SYOK
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan
vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi
akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau
kehilangan darah 20% EBV (estimated blood volume). Secara umum, syok
dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab, yaitu: 1
1. Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang)
2. Kardiogenik (pompa jantung terganggu)
3. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung)
4. Distributif (vasomotor terganggu)
A. HYPOVOLEMIC SHOCK 1
Syok hipovolemik terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat
perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space
loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat.
Beberapa perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik
adalah CO (cardiac output) , BP (blood pressure) , SVR (systemic vascular
resistance) , dan CVP (central venous pressure) .
Terapi syok hipovolemik bertujuan untuk restorasi volume intravaskuler, dengan
target utama mengembalikan tekanan darah, nadi, dan perfusi organ secara
optimal. Bila kondisi hipovolemia telah teratasi dengan baik, selanjutnya pasien
dapat diberi agen vasoaktif, seperti dopamine, dobutamine.
1. Kehilangan Cairan
Akibat muntah-muntah, diare atau luka bakar. Sehingga terjadi dehidrasi.
2. Perdarahan
Pada dewasa perdarahn > 15% EBV perlu dilakukan transfusi darah, sedang pada
bayi dan anak bila perdarahan > 10% EBV. Transfusi dengan Whole Blood atau
Paked Red Cell. Bila dipakai cairan kristaloid 3 kali volume darah yang hilang.
Cairan koloid : sesuai cairan darah yang hilang.
B. CARDIOGENIC SHOCK 1
Syok kardiogenik terjadi apabila terdapat gangguan kontraktilitas miokardium,
sehingga jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk mempertahankan curah
jantung yang adekuat. Disfungsi ini dapat terjadi pada saat sistolik atau diastolik
atau dapat terjadi akibat obstruksi pada sirkulasi jantung. Terapi syok kardiogenik
bertujuan untuk memperbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi. Beberapa
perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok kardiogenik adalah CO,
BP, SVR, dan CVP.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok kardiogenik adalah
sebagai berikut:
ketoconazole
dosis
tinggi,
meningococcemia,
penyakit
granulomatous.
Kegagalan hypothalamic/pituitary axis: efek putus obat dari terapi glucocorticoid
Gejala klinisnya antara lain hiperkalemia, hiponatremia, asidosis, hipoglikemia,
azotemia prarenal. Kelompok pasien yang memiliki risiko tinggi insufisiensi
adrenal akut adalah pasien dengan sepsis, penggunaan antikoagulan pascaCABG
(coronary artery bypass graft), putus obat pada terapi glukokortikoid dalam jangka
12 bulan, HIV AIDS, tuberkulosis diseminata. Gejala umumnya meliputi lemah,
mual/muntah, nyeri abdominal, hipotensi ortostatik, hipotensi refrakter terhadap
resusitasi volume atau agen vasopressor, dan demam.
Terapi:
KATEGORI/STADIUM 1
Perbaikan kondisi syok dan outcome klinis dipengaruhi oleh stadium syok. Secara
mediator
vaskuler,
seperti
histamin,
serotonin,
dan
sitokin,
3. Stadium Irreversible
Stadium ini merupakan stadium lanjut syok yang tidak mendapatkan penanganan
tepat dan berkelanjutan. Pada stadium ini akan terjadi kerusakan dan kematian sel
yang dapat berdampak pada terjadinya MOF (multiple organ failure). Pada
stadium ini, tubuh akan kehabisan energi akibat habisnya cadangan ATP
(adenosine triphosphate) di dalam sel. Gejala klinis stadium ini meliputi nadi tak
teraba, tekanan darah tak terukur, anuria, dan tanda-tanda kegagalan organ
(MODS multiple organ dysfunctions).
PENANGANAN SYOK 1
Tujuan penanganan tahap awal adalah untuk mengembalikan perfusi dan
oksigenasi jaringan dengan memulihkan volume sirkulasi intravaskuler. Terapi
cairan paling penting pada syok distributif dan syok hipovolemik, yang paling
sering terjadi pada trauma, perdarahan, dan luka bakar. Pemberian cairan
intravena akan memperbaiki volume sirkulasi intravaskuler, meningkatkan curah
jantung dan tekanan darah.
Cairan kristaloid umumnya digunakan sebagai terapi lini pertama, dapat dilanjut kan dengan cairan koloid apabila cairan kristaloid tidak adekuat atau
membutuhkan efek penyumbat untuk membantu mengurangi perdarahan. Cairan
kristaloid yang umum digunakan sebagai cairan resusitasi pada syok adalah RL,
NaCl 0,9%, dan dextrose 5%.
Terapi pada syok antara lain:
1. Tentukan defi sit cairan.
2. Atasi syok: berikan infus RL (jika terpaksa NaCl 0,9%) 20 mL/kgBB dalam 1 jam, dapat diulang. Apabila pemberian cairan kristaloid tidak adekuat/gagal,
dapat diganti dengan cairan koloid, sepert HES, gelatin, dan albumin.
3. Bila dosis maksimal, cairan koloid tidak dapat mengoreksi kondisi syok, dapat
diberi noradrenaline, selanjutnya apabila tidak terdapat perbaikan, dapat
ditambahkan dobutamine.
4. Sisa defisit 8 jam pertama: 50% defisit + 50% kebutuhan rutin; 16 jam
berikutnya : 50% defisit + 50% kebutuhan rutin.
5. Apabila dehidrasi melebihi 3-5% BB, periksa kadar elektrolit; jangan memulai
koreksi defi sit kalium apabila belum ada diuresis.
Terapi resusitasi cairan dinyatakan berhasil dengan menilai perbaikan outcome
hemodinamik klinis, seperti:
MAP (mean arterial pressure) 65 mmHg
CVP (central venous pressure) 8-12 mmHg
Urine output 0,5 mL/kgBB/jam
Central venous (vena cava superior) atau mixed venous oxygen saturation 70%
Status mental normal
KESIMPULAN
Terdapat beberapa jenis syok berdasarkan penyebabnya. Secara umum syok
merupakan kegagalan sirkulasi dan perfusi jaringan yang umumnya disebabkan
karena kehilangan/gangguan volume cairan intravaskuler, ditandai gejala klinis
seperti takikardi, hipotensi, dan penurunan kesadaran. Tujuan penanganan syok
tahap awal adalah untuk mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan
mengembalikan volume sirkulasi intravaskuler.1
Terapi cairan merupakan terapi paling penting pada syok distributif dan syok
hipovolemik. Penanganan syok secara dini dapat berdampak sangat bermakna
pada perbaikan outcome klinis. Keberhasilan resusitasi syok dinilai berdasarkan
perbaikan hemodinamik, seperti MAP, CVP, urine output, saturasi vena sentral,
dan status mental. 1
BAB II
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
A.
Cairan Tubuh1
10
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Distribusi cairan
tubuh manusia dewasa:
1. Zat padat
2. Zat cair
: 40% dari BB
b. Cairan ekstrasel
: 20% dari BB, terdiri dari:
- cairan intravaskuler : 5% dari BB
- cairan interstisial
: 15% dari BB
c. Cairan transselular (1-3% BB), terdiri dari:
- LCS, sinovial, gastrointestinal dan intraorbital
Intraselular (40%)
Interstitial
(15%)
Cairan Tubuh
(60%)
Ekstraselular (20%)
Intravaskular
Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit. Elektrolit yang(5%)
terpenting
dalam:
Ekstrasel
Intrasel
Neonatus
= 90 ml/kg BB
Bayi
= 80 ml/kg BB
Anak dan dewasa
= 70 ml/kg BB
Fungsi ginjal sempurna setelah anak mencapai umur satu tahun,
11
0-10 kg
10-20 kg
>20 kg
: 2 mEq/kg
K+
: 2 mEq/kg
Cairan masuk:
Minum
: 800-1700 ml
Makanan
: 500-1000 ml
Hasil metabolisme:
- Anak
- Balita
Cairan keluar:
- Dewasa
: 5 ml/kg/hari
: 2-14 tahun
= 5-6 ml/kg/hari
: 7-11 tahun
= 5-7 ml/kg/hari
: 5-7 tahun
= 8-8,5 ml/kg/hari
= 8 ml/kg/hari
- Urin
- Feses
: 1 ml/hari
Tekanan hidrostatik
Tekanan onkotik
Tekanan osmotik
mencapai keseimbangan
12
Jenis Cairan1
Cairan intravena ada tiga jenis:
1. Cairan Kristaloid
Misal : NaCl 0,9%, Lactate Ringer, Ringers solution, 5% Dextrose
2. Cairan Koloid
Misalnya : protein
3. Cairan khusus
Cairan Kristaloid
1. Ringer Laktat
13
Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat
menyebabkan asidosis dilusional dan asidosis hiperkloremia.
14
Berlangsungnya metabolisme
Menyediakan kebutuhan air
Mencegah hipoglikemia
Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g
boleh diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro trauma). Dextrose dan
air dapat berpindah secara bebas ke dalam sel otak. Sekali berada dalam
sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air yang menyebabkan
edema otak.
5. Darrow
Digunakan pada defisiensi kalium untuk mengantikan kehilangan
harian, kalium banyak terbuang (diare, diabetik asidosis).
Cairan Koloid
Yang termasuk golongan ini adalah:
1. Albumin
2. Bloood product: RBC
3. Plasma protein fraction: plasmanat
4. Koloid sintetik: dextran, hetastarch
Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis:
1. Cairan rumatan (maintenance)
3. Cairan khusus
15
sedangkan
koloid
yang
hiperonkotik
akan
cenderung
fisiologis
kristaloid
akan
lebih
menyebabkan
edema
16
17
C.
Elektrolit 1
Gangguan elektrolit yang sering mengancam kehidupan pada pasien
keadaan kritis adalah kalium, natrium, kalsium, magnesium dan fosfat.
Urgensi terapi tergantung pada keadaan klinis, bukan kadar absolut (absolute
electrolyte value).
1. Kalium
a. Kalium penting untuk mempertahankan membran potensial elektrik.
b. Gangguan kadar kalium terutama mempengaruhi system
kardiovaskuler, neuromuskuler dan gastrointestinal.
c. Kadar normal: 3,5-5,5 mEq/L.
2. Natrium
a. Natrium penting dalam menentukan osmolaritas darah, berperan pada
regulasi volume ekstrasel.
18
DARAH 1
Transfusi darah masih mempunyai peranan penting pada penanganan syok
hemoragik dan diperlukan bila kehilangan darah mencapau 25% volume darah
sirkulasi. Pada syok lainnya darah berguna untuk mengembalikan curah jantung
bila hematokrit rendah atau bila cairan gagal mempertahankan perfusi. Transfusi
darah mempunyai banyak resiko, seperti penularan penyakit dan reaksi transfusi
lainnya.
Kadar hemoglobin merupakan faktor penentu utama pada pengiriman
oksigen ke jarinagan. Pengiriman oksigen ditentukan oleh cardiac output dan
kandungan oksigen arterial (CaO2) berkaitan dengan saturasi oksigen arterial
(SO2) dan Hb.
VO2 (oksigen uptake = demand = consumption) dapat digunakan untuk
menilai adequate tissue oxygenation. VO 2 meningkat setelah cardiac output
meningkat, tetapi VO2 tidak akan meningkat setelah peningkatan hematokrit pasca
transfusi darah.
Ini menunjukkan bahwa oksigen uptake (VO2) lebih rasinal dipakai
sebagai petunjuk untuk dilakukan transfusi dibanding serum hemoglobin secara
individual.
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
20
21