RIWAYAT VARICELLA
LAPORAN KASUS
Hardianti Selfima Pratiwi
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit Umum Provinsi
NTB
PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah bentuk reaktivasi dari virus varisella-zoster (VZV)
yang laten di akar dorsal sensorik atau saraf kranial ganglia, virus yang sama yang
menyebabkan chicken pox. Herpes zoster juga dikenal dengan nama Shingles,
bahasa Latin untuk korset. Hal ini karena gambaran umum herpes zoster berupa
rash unilateral yang melilit di sekitar pinggang atau batang tubuh seperti korset.1,2
Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan usia
dan biasanya jarang terjadi pada anak-anak. Insiden herpes zoster berdasarkan
usia yaitu sejak lahir-9 tahun: 0,74/1000; usia 10-19 tahun: 1,38/1000; usia 20-29
tahun: 2,58/1000. Di Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak,
dimana lebih dari 66% mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10%
mengenai usia di bawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun.
Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang
dewasa, namun herpes zoster juga dapat terjadi pada bayi yang baru lahir apabila
ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Anak-anak yang terinfeksi
virus varisella zoster pada masa kehamilan atau sebelum usia 1 tahun akan
meningkatkan resiko terjadinya herpes zoster pada anak. Dari hasil penelitian
ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya ditemukan pada anakanak yang imunokompromis dan menderita penyakit keganasan.3,4,5
Pada sebagian besar pasien, herpes zoster bersifat akut dan self limiting
terutama pada anak yang imunokompeten. Sekitar 80% kasus herpes zoster
dijumpai fase prodormal yang ditandai dengan adanya gejala sakit kepala,
fotopobia, malaise, gatal, kesemutan dan nyeri hebat pada dermatom yang
terkena, yang muncul 48-72 jam sebelum munculnya ruam. Ruam vesikel yang
muncul biasanya terasa nyeri berdasarkan dermatom serta biasanya unilateral
yang akan menghilang dalam waktu 10-15 hari. Akan tetapi, nyeri berdasar
dermatom tidak umum dijumpai pada herpes zoster anak sebagaimana yang biasa
dijumpai pada herpes zoster dewasa.2,5
Herpes zoster biasanya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik, terutama
pada saat ruam muncul. Namun, kondisi seperti herpes simpleks, impetigo,
ekzema herpetikum, dermatitis kontak dan sebagainya dapat disalahartikan
sebagai herpes zoster. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis.2
Neuralgia postherpes atau nyeri persisten setelah ruam menghilang adalah
komplikasi yang paling ditakutkan. Akan tetapi, komplikasi ini jarang ditemukan
pada anak-anak. Selain itu, komplikasi yang sering dijumpai pada herpes zoster
adalah Bells palsy, Sindrom Ramsay Hunt, mielitis transversa, transient ischemic
attack (TIA) dan stroke.3,5,6
Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah untuk meningkatkan
penyembuhan ruam zoster, menurunkan lama dan beratnya penyakit, dan
menurunkan resiko terjadinya komplikasi terutama neuralgia postherpes. Oleh
karena itu, tatalaksana awal herpes zoster adalah dengan pemberian antiviral dan
analgetik yang menunjukkan penurunan neuralgia posthepatik.2
Penyakit ini dijadikan laporan kasus karena meskipun herpes zoster jarang
ditemukan pada anak-anak namun baru-baru ini dilaporkan terjadinya peningkatan
insidensi terutama pada anak yang imunokompeten. Selain itu, studi penyakit
mengenai herpes zoster pada anak masih sedikit dibandingkan pada dewasa.
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Waktu pemeriksaan
Nomor RM
: I.R
: 13 tahun
: Laki-laki
: Gegutu Barat, Rembiga
: Islam
: 23 April 2015
: 077893
ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri pada bahu dan leher kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada bahu dan leher kiri sejak 4 hari
yang lalu. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak 2 hari terakhir,
setelah muncul gelembung-gelembung berisi air yang muncul tiba-tiba.
Awalnya pasien mengeluh pegal-pegal pada leher dan bahu kirinya yang
kemudian
menjadi
nyeri
serta
muncul
bercak-bercak
berwarna
Pasien sudah berobat ke puskesmas dan diberi salep kulit tetapi keluhan
tidak membaik
g. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien saat ini merupakan pelajar kelas 1 SMP, kesehariannya pasien
dikatakan termasuk anak yang aktif bermain bersama teman-teman
seusianya. Menurut pasien, tidak ada teman sekolah maupun teman
bermainnya di rumah yang mengalami keluhan serupa seperti pasien dan
tidak ada yang sedang menderita cacar air. Ibu pasien mengatakan pasien
tidak pernah mendapat imunisasi cacar. Selain itu, pasien juga tidak
pernah mengkonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu lama.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: CM
GCS
: E4V5M6
Berat badan
: 35 kg
Tinggi badan
: 130
Kesan gizi
: normal
Vital sign :
- Nadi
: 96 x/menit
- RR
: 20 x/menit
- Temperatur
: 370C
Kepala Leher
-
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
: konjungtiva anemis -/-, skera ikterik -/: sekret -/: sekret -/-, darah -/: mukosa bibir lembab (+)
: pembesaran KGB (-)
Thoraks
-
Inspeksi
Auskultasi
Pulmo
Cor
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Ekstremitas
: massa (-)
: bising usus (+) normal
: akral hangat (+), edema (-)
b. Status Dermatologis
Lokasi
: bahu dan dada kiri
UKK
: vesikel herpertiformis dengan dasar eritema, milier,
unilateral, diskret
IV.
V.
DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes zoster
2. Herpes simpleks
3. Impetigo vesikobulosa
4. Dermatitis venenata
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Tes Tzanck
VI.
VII.
DIAGNOSIS KERJA
Herpes zoster cervikal sinistra
TATALAKSANA
Farmakologi
- Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari
Edukasi
-
VIII. PROGNOSIS
Qua ad Vitam
Qua ad sanationam
Qua ad Kosmetikum
: bonam
: bonam
: dubia ad bonam
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dapat disimpulkan bahwa diagnosis penyakit pada pasien ini adalah herpes zoster
cervikal sinistra, dengan ditemukannya giant cell pada tes tzanck.
Herpes zoster disebabkan oleh virus varisella zoster (VZV). Infeksi primer
virus varisella zoster menyebabkan terjadinya varisella (chicken pox). Setelah
infeksi primer sembuh, virus varisella zoster akan mengalami dorman pada akar
dorsal atau ganglia trigeminal dan dapat menyebabkan reaktivasi, biasanya
bertahun-tahun kemudian, menyebabkan herpes zoster.1-7
Setiap orang yang pernah mengalami varisella sebelumnya dapat
berkembang menjadi herpes zoster. Pada sebagian kasus, herpes zoster terjadi
tanpa alasan yang nyata. Herpes zoster jarang ditemukan pada anak-anak dan
biasanya berkaitan dengan imunokompromis, riwayat ibu menderita varisella atau
herpes zoster pada saat hamil serta riwayat imunisasi varisella. Akan tetapi, barubaru dilaporkan angka kejadian herpes zoster pada anak-anak semakin bertambah
terutama pada anak-anak imunokompeten.6,8
Pasien pada kasus ini tidak dijumpai adanya riwayat varisella atau herpes
zoster sebelumnya serta kontak dengan pasien varisella maupun herpes zoster. Ibu
pasien juga tidak pernah menderita varisella atau herpes zoster pada saat hamil
dan pasien juga tidak pernah mendapatkan imunisasi varisella. Kejadian serupa
juga dilaporkan pada studi kasus dimana dari 42 pasien anak, sekitar 29 orang
(69%) tidak memiliki riwayat varisella sebelumnya atau anggota keluarga yang
menderita varisella atau herpes zoster atau kontak dekat. Dari 42 pasien tersebut
hanya 6 orang (20%) yang memiliki riwayat ibu menderita varisella saat hamil
dan tidak ada yang memiliki riwayat ibu menderita herpes zoster saat hamil serta
tidak ada dari pasien yang pernah mendapat imunisasi varisella. Selain itu, dari 42
pasien tersebut, hanya 3 orang memiliki anti HCV positif, 2 orang didiagnosis TB
paru, 1 orang mengkonsumsi kortikosteroid karena penyakit bulosa kronis dan 1
orang didiagnosis leukimia, sisanya yaitu 35 orang lainnya (83,3%) tidak
menunjukkan riwayat imunosupresi. Studi kasus yang sama juga dilaporkan oleh
Nair dkk, yaitu pada 8 pasien anak yang didiagnosis herpes zoster, 3 orang tidak
pernah menderita varisella sebelumnya dan tidak ada ibu yang memiliki riwayat
varisella atau herpes zoster saat hamil serta tidak ada anggota keluarga yang
sedang menderita varisella atau herpes zoster.6,8
Patogenesis herpes zoster masih belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadinya varisella, VZV berpindah tempat dari tempat lesi dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensoris dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion sensoris tersebut terjadi
infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi memiliki kemampuan untuk berubah menjadi infeksius
apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh
keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma,
penderita yang mendapat pengobatan imunosupresif termasuk kortikosteroid dan
pada orang penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan
kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion
sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sum-sum tulang serta batang otak dan
melalui saraf sensoris akan sampai ke kulit dan akan timbul gejala klinis.1,4,9,10
10
11
Masa tunas herpes zoster adalah 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa
lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa
resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit dapat juga
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini
adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada
susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat
kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal
tersebut. Hiperestasi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas.
Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada saraf
trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion
genilatikum).9
Herpes zoster biasanya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik, terutama
pada saat ruam muncul. Namun, kondisi seperti herpes simpleks, impetigo,
ekzema herpetikum, dermatitis kontak dan sebagainya dapat disalahartikan
sebagai herpes zoster. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan
mengambil sampel dari dasar lesi kulit dan dikonfirmasi dengan tes deteksi asam
nukleat (seperti PCR) atau direct-fluorescent antibody test (DFA). Teknik lain
seperti kultur virus kurang sensitif dan membutuhkan waktu yang lama.1-4,7
Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah untuk meningkatkan
penyembuhan ruam zoster, menurunkan lama dan beratnya penyakit, dan
menurunkan resiko terjadinya komplikasi terutama neuralgia postherpes. Oleh
karena itu, tatalaksana awal herpes zoster adalah dengan pemberian antiviral dan
analgetik yang menunjukkan penurunan neuralgia posthepatik.2
Antiviral direkomendasikan pada pasien herpes zoster baik pasien
imunokompeten maupun imunokompromise. Terdapat tiga analog guanosine yang
biasa digunakan pada pengobatan herpes zoster, yaitu asiklovir, valasiklovir, dan
famsiklovir. Ketiga obat tersebut secara signifikan dapat menurunkan insidensi
pembentukan lesi baru dan mempercepat penyembuhan dan resolusi nyeri akut.
12
Selain itu, antiviral juga dapat memperpendek lama pelepasan virus yang secara
hipotesis dapat mengurangi kerusakan saraf sehingga menurunkan insidensi, berat
dan lama nyeri.3,7,10,11
13
KESIMPULAN
Dilaporkan satu kasus herpes zoster cervikal sinistra pada laki-laki berusia
13 tahun yang didiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Penderita mendapatkan terapi medikamentosa berupa
asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari, asam mefenamat 3 x 500 mg selama 7 hari,
dan vitamin B 1 x 1. Penderita diedukasi untuk menjaga higientas dan tidak
dilarang untuk mandi serta dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang sehat
dan bergizi serta tidak ada pantangan makanan.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Deshmukh R, Amol R, Sharad S, dkk. Herpes Zoster (HZ): A Fatal Viral
Disease: A Comperhensive Review. IJPCBS 2012; 2(2):138-145
2. National Centre for Immunisation. Herpes Zoster. 2014. Diunduh dari :
http://www.ncirs.edu.au/immunisation/fact-sheets/herpes-zoster-vaccinefact-sheet.pdf
3. Cohen J, MD. Herpes Zoster. N Engl J Med 2013;369:255-63.
4. Lubis R.D. Varicella dan Herpes Zoster. 2008. Diunduh
dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3425/1/08E00895.pdf
5. Papadopoulos AJ, Arthur PB, Robert AS, dkk. Childhood Herpes Zoster.
Pediatric Dermatologi 2011;68:21-3
6. Malik LM, Nadia A, Abdul R, dkk. Herpes Zoster in Children. Journal of
Pakistan Association of Dermatologists 2013;23(3):2267-271.
7. Wehrhahn MC, Dwyer DE. Herpes Zoster: Epidemiology, Clinical
Features, Treatment and Prevention. 2012; 35(5):143-147
8. Nair PA, Pankil HP. Herpes Zoster in Children and Adolescents: Case
Series of 8 Patients. National Journal of Community Medicine 2013; 4: 18284
9. Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda A, Mochtar H, Siti A, editor.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hlm 110-12
10. Straus ES, Kenneth ES, Michael NO. Varicella and Herpes Zoster. Dalam:
Irwin MF, Arthur ZE, Klaus W, dkk, editor. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. Edisi Keenam; 2003. Hlm 2070-2084
11. Whitley RJ, Antonio V, Mike M, dkk. Management of Herpes Zoster and
Post-Herpetic Neuralgia Now and in the Future. Journal of Clinical
Virology 2010;48:S20S28
15