Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Pada tahun 1861, dokter asal Prancis bernama Prosper Meniere menggambarkan
sebuah kondisi yang sekarang kondisi tersebut diabadikan dengan menggunakan namanya.
Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang menyebabkan timbulnya
episode vertigo (pusing berputar), tinnitus (telinga berdenging), perasaan penuh dalam
telinga, dan gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif. Adapun struktur anatomi telinga
yang terkena dampaknya adalah seluruh labirin yang meliputi kanalis semisirkularis dan
kokhlea. Pendapat ini kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan
ditemukannya hidrops endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan
penyakit Meniere (Hain, 2003).
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden
penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia (Hain, 2003).
Serangan khas dari Meniere didahului oleh perasaan penuh pada satu telinga.
Gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif dan dapat disertai dengan tinnitus. Sebuah
episode penyakit Meniere umumnya melibatkan vertigo, ketidakseimbangan, mual, dan
muntah. Serangan rata-rata berlangsung selama dua sampai empat jam. Setelah serangan
yang parah, kebanyakan pasien mengeluhkan kelelahan dan harus tidur selama beberapa jam.
Ada beberapa variabilitas dalam durasi gejala. Beberapa pasien mengalami serangan singkat
sedangkan penderita lainnya dapat mengalami ketidakseimbangan konstan (Hain, 2003).
Beberapa penyakit memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Meniere. Dokter
biasanya menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga.
Beberapa pemeriksaan dilakukan seperti pemeriksaan audiometri, CT scan kepala atau MRI
dilakukan

untuk

menyingkirkan

suatu

tumor

saraf kranial

ke

delapan

(nervus

vestibulokokhlearis) serta penyakit lain dengan gejala serupa. Karena tidak adanya uji yang
defintif untuk penyakit Meniere, maka biasanya penderita tersebut biasanya didiagnosis
ketika semua penyebab lain disingkirkan (NIDCD, 2010)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Struktur anatomi telinga


A. ANATOMI TELINGA
1. Telinga Luar
Telinga luar meliputi daun telinga (pinna) dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin. Liang telinga memiliki
tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang pada sebelah medial. Seringkali
terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan antara tulang dan tulang rawan ini.
Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga
sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Liang telinga berbentuk
menyerupai huruf S dengan panjang sekitar tiga sentimeter. Pada sepertiga bagian luar
kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut sedangkan pada dua
pertiga dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen (Ellis H. 2003).
Peradangan pada bagian telinga ini disebut otitis eksterna. Hal ini terjadi akibat
infeksi bakteri, virus, maupun jamur disertai dengan faktor predisposisi berupa
kebiasaan mengorek telinga, kondisi udara dan keadaan klinis tertentu yang

menyebabkan penurunan dari sistem imunitas seperti HIV/AIDS, penggunaan


kortikosteroid jangka panjang, radioterapi, dan diabetes melitus (Ellis H. 2003).
2. Telinga Tengah
Telinga tengah terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan enam sisi.
Dinding posteriornya jauh lebih luas daripada dinding anteriornya sehingga kotak
tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke arah lateral ke
arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian
tengah. Telinga tengah berbentuk kubus dengan: (Ellis H. 2003)
Batas lateral : membran timpani
Batas anterior : tuba eustachius
Batas inferior : bulbus jugularis
Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars verikalis
Batas superior : lantai fossa kranii media
Batas medial : kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis fasialis, fenestra ovale,
fenestra rotundum dan promontorium
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida,
sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida berlapis dua yaitu bagian luar
merupakan lanjutan epitel liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di
tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan elastin yang berjalan secara
radier di luar dan sirkuler di dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada
membrab timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of
light) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk membran timpani kanan. Serabut sirkuler dan radier pada membran timpani pars
tensa inilah yang menyebabkan refleks cahaya yang berupa kerucut ini yang kita nilai
(Soetirto. 2007).
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus,
dan stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada fenestra ovale yang berhubungan dengan
kokhlea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran adalah persendian (Soetirto.
2007).
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini terdapat
aditus ad antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid. Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara
dalam cavum timpani. Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu terbuka,
3

sedangkan dinding medial tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup kecuali
menelan, mengunyah, atau menguap (Soetirto. 2007).

Gambar 2. Anatomi telinga tengah

Gambar 3. Anatomi membran timpani


3. Telinga dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga
dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Labirin (telinga dalam)
mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os
temporal. Labirin terdiri dari :(Ellis H. 2003)
Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan kokhlea
Labirin bagian membran, yang terletak di dalam labirin bagian tulang, terdiri dari :
kanalis semisirkularis,utrikulus, sakulus, sakus, dan duktus endolimfatikus serta
kokhlea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi
cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Di
dalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria
vaskularis dan diresirbsi pada sakkus endolimfatikus (Ellis H. 2003).
Ujung atau puncak kokhlea disebut helikoterma yang menghubungkan perilimfa
skala timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak skala
vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media diantaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan skala media berisi
4

endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran reissner sedangkan dasar skala media
disebut membran basilaris yang terletak organ korti di dalamnya. Pada skala media
terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada
membran basilaris melekat sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis korti.
Membran basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeksnya
(nada rendah). Terletak diatas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti
yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran.
Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut
luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut
(Soetirto. 2007).
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Menutupi sel-sel rambut adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh
silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan akan
menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui
suatu duktus sempit yang merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula
utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus dengan makula sakulus. Ketiga kanalis
semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis memiliki satu ujung
yang melebar yang membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista dan
diselubungi oleh lapisan gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe dalam
kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya

akan

membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor (Ellis H. 2003).
Gambar 4. Anatomi telinga dalam
4. Vaskularisasi telinga
Telinga dalam memperoleh pendarahan dari a.auditori interna (a.labirintin) yang
berasal dari a.serebelli anterior atau langsung dari a.basilaris yang merupakan suatu end
arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus
akustikus internus, arteri ini bercabang tiga, yaitu : (Ellis H. 2003).
Arteri vestibularis anterior yang memperdarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian

dari utrikulus dan sakulus


Arteri vestibulokokhlearis yang memperdarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran berasal dari kokhlea.
5

Arteri kokhlearis yang memasuki mediolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri


spiral yang memperdarahi organ korti, skala vestibuli, skala timpani sebelum
berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama. Vena auditori interna

berasal dari putaran tengah dan apikal kokhlea. Vena aquaduktus kokhlearis berasal dari
putaran basiler kokhlea, sakulus, dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus
inferior. Vena akquaduktus vestibularis berasal dari kanalis semisirkularis sampai
utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke sinus sigmoid (Ellis H. 2003).
5. Persarafan (inervasi) telinga
N. akustikus bersama n.fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus
internus dan bercabang dua sebagai n.vestibularis dan n.kokhlearis. Pada dasar meatus
akustikus internus terletak ganglion vestibularis dan pada mediolus terletak ganglion
spiralis (Liston LS, Duvail AJ. 1997)
B. Fisiologi Pendengaran dan Keseimbangan
1. Fisiologi pendengaran
Sampai tingkat tertentu daun telinga adalah suatu pengumpul suara sementara liang
telinga karena bentuk dan dimensinya dapat sangat memperbesar suara dalam rentang
dua sampai empat KHz. Gelombang ini akan diteruskan ke telinga tengah dengan
menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan ke telinga tengah dengan
menggetarkan membran timpani. Getarani ini akan diteruskan melalrui rangkaian
tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes) yang akan mengamplifikasikan
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan foramen ovale. Tulang-tulang pendengaran akan meningkatkan
efisiensi dari getaran sebanyak 1,3 kali dan perbandingan luas permukaan membran
timpani dan foramen ovale dan mengmplifikasi pendengaran sebanyak 20 kali, energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
foramen ovale sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran
diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfa sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia selsel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion-ion bermuatan listrik
dari badan sel. Untuk suara dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan defleksi
dominan pada bagian basis dari membran basilaris sedangkan untuk frekuensi sedang di
tengah dan frekuensi rendah di apeks. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi
6

sel-sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan


menimbulkan potensial aksi pada saraf auditoris, kemudian dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis (Soetirto. 2007).

Gambar 5. Anatomi kokhlea

Gambar 6. Fisiologi mendengar


2. Fisiologi keseimbangan
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan sekitarnya
tergantung dari input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ penglihatan, dan
organ proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah
di sistem saraf pusat sehingga akan menimbulkan gambaran mengenai keadaan posisi
tubuh pada suatu saat dan bagaimana mengatur posisi tubuh seperti yang dikehendaki.
Organ penglihatan menerima rangsangan melalui reseptor di retina yaitu di makula
lutea. Rangsang tersebut diteruskan melalui n.optikus (N.II) sampai ke korteks visual di
lobus oksipitalis. Fungsi penglihatan memberikan informasi tentang posisi dan gerak
tubuh serta lingkungan sekitar. Organ proprioseptif menerima rangsang gerak melalui
reseptor muskuloskeletal terutama di daerah leher yang disalurkan melalui saraf spinal
kemudian medula spinalis, medula oblongata, thalamus dan berakhir di korteks sensoris
(post sentralis). Organ vestibuler menerima rangsangan gerak dari reseptor di labirin
yaitu utrikulus, sakulus (makula) dan kanalis semisirkularis (krista ampularis). Sel-sel
pada organ otolit peka terhadap gerak linier sedangkan sel-sel pada kanalis
7

semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut (perubahan


dalam kecepatan sudut). Kemudian rangsang tersebut disalurkan melalui n.vestibularis
(N.VIII) ke medula oblongata dan berakhir di korteks serebri girus temporalis superior
dekat pusat pendengaran. Sebagian rangsangan disalurkan langsung ke serebelum dan
sebagian lagi ke medula spinalis melalui traktus vestibulospinal menuju ke motor
neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot leher dan otot punggung
(postural).

Sistem

ini

berjalan

dengan

sangat

cepat

sehingga

membantu

mempertahankam keseimbangan tubuh (Sherwood L. 2006)


Rangsang yang diterima oleh reseptor ketiga sistem tersebut disalurkam melalui
saraf perifernya ke sistem saraf pusat integrasi. Koordinasi antara ketiganya dan
beberapa pusat di otak seperti serebelum, ganglia basilaris, dan formatio retikularis
akan mempertahankan fungsi keseimbangan tubuh. Mekanisme kerjasama ketiga organ
sensorik dan susunan saraf pusat tersebut berlangsung secara involunter. Mekanisme
tersebut dapat berjalan sadar apabila dalam keadaan tertentu misalnya berjalan diatas
permukaan yang tidak rata, berlari, dan bermain ski. Dalam kehidupan sehari-hari,
mekanisme tersebut berjalan terus-menerus untuk mempertahankan tonus otot-otot
tubuh dan ekstremitas agar tubuh tetap dalam posisi tegak atau mengubah posisi agar
tidak jatuh pada keadaan tertentu. Susunan saraf pusat yang selalu memberi perintah
melalui jaras vestibulospinal untuk mengatur kontraksi otot dan ekstremitas inferior
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Anderson JH, Levine SC. 1997)

Gambar 7. Fisiologi keseimbangan


C. PENYAKIT MENIERE
1. Definisi
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinnitus,
berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh di telinga.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan manusia tidak mampu
mempertahankan posisi dalam berdiri tegak. Hal ini disebabkan oleh adanya hidrops
(pembengkakan) rongga endolimfa pada kokhlea dan vestibulum. Penyakit ini
ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861 dan dia yakin bahwa penyakit itu berada
dalam telinga. Namun para ahli saat itu menduga bahwa penyakit itu berada dalam
otak. Pendapat Meniere kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938,
dengan ditemukannya hidrops endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien
dengan dugaan menderita penyakit Meniere (Hain, 2003).
Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Pengertian vertigo adalah
sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar dapat disertai gejala
lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh.
Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan
gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), gejala
otonom seperti pucat, keringat dingin, mual, muntah, dan pusing (Bashirudin, dkk.
2007).
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar
bunyi namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari
tubuh penderita itu sendiri (impuls sendiri). Namun tinnitus hanya merupakan gejala,
bukan penyakit, sehingga harus dicari penyebabnya (Bashirudin, dkk. 2007).
Gangguan pendengaran biasanya berfluktuasi dan progresif dengan pendengaran
yang semakin memburuk dalam beberapa hari. Gangguan pendengaran pada penyakit
Meniere yang parah dapat mengakibatkan hilangnya pendengaran secara permanen
(Bashirudin, dkk. 2007).

Gambar 8. Labirin pada Penyakit Meniere


2. Epidemiologi
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa. Paling banyak
ditemukan pada usia 20-50 tahun. Kemungkinan ada komponen genetik yang berperan
dalam penyakit Meniere karena ada riwayat keluarga yang positif sekitar 21% pada
pasien dengan penyakit Meniere. Pasien dengan resiko besar terkena penyakit Meniere
adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi, merokok, stres, kelelahan,
alkoholisme, dan pasien yang rutin mengonsumsi aspirin.
Pada tabel di bawah ini akan menggambarkan tentang insidensi penyakit Meniere
di beberapa negara.
Tabel 1. Insiden penyakit Meniere di beberapa negara
Tahun

Negara

1973
1977
1979
1985
1990

Swedia
Jepang
India
Italia
Amerika Serikat

Kasus
(per juta penduduk)
114
160
200
85
153

Distribusi pasien dengan penyakit Meniere berdasarkan usia dan jenis kelamin di
Amerika Serikat pada tahun 1990

10

Grafik 1. Grafik distribusi penyakit Meniere berdasarkan usia dan jenis kelamin
3. Etiologi
Penyebab pasti Meniere belum diketahui. Namun terdapat berbagai teori termasuk
pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju labirin
dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan autoimun (Hadjar.
2007).
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh terjadinya
malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Selain itu para ahli juga mengatakan
terjadinya suatu robekan endolimfa dan perilimfa bercampur. Hal ini menurut para ahli
dapat menimbulkan gejala dari penyakit Meniere. Para peneliti juga sedang melakukan
penyelidikan dan penelitian terhadap kemungkinan lain penyebab penyakit Meniere dan
masing-masing memiliki keyakinan tersendiri terhadap penyebab dari penyakit ini,
termasuk faktor lingkungan seperti suara bising, infeksi virus HSV, penekanan
pembuluh darah terhadap saraf (microvascular compression syndrome). Selain itu
gejala dari penyakit Meniere dapat ditimbulkan oleh trauma kepala, infeksi saluran
pernapasan atas, aspirin, merokok, alkohol, atau konsumsi garam berlebihan. Namun
pada dasarnya belum ada yang tahu secara pasti apa penyebab penyakit Meniere
(Hadjar. 2007).
4. Patofisiologi
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa
(peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada
kokhlea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi dan hilang timbul diduga disebabkan
11

oleh meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, menurunnya tekanan osmotik
dalam kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, jalan keluar sakus
endolimfatikus tersumbat akibat jaringan parut atau karena defek dari sejak lahir
(Hadjar. 2007).
Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila mencapai
dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa akan bercampur
dengan perilimfa. Pencampuran ini menyebabkan potensial aksi di telinga dalam
sehingga menimbulkan gejala vertigo, tinnitus, dan gangguan pendengaran serta rasa
penuh di telinga. Ketika tekanan sudah sama, maka membran akan sembuh dengan
sendirinya dan cairan perilimfe dan endolimfe tidak bercampur kembali namun
penyembuhan ini tidak sempurna. Penyakit Meniere dapat menimbulkan : (Hadjar.
2007).
Kematian sel rambut pada organ korti di telinga tengah
Serangan berulang penyakit Meniere menyebabkan kematian sel rambut organ
korti. Dalam setahun dapat menimbulkan tuli sensorineural unilateral. Sel rambut
vestibuler masih dapat berfungsi, namun dengan tes kalori menunjukkan
kemunduran fungsi.
Perubahan mekanisme telinga
Dimana disebabkan periode pembesaran kemudian penyusutan utrikulus dan
sakulus kronik. Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan
perubahan morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala
vestibuli terutama di apeks kokhlea(helikoterma). Sakulus juga mengalami
pelebaran yang sama yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala
media dimulai dari apeks kokhlea kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah
dan basal kokhlea. Hal ini dapat menjelaskan tejadinya tuli saraf nada rendah pada
penyakit ini.
5. Gejala Klinis
Penyakit Meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala lain
bertambah. Gejala-gejala klinis dari penyakit Meniere yang khas sering disebut trias
Meniere yaitu vertigo, tinnitus, dan tuli saraf sensorineural fluktuatif terutama nada
rendah. Serangan pertama dirasakan sangat berat,yaitu vertigo disertai rasa mual dan
muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri, pasien akan merasa berputar, mual dan
muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, kemudian
keadaan akan berangsur membaik. Penyakit ini bisa seembuh tanpa obat dan gejala
penyakit ini bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua dan selanjutnya dirasakan
12

lebih ringan tidak seperti serangan pertama kali. Pada penyakit Meniere, vertigonya
periodik dan makin mereda pada serangan-serangan selanjutnya (Levine SC. 1997).
Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan dalam
keadaan tidak ada serangan pendengararn dirasakan baik kembali. Gejala lain yang
menyertai serangan adalah tinnitus yang kadang menetap walaupun diluar serangan.
Gejala lain yang menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh pada telinga (Levine SC.
1997).
Vertigo periodik biasanya dirasakan dalam dua puluh menit sampai dua jam atau
lebih dalam periode serangan seminggu atau sebulan yang diselingi periode remisi.
Vertigo menyebabkan nistagmus, mual, dan muntah. Pada setiap serangan biasanya
disertai gangguan pendengaran dan keseimbangan sehingga tidak dapat beraktivitas
dan dalam keadaan tidak ada serangan pendengaran akan pulih kembali. Dari
keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan dengan penyakit lainnya yang
juga memiliki gejala vertigo seperti tumor N.VIII, sklerosis multipel, neuritis
vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (Levine SC. 1997).
KLASIFIKASI VERTIGO

VERTIGO VESTIBULAR
Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga
keseimbangan (Levine SC. 1997).
PERIFER
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut
kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas
mengontrol keseimbangan.
SENTRAL
Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak,
khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak
dan serebelum (otak kecil).

VERTIGO NON VESTIBULAR


Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh penyakit tertentu,
misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan jantung. Sementara itu, vertigo
neurologik adalah gangguan vertigo yang disebabkan oleh gangguan saraf.
Keluhan vertigo yang disebabkan oleh gangguan mata atau berkurangnya daya
13

penglihatan disebut vertigo ophtalmologis; sedangkan vertigo yang disebabkan


oleh berkurangnya fungsi alat pendengaran disebut vertigo otolaringologis.
Selain penyebab dari segi fisik,penyebab lain munculnya vertigo adalah pola
hidup yang tak teratur, seperti kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu
masalah hingga stres. Vertigo yang disebabkan oleh stres atau tekanan
emosional disebut vertigo psikogenik (Levine SC. 1997).

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular


Gejala
Vertigo Vestibular
Vertigo Non Vestibular
Sifat vertigo
rasa berputar
melayang, hilang
Serangan
episodik
keseimbangan
Mual/muntah
+
kontinu
Gangguan
+/pendengaran
gerakan kepala
Gerakan
gerakan obyek visual
pencetus
keramaian, lalu lintas
Situasi pencetus

Tabel 3. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Vertigo Vestibular
Vertigo Vestibular
Perifer
Sentral
Bangkitan
lebih mendadak
lebih lambat
vertigo
berat
ringan
Derajat vertigo
++
+/Pengaruh
++
+
gerakan kepala
Gejala otonom
+
(mual, muntah,
keringat)
+
Gangguan
pendengaran
(tinitus, tuli)
Tanda fokal
otak
Gejala

Tabel 4. Etiologi Vertigo Berdasar Serangan


Jenis Vertigo
Disertai Keluhan
Tidak Disertai
Berdasarkan
Telinga
Keluhan Telinga
Awitan Serangan

Timbul Karena
Perubahan Posisi

14

Vertigo
paroksisma
l

Penyakit Meniere,
tumor fossa cranii
posterior, transient
ischemic attack
(TIA) arteri
vertebralis

TIA arteri
vertebro-basilaris,
epilepsi, vertigo
akibat lesi
lambung

Benign paroxysmal
positional vertigo
(BPPV)

Vertigo
kronis

Otitis media
kronis, meningitis
tuberkulosa, tumor
serebelo-pontine,
lesi labirin akibat
zat ototoksik

Kontusio serebri,
sindroma paska
komosio, multiple
sklerosis,
intoksikasi obatobatan

Hipotensi ortostatik,
vertigo servikalis

Vertigo
akut

Trauma labirin,
herpes zoster
otikus, labirinitis
akuta, perdarahan
labirin

Neuronitis
vestibularis,
ensefalitis
vestibularis,
multipel sklerosis

Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama
makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada
tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin
lama menghilang. Pada VPPJ, keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi
kepala yang dirasakan sangat berat dan terkadang disertai rasa mual dan muntah

namun tidak berlangsung lama (Levine SC. 1997).


Tinnitus kadang menetap (periode detik hingga menit), meskipun di luar serangan.
Tinnitus sering memburuk sebelum terjadi serangan vertigo. Tinnitus sering
didekripsikan pasien sebagai suara motor, mesin, gemuruh, berdenging,
berdengung, dan denging dalam telinga (Bashirudin, dkk. 2007).
Gangguan pendengaran mungkin terasa hanya berkurang sedikit pada awal

serangan, namun seiring dengan berjalannya waktu dapat terjadi kehilangan


pendengaran yang tetap. Penyakit Meniere mungkin melibatkan semua kerusakan saraf
di semua frekuensi suara pendengaran namun paling mungkin melibatkan semua
kerusakan saraf di semua frekuensi suara pendegaran namun paling umum terjadi pada
frekuensi yang rendah. Suara yang keras mungkin menjadi tidak nyaman dan sangat
mengganggu pada telinga yang terpengaruh (Levine SC. 1997).

15

Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita mengalami perubahan tekanan
udara perbedaannya rasa penuh ini tidak hilang dengan perasat valsava dan toynbee
(Levine SC. 1997).
6. Diagnosis
Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit
Meniere, dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam rangka
menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesi yang
sangat hati-hati. Diagnosis penyakti ini dapat dipermudah dengan kriteria diagnosis :
(Levine SC. 1997)
a. Anamnesa
Vertigo yang hilang timbul disertai dengan tinnitus dan rasa penuh pada telinga
Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural
Menyingkirkan kemungkinan penyebab sentral, misalnya tumor N.VIII
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama
makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada
tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin
lama menghilang. Pada VPPJ, keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi
kepala yang dirasakan sangat berat dan terkadang disertai rasa mual dan muntah
namun tidak berlangsung lama.
b. Pemeriksaan fisik
Diperlukan untuk memperkuat diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan fisik telinga
kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat disingkirkan dan dipastikan
kelainan berasal dari telinga dalam misalnya dari anamnesis didapatkan kelainan
tuli saraf fluktuatif dan ternyata dikuatkan dengan hasil pemeriksaan maka kita
sudah dapat mendiagnosis penyakit Meniere, sebab tidak ada tuli saraf yang
membaik kecuali pada penyakit Meniere.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendiagnosis penyakit Meniere adalah:
Pemeriksaan audiometri

16

Gambar 9. Audiogram tuli sensorineural pada penyakit Meniere


Elektronistagmografi (ENG) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui secara objektif
kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar pasien
dengan penyakit Menieremengalami penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi
dengan air panas dan air dingin yag digunakan pada tes ini.
Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan cara
merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan dekat
dengan kokhlea. Pada pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan
peningkatan tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebihan pada telinga dalam
yang ditunjukkan dengan adanya pelebaran bentuk gelombang bentuk gelombang
dengan puncak yang multipel.
Brain Evoked Response Audiometry (BERA), biasanya normal pada pasien dengan
penyakit Meniere, walaupun terkadang terdapat penurunan pendengaran ringan pada
pasien dengan kelainan pada sistem saraf pusat.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras yang disebut gadolinium spesifik
memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi kontras
menunjukkan adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat
memvisualisasikan kokhlea dan kanalis semisirkularis.
7. Penatalaksanaan

17

Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya
diberikan pengobatan yagng bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu bila
perlu diberikan antiemetik. Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya.
Penatalaksanaan pada Penyakit Meniere adalah sebagai berikut : (Becker W. 2004)
a. Diet dan gaya hidup
Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium pada
plasma, karena tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk
mempertahankan

level

sodium

dalam

plasma.

Untuk

mempertahankan

keseimbangan konsentrasi sodium, ginjal menyesuaikan kapasitas untuk kemampuan


transport ion berdasarkan intake sodium. Penyesuaian ini diperankan oleh hormon
aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah transport ion di ginjal sehingga akan
memengaruhi regulasi sodium di endolimfe sehingga mengurangi serangan penyakit
Meniere.
Banyak pasien dapat mengontrol gejala hanya dengan mematuhi diet rendah garam
(2000 mg/hari). Jumlah sodium merupakan salah satu faktor yang mengatur
keseimbangan cairan dalam tubuh. Retensi natrium dan cairan dalam tubuh dapat
merusak keseimbangan antara endolimfe dan perilimfe di dalam telinga.
Garam natrium yang ditambahkam ke dalam makanan biasanya berupa ikatan
natrium klorida atau garam dapur, monosodium glutamat (vetsin), natrium
bikarbonat (soda kue), natrium benzoat (daging kornet).
Pemakaian alkohol, rokok, coklat harus dihentikan. Kafein dan nikotin juga
merupakan stimulan vasoaktif dan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
penurunan aliran darah arteri kecil yang memberi nutrisi saraf dari telinga tengah.
Dengan menghindari kedua zat tersebut dapat mengurangi gejala.
Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu untuk
dianjurkan ke pasien. Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-obatan yang
bersifat ototoksik seperti aspirin karena dapat memperberat tinnitus.
Selama serangan akut dianjurkan untuk berbaring di tempat yang keras, berusaha
untuk tidak bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu objek tidak bergerak,
jangan mencoba minum walaupun ada perasaan mau muntah, setelah vertigo hilang
pasien diminta untuk bangun secara perlahan karena biasanya setelah serangan akan
terjadi kelelahan dan sebaiknya pasien mencari tempat yang nyaman untuk tidur
selama beberapa jam untuk memulihkan keseimbangan.
b. Farmakologi
Untuk penyakit ini diberikan obat-obatan vasodilator perifer, antihistamin,
antikolinergik, steroid, dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada endolimfe.
Obat-obat antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik
18

untuk menguatkan sarafnya selain itu jika terdapat infeksi virus dapat diberikan
antivirus seperti asiklovir.
Transquilizer seperti diazepam (valium) dapat digunakan pada kasus akut untuk
membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan tidak
digunakan sebagai pengobatan jangka panjang. Antiemetik seperti prometazin tidak
hanya mengurangi mual dan muntah tapi juga mengurangi gejala vertigo. Diuretik
seperti tiazide dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere dengan
menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk banyak
makanan yang mengandung kalium seperti pisang, tomat, dan jeruk ketika
menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.
c. Latihan
Rehabilitasi penting dilakukan sebab dengan melakukan latihan sistem vestibuler ini
sangat menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan yang
teratur dan baik. Orang-orang yang karena profesinya menderita vertigo dapat
diatasi dengan latihan yang intensif sehingga gejala yang timbul tidak lagi
mengganggu pekerjaan sehari-hari.
Ada beberapa latihan, yaitu : canalit reposition treatment (CRT) / epley manouver
dan brand-darroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan seseorang
untuk membantunya tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri.
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT jika masih
terasa ada sisa baru dilakukan brand-darroff exercise.

Gambar 10. canalit reposition treatment (CRT) / epley manouver

19

Gambar 11. brand-darroff exercise


d. Penatalaksanaan bedah
Operasi yang direkomendasikan bila serangan veertigo tidak terkontrol antara lain
Dekompresi sakus endolimfatikus
Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan
menyebabkan

kembali

normalnyatekanan

terhadap

ujung

saraf

vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di belakang telinga yang terinfeksi dan


air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga dalam. Insisi kecil
dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk mengalirkan cairan ke rongga
mastoid.
Secara keseluruhan sekitar 60% pasien serangan vertigo menjadi terkontrol,
20% mengalami serangan yang lebih buruk. Fungsi pendengaran tetap stabil
namun jarang yang membaik dan tinnitus tetap ada, 2% mengalami tuli total

dan vertigo tetap ada.


Labirinektomi
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf vestibulokokhlearis.
Dilakukan dengan insisi di telinga belakang dan air cell mastoid diangkat, bila
telinga dalam sudah terlihat, keseluruhan labirin tulang diangkat. Setelah satu
atau dua hari paskaoperasi, tidak jarang terjadi vertigo berat. Hal ini dapat
diatasi dengan pemberian obat-obatan. Setelah seminggu, pasien mengalami
periode ketidakseimbangan tingkat sedang tanpa vertigo, sesudahnya telinga
yang normal mengambil alih seluruh fungsi keseimbangan. Operasi ini

menghilangkan fungsi pendengaran telinga.


Neurektomi vestibuler
Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler merupakan pilihan
untuk menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang tersisa. Dilakukan insisi
di belakang telinga dan air cell mastoid diangkat, dilakukan pembukaan pada
20

fossa durameter dan n.VIII dan dilakukan pemotongan terhadap saraf


keseimbangan. Pemilihan operasi ini mirip labirinektomi. Namun karena
operasi ini melibatkan daerah intrakranial, sehingga harus dilakukan
pengawasan ketat paskaoperasi. Operasi ini diindikasikan pada pasien di
bawah 60 tahun yang sehat.
Sekitar 5% mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi, paralisis wajah
sementara dapat terjadi selama beberapa hari hingga bulan, sekitar 85%

vertigo dapat terkontrol.


Labirinektomi dengan zat kimia
Merupakan operasi dimana menggunakan antibiotik (streptomisin atau
gentamisin dosis kecil) yang dimasukkan ke telinga dalam. Operasi ini
bertujuan mengurangi proses penghancuran saraf keseimbangan dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada. Pada kasus penyakit Meniere,
diberikan streptomisin intramuskular dapat menyembuhkan serangan vertigo

dan pendengaran dapat dipertahankan.


Endolimfe shunt
Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang menganggap
operasi ini merupakan plasebo. Ada dua tipe dari operasi ini yaitu:
a) Endolimfe subaraknoid shunt : dengan mempertahankan tuba diantara
endolimfe dan kranium
b) Endolimfe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba antara sakus
endolimfatikus dan rongga mastoid.

8. Prognosis
Penyakit Meniere belum dapat disembuhkan dan bersifat progresif, tapi tidak fatal
dan banyak pilihan terapi untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini berbeda untuk tiap
pasien. Beberapa pasien mengalami remisi spontan dalam jangka waktu hari hingga
tahun. Pasien lain mengalami perburukan gejala secara cepat. Namun ada juga pasien
yang perkembangan penyakitnya lambat (Levine SC. 1997).
Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun berbagai tindakan dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit. Sebaiknya
pasien dengan verigo berat disarankan untuk tidak mengendarai mobil, naik tangga dan
berenang (Levine SC. 1997).

21

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit meniere merupakan suatu penyakit yang diakibatkan adanya kelainan pada
telinga dalam berupa hirops (pembengkakan) endolimfa pada kokhlea dan vestibulum.
Gejala dari penyakit meniere disebut trias meniere yang terdiri dari vertigo (sakit kepala
berputar), tinnitus, dan gangguan pendengaran berupa tuli sensori neural. Gangguan
pendengaran ini bersifat fluktuatif dimana gangguan pendengaran terjadi saat serangan
dan dapat normal diluar serangan.
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa. Paling banyak
ditemukan pada usia 20-50 tahun.Pasien dengan resiko besar terkena penyakit Meniere
adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi, merokok, stres, kelelahan, alkoholisme,
dan pasien yang rutin mengonsumsi aspirin.
Pada dasaarnya, etiologi pasti dari penyakit meniere ini belum diketahui. Penyakit
Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan
telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh terjadinya malabsorbsi dalam sakus
endolimfatikus.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit meniere dengan akurat, kondisi penyakit lain
dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere harus disingkirkan.
Evaluasi awal didasarkan pada anamnesi yang sangat hati-hati. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab yang berasal dari telinga luar atau telinga
dalam. Pemeriksaan penunjang seperti audiometri, elektro nistagmografi, elektro
kokhleografi, BERA, dan MRI terkadang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
penyakit meniere.
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan
pengobatan yagng bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu bila perlu diberikan
antiemetik. Pengobatan terbaik adalah dengan cara menangani penyebab dari penyakit
tersebut.

22

Anda mungkin juga menyukai