Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di
dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada
penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Osteoartritis menempati urutan
kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan fisik (seperti
berjalan dan menaiki tangga). Di Indonesia, osteoartritis adalah salah satu dari penyakit
reumatik yang paling banyak dijumpai dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan
OA di Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya
melakukan pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat bebas pereda
nyeri.1,2
Osteoartritis umumnya menyerang penderita berusia lanjut ( >40 tahun ) pada
sendi-sendi penopang berat badan, terutama sendi lutut, panggul, lumbal dan servikal.
Angka prevalensi kejadian osteoartritis pada pria dan wanita sebanding pada usia 45
tahun, dan meningkat pada wanita dengan usia lebih dari 50 tahun. Hal ini berhubungan
dengan faktor hormonal di mana pada usia lebih dari 50 tahun adalah saat dimana
seorang wanita sudah memasuki menopause. Lebih dari 80% usia di atas 75 tahun
menderita OA. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita berumur 40-60 tahun.2,4,5,6
Osteoartritis dapat mengenai satu atau banyak sendi. Karakeristik dari kelainan ini
berupa degenerasi atau kerusakan tulang rawan sendi yang progresif dan terbentuknya
tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi dan tepi sendi yang dikenal dengan
osteofit/ spur atau dalam bahasa jawa disebut taji. Proses terjadinya osteoartritis diawali
oleh banyak faktor, termasuk didalamnya faktor genetik, metabolik, dan trauma.7,8
Mengingat angka kejadian osteoartritis yang tinggi dan komplikasi yang dapat
ditimbulkan penting untuk dibahas mengenai osteoartritis.
1.2

Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara menegakkan
diagnosis, melakukan pengelolaan terhadap pasien yang mengalami osteoartritis, serta
tindakan pengobatan yang diberikan sesuai dengan penulisan ilmiah berdasar
kepustakaan atau prosedur yang ada.

1.3

Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu dokter dalam proses belajar
menegakkan diagnosis dan melakukan pengelolaan pada pasien osteoartritis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Osteoartritis
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan
patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada umumnya penderita OA
berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia.
Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia,
mekanik, dan genetik. Kelainan utama pada OA adalah kerusakan tulang rawan sendi
yang dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan
ligamen dan peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan
membentuk efusi.9,10
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas
kolagen sehingga tulang rawan sendi mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA
yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, trauma, imobilitas yang terlalu lama serta
faktor risiko lainnya.11
OA merupakan salah satu jenis dari artritis dan penyakit rematik yang merupakan
sepuluh besar penyebab kecacatan penduduk Amerika Serikat yang paling sering
terjadi.12

Gambar 1. Sepuluh penyebab disabilitas pada penduduk usia dewasa di Amerika


Serikat12

2.2. Etiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko


Osteoarthritis pada awalnya diperkirakan merupakan kelainan yang terjadi pada
kartilago artikuler. Namun, belakangan diketahui bahwa OA mempengarauhi seluruh
sendi, termasuk kartilago, tulang subchondral, ligamen, sinovium, dan otot sekitar.
Perubahan patologis paling awal berupa peningkatan hidrasi dan hilangnya proteoglikan
pada kartilago, disertai penebalan atau sklerosis tulang subchondral. Seriring berjalannya
waktu, defek kartilago yang disertai dengan pembentukan ulserasi fokal kadang
menjadikan tulang subchondral terekspos. Pertumbuhan osteofit, yang merupakan ciri
khas penyakit ini, terjadi pada tepi sendi, dan kadang disertai pula dengan sinovitis
ringan. Longgarnya ligamen dan lemahnya otot sekitar diperkirakan terjadi sebagai
akibat inaktivitas atau dapat juga terjadi mendahului beberapa proses di atas.2,13

Gambar 2. Perbandingan Sendi Lutut Normal Dengan Sendi Lutut Yang


Mengalami Osteoarthritis.9
Penyebab dari rangkaian kejadian tersebut masih belum diketahui. Namun,
beberapa faktor risiko terkait kemunculan dan progresi OA telah diidentifikasi, walaupun
masing-masing memiliki makna bervariasi pada populasi berbeda dan lokasi sendi yang
berbeda. Beberapa faktor risiko OA yang telah diketahui antara lain adalah:14
Umur. Merupakan faktor risiko terpenting. Prevalensi dan derajat penyakit OA
semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak ditemukan pada
anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun, dan sering pada umur di atas 60

tahun.15,16
Jenis kelamin. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan poliartikuler, sedangkan pria
lebih sering terkena OA lutut, pergelangan tangan, dan leher. Di bawah usia 45

tahun, frekuensi OA kurang lebih sama antara pria dan wanita, tetapi di atas 50 tahun

(setelah menopause) OA lebih banyak ditemukan pada wanita.16


Suku bangsa. OA paha lebih jarang ditemukan pada orang kulit hitam dan Asia
dibandingkan Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada ras Indian daripada ras kulit

putih.17,18,19
Genetik. Faktor genetik diperkirakan berperan pada sekitar 65% kasus OA.20
Kegemukan dan penyakit metabolik. Berat badan berlebih nyata merupakan faktor
risiko timbulnya OA baik pada pria maupun wanita. Selain karena faktor
meningkatnya beban mekanis, faktor metabolik diperkirakan berperan dalam
timbulnya kelainan OA. Hal ini didukung dengan adanya korelasi positif antara OA
dengan penyakit metabolik lainnya seperti penyakit jantung koroner, diabetes

melitus, dan hipertensi.21,22


Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga. Pekerjaan berat atau pemakaian satu sendi
terus-menerus berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian pula
cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan

risiko OA lebih tinggi.23,24,25


Kelainan pertumbuhan. Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha dikaitkan

dengan timbulnya OA paha pada usia muda, wanita, atau ras tertentu.26
Faktor-faktor lain, seperti tingginya kepadatan tulang disebutkan

dapat

meningkatkan risiko timbulnya OA. Sedangkan merokok dilaporkan merupakan

faktor protektif, walaupun mekanismenya belum jelas.27,28


Faktor yang memicu timbulnya keluhan antara lain adalah hipertensi, jenis kelamin
wanita, merokok, kulit putih, dan psikologis yang tak baik.3,29,30,31,32
Pada osteoarthritis terjadi dua perubahan morfologi utama yang mengiringi

proses terjadinya osteoartritis, antara lain:


1. Kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif.33
2. Pembentukan tulang baru pada dasar tulang rawan sendi dan tepi sendi yang disebut
osteofit.34
Proses awal terjadinya OA adalah pada penderita dengan faktor risiko seperti
telah dijelaskan diatas, terjadi perubahan perubahan metabolisme tulang rawan sendi
yang berupa peningkatan aktivitas enzim enzim perusak makromolekul matriks tulang
rawan sendi yaitu proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan
kadar proteoglikan, perubahan sifat kolagen serta berkurangnya kadar air tulang rawan
sendi. Sehingga timbul perubahan perubahan sifat biomekanis tulang rawan sendi.

Dimana pada pemeriksaan radiologis didapatkan gambaran permukaan tulang rawan


sendi menjadi tidak homogen, menipisnya tulang rawan sendi yang diawali dengan retak
dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan
disebut fibrilasi. Keadaan seperti inilah yang membuat tulang rawan sendi menjadi lebih
rentan terhadap beban yang biasa.35,36,37
Di lain pihak, pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk
membentuk kembali persendian yang telah rusak. Perubahan tersebut antara lain
penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit. Dengan menambah luas
permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit mungkin dapat memperbaiki
perubahan perubahan awal tulang rawan sendi pada penyakit OA.38
OA mempunyai sendi predileksi yaitu sendi penyangga berat tubuh. Gambar 2
berikut merupakan sendi yang menjadi predileksi terjadinya osteoartritis. Adapun jika
terjadi pada sendi-sendi tangan, dapat menimbulkan gambaran nodus herbeden (Gambar
3).39

Gambar 3. Sendi predileksi osteoarthritis39

Gambar 4. Osteoartritis stadium lanjut. Ditemukan nodus heberden.39


2.3. Evaluasi Klinik
Pasien OA pada umumnya mengatakan keluhan-keluhan yang sudah berlangsung
lama, tetapi berkembang perlahan. Keluhan utama biasanya berupa nyeri sendi, yang
diperberat dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan
tertentu kadang menimbulkan nyeri yang lebih dibanding gerakan lain. Nyeri OA juga
dapat bersifat nyeri radikular, seperti pada OA servikal dan lumbal. Keluhan lain dapat
berupa hambatan gerakan sendi, kaku pagi, krepitasi pada sendi yang sakit, pembesaran /
deformitas sendi, dan perubahan gaya berjalan. Kaku sendi dirasakan terutama setelah
inaktivitas (gel phenomenon), tetapi kaku pagi tidak seberat pada penyakit arthropati
inflamatorik sistemik. Gangguan berjalan berupa jalan pincang dialami hampir semua
pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut, atau panggul.40
Pada

pemeriksaan

fisik

dapat

ditemukan

hambatan

gerak,

krepitasi,

pembengkakan sendi, tanda peradangan, deformitas sendi permanen, dan perubahan gaya
berjalan. Hambatan gerak dapat ditemukan mulai dari OA dini dan semakin berat hingga
sendi hanya bisa digoyangkan dan terjadi kontraktur. Pembengkakan sendi seringkali
asimetris karena adanya efusi sendi ataupun osteofit yang mengubah permukaan sendi.
Tanda peradangan mungkin dijumpai pada OA karena sinovitis. Deformitas sendi dapat
terjadi karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai
kecacatan, gaya berdiri, dan perubahan pada tulang serta permukaan sendi. Perubahan
gaya berjalan hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan, yang terutama dijumpai pada OA lutut, paha, dan tulang belakang dengan stenosis

spinal. OA pada sendi lain seperti tangan, bahu, siku, dan pergelangan tangan juga
menimbulkan gangguan fungsi.41
OA lutut dicirikan dengan nyeri dengan onset yang perlahan dan tersamarkan,
fenomena gelling, gerakan terbatas dan kesulitan dalam berjalan, berpindah tempat,
dan naik tangga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan krepitasi dan pembesaran tulang
disertai nyeri pada garis sendi medial dan / atau lateral dengan atau tanpa efusi.
Deformitas varus kadang ditemukan, dengan deformitas fleksi dan instabilitas sendi
yang menandakan derajat beratnya penyakit. Kelemahan otot quadriceps dapat terjadi
awal dan berperan dalam perjalanan penyakit.42
Menurut pedoman American College of Rheumatology tahun 2012, diperlukan
evaluasi klinis untuk membandingkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
untuk menilai kemajuan terapi. Diperlukan insturksi untuk teknik pelindung sendi.
Peralatan pendukung jika dibutuhkan untuk membantu pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Modalitas termal juga dapat digunakan. Dan diperlukan untuk melakukan
splint untuk pasien dengan osteoartritis trapeziometacarpal.43
2.4.

Osteoartritis Lutut
Dari sekian banyak sendi yang dapat terserang OA, lutut merupakan sendi yang
paling sering dijumpai terserang OA. Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa
sakit dan ketidakmampuan dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya.2,42

2.4.1. Kriteria Diagnosis OA Lutut


Secara radiologis didapatkan penyempitan celah sendi, pembentukan
osteofit, sklerosis subkondral dan pada keadaan yang berat akan tampak kista
subkondral. Gambaran laboratorium umumnya normal. Bila dilakukan analisis
cairan sendi juga didapatkan gambaran cairan sendi yang normal. Bila didapatkan
peninggian jumlah leukosit, perlu dipikirkan kemungkinan artropati kristal atau
artritis inflamasi atau artritis septik.2,42,43
Kriteria diagnosis osteoartritis lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari
American College of Rheumatology (ACR).34

Tabel 1. Kriteria Klasifikasi OA Lutut35


Klinik dan laboratorik
Klinik dan Radiografik
Nyeri lutut ditambah minimal Nyeri lutut ditambah minimal

Klinik
Nyeri lutut ditambah minmal

5 dari 9 kriteria sebagai

1 dari 3 kriteria berikut:

3 dari 6 kriteria berikut:

berikut:
Umur > 50 tahun
Kaku Pagi < 30 menit
Krepitus
Nyeri tekan

Umur > 50 tahun


Kaku pagi < 30 menit
Krepitus
+

Umur > 50 tahun


Kaku pagi < 30 menit
Krepitus
Nyeri tekan

OSTEOFIT

Pembesaran tulang
Tidak panas pada perabaan

Pembesaran tulang
Tidak panas pada perabaan
LED < 40 mm per jam
RF < 1:40
Analisis cairan sendi normal

2.4.2. Pemeriksaan Fisik OA Lutut


Pada pemeriksaan fisik OA lutut akan didapatkan: pada keadaan akut
sendi lutut akan terasa hangat, bengkak dan nyeri/sakit bila ditekan sedangkan
pada keadaan kronik tanda tandanya tidak begitu jelas, mungkin hanya keluhan
nyeri saja yang dirasakan oleh penderita. Pada saat sendi lutut digerakkan atau
ditekuk biasanya akan terasa atau kadang terdengar suara krepitasi (bunyi kretekkretek). Pada keadaan OA yang lanjut dapat dilihat adanya pembesaran tulang
(bony enlargement), deformitas tulang bentuk X (valgus) dan bentuk O (varus),
serta adanya keterbatasan gerak sendi.36,37

2.4.3. Pemeriksaan Penunjang OA Lutut


Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis OA adalah dengan X- foto sendi
lutut, dimana akan didapatkan kelainan sebagai berikut :
a. Penyempitan celah sendi

b. Tampak osteofit (penonjolan tulang seperti taji) pada tepi sendi


c. Sklerosis subkondral (tulang tampak berwarna lebih opaq/putih)
d. Kista subkondral (bayangan bulat lebih transparan)38
Berdasarkan gambaran radiografi di atas, maka secara radiologi OA lutut
diklasifikasikan menjadi 5 (berdasarakan kriteria Kellgren dan Lawrence):

Gambar 5. Klasifikasi Osteoarthritis Berdasarkan Radiografis Menurut


Kriteria Kellgren Dan Lawrence39
Pemeriksaan radiografi sendi lain yang dapat dilakukan antara lain bone
scan, MRI, athroskopi, dan arthrografi. Pemeriksaan ini diperlukan bila OA
dicurigai berkaitan dengan penyakit metabolik atau genetik seperti alkaptonuria,
oochronosis, displasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit Paget, atau
hemokromatosis; dicurigai terdapat penyakit berat seperti osteonekrosis,
neuropati Charcot, pigmented sinovitis; dan pada pasien OA tulang belakang yang
menyebabkan kompresi radikuler atau medulla spinalis.24,39
Pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak bermanfaat.
Pemeriksaan darah rutin biasanya dalam batas normal, kecuali pada OA
generalisata. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rheumatoid, dan komplemen)
juga dalam batas normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan
penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel
peradangan, dan peningkatan protein. Pemeriksaan hitung jenis darah lengkap,
elektrolit, glukosa, kreatinin, dan LFT dapat dilakukan sebelum pemberian terapi
farmakologis, khususnya pada pasien usia lanjut dengan komorbid.25,39

2.5.

Penatalaksanaan OA
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA adalah untuk edukasi
pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan
menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA terdiri dari
terapi non farmakologi (edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja),
terapi farmakologi, terapi lokal dan tindakan bedah.19,27
a. Terapi non farmakologi, meliputi :
1. Edukasi
Tujuan edukasi adalah bagaimana dalam mengatasi nyeri dan disabilitas.
Pemberian edukasi ini sangat penting bagi penderita karena dengan edukasi
diharapkan pengetahuan penderita mengenai OA menjadi meningkat dan
pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama sama dalam
mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut. Walaupun OA tidak dapat
disembuhkan, tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. Edukasi yang
diberikan pada penderita OA diantaranya:29,35
- Memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit kronik sehingga perlu
dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri,
-

kaku, serta keterbatasan gerak dan fungsi sendi.


Menyarankan pada pasien agar rasa nyeri dapat berkurang maka sebaiknya
mengurangi aktivitas / pekerjaan dan lebih memperbanyak istirahat untuk

mengurangi beban sendi.


Menyarankan penderita untuk kontrol kembali sehingga dapat diketahui
apakah penyakitnya sudah membaik atau ada efek samping akibat obat

yang diberikan.
2. Terapi fisik dan terapi kerja
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat melakukan aktivitas
optimal dan tidak tergantung pada orang lain.

Terapi ini terdiri dari

pendinginan, pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik
dan terapi kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas
lingkup gerak sendi dan latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada
pasien yang tidak menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien
yang akan dan sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien dapat segera
mandiri

setelah

pembedahan.33,37

pembedahan

dan

mengurangi

komplikasi

akibat

3. Penurunan berat badan


Penurunan berat badan merupakan

tindakan yang penting, terutama pada

pasien-pasien obesitas, untuk mengurangi beban pada sendi yang terserang OA


dan meningkatkan kelincahan penderita waktu bergerak, perbaikan fungsi sendi,
serta pengurangan derajat dan frekuensi rasa sakit.38
b. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi yang diberikan biasanya bersifat simptomatik, untuk
mengurangi keluhan nyeri pada sendi. Obat obat tersebut antara lain:
1. Analgetik
2. NSAID : bekerja dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada
kaskade inflamasi. Terdapat dua macam enzim COX, yaitu COX-1 yang bersifat
fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal, dan trombosit serta COX-2 yang
berperan pada proses inflamasi. NSAID tradisional bekerja menghambat jalur
COX-1 dan COX-2, sehingga pada penggunaan jangka lama memiliki efek
samping perdarahan pada lambung, ganggguan fungsi ginjal, retensi cairan, dan
hiperkalemia. NSAID yang bersifat COX-2 inhibitor selektif akan memberikan
efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan jenis NSAID tradisional.
Selain itu juga direkomendasikan menggunakan tramadol
Macam macam golongan NSAID, antara lain: Ibuprofen, Diklofenak,
Piroksikam ( masing masing obat ini diberikan jika nyeri tidak berkurang
dengan penggunaan analgetik)39
c. Terapi lokal
Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid atau
hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan berfungsi sebagai
viskosuplemen) dan pemberian terapi topikal, seperti krem OAINS, krim salisilat
atau krem capsaicin. Injeksi steroid intra artikular diberikan bila didapatkan infeksi
lokal atau efusi sendi. Selain itu, pedoman dari American College of Rheumatology
juga merekomendasikan penggunakan topical capsaicin, topical NSAID, termasuk
didalamnya trolamine salicylate. Namun menurut ACR 2012, penggunaan terapi
lokal injeksi steroid intraartikuler dan analgetik opioid tidak dianjurkan dikarenakan
berdasarkan hasil penelitian RCT didapatkan hasil bahwa efek klinis dari modalitas
tersebut tidak berbeda bermakna dan adanya potensi bahaya dari penggunaan bahan
tersebut ataupun prosedur tindakan injeksi tersebut. Geriatri usia lebih dari sama
dengan 75 tahun, sebaiknya menggunakan pengobatan topikal dibandingkan dengan

NSAID oral. Sedangkan menurut Technical Expert Panel, tidak ada preferensi untuk
menggunakan obat topikal dibandingkan dengan NSAID oral.40
d. Operasi
Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi merupakan
tindakan yang efektif. Operasi yang dapat dilakukan antara lain

arthroscopic

debridement, joint debridement, dekompresi tulang, osteotomi dan artroplasti.


Walaupun tindakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi
kadang-kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga
terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan baik.41

2.6.

Komplikasi OA
Komplikasi yang banyak muncul dari penyakit osteoarthritis adalah atropi dari
otot quadriceps karena

jarang digunakan karena keluhan nyeri. Bisa juga

terjadi

deposisi kristal kalsium pada rawan sendi dan pembentukan kista di belakang lutut.
Peningkatan inflamasi juga ke jaringan periartikular sekitar seperti bursitis dan
laksitis yang nantinya bisa menjadi faktor penyulit dan menambah derajat keparahan dari
osteoarthritis.42
2.7.

Prognosis OA
Mengingat bahwa osteoartritis adalah penyakit degeneratif, maka dapat
dimengerti bahwa penyakit ini progresif sesuai dengan usia, namun apabila diketahui
secara dini dan belum menimbulkan deformitas (valgus atau varus) maka progresivitas
penyakit dapat dihambat dengan cara membuat atau berusaha untuk memperbaiki
stabilitas sendi.43
a. Quo ad vitam baik, karena mengingat kondisi penyakinyya secara langsung tidak
membahayakan jiwa.
b. Quo ad sanam ragu-ragu,
menyembuhkan osteoartritis

karena

sendi

interverensi

fisioterapi

lutut. Sifanyya hanya

simpthomatik yaitu

mengurangi gejala-gejala yang timbul.


c. Quo ad funcionam ragu-ragu, karena tergantung pada derajat nyerinya.
d. Quo ad cosmeticam buruk, karena sudah terjadi adanya deformitas varus.
2.8.

Diagnosis Banding OA
1. Rheumatoid Artritis

tidak dapat

Merupakan peradangan jaringan ikat sendi, bersifat sistemik, progresif dan


simetris.14,43
2. Artritis Gout
Reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat
(MSU dan MSUM) akibat gangguan metabolisme purin dalam tubuh.15,16

Tabel 2. Diagnosis Banding Osteoartritis17


Osteoartritis
1. Usia
2. Predileksi

>40 tahun
Sendi penyangga

Reumatoid

Artritis Gout

Artritis
Muda (30-50th)
Pergelangan tangan

Metatarsopalang

tubuh (lutut, panggul,

3. Onset
4. Kaku sendi
5. Deformitas

vertebra)
Asimetris
<30 menit
Nodus Herberden/

Simetris
> 1 jam
Swan neck/

Asimetris
Tidak terbukti
Tofus Kristal

6. Lab.darah

Bouchard
LED normal

Boutenniere
LED

MSU
LED

RF (-)

RF (+)

Leukosit
Kadar asam

7. Radiologik

8. Gejala
sistemik

Osteofit,

Erosi/destruksi,

urat
Kista

Sklerosis subkondral,

Osteoporotic fokal,

subkortikal

Penyempitan celah

Penyempitan celah

tanpa erosi

sendi

sendi
Demam subfebris,

lemes BB

BAB III
SIMPULAN

Osteoartritis merupakan penyakit sendi kronik yang banyak dijumpai. Patogenesis


osteoartritis adalah akibat dari peningkatan hidrasi dan hilangnya proteoglikan kartilago
biasanya bersamaan dengan sklerosis subkondral sehingga menyebabkan defek kartilago dan
ulserasi fokal yang mengakibatkan tulang subkondral terekspos. Faktor risiko osteoartritis
adalah usia lebih dari enam puluh tahun, jenis kelamin, suku bangsa, genetik, obesitas,
penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, olahraga, kelainan pertumbuhan, kelainan
kongenital, hipertensi, dan merokok. Diagnosis osteoartritis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjunang. Dari anamnesis terdapat gejala berupa nyeri
sendi, keterbatasan gerak sendi, tempat lokasi nyeri sendi, kekakuan di pagi hari kurang dari
30 menit, deformitas sendi, dan perubahan gaya berjalan.Pada pemeriksaan fisik, ditemukan
hambatan gerak, krepitasi, pembengkakan sendi, tanda peradangan, deformitas sendi,
perubahan gaya berjalan. Dari pemeriksaan penunjang radilogis didapatkan osteofit, sklerosis
subkondral, penyempitan celah sendi, sklerosis subkondral, hingga kista subkondral.
Osteoartritis yang paling sering terjadi adalah osteoartritis lutut. Terdapat empat derajat
osteoartritis lutut. Penatalaksanaan osteoartritis antara lain terapi medikamentosa (lokal dan
sistemik) dan non medikamentosa hingga operatif. Prognosis quo ad vitam bonam, sanam
dubia, fungsionam dubia, cosmeticam malam. Diagnosis banding osteoartritis adalah
rhematoid artritis dan artritis gout.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hochberg MC, Altman RD, April KT, Benkhalti M, Guyatt G, et al. American College
of Rheumatology 2012 Recommendations for the use of nonpharmacologic and

pharmacologic therapies in osteoarthritis of the hand, hip, and knee. Arthritis care and
Research 2012; 64: 4. Pp 465-4.
2. American College of Rheumatology Subcommittee on Osteoarthritis Guidelines.
Recommendations for the medical management of osteoarthritis of the hip and knee
2005. Available from: http://www.rheumatology.org/practice/clinical/guidelines/oamgmt.asp.
3. Zhang W, Doherty M, Leeb BF, Alekseeva L, Arden NK, Bijlsma JW, et al. EULAR
evidence based recommendations for the management of hand osteoarthritis: report of
a Task Force of the EULAR Standing Committee for International Clinical Studies
Including Therapeutic Trials (ESCISIT). Ann Rheum Dis 2007;66:37788..
4. Zhang W, Moskowitz RW, Nuki G, Abramson S, Altman RD, Arden N, et al. OARSI
recommendations for the management of hip and knee osteoarthritis, part II: OARSI
evidence-based, expert consensus guidelines. Osteoarthritis Cartilage 2008;16: 137
62
5. American Academy of Orthopaedic Surgeons. American Academy of Orthopaedic
Surgeons clinical practice guideline on the treatment of osteoarthritis of the knee
(non-arthroplasty). Rosemont (IL): American Academy of Orthopaedic Surgeons;
2008.
6. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi III. Jakarta : Gaya Baru. 2006 : 76 84.
7. Eka Pratiwi Maharani. Dalam tesis : Faktor- faktor risiko osteoartritis dalam studi
kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang. Semarang. 2007.
8. Altman R.D. Criteria for the Classification of Osteoarthritis. Journal of
Rheumatology, 2011; 27 (suppl) : 10 12.
9. Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta, 2007 : 27 31.
10. Pengapuran
sendi
lutut

Osteoartritis.
2009.
Available
at
:
http:///www.footclinic.wordpress.com
11. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editors). Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.1195-1202.
12. Jordan JM. Osteoarthritis. In: Runge MS, Greganti AM (editors). Netters internal
medicine. USA: MediMedia, Inc.; 2008. p. 854-861.
13. National Institute of Health and Clinical Excellence. Knee osteoarthritis. Available
from:
http://www.cks.nhs.uk/osteoarthritis/making_a_diagnosis/diagnosis/knee_osteoarthriti
s#-332294.
14. US National Library of Medicine. Diclofenac 1% topical (osteoarthritis pain).
Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a611002.html.
15. Saag KG, Teng GG, Patkar NM, Anuntiyo J, Finney C, Curtis JR, et al. American
College of Rheumatology 2008 recommendations for the use of nonbiologic and
biologic disease-modifying antirheumatic drugs in rheumatoid arthritis. Arthritis
Rheum 2008;59:76284.
16. Guyatt GH, Oxman AD, Vist GE, Kunz R, Falck-Ytter Y, Alonso-Coello P, et al.
GRADE: an emerging consensus on rating quality of evidence and strength of
recommendations. BMJ 2008;336:9246.
17. Guyatt GH, Oxman AD, Kunz R, Vist GE, Falck-Ytter Y, Schunemann HJ, for the
GRADE Working Group. What is quality of evidence and why is it important to
clinicians? BMJ 2008;336:9958.

18. Guyatt GH, Oxman AD, Kunz R, Falck-Ytter Y, Vist GE, Liberati A, et al. Going from
evidence to recommendations. BMJ 2008;336:104951.
19. American College of Rheumatology Ad Hoc Group on Use of Selective and
Nonselective Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. Recommendations for use of
selective and nonselective nonsteroidal antiinflammatory drugs: an American College
of Rheumatology white paper. Arthritis Rheum 2008;59: 105873.
20. Chou R, Helfand M, Peterson K, Dana T, Roberts C. Comparative effectiveness and
safety of analgesics for osteoarthritis: comparative effectiveness review no. 4.
Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality; 2006. URL:
www.effectivehealthcare.ahrq.gov/reports/final.cfm.
21. Samson DJ, Grant MD, Ratko TA, Bonnell CJ, Ziegler KM, Aronson N. Treatment of
primary and secondary osteoarthritis of the knee: evidence report/technology
assessment no. 157. AHRQ publication no. 07-E012. Rockville (MD): Agency for
Healthcare Research and Quality; 2007.
22. Antman EM, Bennett JS, Daugherty A, Furberg C, Roberts H, Taubert KA. Use of
nonsteroidal antiinflammatory drugs: an update for clinicians. A scientific statement
from the American Heart Association. Circulation 2007;115:163442.
23. Bhatt DL, Scheiman J, Abraham NS, Antman EM, Chan FK, Furberg CD, et al.
ACCF/ACG/AHA 2008 expert consensus document on reducing the gastrointestinal
risks of antiplatelet therapy and NSAID use: a report of the American College of
Cardiology Foundation Task Force on Clinical Expert Consensus Documents. J Am
Coll Cardiol 2008;52:150217.
24. Jaeschke R, Guyatt GH, Dellinger P, Schunemann H, Levy MM, Kunz R, et al. Use of
GRADE grid to reach decisions on clinical practice guidelines when consensus is
elusive. BMJ 2008;337:a744.
25. Mahendira D, Towheed TE. Systematic review of non-surgical therapies for
osteoarthritis of the hand: an update. Osteoarthritis Cartilage 2009;17:12638.
26. Fransen M, McConnell S. Exercise for osteoarthritis of the knee. Cochrane Database
Syst Rev 2008;4:CD004376.
27. Fransen M, McConnell S, Hernandez-Molina G, Reichenbach S. Does land-based
exercise reduce pain and disability associated with hip osteoarthritis? A meta-analysis
of randomized controlled trials. Osteoarthritis Cartilage 2010;18:61320.
28. Christensen R, Bartels EM, Astrup A, Bliddal H. Effect of weight reduction in obese
patients with knee osteoarthritis: a systematic review and meta-analysis. Ann Rheum
Dis 2007; 66:4339.
29. American Geriatrics Society Panel of the Pharmacological Management of Persistent
Pain in Older Persons. Pharmacological management of persistent pain in older
persons. J Am Geriatr Soc 2009;57:133146.
30. Rostom A, Muir K, Dube C, Lanas A, Jolicoeur E, Tugwell P. Prevention of NSAIDrelated upper gastrointestinal toxicity: a meta-analysis of traditional NSAIDs with
gastroprotection and COX-2 inhibitors. Drug Healthc Patient Saf 2009;1:4771.
31. Latimer N, Lord J, Grant RL, OMahony R, Dickson J, Conaghan PG, et al. Cost
effectiveness of COX 2 selective inhibitors and traditional NSAIDs alone or in
combination with a proton pump inhibitor for people with osteoarthritis. BMJ
2009;339:b2538.
32. Ellison J, Dager W. Recent FDA warning of the concomitant use of aspirin and
ibuprofen and the effects on platelet aggregation. Prev Cardiol 2007;10:613.
33. US Food and Drug Administration. Information for healthcare professionals:
concomitant
use
of
ibuprofen
and
aspirin.
2006.
URL:

http://www.fda.gov/Drugs/DrugSafety/PostmarketDrugSafetyInformationforPatientsa
ndProviders/ucm125222.htm.
34. Schuijt MP, Huntjens-Fleuren HW, de Metz M, Vollaard EJ. The interaction of
ibuprofen and diclofenac with aspirin in healthy volunteers. Br J Pharmacol
2009;157:9314.
35. Wilner KD, Rushing M, Walden C, Adler R, Eskra J, Noveck R, et al. Celecoxib does
not affect the antiplatelet activity of aspirin in healthy volunteers. J Clin Pharmacol
2002;42:102730.
36. Chou R, Fanciullo GJ, Fine PG, Adler JA, Ballantyne JC, Davies P, et al. Clinical
guidelines for the use of chronic opioid therapy in chronic noncancer pain. J Pain
2009;10:11330.
37. Brozek JL, Akl EA, Alonso-Coello P, Lang D, Jaeschke R, Williams JW, et al.
Grading quality of evidence and strength of recommendations in clinical practice
guidelines: part 1 of 3. An overview of the GRADE approach and grading quality of
evidence about interventions. Allergy 2009;64:66977.
38. Zhang W, Moskowitz RW, Nuki G, Abramson S, Altman RD, Arden N, et al. OARSI
recommendations for the management of hip and knee osteoarthritis, part I: critical
appraisal of existing treatment guidelines and systematic review of current research
evidence. Osteoarthritis Cartilage 2007;15:9811000.
39. Hochberg MC. Quality measures in osteoarthritis. Clin Exp Rheumatol 2007;25
Suppl:615.
40. Hunter DJ, Neogi T, Hochberg MC. Quality of osteoarthritis management and the
need for reform in the US. Arthritis Care Res (Hoboken) 2011;63:318.
41. Clegg DO, Reda DJ, Harris CL, Klein MA, ODell JR, Hooper MM, et al.
Glucosamine, chondroitin sulfate, and the two in combination for painful knee
osteoarthritis. N Engl J Med 2006;354:795808.
42. Towheed TE, Maxwell L, Anastassiades TP, Shea B, Houpt J, Robinson V, et al.
Glucosamine therapy for treating osteoarthritis. Cochrane Database Syst Rev
2005;2:CD002946.
43. Vlad SC, LaValley MP, McAlindon TE, Felson DT. Glucosamine for pain in
osteoarthritis: why do trial results differ? Arthritis Rheum 2007;56:226777.

Anda mungkin juga menyukai