografi dilakukan setelah edema kornea
menghilang.
Komplikasi : Kebutaan.

Penatalaksanaan
Tekanan intraokular harus diturunkan secepatnya dengan memberikan
asetazolamid 500 mg dilanjutkan 4 x 250 mg, solusio gliserin 50% 4 x 100-

150 ml dalam air jeruk, penghambat beta adrenergik 0,25-0,5% 2 x 1 dan KCl
3 x 0,5 g. Diberikan tetes mata kortikosteroid dan antiobiotik untuk
mengurangi reaksi infiamasi.
Untuk bentuk yang primer, diberikan tetes mata pilokarpin 2% tiap 1/2-1 jam
pada mata yang mendapat serangan dan 3 x 1 tetes pada mata sebelahnya. Bila
perlu diberikan analgesik dan antiemetik.
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan
intraokular (TIO) dan keadaan matanya. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan
operasi segera. Sebelumnya diberikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60
tetes/menit. Bila jelas menurun, operasi ditunda sampai mata lebih tenang
dengan tetap memantau TIO. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan
berdasarkan

hasil

pemeriksaan

gonioskopi

setelah

pengobatan

medikamentosa. Sebagai pencegahan juga dilakukan iridektomi pada mata


sebelahnya.
Harus dicari penyebabnya pada bentuk sekunder dan diobati yang sesuai.
Dilakukan operasi hanya bila perlu dan jenisnya tergantung penyebab.
Misalnya pada hifema dilakukan parasentesis, pada kelainan lensa dilakukan
ekstraksi lensa, dan pada uveitis dilakukan iridektomi atau operasi filtrasi.
B. Uveitis Anterior

Definisi
Uveitis anterior adalah peradangan jaringan uvea anterior, terdiri dari iritis
atau iridosiklitis. Terjadi mendadak, biasanya berjalan 6-8 minggu.

Etiologi
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen
lain dari luar. Secara endogen, dapat disebabkan idiopatik, autoimun,

keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien, misalnya
pada infeksi tuberkulosis, Herpes simpleks, dan sebagainya.
Patofisiologi :Reaksi imunologi terhadap jaringan uvea anterior.
Manifestasi Klinis
Fotofobia, sakit, mata merah, penurunan penglihatan, sukar melihat dekat, dan
lakrimasi pada keadaan akut. Bila kronik, mata menjadi putih dan gejalagejala minimal walau terjadi inflamasi berat.
Pada pemeriksaan ditemukan injeksi siliar, miosis pupil, flare pada bilik mata
depan, bila sangat akut dapat terjadi hifema atau hipopion, nodul iris seperti
benjolan Koeppe atau benjolan Busacca, tekanan bola mata dapat turun akibat
hipofungsi badan siliar atau meningkat karena pelebaran pembuluh siliar dan
perilimbus.
Komplikasi
Sinekia posterior dan sinekia anterior perifer dapat mengakibatkan glaukoma
sekunder. Dapat pula terjadi uveitis simpatis. Pemakaian steroid jangka
panjang harus diperhatikan.
Penatalaksanaan
Terapi harus segera dilakukan untuk mencegah kebutaan. Diberikan steroid
tetes mata pada siang hari dan salep pada malam hari. Dapat dipakai
deksametason, betametason, atau prednisolon 1 tetes setiap 5 menit kemudian
diturunkan hingga perhari. Bila perlu, juga steroid sistemik dalam dosis tinggi
tunggal selang sehari kemudian diturunkan sampai dosis efektif, dapat dipakai
prednisolon 5 mg. Dapat pula diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Untuk
mengurangi rasa sakit, melepas sinekia, dan mengistirahatkan iris yang
meradang, diberikan sikloplegik. Setelah infeksi fokal, penyakit yang
mendasari, atau kuman penyebab diketahui, diberikan pengobatan spesifik.
C. Endoftalmitis

Definisi
Endoftalmitis adalah peradangan supuratif dalam bola mata.
Etiologi
Infeksi kuman atau jamur setelah trauma atau bedah, atau secara endogen
akibat sepsis. Bakteri yang sering menjadi penyebab adalah Stafilokok,
Streptokok, Pneumokok, Pseudomonas, sedangkan jamur yang sering menjadi
penyebab Aktinomises, Aspergilus, dan sebagainya.
Manifestasi Klinis
Rasa sakit berat; kelopak merah, bengkak, dan sukar dibuka; terdapat pus;
konjungtiva kemosis dan merah; kornea keruh; bilik mata depan keruh;
kadang disertai hipopion. Tidak ada refleks merah pada pupil.
Komplikasi
Panoftalmitis, kebutaan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopik cairan aspirasi 0,5-1 ml cairan vitreus melalui
sklerotomi pars plana.
Penatalaksanaan
Antibiotik topikal melaiui periokular atau subkonjungtiva dan sistemik
ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari. Setelah diketahui
penyebabnya, antibiotik disesuaikan dengan penyebab, misalnya gentamisin
untuk Pseudomonas atau amfoterisin B untuk jamur. Sikloplegik tetes mata
diberikan 3 kali sehari. Hati-hati pada pemberian kortikosteroid. Pada kasus
yang berat dapat dilakukan vitrektomi untuk mengeluarkan organisme di
dalam vitreus, meningkatkan distribusi antibiotik dan mengeluarkan membran
terbentuk yang potensial menyebabkan ablasi, serta mengembalikan
kejernihan vitreus. Bila terapi gagal, dilakukan eviserasi. Enukleasi ditakukan
bila mata telah tenang atau ftisis bulbi.

Prognosis
Prognosis buruk bila disebabkan jamur atau parasit, atau bila telah terlihat
hipopion yang berarti keadaan sudah lanjut.
D. Ulkus Kornea

Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea.
Etiologi
Bakteri, jamur, Acanthamoeba (biasanya berasal dari cairan pencuci lensa
kontak), dan Herpes simpleks.
Manifestasi Klinis
Mata merah, sakit ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun,
kadang kotor. Pada pemeriksaan terlihat kekeruhan berwarna putih pada
kornea dengan defek epitel. lris sukar dilihat akibat edema kornea dan
infiltrasi sel radang pada kornea. Dapat disertai penipisan kornea, lipatan
Descemet, reaksi jaringan uvea berupa, flare, hipopion, hifema, dan sinekia
posterior. Bila disebabkan jamur, maka infiltrat akan berwama abu-abu
dikelilingi infiltrat halus di sekitarnya (fenomena satelit).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sediaan langsung dan pemeriksaan jamur dengan sediaan hapus
KOH.

Diagnosis Banding
Keratomalasia, tukak hipersensitif Stafilokok, dan infiltrat sisa benda asing.
Penatalaksanaan

Pengobatan bertujuan menghalangi hidup bakteri dengan antibiotik dan


mengurangi reaksi radang dengan steroid. Diberikan sikloplegik serta
antibiotik topikal dan subkonjungtiva yang sesuai. Pasien dirawat bila
terancam terjadi perforasi, tidak dapat memberi obat sendiri, dan bila penyakit
berat sehingga diperlukan obat sistemik. Mata titiak boleh dibebat,
pembersihan sekret dilakukan 4 kali sehari, dan berhati-hati terhadap
glaukoma sekunder. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan
mata terlihat tenang. Bila penyebabnya Pseudomonas pengobatan harus
ditambah 1-2 minggu.
E. Keratitis

Definisi
Keratitis adalah peradangan pada kornea.
Etiologi
Bakteri, jamur, virus, dan proses peradangan.
Manifestasi Klinis
Mata merah, silau, merasa kelilipan, gangguan kornea.
Penatalaksanaan
Pemberian antibiotik, air mata buatan, dan sikloplegik. Pada keratitis bakteri,
dapat diberikan gentamisin 15 mg/ml, tobramisin 15 mg/ml, atau sefuroksim
50 mg/ml. Untuk hari-hari pertama diberikan setiap setengah jam kemudian
diturunkan menjadi setiap jam sampai 2 jam bila membaik. Ganti obatnya bila
resisten atau tidak terlihat membaik. Perlu diberikan sikloplegik untuk
menghindari terbentuknya sinekia posterior dan mengurangi nyeri akibat
spasme siliar.
Pada keratitis jamur, sebagai terapi awal diberikan ekonazol 1% yang
berspektrum luas.

4. Klasifikasi Uveitis
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
1) Klasifikasi anatomis
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea

Gambar 3. Klasifikasi uveitis secara anatomis


2) Klasifikasi klinis
a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama < 6
minggu
b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahuntahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik
3) Klasifikasi etiologis
a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuh.
b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
- Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis
- Infeksi

Yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus (herpes zoster),


protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm (toksokariasis)
- Uveitis spesifik idiopatik
Yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, tetapi memiliki
karakteristik khusus yang membedakannya dari bentuk lain (sindrom uveitis
Fuch)
- Uveitis non-spesifik idiopatik
Yaitu uveitis yang tidak termasuk ke dalam kelompok di atas.
4) Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa
multinukleus (Gambar 4)

Gambar 4. Klasifikasi patologis uveitis: (a) non-granulomatosa; (b) granulomatosa


(Dikutip dari kepustakaan 8)

5. Bila TIO tinggi (> 40 mmhg) dan sudut tetap tertutup, harus dipikirkan
kemungkinan kelainan lensa jangan diberikan pilocarpine karena efek
samping dari pilocarpin yang merangsang saraf parasimpatis menyebabkan
lensa bergerak ke depan dan menyebabkan blok pupil sehingga justru akan
meningkatkan TIO.

Anda mungkin juga menyukai