Anda di halaman 1dari 9

Time Histories Dari Ground Motion 1000 Tahun Periode

Ulang Untuk Kota Surabaya


Helmy Darjanto
1,3

HATTI (Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia), Sertifikasi G1, email : h.darjanto@consultant.com
Mahasiswa Program Pascasarjana Bidang Keahlian Struktur Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS
4
PT Wahana Engineering Quality Management - Wahana Group, Praktisi
2

Data digitasi percepatan riwayat waktu adalah bagian dari data gempa yang diperlukan
untuk analisa perambatan gelombang geser seismik pada suatu deposit tanah. Data ini
dapat memberikan gambaran spesifik tentang kondisi geologi dan parameter-parameter
kegempaan, misal nilai maksimum percepatan gempa di batuan dasar, durasi, dan
frekuensi. Oleh karena itu studi tentang pemilihan data yang sesuai dengan kondisi
geologi dan seismologi daerah yang ditinjau sangat penting untuk mendapatkan hasil
analisis kegempaan yang akurat.
Oleh karena sampai saat ini belum ada data riwayat gempa di sekitar Surabaya maka
diperlukan adanya pembuatan data digitasi untuk batuan dasar di Surabaya. Digitasi
ground motion ini dibuat dengan memperhitungkan kondisi tektonik, analisa resiko
gempa, dan target spektra di batuan dasar kota Surabaya. Pembuatan data digitasi time
histories menggunakan program SYNTH.
Fungsi atenuasi digunakan sesuai dengan jenis gempa nya : untuk gempa dangkal
menggunakan atenuasi yang diusulkan oleh Boore et al (1997) sedangkan untuk gempa
subduksi menggunakan atenuasi yang dikembangkan oleh Youngs et al (1997).
Kata kunci : data digitasi, teorema probabilitas total

1. PENDAHULUAN
Gempa bumi adalah satu dari beberapa bencana alam yang dapat menimbulkan
kerugian yang sangat besar karena dapat menyebabkan kerusakan struktur bangunan,
sarana infrastruktur, dan juga menimbulkan korban jiwa. Nilai kerugian dapat menjadi
lebih besar bila kita juga memperhitungkan terhentinya aktifitas ekonomi dan sosial
masyarakat sebagai akibat kerusakan di atas.
Indonesia adalah termasuk negara yang mempunyai resiko gempa cukup tinggi. Hal
ini dikarenakan oleh letak Indonesia yang berada pada pertemuan empat lempeng
tektonik utama, yaitu lempeng Australia, lempeng Asia, lempeng Pasifik, dan lempeng
laut Philipina. Interaksi antara ke empat lempeng utama tersebut menjadikan
Indonesia sebagai benar satu negara yang memiliki aktifitas seismik yang cukup tinggi
dan rawan terhadap bahaya gempa. Selain itu dari data pencatatan kejadian gempa di
Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga kegempaan nasional dan
internasional, yaitu bahwa jumlah total kejadian gempa dengan Ms 5 yang tercatat
sejak tahun 1897 sampai tahun 2006 adalah lebih dari 8000 atau > 80 kejadian per
tahun. Oleh karena tingginya aktifitas seismik tersebut, maka perencanaan bangunan
di Indonesia harus memperhitungkan aspek-aspek kegempaan.

Parameter kegempaan yang diperlukan dalam perencanaan umumnya dinyatakan


dalam percepatan gempa dan respon spektra di permukaan. Untuk mendapatkan hasil
analisa yang akurat perlu diketahui proses perambatan gelombang dari pusat gempa
(fokus) hingga ke permukaan tanah pada lokasi yang ditinjau. Perambatan gelombang
ini merupakan proses yang panjang dan kompleks sebagaimana terlihat pada Gambar
1 di bawah ini :
Episenter

Batuan Dasar

Permukaan

Bangunan

a (max) permukaan =
a (max) bedrock x amplifikasi

1. Seismic Source
Identification

5. Perambatan gelombang
di deposi tanah
3. Analisis
Probabilitas
menentukan a(max)
bedrock

Penentuan
Ground
Motion

2 Analisis Perambatan Gelombang Gempa di Batuan

Gambar 1. Perambatan GelombangGempa Dari Fokus ke Permukaan

Berdasarkan Gambar 1 di atas, secara umum analisa kegempaan dapat dibagi ke


dalam beberapa tahapan, yaitu analisa seismotektonik (seismic source identification),
penentuan fungsi atenuasi, analisa probabilitas, penentuan time histories, analisa
perambatan gelombang geser dari batuan dasar ke permukaan, dan analisa dinamika
struktur.
Analisa seismotektonik meliputi penentuan lokasi gempa, magnitude, dan mekanisme
gempa yang akan digunakan sebagai data input untuk analisa probabilitas. Analisa
probabilitas dibutuhkan untuk memperkirakan besarnya parameter gempa untuk suatu
lokasi di batuan dasar. Hasil analisanya ini adalah berupa percepatan gempa dan
respon spektra di batuan dasar untuk beberapa periode ulang tertentu beserta
periodanya. Tahap selanjutnya adalah penentuan time histories dan analisa perambatan
gelombang, disini pengaruh kondisi tanah lokal terhadap frekuensi, percepatan gempa
dan respon spektra permukaan tanah.
Surabaya sebagai kota terbesar setelah Jakarta dan ibukota propinsi Jawa Timur yang
kaya akan sumber daya alam minyak dan gas, merupakan tempat yang potensial bagi
investor sehingga pembangunan struktur dan infrastruktur hendaknya harus
memperhatikan aspek kegempaan untuk menghindari kerugian yang mungkin timbul
karena resiko pengaruh gempa bumi.

Desain data digitasi ground motion dilakukan dalam frekuensi domain dengan
memperhitungkan kondisi geologi dan seismologinya, dan sejarah kegempaan di
sekitar Surabaya. Target parameter pergerakan batuan dasar (ground motion
parameter) dikerjakan berdasarkan Teorema Probabilitas Total sedangkan pembuatan
time histories dikerjakan berdasarkan penggunaan data digitasi di suatu lokasi yang
sesuai dengan kondisi kegempaan di kota Surabaya.

2. M etode Penelitian
Metode penelitian untuk pembuatan data digitasi ground motion di batuan dasar dalam
paper ini akan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Koleksi data gempa,
2. Analisa resiko gempa untuk mendapatkan percepatan gempa maksimum di batuan
dasar (Peak Ground Acceleration, PGA) dan target spektra di batuan dasar untuk
kota Surabaya dengan menggunakan Teorema Probabilitas Total,
3. Mencari data digitasi di suatu lokasi yang mempunyai kondisi geologi dan
seismologi yang sesuai dengan kondisi kota Surabaya,
4. Pembuatan time histories percepatan gempa di batuan dasar untuk kota Surabaya
dengan menggunakan program SYNTH.
Bagan alir dari pembuatan digitasi ground motion dapat dilihat dalam Gambar 2.

PSHA: Probabilistic Seismic


Hazard Analysis

Gambar 2. Flowchart Tahapan Pembuatan Digitasi Ground Motion.

3. Koleksi Data Gempa


Data gempa yang digunakan pada studi ini dikumpulkan dari data gempa terbaru yang
dikeluarkan oleh lembaga kegempaan nasional seperti Catatan Gempa Indonesia yang
dikeluarkan oleh Direktorat Meteorologi dan Geofisika maupun lembaga-lembaga
internasional seperti US. Geological Survey (USGS), dan National Earthquake
Information Center (NEIC).
Pada tahap ini, data gempa yang telah terkumpul kemudian dipisahkan antara gempa
susulan (aftershock) dan gempa utama (main shock). Pemisahan data gempa ini
dilakukan dengan menggunakan kriteria Time and Distance Windows yang diberikan
oleh Uhrhammer (1986), dan Firmansjah (1999).

4. Analisa Resiko Gempa


Resiko gempa adalah kemungkinan terjadinya gempa dengan intensitas (percepatan,
kecepatan, lama goncangan dan sebagainya) dan periode ulang tertentu terlewati
selama suatu masa guna/layan bangunan.
4.1. Pemodelan Sumber Gempa
Pemodelan sumber gempa akan memberikan gambaran potensi gempa di masa yang
akan datang dalam bentuk distribusi pusat-pusat gempa, dimensi bidang patahan, dan
frekuensi kejadian gempa. Dari model sumber gempa tersebut akan di dapat
parameter-parameter gempa yang sangat diperlukan untuk dapat memberikan secara
utuh tentang aktifitas suatu gempa yang mungkin terjadi di kerak bumi pada suatu
lokasi.
Secara umum pemodelan sumber gempa di Indonesia dapat dibagi dalam 3 zona, yaitu
zona subduksi (subduction zones), zona transform, dan zona diffuse seismicity, lihat
Gambar 3.

Gambar 3. Pemodelan Sumber Gempa (Kertapati et al).

Semua kejadian gempa yang terjadi di sekitar garis batas konvergen dengan
mekanisme satu lempeng tektonik menunjam ke lempeng tektonik lainnya
diklasifikasikan dengan zona subduksi. Gempa-gempa strike-slip sepanjang patahan
yang terdefinisi dengan jelas pada daerah lengkungan terdepan seperti patahan Baribis
dan Lasem diklasifikasikan dengan zona transform. Sedangkan zona diffuse seismicity
adalah semua gempa kerak dangkal dengan mekanisme kegempaan berbeda dengan
proses subduksi atau strike-slip, umumnya gempa dengan mekanisme seperti ini
didapat di daerah busur belakang (back arc) dari zona tabrakan (collision zones)
seperti patahan busur belakang Flores dekat batas timur busur Sunda dan batas barat
dari busur Banda.
Untuk kota Surabaya pemodelan sumber gempa dibatasi dengan zona subduksi dan
zona diffuse seismicity, lihat Gambar 4.

Gambar 4. Pemodelan Sumber Gempa Untuk Kota Surabaya.

4.2. Geologi Kota Surabaya


Wilayah kota Surabaya merupakan dominan daerah dataran rendah, yang berkisar
80% merupakan endapan alluvial dan sisanya merupakan perbukitan rendah yang
dibentuk oleh tanah hasil pelapukan batuan tersier/tua.
Tanah endapan alluvial ini terdiri dari endapan sungai, rawa, delta, dan endapan pantai
atau merupakan campuran dari endapan-endapan tersebut di atas. Endapan sungai
didominasi oleh endapan berukuran pasir dengan sedikit lanau dan lempung, endapan
rawa didominasi oleh endapan berukuran lanau-lempung dengan sedikit bahan
organik, dan endapan pantai didominasi oleh endapan berukuran pasir halus yang
mengandung kerang. Endapan delta merupakan endapan percampuran antara endapan
sungai, endapan rawa, endapan pantai sehingga lapisan tanah akan berselang-seling.
Tanah hasil pelapukan batuan tua umumnya mempunyai potensi kembang-susut
sangat tinggi.
Secara geologi kota Surabaya terbentuk oleh batuan sedimen yang berumur Miosen
sampai Plistosen. Batuan sedimennya adalah bagian dari lajur Kendeng dengan
formasi Sonde, Lidah, Pucangan, dan formasi Kabuh.

Batuan dasar untuk kota Surabaya merupakan formasi Lidah yang berumur Pliosen
(pre-tertiary). Formasi ini berada pada kedalaman 250 300 meter.
4.3. Perhitungan Resiko Gempa
4.3.1. Teorema Probabilistik Total
Analisa resiko gempa dilakukan menurut teorema probabilistik total (McGuire, 1976)
yang digunakan oleh USGS dengan menggunakan program EQR8. Hubungan teori
probabilitas total dapat dipresentasikan dengan persamaan dasar sebagai berikut :
P I i

P I i

m and r . f M m . f R r .dm.dr

(1)

r m

Analisis resiko gempa meliputi 3 langkah prinsip, yaitu : 1) penentuan sumber-sumber


gempa, 2) penentuan frekuensi dari gempa-gempa historis dalam setiap sumber
gempa, dan 3) perhitungan dan probabilitas dari percepatan di bataun, a, untuk waktu
tertentu, t. Percepatan maksimum dalam suatu kurun waktu untuk suatu probabilitas
tertentu ditentukan dengan menggunakan fungsi probabilitas ekstrim Poisson sebagai
berikut :
Fmax,t a e t 1 F a

(2)

4.3.2. Parameter Resiko Gempa


Analisa resiko gempa dengan menggunakan teorema probabilistik memerlukan
parameter a dan b dari persmaan Guttenberg-Richter :
log N m a b.M

(3)

dimana :
N(m) : frekuensi kejadian gempa dengan magnitude M, per satuan waktu,
a
: konstanta karakteristik kegempaan yang merupakan fungsi dari jangka waktu
pengamatan dan tingkat kegempaan daerah sumber,
b
: konstanta karakteristik kegempaan yang menunjukkan distribusi besar dan
kecil magnitude gempa.
4.3.3. Magnitude Maksimum
Analisa resiko gempa harus memperhitungkan magnitude maksimum regional yang
mungkin terjadi, meskipun hal ini belum memungkinkan untuk memperhitungkan
magnitude secara realistis. Dalam studi ini, magnitude maksimum untuk setiap sumber
gempa ditentukan dari data gempa historik, secara geofisik dan momen seismik yang
terdapat di katalog Pacheco & Sykes (1992). Firmanjah & Irsyam (1999) telah
menghitung magnitude maksimum untuk sumber gempa di seluruh Indonesia. Untuk
sumber gempa yang digunakan dalam studi ini, magnitude maksimum untuk setiap
sumber gempa dipresentasikan pada Tabel 1 di bawah ini sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Sumber Gempa di Indonesia (Firmanjah & Irsyam, 1999)
Klasifikasi
Sumber Gempa
Magnitude Maksimum
Subduction Zones
Jawa
8.2
Diffuse Seismicity
Flores Back-Arc
7.0

4.3.4. Pemilihan Fungsi Atenuasi


Faktor yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam analisa resiko gempa secara
probabilistik adalah pemodelan perambatan gelombang gempa dari pusat gempa ke

lokasi kerusakan. Intensitas gempa (percepatan maksimum, kecepatan maksimum)


untuk suatu lokasi sangat tergantung dari besarnya gempa dan jarak episenter dari
lokasi tersebut. Hal ini sering dinyatakan sebagai pola pelemahan (atenuasi), yang
mencerminkan besarnya intensitas tersebut pada suatu lokasi akibat kejadian gempa di
daerah sumber dengan besar magnitude M dan berjarak R dari lokasi tersebut.
Mengingat mekanisme gempa yang berbeda , maka dalam studi ini digunakan pola
atenuasi yang berbeda sesuai dengan mekanisme gempa yang ada. Model atenuasi
yang dipergunakan untuk gempa subduksi adalah formula yang dikembangkan oleh
Youngs et al (1977), sedangkan untuk gempa zona back arc menggunakan formula
yang dikembangkan oleh Boore et al (1997).
Model atenuasi untuk zona subduksi pada umumnya dapat dibagi dalam 2 kategori
yakni : gempa zona Megathrust (interface) dan pada zona Benioff (interslab). Fungsi
atenuasi model ini menurut formula Youngs et al (1997) adalah :
ln PGA 0.2418 1.4.M C1 C 2 10 M

C3 ln R 1.7818e 0.554 M 0.00607 H 0.3846Z T

(4)

Untuk mempresentasikan gempa-gempa akibat zona diffuse seismicity digunakan


fungsi atenuasi yang diusulkan oleh Boore et al (1977)
ln( PGA) b1 b2 M 6 b3 M 6 b5 ln R bv ln
2

Vs
Va

(5)

4.3.5. Hasil Perhitungan PGA dan Respon Spectra di Batuan Dasar


Percepatan gempa di batuan dasar diperoleh dari hasil perhitungan dengan teorema
probabilistik total dipresentasikan pada Gambar 5 berikut ini :

Gambar 5. PGA di Batuan Dasar Kota Surabaya Untuk Beberapa Perioda Ulang.

Untuk perioda ulang 500 tahun PGA di batuan dasar kota Surabaya adalah: 145 gal,
sedangkan respons spectra di batuan dasar untuk periode ulang 200 tahun, 500 tahun,
dan 1000 tahun dipresentasikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Respon Spectra di Batuan Dasar Kota Surabaya.

5. Pembuatan Data Digitasi Ground Motion di Batuan Dasar


Data yang dibutuhkan untuk analisa dinamis akibat beban gempa adalah data riwayat
waktu percepatan gempa. Hingga saat ini data kegempaan di Indonesia umumnya
hanya meliputi lokasi episenter, magnitude, kedalaman, dan mekanismenya.
Sedangkan data riwayat waktu percepatan di batuan dasar masih sangat jarang. Hal ini
disebabkan jumlah stasiun pencatat gempa masih sangat sedikit dibandingkan dengan
wilayah Indonesia yang amat luas. Oleh karena itu, data riwayat waktu percepatan
gempa di batuan dasar dapat kita peroleh dengan 3 cara alternatif, yaitu :
1. Menggunakan data digitasi di suatu lokasi yang mempunyai kondisi geologi dan
seismologi yang sesuai dengan kondisi daerah yang ditinjau,
2. Menggunakan data digitasi dari lokasi lain yang diskalakan dan disesuaikan
dengan kondisi daerah yang ditinjau,
3. Membuat data digitasi sintetik yang sesuai dengan respons spektra rencana atau
spectral density function.
Pada makalah ini data riwayat waktu percepatan gempa untuk perioda ulang 1000
tahun menggunakan cara pertama. Hasil analisa dengan menggunakan program
SYNTH dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6. Time Histories Percepatan Gempa di Batuan Dasar Untuk Perioda Ulang
1000 Tahun.

6. Kesimpulan dan Saran


6.1. Kesimpulan
Berdasarkan kondisi geologi dan seismologi di Surabaya, sumber-sumber kegempaan
diklasifikasikan dalam zona subduksi dan zona diffuse seismicity.
Pada tahap analisa resiko gempa telah dilakukan pemodelan sumber gempa, evaluasi
parameter-parameter resiko gempa dan pemilihan fungsi atenuasi yang sesuai dengan
kondisi geologi dan seismologi di sekitar kota Surabaya. Dari hasil analisa resiko
gempa diperoleh percepatan maksimum di batuan dasar untuk periode ulang 200
tahun, 500 tahun dan 1000 tahun, masing-masing berurutan adalah 112 gal, 145 gal
dan 174 gal.
6.2. Saran
Perlu ditinjau juga time histories percepatan gempa di batuan dasar untuk perioda
ulang 200 tahun dan 500 tahun.
Sudah saatnya semua peta data percepatan gempa di batuan dasar berupa respon
spectra.

Daftar Pustaka
Boore et al, 1997, Equation for Estimating Horizontal Response Spectra and Peak
Acceleration from Western North America Earthqukes: A Summary of Recent
Work, Seismological Research Letters. Vol. 68. No. 1, pp. 128-153.
Firmansjah, J., 1999, Development of Seismic Hazard Map for Indonesia, Seminar
HAKI.
Irsyam, M. et al, 1998, Pembuatan Digitasi Sintetik di Batuan Dasar Untuk Kota
Jakarta, Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil, Institut
Teknologi Bandung.
Irsyam, M. et al, 2001, Development of Earthquake Microzonation and Site Specific
Response Spectra to Obtain More Accurate Seismic Base Shear Coefficient,
University Research for Graduate Education Project, Bandung Institute of
Technology.
McGuire, RK., 1974, Seismic Structural Response Risk Analysis, Incorporating Peak
Response Regression on Earthquake Magnitude and Distance, MIT, Dept.
Civil Eng., Research Report.
McGuire, RK., 1976, FORTRAN Computer Program for Seismic Risk Analysis US
Geological Survey, Open File Report, pp. 67-76.
Pacheco et al, 1992, Seismic Moment Catalog of Large Shallow Earthquake,
Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 82, No. 3, pp. 13061349.
Uhrhammer, RA., 1986, Characteristics of Northern and Central California
Seismicity, Earthquake Notes, Vol. 57, No. 1, pp. 21.
Youngs, RR., et al, 1997, Strong Ground Motion Attenuation Relationships for
Subduction Zone Earthquake, Seimological Research Letters, Vol. 68, No. 1,
pp. 58-74.

Anda mungkin juga menyukai