Anda di halaman 1dari 6

Pencegahan Kasus Malapraktik

1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan


Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a.

Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian

berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hokum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat
menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau
keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan
dapatmelakukan:
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang
diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat
mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of
treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men
rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada
doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur
pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,
sehinggayang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi
sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam lain pasien
atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat)
bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil
malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res

ipsa loquitur),apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction


of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya
kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang
kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

###

Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua dan dikenal sebagai profesi yang mulia

karena ia berhadapan dengan hal yang paling berharga dalam hidup seseorang yaitu masalah
kesehatan dan kehidupan. Menurut pasal 1 butir 11 undang undang no 29 tahun 2004 tentang
praktik kedokteran profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau
kedokteran gigi yang di laksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang di peroleh
melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
Hakikat profesi kedokteran adalah bisikan nurani dan panggilan jiwa, untuk
mengabdikan diri pada kemanusiaan berlandaskan moralitas yang kental. Prinsip prinsip
kejujuran, keadilan, empati, keikhlasan, kepedulian kepada sesama dalam rasa kemanusiaan,
rasa kasih sayang, dan ikut mersasakan penderitaan orang lain yang kurang beruntung.
Dengan demikian, seorang dokter tidak boleh egois melainkan harus mengutamakan
kepentingan orang lain, membantu orang sakit. Seorang dokter harus memiliki IQ , EQ, SQ
yang tinggi dan berimbang.

2.2 Prinsip Dasar Etika Kedokteran


2.2.1 Beneficence
Beneficence adalah bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat
manusia, dokter tersebut harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat.
Perlakuan terbaik kepada pasien merupakan poin utama dalam kaidah ini. Kaidah
beneficence menegaskan peran dokter untuk menyediakan kemudahan dan kesenangan
kepada pasien dan mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada
hal yang buruk.
2.2.2 Non-maleficence

Non-maleficence adalah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak melakukan


perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya
bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya. Pernyataan kuno First do no harm, tetap
berlaku dan harus diikuti.

2.2.3 Autonomy
Dalam kaidah ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia.
Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib
sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan
sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan
membiarkan pasien demi dirinya sendiri.
2.2.4 Justice
Keadilan atau Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan
perlakuan sama rata serta adil untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.
Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan
sosial, dan kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter terhadap
pasiennya.
2.3 Etika Kesehatan dan Hukum Kesehatan
2.3.1 Persamaan etika dan hukum kesehatan
Persamaan etika dan hukum kesehatan yaitu
1. Etika dan hukum kesehatan sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya
hidup bermasyarakat dalam bidang kesehatan.
2. Sebagai objeknya adalah sama yakni masyarakat baik yang sakit maupun yang
tidak sakit (sehat).
3. Masing-masing mengatur kedua belah pihak antara hak dan kewajiban, baik
pihak yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan maupn yang menerima
pelayanan kesehatan agar tidak saling merugikan.
4. Keduanya menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi, baik penyelenggara
maupun penerima pelayanan kesehatan.
5. Baik etika maupun hukum kesehatan merupakan hasil pemikiran dari para pakar
serta pengalaman para praktisi bidang kesehatan.
2.3.2 Perbedaan etika dan hukum kesehatan
Perbedaan antara etika kesehatan dan hukum kesehatan antara lain:
1. Etika hanya berlaku di lingkungan masing-masing profesi kesehatan, sedangkan
hukum kesehatan berlaku untuk umum

2. Etika kesehatan disusun berdasarkan kesepakatan anggota masingmasing profesi,


sedangkan hukum kesehatan disusun oleh badan pemerintahan, baik legislative
(Undang-Undang=UU, Peraturan Daerah=Perda,) maupun oleh eksekutif
(Peraturan Pemerintah/PP, Kepres, Kepmen, dan sebagainya).
3. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis, sedangkan hukum kesehatan tercantum
atau tertulis secara rinci dalam kitab undang-undang atau lembaran negara
lainnya.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etika kesehatan berupa tuntunan, biasanaya dari
organisasi profesi, sedangkan sanksi pelanggaran hukum kesehatan adalah
tuntutan, yang berujung pada pidana atau hukuman.
5. Pelanggaran etika kesehatan diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Profesi
dari masing-masing organisasi profesi, sedangkan pelanggaran hukum kesehatan
diselesaikan lewat pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, sedangkan untuk
pelanggaran hukum pembuktiannya memerlukan bukti fisik.

Anda mungkin juga menyukai