BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Pengertian Korosi
Menurut Fontana (1987), korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat
besi
b) air (H2O)
c)
oksigen
Menurut Susanti (1991), korosi logam melibatkan proses anodik, yaitu oksidasi
logam menjadi ion dengan melepaskan elektron logam dan proses katodik yang
mengkonsumsi elektron. Proses katodik merupakan reduksi ion oksigen dari
lingkungan sekitarnya. Reaksi oksidasi-reduksi logam besi dalam udara lembab
dinyatakan sebagai berikut:
oksidasi di Anoda : {Fe(s) Fe2+(aq)+ 2 e-}
x2
+
(aq)
2+
2 Fe + 2 H2O(l)
Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan meliputi
kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur terkecil yang ada dalam
bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi
tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat
korosif dan sebagainya. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan korosi terdiri atas
asam, basa serta garam, baik dalam bentuk senyawa anorganik maupun organik
(Holeman, 2001).
2.2
Karat Besi
Menurut Holleman (2001), karat merupakan hasil oksidasi suatu logam besi.
Logam besi yang mengalami korosi membentuk karat dengan rumus Fe2O3.xH2O.
Pada proses pengaratan terjadi reaksi oksidasi-reduksi, besi bertindak sebagai
pereduksi dan oksigen yang terlarut dalam air bertindak sebagai pengoksidasi,
dinyatakan sebagai berikut :
oksidasi di Anoda : {Fe(s) Fe2+(aq)+ 2 e-}
x2
Penghambat Korosi
Penghambatan korosi dapat dilakukan dengan 4 cara yang berbeda yaitu :
1.
2.
Cara modifikasi besi. Ketika besi membentuk aloi (logam campuran) dengan
unsur-unsur tertentu, besi akan lebih tahan terhadap pengkaratan. Baja (aloi dari
besi) mengandung sebelas persen hingga dua belas persen kromium dan sedikit
mengandung karbon, disebut stainless steel. Baja ini ini tahan karat dan sering
digunakan dalam industri, untuk bahan kimia, dan di rumah tangga.
3.
Cara proteksi katodik. Jika logam besi dihubungkan dengan seng, besi tersebut
akan sukar mengalami korosi. Hal ini disebabkan seng lebih mudah teroksidasi
dibandingkan dengan besi. Potensi reduksi seng adalah EZn2+|Zn = -0.76V, lebih
negatif dari pada potensi reduksi besi, yaitu sebesar EFe2+|Fe = -0.44V. Seng
akan bereaksi dengan oksigen dan air dalam lingkungan yang mengandung
karbon dioksida. Seng karbonat yang terbentuk berfungsi melindungi seng itu
sendiri dari korosi. Cara perlindungan logam seperti ini disebut cara proteksi
katodik (Katoda Pelindung). Selain seng (Zn), logam magnesium (Mg) yang
termasuk alkali tanah, banyak digunakan untuk keperluan ini.
4.
Cara pelapisan. Jika logam besi dilapisi tembaga atau timah, besi akan
terlindung dari korosi. Sebab logam Cu (ECu2+|Cu = +0.34V) dan Sn( ESn2+|Sn =0.14V) memiliki potensi reduksi yang lebih positif dari pada besi (E Fe 2+| Fe =
-0.44V). Namun, bila lapisan ini bocor, sehingga lapisan tembaga atau timah
terbuka, besi akan mengalami korosi yang lebih cepat. Selain dengan tembaga
dan timah, besi juga dapat dilapisi dengan logam lain yang sulit teroksidasi.
Logam yang dapat digunakan adalah yang memiliki potensial reduksi lebih
positif dibandingkan besi, seperti perak, emas, nikel, timah, tembaga, dan
platina. Selain senyawa logam, pelapisan dapat pula menggunakan senyawa
non-logam. Proses pelapisan logam besi ini dapat dengan cara membersihkan
besi terlebih dahulu, kemudian melapis dengan suatu zat yang sukar ditembus
oleh oksigen, misalnya cat, gelas, plastik, atau vaselin (gemuk). Perlu
diperhatikan, seluruh permukaan besi harus terlapis sempurna untuk
menghindarkan kontak dengan oksigen. Proses pelapisan yang tidak sempurna
dapat lebih berbahaya dibandingkan besi tanpa pelapis. Pengaratan dapat terjadi
pada bagian yang tertutup sehingga tidak terdeteksi (Wikipedia, 2010).
Pelapisan besi atau seng dengan menggunakan cat merupakan salah satu cara
yang sering digunakan oleh nelayan di daerah Lampulo Banda Aceh
untuk
menghambat karat, karena menurut nelayan cara ini merupakan cara yang paling
mudah dilakukan dan biaya yang diperlukan lebih kecil dibandingkan dengan cara
penghambatan karat lainya.
Cara pelapisan merupakan salah satu cara sebagai alternatif efisiensi biaya
untuk penggunaan bahan-bahan yang lebih tinggi harganya, oleh karena itu
pengembangan penghambat korosi banyak dilakukan. Tumbuhan yang mengandung
tanin yang dapat dimanfaatkan untuk menghambat karat. Tinjauan ini berkaitan
dengan penggunaan beberapa nabati tanin untuk perlindungan korosi, terutama
sebagai penghambat korosi besi dan baja (Rahim et al., 2008).
Menurut Dalimunthe (2004), penghambat korosi dapat dilakukan dengan
pembentukan sebuah pelindung lapisan permukaan logam melalui efek oksidasi dan
menghambat korosi dengan mencegah penyerapan ion-ion besi pada permukaan
logam dengan menciptakan penghalang yang mencegah korosi logam.
Menurut Delinder (1984), penghambat korosi adalah bahan yang menempel
atau pelapis permukaan logam yang berfungsi sebagai pelindung untuk menghambat
reaksi korosi. Penghambatan korosi dapat dilakukan dengan pelapisan cat pada
permukaan logam.
2.4
Mangrove
Mangrove adalah tumbuhan yang memiliki akar, batang, daun, bunga, dan
buah, yang tumbuh pada tanah lumpur di dataran rendah di daerah batas pasangsurutnya air laut, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara sungai. Tumbuhan
10
mangrove tergenang pada saat kondisi air laut pasang dan bebas dari genangan pada
saat kondisi air laut surut (FAO, 2007).
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh pada tanah aluvial di pantai dan
sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan dicirikan oleh jenisjenis pohon Avicenia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Exoecaria, Xyloccarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Noor dkk, 1999).
Dengan demikian, ekosistem bakau ialah ekosistem pantai yang komponen
tumbuhannya ialah hutan, beserta fauna dan habitatnya yang khas. Lokasi ekosistem
bakau ini umumnya adalah pantai-pantai dengan teluk dangkal, estuari, delta, bagian
terlindung dari tanjung, selat yang terlindung dari ombak serta tempat-tempat lain
yang serupa. Tanahnya bervariasi dari lumpur, lempung, gambut dan pasir (Hamilton
dkk, 1984).
Kitamura dkk (2003) mengatakan terdapat 32 jenis spesies mangrove sejati
dan 20 asosiasi mangrove tumbuh subur di Indonesia. Jenis-jenis mangrove tersebut
antara lain: Avecenia alba, Rhizopora apiculata, Bruguiera parviflora, Brugruiera
gymnorhiza, Nypa fruticans, Xylocarpus granatum, Excoecaria agallocha, Pandanus
furentus,
Bruguiera
cylindrica,
Soneratia
alba,
Xylocarpus
moluccensis,
11
pesisir yang terlindung dari ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan sub
tropis, mangrove tersebar di beberapa negara diantaranya:
Afrika Timur,
Rhizopora apiculata
Memiliki nama ilmiah Rhizophora apiculata. Tandanya, dengan warna
kemerahan pada tangkai daun dan sisi bawah daun dapat dilihat pada gambar 2.1
(Rusila dkk, 1999).
12
13
Zat Tanin
Merupakan zat dengan rasa pahit, polifenol tanaman yang baik dan cepat
mengikat atau mengecilkan protein. Zat tanin menyebabkan perasaan kering pada
mulut seperti pada saat mengkonsumsi anggur merah, teh pekat, atau buah yang
masih mentah. Istilah tanin merujuk pada penggunaan tanin dalam penyamakan
hewan yang tersembunyi pada kulit Namun, istilah ini secara luas digunakan untuk
polifenol besar yang kompleks mengandung cukup gugus hidroksil seperti karbonil
untuk membentuk protein kompleks dan makromolekul lainnya. Tanin berlawanan
14
dengan basa, gelatin, logam berat, besi, air kapur, garam logam, zat oksidasi yang
kuat dan sulfat seng (Hangerman 2002).
Tanin adalah polifenol alami yang terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin
memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alkohol. Tanin banyak
mengandung fenol yang memiliki gugus OH, sehingga dapat mengikat logam berat
(Carter et al., 1978).
Menurut Hagerman (2002), tanin merupakan metabolit sekunder yang memiliki
berat molekul 500-3000 Da (dalton).
Tanin memiliki beberapa kegunaan ( Nadjeeb, 2009 ) antara lain yaitu:
1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian
tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat matang
zat taninnya hilang.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi.
3. Berperan dalam proses metabolisme pada tanaman.
4. Sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal dan
pada kulit.
5. Sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka bakar, dengan cara
mengendapkan protein.
6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit.
7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid.
Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak
yang tidak larut.
15
2.6.1
Klasifikasi Tanin
Tanin dibagi menjadi dua kelompok atas dasar tipe struktur dan aktivitasnya
16
b. Tanin terhidrolisis
Tanin terhidrolisis adalah turunan dari asam galat. Asam galat adalah hasil
esterifikasi tiol dan galoil kemudian selanjutnya diesterifikasi menghasilkan tanin
terhidrolisis yang lebih kompleks seperti yang di tunjukan pada gambar 2.5
(Browning, 1966).
17
Tanin terhidrolisis adalah tanin pada pemanasan dengan asam klorida (HCl)
atau asam sulfat (H2SO4) menghasilkan asam galat dapat dilihat pada gambar 2.6
(Browning, 1966).