Anda di halaman 1dari 9

Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi pada Pasien dengan Diabetes Melitus

oleh Devina Rivanti Nugita, 1206240695


Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dan progresif yang mempunyai karakteristik
tubuh tidak mampu untuk memetabolisme karbohidrat , lemak dan protein yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah atau hyperglycemia dikarenakan kelainan kerja insulin
, sekresi insulin atau keduanya. (Black & Hawks, 2009). Diabetes mellitus juga terdapat dua tipe
yaitu (Brunner & Suddarth, 2002):

Diabetes mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)


terjadi karena ketikadmampuan sel sel beta langerhans menghasilkan insulin.Terjadinya
dekstruksi sel beta yang dihasilkan oleh pankreas (sel endokrin), sehingga terjadi

penurunan kadar insulin dalam tubuh


Diabetes mellitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIIDM)
biasanya berhubungan dengan obesitas. Insulin dapat diproduksi dalam jumlah normal
atau mendekati akan tetapi sel-sel tubuh tidak mampu menggunakannya karena defisiensi
atau gangguan pada reseptor insulin.

Manajemen medis dibutuhkan untuk membuat normal kembali aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah untuk mengurangi perkambangan komplikasi vascular dan neuropati. Tujuan
terapi pada setiap tipe diabetes mellitus adalah untuk mendapatkan kadar glukosa darah yang
normal tanpa hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas umum pasien.

Terdapat lima

komponen manajemen untuk diabetes, yaitu nutrisi, latihan (exercise), pemantauan (monitoring),
terapi farmakologi, dan edukasi (Lewis, 2009).
Manajemen Nutrisi
Tujuan manajemen nutrisi adalah untuk meraih dan mempertahankan kadar glukosa darah
dan tekanan darah pada kisaran yang normal (atau sebisa mungkin mendekati normal), untuk
mencegah atau memperlambat perkembangan komplikasi yang kronis, mencapai dan
mempertahankan lipida serum normal, dan memberi cukup energi untuk mempertahankan atau
mencapai berat badan normal (Brunner & Suddarth, 2002). Perencanaan makanan harus
memertimbangkan pilihan makanan pasien, gaya hidup, waktu makan biasanya, dan latar
belakang etnis dan budaya.

Pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengntrol kadar glukosa darah diperlukan
konsistensi untuk mengontrol kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada setiap makanan.
Diperlukan pula edukasi awal yang memberitahukan pentingnya kebiasaan makan yang
konsisten, hubungan antara makanan dan insulin, dan ketentuan pola makan individu. Edukasi
diperdalam dan ditindaklanjuti dengan fokus kepada keterampilan manajemen seperti membaca
label makanan, menyesuaikan perencanaan makan dengan latihan, dan lainnya.
Latihan (exercise)
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan
kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Kadar glukosa darah dapat
turun karena latihan dapat meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat
meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolism istirahat. Hal
tersebut dapat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa
stress, dan mempertahankan kesegaran tubuh.
Penderita diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl (14mmol/L) dan
menunjukan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton
urin memperlihatkan hasil negative dan kadar glukosa darah mendekati normal. Latihan dengan
kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi glucagon, growth hormone, dan
katekolamin sehingga membuat hati lebih banyak melepas glukosa dan terjadi kenaikan kadar
glukosa darah.
Masalah yang potensial pada pasien yang menggunakan insulin adalah hipoglikemia yang
dapat terjadi beberapa jam setelah latihan. Hal tersebut dapat dicegah dengan mengkonsumsi
makanan camilan pada akhir latihan dan mengurangi dosis insulinnya yang akan memuncak pada
saat latihan. Pasien juga harus memeriksa kadar glukosa darahnya sebelum, selama, dan sesudah
periode latihan.
Frekuensi latihan jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali
per minggu. Intensitas ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate). Durasi yang
dibutuhkan 30 - 60 menit melakukan latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Menentukan

intensitas latihan, dapat digunakan Maximum heart rate(MHR) yaitu 220 umur. Setelah MHR
didaptkan, dapat ditentukan Target heart rate (THR)(Sudoyo, 2009).
Pada pasien dengan diabetes tipe II yang obesitas, latihan dan penatalaksanaan diet akan
memperbaiki metabolisme glukosa serta meningkatkan penghilangan lemak tubuh. Latihan yang
digabung dengan penurunan berat akan memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan
kebutuhan pasien akan insulin atau obat hiperglikemia oral. Pada akhirnya, toleransi glukosa
dapat kembali normal. Penderita diabetes tipe II yang tidak menggunakan insulin atau obat oral
mungkin tidak memerlukan makanan ekstra sebelum latihan.
Pemantauan Glukosa Darah(monitoring)
Melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG: self monitoring of
blood glucose) penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
secara optimal. Cara ini dapat memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia dan berperan dalm menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan
akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.

Bagi penderita diabetes tipe II

pemantauan mandiri glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang diduga dapat
menyebabkan hiperglikemia atau hipoglikemia.
Pemantauan ini juga merupakan dasar untuk melaksanakan terapi insulin yang intensif
(termasuk dua hingga empat kali penyuntikan insulin perhari atau penggunaan pompa insulin)
dan untuk menangani kehamilan yang dipersulit oleh penyakit diabetes. Pemeriksaan ini juga
sanat dianjurkan bagi pasien-pasien dengan:

Penyakit diabetes yang tidak stabil


Kecendrungan untuk mengalami ketosis berat atau hipoglikemia
Hipoglikemia tanpa gejala peringatan
Ambang glukosa renal yang abnormal
Bagi sebagian besar pasien yang memerlukan insulin, pemeriksaan kadar glukosa darah

sebanyak dua hingga empat kali sehari dapat dianjurkan. Pasien yang tidak menggunakan insulin
dapat mengukur kadar glukosa darahnya minimal dua hingga tiga kali per minggu. Pasien juga
dianjurkan untuk menyimpan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dalam buku catatan
sehingga pasien tersebut dapat mengetahui kenaikan kadar glukosa darahnya.
Terapi Farmakologi

Terapi Insulin
Hormon insulin disekresikan oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Hormone ini bekerja
untuk menurunkan kadar glukosa darah post-prandial dengan mempermudah pengambilan serta
penggunaan glukosa oleh sel-sel otot, lemak, dan hati. Pada diabetes tipe I tubuh kehilangan
kemampuan untuk memproduksi insulin dengan demikian insulin eksogenus harus diberikan
dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe II insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak
berhasil mengontrolnya.
Kategori insulin terdiri dari:

Aksi cepat (rapid acting)


-lispro (Humalog)
-aspart (Novolog)
-glulisine (Apidra)
Awitan kerja insulin rapid acting adalah 10 hingga
30 menit, puncaknya 30menit hingga 3 jam, durasi

kerjanya 3 hingga 5 jam.


Aksi pendek (short acting)
Lewis, S M., Dirksen, S R., Heitkemper, MM., Bucher, L. (2011). Medical-surgical Nursing:
-Insulin Reguler (ditandai R pada botolnya)
Assesment and Management of Clinical Problems. 8 ed. Canada: Elsevier.
Awitan kerja insulin regular adalah hingga 1 jam,
th

puncaknya 2 hingga 5 jam, durasi kerjanya 5 hingga 8 jam. Biasanya diberikan 20 hingga
30 menit sebelum makan. Dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan
insulin yang kerjanya lebih lama. Nama lain insulin reguler adalah crystalline zinc insulin

(CZI).
Aksi menengah (intermediate acting)
-NPH insulin (neutral protamine Hagedron)
-Lente Insulin (L)
Awitan kerja human insulin intermediate-acting adalah 1,5 hingga 4 jam, puncaknya 4
hingga 12 jam, durasi kerjanya 12 hingga 18 jam. Kedua insulin tersebut memilik
kesamaan dalam waktu kerjanya dan tampak putih serta menyerupai susu. Pasien yang
menggunakan NPH atau insulin Lente harus makan di sekitar waktu awitan dan puncak

kerja di preparat insulin ini.


Aksi lama (long-acting)
-Ultralente insulin (UL)
-glargine (Lantus)
-delemir (Levemir)

Insulin long acting kadang-kadang disebut sebagai insulin tanpa puncak kerja karena
preparat ini cenderung memiliki kerja yang panjang, perlahan, dan bertahan. Awitannya
adalah 0,8 hingga 4 jam, puncaknya tidak pasti, durasi 24+ jam.
Konsentrasi insulin yang umumnya digunakan adalah U-100 yang berarti terdapat 100
unit insulin per 1 sentimeter kubik. Spuit mampu menampung 100 unit insulin berarti U-100
adalah spuit 1ml(cc). Pemberian insulin bervariasi antara suntikan yang satu dengan yang
lainnya perhari. Biasanya diberikan dalam kombinasi antara preparat insulin short acting dan
long acting.
Agens Antidiabetik Oral
Agens mungkin berkhasiat pada pasien diabetes tipe II yang tidak dapat diatasi hanya
dengan diet dan latihan, namun obat ini tidak dapat digunakan pada masa kehamilan.
Antidiabetik oral mencakup golongan sulfonylurea dan biguanid.
-Solfonilurea
Golongan ini bekerja terutama dengan meransang langsung pancreas untuk
mensekresikan insulin. Dengan demikian, pancreas yang masih berfungsi merupakan syarat
utama agar obat obat ini bekerja efektif. Obat ini dapat memperbaiki kerja insulin di tingkat
seluler dan dapat secara langsung menurunkan produksi glukosa oleh hati. Efek samping obatobat ini mencakup gejala gastrointestinal dan reaksi dermatologi, dapat pula terjadi hipoglikemia
jika solfonilurea diberikan dalam dosis yang berlebihan dan ketika pasien lupa makan atau
asupan makanan kurang.
Mekanisme solfonilurea yaitu, menstimulasi pengelepasan insulin yang disimpan,
menurunkan ambang sekresi insulindan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Contoh obat golongan ini antara lain: Khlorpropamid, Glibenklamid, Glikasid
(Diamicron), Glikuidon (Glurenorm), Glipisid (Glucotrol XL), Glimepirid (Amaryl, Amadiab).
-Biguanid (metformin)
Golongan obat yang dapat digunakan pada biguanid adalah metformin. Metformin
menimbulkan efek antidiabetik dengan memfasilitasi kerja insulin pada tempat reseptor perifer.

Oleh karena itu obat ini dapat digunakan jika masih terdapat insulin. Metformin menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari
reseptor insulin serta efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin menurunkan
glukosa darah tapi tidak menyebabkan penurunan sampai dibawah normal, karena itu metformin
tidak disebut sebagai obat hipoglikemik tapi sebagai obat anti hiperlipidemik
Asidosis laktat merupakan komplikasi yang paling serius pada terapi biguanid dan pasien
harus dipantau dengan ketat ketika terapi biguanid diberikan atau ketika dosisnya diubah.
Metformin kontraindikasi pada penderita dengan gangguan ginjal, obat ini tidak dapat diberikan
sebelum dilakukan pemeriksaan diagnostik kelainan ginjal.
- Alfaglukosidase Inhibitor
Golongan obat yang dapat digunakan pada alfaglukosidase inhibitor adalah akarbose.
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfaglukosidase didalam saluran
cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia posprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia
dan juga tidak berpengaruh pada keadaan insulin.
-Insulin Sensitizing Agent
Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis yang.
Diharapkan obat ini dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan
dapat pula di pakai untuk mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pankreas.

Lewis, S M., Dirksen, S R., Heitkemper, MM., Bucher, L. (2011). Medical-surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical
Problems. 8th ed. Canada: Elsevier.

Edukasi
Diet, aktivitas fisik dan stres fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian
diabetes, maka pasien harus belajar mengatur keseimbangan berbagai faktor (Brunner &
Suddarth, 2002). Pasien tidak hanya harus mengerti tentang keterampilan untuk merawat diri
sendiri namun juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari
komplikasi diabetes. Perawat dapat berperan untuk mengidentifikasi pasien diabetes, mengkaji

keteramplan dalam melakukan perawatan diri, memberikan pendidikan dasar tentang diabetes
dan merujuk pasien untuk mendapatkan tindaklanjut setelah keluar dari rumah sakit.
Pada pasien yang baru didiagnosis sebagai penderita diabetes atau mendapatkan terapi
insulin untuk pertama kalinya harus diberikan informasi mengenai keterampilan untuk dapat
bertahan hidup dengan cara menghindari komplikasi hipoglikemia atau hiperglikemia. Informasi
yang diberikan dapat mencakup:

Patofisiologi: definisi diabetes, batas-batas kadar glukosa darah yang normal, efek terapi

insulin dan latihan, efek makanan dan stress, dan dasar pendekatan terapi
Cara-cara terapi: pemberian insulin, dasar-dasar diet, pemantauan kadar glukosa darah
Pengenalan, penanganan, pencegahan komplikasi akut hipoglikemia dan hiperglikemia
Informasi yang pragmatis: di mana membeli dan menyimpan insulin, alat untuk

memantau kadar glukosa darah, kapan dan bagaimana cara menghubungi dokter
Tindakan preventif untuk mengindari komplikasi diabetes jangka panjang: perawatan
kaki, perawatan mata, hygiene umum, penanganan faktor resiko (mengendalikan tekanan
darah dan kadar lemak darah).

Referensi
Black Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical
Positive Outcomes : eighth

Management

for

Edition. Singapore : Saunders Elsevier.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2. Jakarta : EGC.
Lewis, S M., Dirksen, S R., Heitkemper, MM., Bucher, L. (2011). Medical-surgical Nursing:
Assesment and Management of Clinical Problems. 8th ed. Canada: Elsevier.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2009). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai