Anda di halaman 1dari 5

Analis residu kloramfenikol di dalam madu menggunakan kromatografi cair dan

spektometri massa

Abstrak
Antibiotik sering digunakan dalam lebah untuk mengontrol foulbrood Eropa dan Amerika.
Spektrum antibiotik kloramfenikol yang luas itu (CAP) digunakan untuk tujuan pengobatan
dalam kedokteran hewan, tetapi sekarang dilarang di berbagai negara, meskipun masih
digunakan di Asia Tenggara. Sebuah metode kromatografi cair dengan deteksi spektrometri
massa (LC-MS-MS) telah dikembangkan untuk analisis sub-g kg-1 residu kloramfenikol
dalam madu. Hasil akhir dari validasi prosedur dan analisis 75 sampel madu yang diperoleh
secara komersial di Swiss disajikan. Ini menunjukkan bahwa metode ini memuaskan dan
berguna untuk pemantauan residu kloramfenikol dalam madu.

Pendahuluan
Kloramfenikol (CAP) adalah sebuah bakteriologis antibiotik statis (Gbr. 1), dengan
spektrum yang luas dari aktivitas antibakteri, digunakan untuk tujuan pengobatan di veteriObat nary [1]. Residu CAP baru-baru ini ditemukan di udang dan unggas Asia, ini
menunjukkan CAP masih digunakan di negara-negara Asia-Tenggara. Ini berasal dari unggas
daerah krisis China, karena burung yang terkontaminasi mencapai Uni Eropa, dan kemudian
Swiss. Antibiotik seperti strepto-mycin, tetrasiklin, dan sulfonamid sering digunakan dalam
lebah untuk mengontrol Foulbrood Eropa dan Amerika, penyakit bakteri yang sangat
berbahaya bagi lebah dan dapat menghancurkan populasi lebah secara keseluruhan dan cepat.
Bakteri ini dapat, lebih jauh lagi, mencemari banyak sarang lebah dengan sangat mudah dan
juga berpotensi berbahaya bagi produsen madu. Terapi antibiotik berwenang di beberapa
negara, tetapi benar-benar dilarang di negara lain, misalnya Swiss. Cina adalah pengekspor
madu terbesar dan banyak terdapat madu komersial, yang seringkali merupakan campuran
dari madu yang berbeda, biasanya sebagian besanyar berisi produk dari Cina. Di Cina CAP
dan streptomisin adalah antibiotik yang dipilih untuk melindungi lebah. Oleh karena itu,
residunya dapat ditemukan dalam madu.
Karena toksisitas dan kapasitasnya yang tinggi untuk menimbulkan bakterial resisten,
penggunaan CAP telah benar-benar dilarang di Uni Eropa sejak tahun 1994 dan di Swiss
sejak tahun 2000. Untuk negara-negara dengan undang-undang makanan memungkinkan
penggunaan CAP,dengan batas maksimum residu yang telah ditetapkan yaitu 1 g kg-1.
Pemantauan residu CAP membutuhkan sebuah metode analisis dengan batas deteksi yang
sangat rendah. Kromatografi cair (LC) dengan deteksi UV tidak cukup sensitif - batas deteksi
biasanya sekitar 10-100 g kg-1 [1 3] sistem kolom-switching digunakan [4].

Sampel fortifikasi
percobaan Kimia Kloramfenikol diperoleh dari
Fluka (Buchs, Swiss) dan chloramphenicol-D5 dari Cambridge iso-

tope Laboratories (Andover, USA).


Pelarut organik diperoleh dari
Baker (Griesheim, Jerman). air adalah
dimurnikan dengan Elix 3 aparat dari
Millipore (Molsheim, Perancis). Yang Lainnya
bahan kimia yang HPLC atau analitis
grade dan digunakan tanpa lebih lanjut
pemurnian

Prosedur validasi
Validasi dilakukan untuk menentukan fungsi respon kalibrasi kurva, efisiensi ekstraksi, batas
kuantifikasi (LOQ), akurasi pengulangan, dan selektivitas. Dua standar yang berbeda
disiapkan - sampel kalibrasi (larutan standar) dan kontrol kualitas (QC) sampel (diperkaya
madu)

METODE YANG DIGUNAKAN


Metode yang digunakan pada analisis antibiotik dalam madu adalah
LC_MS (Kromatografoi Cair dan Spektroskopi massa)
PRINSIP KERJA
Lcms adalah teknik kimia analitik yang menggabungkan
kemampuan pemisahan fisik dari kromatografi cair atau HPLC dengan
kemampuan analisis spektroskopi massa. Lcms adalah teknik yang kuat
yang digunakan untuk banyak aplikasi yang memiliki sensitivitas dan
selektivitas yang sangat tinggi. "Umumnya penerapannya berorientasi
pada deteksi dan identifikasi potensi khusus dalam bahan kimia terhadap
bahan kimia lainnya (dalam campuran kompleks). Pada analisis
kromatografi cair ini menggunakan MS/MS sebagai detektornya dimana
analisis yang didapat berdasarkan berat molekul suatu senyawa sehingga
data yang didapat lebih akurat dibandingkan HPLC dengan detektornya
UV atau Fluoresiens karena data yang dihasilkan HPLC hanya berdasarkan
puncak serapan sehingga belum spesifik terhadap suatu senyawa. Selain
MS/MS ini dapat
memberikan tambahan informasi mengenai struktur dari sampel yang

dianalisis.
Skema instrumentasi pada LC-MS/MS
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalama penelitian ini yaitu
dilakukannya optimalisasi ekstraksi, pensterilan , dan dilanjutkan pada metode LC-MS-MS.
Kemudian metode ini divalidasi. Validasi ini dilakukan untuk menentukan fungsi respon
kalibrasi kurva, efisiensi ekstraksi, batas kuantifikasi (LOQ), akurasi pengulangan, dan
selektivitas.
Akurasi data Sampel madu QC pada empat level (k = 4) 0,5, 1, 2, dan 5
g/kg) , disiapkan
empat kali ( n= 4) dan dianalisis pada tiga hari berturut-turut untuk
menentukan presisidan akurasi. Akurasi dinyatakan sebagai recovery,
diperoleh dengan membagi dihitung konsentrasi dengan teori nilai dan
mengalikan dengan 100. Setiap pengulangan konsentrasi QC dan nilai
rata-rata yang dihitung selama 3 hari. Hasil yang didapat pada metode ini
ialah
antara 75 sampel yang dianalisis, dan meskipun efek dilusi
yang dihasilkan dari pencampuran madu Asia
dengan produk lainnya, di dapati 13 sampel (17%) yang mengandung residu
CAP. dari sampel yang diindikasi, ternyata madu yang diteliti mengandung
campuran madu dari asia, 38% nya mengandung residu CAP. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa CAP saat ini digunakan oleh Negara-negara Asia.
Konsentrasi CAP diukur dalam madu berkisar antara 0,4 g/kg - 6.0 g/kg,
Dengan enam sampel yang mengandung sekitar 0,8-0,9 g/kg dan dua
mengandung
sekitar 5 g/kg .

Madu 10 g dilarutkan dengan metanol ditempatkan dalam labu


polipropilen. Kemudian ditambahkan air dan etil asetat masing-masing
sebanyak 40 ml yang diaduk selama 15 menit kemudian disentrifugasi
selama 5 menit pada 1000 g. Fase organik ditampung dan difilter
menggunakan sodium sulfat anhidrat. Setelah evaporasi hingga kering

dalam rotary evaporator, ekstrak dilarutkan dalam metanol 1 ml dan


diencerkan dengan buffer fosfat.

Pembersihan
Ekstrak dibersihkan dengan 500 mg Bakerbond C18 solid-phase extraction
Column. Colomn yang sudah dikondisikan dengan 5 ml metanol dan buffer
fosfat sebelum diaplikasikan ke dalam sampel. Kolom kemudian dicuci
dengan 5 ml metanol-buffer fosfat dan 2 ml heksana dan setelah kolom
dikeringkan, kemudian dielusi dengan nitrogen 2 ml pada suhu 60 derajat
celcius., sampel dilarutkan dalam 100 IL metanol dan disaring
menggunakan syring filter sebelum dianalisis dengan LC-MS.

Kromatografi cair-spektroskopi massa


Semua kromatografi cair menggunakan HewlettPackard (HP; Palo
Alto, USA) series 1100 sistem. Senyawa dipisahkan dengan 70 mm 2 mm
i.d. Nucleosil 100-5C18 HD column (MachereyNagel, Du -ren, Germany)
sebelum dipisahkan senyawa melewati 8 mm 2 mm precolumn yang
mengandung fase diam yang sama. Fase geraknya adalah metil sianida.
Kandungan asetonitril dinaikan dari 0 sampai 70% dalam 8 menit
kemudian disimpan sampai 0,1 menit kemudian. Rata-rata laju alir diatur
pada 0,3 ml/menit dan 10 iL ekstrak di injeksi ke sistem LC-MS-MS. MS-MS
menggunakan quatro micro. Spektrometer massa triple-quadrupole
dilengkapi dengan sumber elektrospray dan dioperasikan pada mode ion
negatif atau ion positif.
LC-MS telah dikembangkan untuk penentuan spektrum antibiotik kloramfenikol
dalam madu. Setelah optimalisasi ekstraksi, pensterilan , dan LC-MS-MS. Kemudian metode
ini divalidasi dan diterapkan pada sampel madu yang diamati. hasil
menunjukkan bahwa madu tersebut tidak hanya terkontaminasi streptomisin, tetrasiklin,
dan sulfonamid saja namun juga mengandung CAP (spektrum kromatografi kloramfenikol)
PENGOLAHAN DATA HASIL PENELITIAN

ANALISIS DATA
Presisi dan Akurasi. Sampel madu QC pada empat tingkat (k 4), 0,5, 1,
2, dan 5 kg lg) 1, disiapkan
empat kali ( n 4) dan dianalisis pada tiga hari berturut-turut untuk
menentukan presisidan akurasi. Akurasi dinyatakan sebagai recovery,
diperoleh dengan membagi dihitung konsentrasi dengan teori
nilai dan mengalikan dengan 100. Setiap pengulangan konsentrasi QC dan
nilai rata-rata yang dihitung selama 3 hari
KESIMPULAN
LC-MS telah dikembangkan untuk penentuan spektrum antibiotik kloramfenikol dalam
madu. Setelah optimalisasi ekstraksi, pensterilan , dan LC-MS-MS. Kemudian metode ini
divalidasi dan diterapkan pada sampel madu yang diamati. Data hasil analisis dari madu
menunjukkan bahwa pada madu tersebut tidak hanya terkontaminasi oleh antoibiotik seperti
streptomisin, tetrasiklin,
dan sulfonamid saja namun juga mengandung residu CAP (spektrum kromatografi
kloramfenikol). Residu kloramfenikol tersebut berasal dari pemberian kloramfenikol agar
lebah tidak terserang oleh bakteri sehingga laju produksi madu tetap atau tidak terhambat.
Dikarenakan madu tersebut mengandung residu kloramfenikol, madu tersebut menjadi tidak
aman untuk dikonsumsi. Namun, pemberian kloramfenikol pada lebah yang memproduksi
madu masih diterapkan oleh negara Asia Tenggara.

Anda mungkin juga menyukai