Anda di halaman 1dari 72

Refleksi Kasus

Hirschsprung
Disusun Oleh :
Marini Tandarto
Pembimbing :
Dr. Santi Rini Sp.BA

LAPORAN KASUS

Identitas
Nama

: An. M.H

Umur: 10 Tahun
Alamat : Berau
Agama

: Islam

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Tidak bisa BAB
Telaah
Keluhan dialami sejak 10 hari SMRS. Sebelumnya pasien sudah
pernah mengalami keluhan serupa, namun tidak separah ini. Sejak
5 tahun yll, pasien sering mengalami konstipasi, dimana BAB
dirasakan sulit keluar, hanya sedikit- sedikit, dan dirasakan nyeri.
Sehingga biasanya pasien menggunakan pencahar dan BAB keluar
banyak. Lama kelamaan, pasien sering BAB dicelana tanpa pasien
sadari. BAB yang terdapat di celana biasanya sudah mengering,
sedikit, dan berwarna kuning kecoklatan. Namun, sejak 10 hari
terakhir, pasien tidak bisa BAB walaupun sudah diberi pencahar.
Pasien hanya merasakn terkadang perutnya mules. Muntah (-),
kentut (+), demam (-), BAK diakui dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien belum pernah mengalami
keluhan serupa. Selama ini dirasakan pasien bisa
BAB. Diakui pasien BAB sejak hari pertama lahir.
Riwayat prenatal
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di

: Bidan

Penyakit Kehamilan

: Tidak ada

Obat-obatan diminum

: Vitamin + Zat Besi

Riwayat Kelahiran :
Lahir di
: Klinik Bidan
Persalinan ditolong oleh
: Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus
: Spontan, langsung menangis kuat
Berat badan Lahir
: 3.200 gr
Panjang Badan
:50 cm
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di
: Puskesmas
Keadaan anak
: sehat
Keluarga berencana
: Ya (suntik/3 bulan)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata
Kesadaran : Composmentis
Vital sign :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi

: 88 kali/menit, regular, kuat angkat


RR : 26 kali/menit
Suhu tubuh
BB

: 35,90 C, per axila


: 21 Kg

Kepala / Leher : Rambut tidak kusam, Konjungtiva anemis (-/-),


sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-), sianosis (-/-) pembesaran KGB
(-).

Thorax
Paru
Inspeksi

: bentuk dan pergerakan simetris

Palpasi

: fremitus raba dekstra=sinistra


Perkusi

: Sonor

Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)


Jantung:
Inspeksi

: IC tidak tampak

Palpasi

: IC tidak teraba

Perkusi

: redup

Auskultasi : S1 S2 Tunggal Reguler

Status Lokalis Abdomen


Inspeksi

: Distensi (-) Darm Steifung (-) Darm Contour (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan menurun pada regio


abdomen sinistra
Palpasi

: soefl, massa (+) NT (-)


Perkusi

: timpani

Ekstremitas
Akral hangat, edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen

RECTOSIGMOIDOGRAFI

RECTOSIGMOIDOGRAFI

LABORATORIUM DARAH

Darah lengkap
Leukosit : 14.200
Hb
PLT

: 12,2
:377.000

MCH : 27.1
MCV : 81,2
MCHC

:33,3

APTT

:28,5

PT :14.7
Kimia Darah Lengkap

LABORATORIUM DARAH

Darah lengkap
Leukosit : 4.400
Hb

: 11.5

Hct

:33.6

MCH : 27.3
MCV : 79.6
MCHC

:34.2

PLT:297.000
Kimia Darah Lengkap
Na:144

Diagnosis : Hirschprungs Disease tipe short


Penatalaksanaan
IVFD Kaen 3b 1520 cc/24 jam
Inj. Cefotxime 3 x 700mg
Inj. Metronidazole 3 x 250 mg
Efedrin 10mg + CTM 2 mg (pulv) 3 x 1
Klisma Pagi-sore

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Hirschsprung disease terjadi karena kegagalan migrasi


sefalokaudal nervus myenteric parasimpatis ke saluran
pencernaan bagian distal
Dipublikasikan Herald Hirschsprung 1886.
Penyebab obstruksi usus bagian bawah paling sering pada
neonatus
Trias klasik gambaran klinis neonatus : pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau, & perut membuncit keseluruhan

Pendahuluan

Penatalaksanaan Hirschsprungs disease


terdiri dari :
Tindakan non bedah dan tindakan bedah
(prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan
Rehbein)
Secara umum prognosisnya baik dengan
tindakan pembedahan.

Anatomi Dan Embriologi

Embriologik, kolon kanan dari usus tengah, kolon kiri


sampai dengan rectum dari usus belakang.
Usus besar (1,5 m) dari sekum-kanalis ani. 6,5 cm
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon& rektum.
Pada sekum terletak 2/3 inci pertama dari usus besar.
terdapat katup ileosekal yang mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum & apendiks.

Kolon (ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid).


Terdapat fleksura hepatika& fleksura lienalis.
Rektum terbentang dari kolon sigmoid-anus.
Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang
dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang
rektum sampai kanalis ani 5,9 inci.

Histologi

Dinding kolon terdiri dari : tunika serosa, muskularis, tela


submukosa, dan tunika mukosa
Lapisan otot longitudinal tidak sempurna yang terkumpul
dalam tiga pita = taenia koli (haustra)
Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus
lieberkuhn terletak lebih dalam, dan mempunyai sel goblet
lebih banyak daripada usus halus.

Vaskularisasi

A. mesenterika superior memvaskularisasi kolon kanan (sekum


- 2/3 proksimal kolon transversum).
A. mesenterika inferior memvaskularisasi kolon kiri (1/3distal
kolon transversum - rektum bag.proksimal)
Vaskularisasi tambahan A. sakralis media,
A. hemorroidalis inferior & media.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui V.
mesenterika superior & inferior.
V. hemorroidalis superior
mengalirkan darah ke hati.

dari

sistem

portal

yang

Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke


limfenodi preaorta pada pangkal arteri mesenterika
superior dan inferior.
Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran
pembuluh darah hemorroidalis superior & pembuluh limfe
kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi iliaka interna,
Aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum
mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.

Inervasi usus besar dilakukan sistem saraf otonom kecuali


sfingter eksternus secara voluntar.
Serabut parasimpatis berjalan melalui n.vagus ke bag. tengah
kolon transversum, dan saraf pelvikus dari daerah sakral
mensuplai bag. distal.
Serabut simpatis berjalan dari pars torasika dan lumbalis
medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis
preortika.
Ada tiga pleksus yang mensyarafi usus : pleksus submukosa
(meissner), pleksus intermuskular (auerbach) dan pleksus
henle (batas dalam muskularis propia sirkular).

Fisiologi Kolon

Fungsi usus besar : menyerap air, vitamin, dan elektrolit,


ekskresi mucus serta menyimpan feses, dan kemudian
mendorongnya keluar.
Setiap hari kolon mengabsorbsi 600 ml air. Kapasitas
absorbsi 2000 ml / hari.
Oksigen dan karbondioksida di serap di usus, sedangkan
nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari
peragian dikeluarkan sebagai flatus.

Pencernaan makanan di usus besar berlangsung karena


gerakan peristaltic yang propulsif :
Pertama : kontraksi lamban dan tidak teratur yang berasal dari
segmen proksimal dan bergerak ke depan menghambat
beberapa haustra.

Kedua : gerakan peristaltik massa yaitu kontraksi yang


melibatkan segmen kolon, mengerakkan massa ke depan yang
akhirnya merangsang defekasi.

Definisi Hirschsprungs Disease

Congenital aganglionesis, aganglionic megacolon.


Suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari
sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen
tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya
sebagian rektum.

History

Pertama kali ditemukan


ruyush pada tahun 1691

leh

Fredrick

1886 Harold hirschprung melaporkan


perjalanan klinis 2 orang pasien (usia 7
bulan dan 11 bulan) makroskopis kolon
dilatasi dan hipertrofi, dinilai sebagai
sebab primer gangguan fungsi usus.

Epidemiologi

Insidensi 1 di antara 4400 - 7000 kelahiran


hidup. Rata-rata 1: 5000
Jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, diprediksikan/tahun akan
lahir 1400 bayi Hirschsprungs disease.
Rasio 4:1
Tidak dipengaruhi oleh ras.
Dipengaruhi oleh faktor keturunan/gen.

Kelainan kongenital bersamaan dengan


penyakit Hirschsprung :
Down Syndrome (5-10 %)
kelainan urologi (3%),
Neurocristopathy syndromes,
Waardenburg-Shah syndrome,
Yemenite deaf-blind syndrome,
Piebaldism,
Goldberg-Shprintzen syndrome,
Multiple endocrine neoplasia type II,
Congenital central hypoventilation syndrome.

Etiologi

1938 1940 Robertson, Kernohan, Tiffin, Chandler dan


Faber. Gangguan peristaltik usus dengan defesiensi ganglion
di usus distal
Bodian dkk. Aganglionosis pada Hirschsprungs disease
bukan di sebabkan oleh kegagalan perkembangan inervasi
parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh lesi primer,
sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik yang tidak
dapat dikoreksi dengan simpatektomi.

Ada dua teori dasar mengenai defek embriologis penyakit


Hirschsprung:
Teori kegagalan migrasi sel sel krista neural

Teori imunologik dan hostile environment

Klasifikasi

Hirschsprung segmen pendek/hirschprung klasik


Daerah aganglionik dari rektum - sigmoid.
anak 5x> :

Hirschsprung segmen panjang.


Daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid.

Hirschsprung kolon aganglionik total.


Daerah aganglionik mengenai seluruh kolon.

Hirschsprung kolon aganglionik universal.


Daerah aganglionik meliputi seluruh kolon dan hampir
seluruh usus halus.

Patofisiologi

Aganglionosis saraf intrinsik usus


mulai dari sfingter anal interna
ke
arah
proksimal
dengan
panjang segmen tertentu.
Tidak adanya pleksus mienterikus
(auerbach)
dan
pleksus
submukosa (meissner).

Aganglionosismeningkatnya
inervasi
ekstrinsik
(kolinergik maupun adrenergik meningkat 2-3x inervasi
normal)
Adrenergik lebih mendominasi dibandingkan dengan
kolinergik meningkatnya tonus otot haluskontraksi
otot tidak seimbang, peristaltik tidak terkoordinasi, dan
obstruksi fungsional.

Gambaran Mikroskopik Segmen Aganglionosis Pada Hirschsprungs


Disease.

Mortalitalitas/Morbiditas

Komplikasi enterokolitissepsis
Mortalitas 80 %.
Angka kematian operasi jauh lebih rendah dibandingkan
yang tidak dioperasi.
Komplikasi pembedahan : kebocoran anastomosis (5%),
striktur anastomosis (5-10 %), Obstruksi intestinal (5%),
abses pelvis (5 %), dan infeksi luka operasi (10 %).

DIAGNOSIS

Anamnesis
Periode neonatus
Keterlambatan pengeluaran mekonium
Konstipasi diikuti diare berlebihan
muntah berwarna hijau
Riwayat keluarga

Periode anak
Konstipasi kronis

Gizi buruk

Pemeriksaan Fisik

Abdomen yang
pergerakan usus.

membuncit,

kembung,

dan

tampak

Edema, bercak-bercak kemerahan disekitar umbilicus,


punggung, & disekitar genitalia bila terdapat komplikasi
peritonitis.
Pada pemeriksaan rectumanus yang kaku.
Colok dubursewaktu jari ditarik keluar feses menyemprot
dalam jumlah yang banyak, kemudian tampak perut anak
sudah kempes lagi

Pemeriksaan Radiologi

Foto Polos Abdomen


Gambaran obstruksi usus letak rendah. Daerah pelvis terlihat
kosong tanpa udara.

Foto Enema Barium

Tanda-tanda klasik radiografik yang khas :


Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi.
Terdapat daerah transisi, terlihat
penyempitan ke arah daerah dilatasi.

di

proksimal

daerah

Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

3 jenis gambaran zona transisi pada foto enema barium:


Abrupt, perubahan mendadak
Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
Funnel, bentuk seperti cerobong

Gambar 11. Hasil pemeriksaan barium enema.

Foto Retensi Barium

Retensi barium dapat terjadi 24 sampai 48 jam pertama


merupakan
tanda
Hirschsprungs
disease
terutama
neonatal.
Gambaran barium tampak membaur dengan feses kearah
proksimal didalam kolon berganglion normal.

Pemeriksaan Patologi Anatomik


Biopsi rektal gold standar
Terdapatnya ganglion dalam spesimen biopsi
menyingkirkan diagnosis hirschsprungs disease.
Biopsi Isap Rektum
Alat Rubin/ Noblett (lebih sederhana, aman,
dan dilakukan tanpa GA)
Diagnosis : bila tidak ditemukan sel ganglion
Meissner dan ditemukan penebalan serabut
saraf.
Junis dkk,akurasi pemeriksaan ini 100%.

Teknik Pewarnaan Histokimia Asetilkolinesterase


Terdapat kenaikan aktivitas asetilkolinesterase pada serabut
saraf dalam lamina propria dan muskularis mukosa.

Pemeriksaan Imunohistokimia
Pewarnaan imunohistokimia potongan paraffin jaringan biopsy
isap reKtum, terhadap enolase spesifik neuron dan protein S100
dengan teknik peroksidaseantiperoksidase.

Biopsi Seluruh Tebal Dinding Rektum


Lapis muskulus sirkular dan lapis muskulus longitudinal
Prosedur relatif lebih sulit dari biopsi isap.
Kemungkinan komplikasi fibrosis pasca-biopsi

Elektromanometri Anorektal

Dilakukan dengan memasukkan balon kecil dengan kedalaman


yang berbeda-beda pada rektum &kolon.
Hasil studi manometri :
Segmen dilatasi terdapat hiperaktivasi dengan aktivitas propulsive
yang normal.
Segmen aganglionik tidak terdapat gelombang peristaltik yang
terkoordinasi.
Refleks inhibisi antara rectum dan sfingter anal interna tidak
berkembang. Refleks relaksasi sfingter anal interna setelah distensi
rectum tidak terjadi, bahkan terdapat kontraksi spastic.

Diagnosis Banding

Atresia ileum
Sumbatan mekonium
Atresia rektal
Enterokolitis necrotican neonatal
Peritonitis intauterin
Neonatus dengan sepsis
Sindrome kiri distal
Obstipasi psikogenik

Penatalaksanaan

Tujuan Terapi Medis


Mengobati komplikasi dari penyakit hirschsprung.
Menatalaksana sampai dilakukannya operasi
Menatalaksana fungsi usus setelah operasi
rekonstruksi.

Tindakan Bedah Sementara

Tindakan dekompresi dengan pembuatan kolostomi di kolon


berganglion normal yang paling distal.
Menghilangkan obstruksi usus & mencegah enterokolitis .
Kolostomi tidak dikerjakan bila dekompresi secara medik
berhasil dan direncanakan bedah definitif langsung.

Tindakan Bedah Definitif

Swenson, Duhamel, Soave dan Rehbein Operation.

Swenson

Reseksi kolon dimulai dengan pemotongan arteri dan vena


sigmoidalis dan hemorhoidalis superior.
Segmen sigmoid dibebaskan beberapa cm dari dasar peritoneum
sampai 12 cm proksimal kolostomi.
Pungtum rektosigmoid dibebaskan dari jaringan sekitarnya di
dalam rongga pelvis.
Pembebasan kolon proksimal agar dapat ditarik ke perineum
melalui anus tanpa tegangan.
Pungtum rektum diprolapskan dengan tarikan klem yang dipasang
di dalam lumen.
Pemotongan rektum dilakukan dengan arah miring, 2 cm di bagian
anterior dan 0,5 di bagian posterior.
kolon proksimal ditarik di perineum melalui pungtum rektum yang
telah dibuka.
Anastomosis dilakukan dengan jahitan dua lapis menggunakan
benang sutera atau vicryl.
Setelah anastomosis selesai, rektum dimasukkan kembali ke dalam
rongga pelvis.

Swenson

Duhamel

Bagian yang aganglioner tidak dibuang, hanya pada


bagian proksimal dari bagian ini dijahit.
Bagian yang hipertrofi dibuang sampai pada bagian yang
berdiameter normal, kemudian ditarik ke arah anal
disambungkan tepat di atas muskulus sfingter ani
eksternus pada sisi belakang dari rektum.
Dilakukan colo rectostomy end to side, sfingter ani
eksternus tetap dipakai, sedangkan bagian yang
aganglioner tidak dipakai.

Modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya :


Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah
klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah
inkontinensia.

Modifikasi Talbert dan Ravitch : Modifikasi berupa pemakaian


stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang.

Modifikasi Ikeda : Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan


anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian.

Duhamel

Soave

= prosedur pull through endorectal.


Dilakukan pembuangan lapisan mukosa rektosigmoid dari
lapisan seromuskular.
Penarikan kolon berganglion keluar anus melalui selubung
seromuskular rektosigmoid.
Setelah 21 hari, sisa kolon yang diprolapskan dipotong.

Soave

Rehbein

Deep anterior resection.


Dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik
dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal
verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan
intraabdominal ekstraperitoneal.
Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi secara
rutin guna mencegah stenosis.

Faktor Predisposisi Komplikasi Pasca Bedah :

Usia pasien, makin muda makin sering komplikasi.


Kondisi pasien pra bedah, KU pra bedah yang kurang baik
(enterokolitis) cenderung menimbulkan komplikasi pasca
bedah.
Prosedur bedah yang digunakan.
Keterampilan spesialis bedah.
Perawatan pasca bedah.

Komplikasi Pasca Bedah

Kebocoran anastomosis
Disebabkan ketegangan berlebihan pada garis
anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada
kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses
sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau
businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini
dan tidak hati-hati. Pada prosedur Swenson.
Stenosis
Etiologi
: Gangguan penyembuhan luka di
daerah anastomosis.
Stenosis memanjang

disebabkan oleh prosedur Soave

Enterokolitis
Tindakan yang dapat dilakukan : segera resusitasi cairan
&elektrolit, pemasangan pipa rektal untuk dekompresi, melakukan
wash out dengan cairan fisiologis 2-3 x/h & pemberian antibiotika.

Koreksi bedahnya tergantung prosedur operasi yang dikerjakan.

Prosedur Swenson biasanya spinkter ani terlalu ketat sehingga


perlu spinkterektomi posterior.

Prosedur Duhamel modifikasi, pemotongan septum yang tidak


sempurna sehingga perlu dilakukan pemotongan ulang yang lebih
panjang.

Gangguan fungsi sfingter anal pasca bedah :


1,6% untuk prosedur Swenson dan 0% untuk prosedur Duhamel
modifikasi dan prosedur Rehbein.

Hekkinen (1997) mengusulkan 7 parameter objektif untuk


menilai fungsi anorektal :
Normal apabila skor 14,
kontinensia baik apabila skor 1013,
kontinensia sedang jika skor antara 59,
inkontinensia apabila skor sama dengan atau kecil dari 4.

Prognosis

90% pasien yang mendapat


mengalami penyembuhan.

tindakan

pembedahan

10% pasien masih mempunyai masalah dengan saluran


cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen.
Angka kematian akibat komplikasi
pembedahan pada bayi sekitar 20%.

dari

tindakan

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai