Anda di halaman 1dari 48

BAB II

PEMBAHASAN
1. ANATOMI KORNEA
Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat
transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1
mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea
yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform,
avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar
epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah
dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan
hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema
lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.
Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.
Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari
pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea
superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea
dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat dari percabangan
pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid, masuk
kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan melepaskan selubung
schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang
bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), membran bowman,
stroma, membran descemet dan lapisan endotel.
1

Gambar 1. Anatomi Kornea


Kornea mempunya 5 lapisan yaitu :
1.Epitel
Lapisan epitel kornea tebalnya 50m berbentuk pipih berlapis tanpa tanduk, ada
satu lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble substance. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis
sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat
dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom
dan macula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang saling melekat erat.
Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Ujung saraf kornea berakhir di
epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan
sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi epitel juga
cukup besar.
2.Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini akan
berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.
3.Stroma

Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar 90%
dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas jaringan
kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat anyaman
yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat
higroskopis yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan
penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.
4.Membran Descemet
Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak
dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh
darah. Membran ini sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40m.
5.Endotel
Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan
kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya
regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi
cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan akibat
gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan
cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Dapat
rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intraokuler dan usia
lanjut. Lapisan endotel berasal dari mesotalium, terdiri atas satu lapis sel
berbentuk heksagonal dengan tebal 20-40m yang melekat pada membran
descmet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.

2. MATA MERAH

Penyakit-penyakit mata merah dengan visus menurun


1.KERATITIS
Definisi
Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena,
seperti keratitis superfisialis dan interstisial atau profunda. Keratitis dapat
disebabkan oleh berbagai hal, seperti berkurangnya air mata, keracunan obat,
reaksi alergi pada pemberian obat topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis
menahun.
Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa
kelilipan. Pengobatan dapat diberikan antibiotika, air mata buatan, dan
sikloplegik.

Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1.
2.
3.
4.

Virus
Bakteri
Jamur
Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan

ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur


5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara
seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi
9. Efek samping obat tertentu

Klasifikasi
a. Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:
1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata
Subepitel)
2. Keratitis Marginal
3. Keratitis Interstisial
b. Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1. Keratitis Bakteri
2. Keratitis Jamur
3. Keratitis Virus
4. Keratitis Herpetik
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :
Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis
5. Keratitis Alergi

a. Keratokonjungtivitis epidemi
b. Keratokunjungtivitis flikten
c. Tukak atau ulkus fliktenular
d. Keratitis fasikularis
e. Keratokonjungtivitis vernal
c. Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1. Keratitis lagoftalmus
2. Keratitis Sika
3. Keratitis Neuroparalitik
4. Keratitis Numuralis

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:


1. Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk
bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran
seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat
halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis
pungtata subepitel adalah keratitis yang terkumpul di daerah membran
Bowman.
2. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis
kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat
pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.

3. Keratitis Interstitial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh
darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea.
Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab
paling sering dari keratitis interstitial.

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :


A. Keratitis Bakteri
Faktor Risiko : Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel
kornea adalah potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa
faktor risiko terjadinya keratitis bakteri diantaranya:

Penggunaan lensa kontak


Trauma
Kontaminasi pengobatan mata
Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
Riwayat operasi mata sebelumnya
Gangguan defense mechanism
Perubahan struktur permukaan kornea

Etiologi : Staphylococcus, strepcoccus, pseudomonas, enterobacteriacea dan


mengakibatkan keratitis bakteri
Manifestasi Klinis:
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada

pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,


edema kornea, infiltrasi kornea.
Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea


dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian
ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian

dilakukan pengecatan dengan Gram.


Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan
secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila
ditemukan infiltrat dalam di stroma.

Tatalaksana:
Gram (-) rods

Gram (-) rods

Gram (+) coccus

Trobramisin

Cefazoline

Ceftriaxone

Ceftrazidime

Vancomycin

Ceftazidime

fluoroquinolone

Moxifloxacin/gatofloxacin

Moxifloxacin/gatofloxacin

B. Keratitis Jamur
Etiologi:
Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:
a. Jamur berfilamen (filamentous fungi)
Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari:
Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
b. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :
Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

c. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp,
Sporothrix sp.
Patologi:
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.
Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat
kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada
keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus.
Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk
ke membran descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.

Manifestasi Klinis:
Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian.
Pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat, berair dan silau. Pada mata akan
terlihat infiltrat kelabu, disertai hipopion, peradangan, ulserasi superfisial dan
satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai cincin endotel dengan
plaque tampak bercabang-cabang, dengan endothelium plaque, gambaran satelit
pada kornea, dan lipatan descement.

Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea


(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus
dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram,
Giemsa atau KOH.

Pengobatan:
9

Disarankan di beri obat natamisin 5%, amphoterisin B 0,15%-0,30%. Diberikan


pengobatan sistemik ketokonazol (200-600mg/hari) dan siklopegik. Bila disertai
peningkatan tekanan intraokular diberikan obat oral anti glukoma. Keratoplastia
dilakukan jika tidak ada perbaikan. Penyulit yang dapat terjadu adalah
endoftalmitis.

C. Keratitis Virus
Keratitis Herpetik :
1. Herpes zoster
Dapat memebrikan infeksi pada ganglion gaseri saraf trigeminus.
Gejala : rasa sakit daerah mata, badan hangat, penglihatan berurang, mata
merah.
Pada kelopak akan terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea.
Pengobatan simptomatik, diberikan asiklovir atau steroid.
2. Herpes Simpleks Virus (HSV)
Merupakan salah satu infeksi virus tersering pada kornea. Virus herpes
simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit intraselular
obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,
vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan
jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung
virus.
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial
mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea

superfisial.
Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke
dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk
merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.

10

Manifestasi Klinis:
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan
kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika
bagian pusat yang terkena.
Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta
pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga
disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada
dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada
keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi
parah dan menyerang stroma.

Pemeriksaan Penunjang:
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan selsel raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang
terinfeksi dan virus intranuclear inklusi
Terapi:

Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement
epithelial, karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga
mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat
melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah
dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas
khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5%
11

diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit


tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya

sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.


Terapi Obat
IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1%
dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)
Vibrabin sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk
salep
Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap
4 jam
Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,
khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes

mata dan kulit agresif.


Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non
aktif.

D. Keratitis Alergi
1. Keratokonjungtivitis epidemic
Terbentuk akibat reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang
disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8,19,37.
Keluhan umum demam, gangguan saluran pernafasan, penglihatan
menurun, merasa seperti ada benda asing, berair, kadang nyeri.
Ditemukan edema kelopak, folikel konjungtiva, pseudomembran pada
konjungtiva tarsal.
Pengobatan pada keadaan akut sebaiknya diberikan kompres dingin, cairan
air mata.
2. Keratokonjungtivitis flikten
Radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang mungkin
sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Gejala :
Lakrimasi, fotofobia, sakit. papul atau pustul pada kornea dan konjungtiva
berwarna putih keabuan, dengan atau tanpa neovaskularisasi

12

3. Tukak atau ulkus fliktenular


Sering ditemukan berbentuk benjolan abu-abu yang pada kornea. Terlihat
sebagai :
Ulkus fasikular
Flikten multipel disekitar limbus
Ulkus cincin
4. Keratitis fasikularis
Pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus ke arah
kornea.
5. Keratokonjungtivitis vernal
Peradangan pada tarsus dan konjungtiva bilateral. Pasien mengeluh gatal,
riwayat alergi,blefarospasme, fotofobia, penglihatan buram, kotoran mata
berserat-serat, hipertropi papil, cobble stone pada palpebra superior dan
konjungtiva daerah limbus. Diberikan obat antihistamin dan kompres dingin
Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:
A. Keratitis Lagoftalmus
Akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak tidak dapat menutup dengan
sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea.
B. Keratitis Sika
Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan
kornea dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan
kornea, yaitu:
Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis
Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai
obat diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.
Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A,
penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti
trauma kimia, Sindrom Steven Johnson, trakoma.
Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir,
lagoftalmus, keratitis neuroparalitika.
Adanya sikatrik pada kornea.
Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal, terasa
seperti ada pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket, mata terasa kering.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan sekret mukus dengan tanda-tanda
konjungtivitis dengan xerosis konjuntiva, sehingga konjungtiva bulbi edema,

13

hiperemi, menebal, kering, tak mengkilat, warnanya mengkilat. Terdapat


infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tes fluoresen (+). Terdapat juga benangbenang (filamen) yang sebenarnya sekret yang menempel, karena itu, disebut
juga keratitis filamentosa.
C. Keratitis Numularis
Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas, terdapat infiltrat
bulat-bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo
(diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai di tengah). Tes
fluoresen (-). Keratitis ini kalau sembuh meninggalkan sikatrik yang ringan.
D. Keratitis Sklerotikans (Sklerokeratitis)
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang sklera atau
skleritis. Penyebabnya diduga karena terjadi perubahan susunan serat kolagen
yang menetap. Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat
proses yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga
defek makin luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea. Kekeruhan kornea
terlokalisasi dan berbatas tegas unilateral. Kadang mengenai seluruh limbus.
Kornea terlihat putih menyerupai sklera. Pengobatan : steroid. Pemberian
kortikosteroid dan anti randang non steroid ditujukan terhadap skleritisnya,
apabila terdapat iritis, selain kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.

3. ULKUS KORNEA
Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang. Dikenal 2 bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan perifer.
Ulkus kornea perifer disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan
infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman stafilok aureous,
h.influenza dan m,lacunata. Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik
14

pasien, besar dan virulensi inokulum. Selain radang dan infeksi, penyebab lain
ulkus kornea adalah defisiensi vitamin A, lagoftalmus akibat parase saraf ke VIII,
lesi saraf ke III atau neurotropik dan ulkus mooren.
Etiologi
1.Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen
yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi

Jamur

disebabkan

oleh

Candida,

Fusarium,

Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.


Infeksi virus : Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk
disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicellazoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas

yang terdapat didalam air yang

tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah
yang tercemar.
2.Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
15

antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium


hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan
epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

Pajanan (exposure)

Neurotropik

4. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener

Rheumathoid arthritis

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
16

1. Ulkus kornea sentral


a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2.

Ulkus kornea perifer


a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

1. Ulkus kornea sentral :


a.
Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke
arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin
yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang
disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat
hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas
: Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah
sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke
dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi
kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abuabu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadangkadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat
terlihat hipopion yang banyak.

17

Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang


dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus
terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung
dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan
hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang
terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur
ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan
yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat
penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu
daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelitsatelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang

disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan


permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
c.

radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.


Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya
gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel
dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda
dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu
kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa

18

sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi
sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh
virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala
dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya
suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk
dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal
kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk
dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin
dengan benjolan diujungnya.

Ulkus Kornea Dendritik

Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Ulkus Kornea Acanthamoeba


2. Ulkus kornea Perifer
Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi

19

stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri
basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau
multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut,
sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Ulkus marginal
Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah
teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya
menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada
bagian yang sentral.

Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau
dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadangkadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang
sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan
penyakitnya menahun.

20

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:


Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

Sekret mukopurulen

Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur

Mata berair

Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Silau

Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.

Gejala Objektif

Injeksi siliar

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion

21

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat
penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus
herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti
diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH) Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH.

Penatalaksanaan

22

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada
ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1.

Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

2.

Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

3.

Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin


dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

4.

Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi: Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang
dengan keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya
harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan
yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B
kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang
virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin
tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
23

Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai sulfas


atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :

Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi


sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik: Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes


pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum

luas

diberikan

sebagai

salap,

tetes

atau

injeksi

subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap


mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.

Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi :
1.

Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya


: topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole

2.

Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,


thiomerosal, Natamicin, Imidazol
24

3.

Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4.

Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan


sulfa, berbagai jenis anti biotik

Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk
infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi. Untuk herpes simplex
diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer. Perban tidak
seharusnya dilakukan pada

lesi infeksi supuratif karena dapat

menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media


yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban
memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi
rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a)

Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan


murni trikloralasetat

b)

Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau


termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit


Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang
lama dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan
harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva,
dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian
ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan
nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah
sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.

25

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan


berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera
berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya
disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung


lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja,
sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik
diberikan juga secara sistemik.
3. Keratoplasti Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan
diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu

penglihatan,

kekeruhan

kornea

yang

menyebabkan

kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :


a. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada
ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada
kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk
bagi mata.
-

Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

26

Jika mata sering

kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa

menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
-

Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode;
migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan
pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh
dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu

27

adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.

3.UVEITIS
Anatomi dan Fisiologi Uvea
Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang terletak
antara korneasklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian, yaitu iris,
badan siliaris, dan koroid. (Gambar 1)

Gambar 1. Anatomi uvea


Iris
Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkular yang ditengahnya
terdapat lubang yang dinamakan pupil. Iris berpangkal pada badan siliar dan
merupakan pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang.
Permukaan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil
terutama sekitar pupil yang disebut kripti. Jaringan otot iris terusun longgar
dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak
lurus pupil (dilator pupil). Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar
dan menebal di dekat pupil. Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus
minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi
28

oleh nervus nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk
midriasis dan parasimpatik untuk miosis.
Korpus Siliaris
Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi
dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai
koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi
untuk akomodasi.
Khoroid
Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina dan
sklera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan
kecil. Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di
bagian luar terdapat suprakoroidal.

Lapisan koroid
Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal
dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus
arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis

29

arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid
berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.
Fungsi dari uvea antara lain :
1. Regulasi sinar ke retina
2. Imunologi, bagian yang berperan dalam hal ini adalah khoroid
3. Produksi akuos humor oleh korpus siliaris
4. Nutrisi
5. Filtrasi
Definisi Uveitis
Radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau selaput
pelangi (iris) dan keadaan ini disebut sebagai iritis. Bila mengenai bagian tengah
uvea maka keadaan ini disebut sebagai siklitis. Biasanya iritis akan disertai
dengan siklitis yang disebut uveitis anterior. Bila mengenai selaput hitam bagian
belakang mata maka disebut koroiditis.

Uveitis Anterior
Peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar (iridosiklis) biasanya
unilateral dengan onset akut.
Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran klinik saja.
Penyebab uveitis anterior akut dibedakan dalam bentuk non granulomatosa dan
granulomatosa akut-kronis.
Gejala klinis dan pemeriksaan fisik
Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia,
penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada
pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Pupil
kecil akibat peradangan otot sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Pada
proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa.
30

Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila terjadi
inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Pada uveitis nongranulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada
uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli
Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel
pada permukaan iris).
Klasifikasi
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu
uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6
minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak
jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak
diketahui.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang nongranulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus
uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia
pertengahan. Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior
traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan
terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak
dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif
ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior.
Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa
multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion
di kamera okuli anterior.
Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa
Onset

Non- Granulomatosa
Akut

Granulomatosa
Tersembunyi

Nyeri

Nyata

Tidak ada atau ringan

Fotofobia

Nyata

Ringan

Penglihatan Kabur

Sedang

Nyata

Merah Sirkumneal

Nyata

Ringan

31

Keratic precipitates

Putih halus

Kelabu besar (mutton

Pupil

Kecil dan tak teratur

fat)

Sinekia posterior

Kadang-kadang

Kecil dan tak teratur

Noduli iris

Tidak ada

Kadang-kadang

Lokasi

Uvea anterior

Kadang-kadang

Perjalanan penyakit

Akut

Uvea anterior,

Kekambuhan

Sering

posterior,difus
Kronik
Kadang-kadang

Uveitis Posterior/Koroditis
Koroditas adalah peradangan lapis koroid bola mata dapat dalam bentuk :
-koroiditas anterior, radang koroid perifer
-koroiditas areolar, koroiditis, bermula di daerah makula lutea dan menyebar ke
perifer
-koroiditas difusa atau diseminata, bercak peradangan koroid tersebar di seluruh
fundus okuli
-koroiditas eksudatif, koroiditis disertai bercak-bercak eksudatif
-koroiditis juksta papil
Gejalanya berupa penglihatan buram terutama bila mengenail daerah sentral
makula, bintik terbang, vitreous keruh, mata jarang menjadi merah, tidak sakit dan
fotofobia, infiltrat dalam retina dan koroid, edema papil, perdarahan retina dan
vaskular sheating.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh trauma, pasca bedah, infeksi melalui sebaran
darah seperti TBC, syphilis dan toksoplasma, juga penyakit autoimun : oftalmia
simpatikum, VKH, easles disease.
Penyulit yang dapat timbul adalah glaukoma, katarak, dan ablasia retina.
Pemeriksaan Oftalmologi
Pemeriksaan fisik tidak jauh berbeda dengan gejala yang dapat timbul pada
uveitis, hasil pemeriksaan yang didapat bervariasi tergantung dari lokasi,
penyebab dan patogenesis dari proses inflamasi yang terjadi. Pemeriksaan
32

jaringan mata yang menyeluruh dapat memberikan hasil yang sangat membantu
dalam penentuan diagnosis.

Konjungtiva
Didapatkan injeksi siliar (injeksi perilimbal, kemerahan sirkumkorneal akibat

dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus, merupakan karakteristik dari uveitis


anterior) atau nodul (pada sarkoidosis).

Kornea,
Ditemukan adanya presipitat keratik, merupakan kumpulan sel-sel mediator

inflamasi pada permukaan endotel kornea. Presipitat tersebut tampak berupa


deposit putih halus. Presipitat keratik berukuran kecil umumnya ditemukan pada
uveitis non-granulomatosa, sedangkan presipitat berukuran besar biasanya
ditemukan pada uveitis granulomatosa, yang dikenal dengan mutton fat.

Presipitat Keratik
Presipitat keratik awal biasanya berwarna putih dan akan menjadi lebih
berpigmen dan mengkerut seiring dengan berjalannya waktu. Selain itu, pada

33

kornea dapat timbul gambaran dendrit epitel, geographic ulcers atau terdapat
skar pada stroma pada kasus keratouveitis pada herpes.
Mekanisme inflamasi yang terjadi pada tingkat seluler akan menimbulkan
gambaran cells dan flare pada aqueous humor.

Cells and Flare


Pada kasus-kasus uveitis anterior yang berat, dapat terjadi penimbunan fibrin
dan/atau pembentukan hipopion.

Hipopion

Iris
Ditemukan sinekia anterior yaitu iris melekat pada kornea maupun sinekia

posterior yaitu iris melekat pada lensa. Bila proses berlanjut terus maka akan
timbul pupillary block, iris bomb dan/atau glaukoma sudut tertutup.

Iris Bomb
34

Terdapat nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel putih tampak di tepian pupil
iris (Nodul Koeppe bila timbul pada batas pupil, dan Nodul Bussaca bila timbul
pada stroma iris) atau terdapat granuloma yang nyata.hal ini terhadi pada uveitis
granulomatosa. Adanya atrofi iris pada beberapa bagian saja merupakan ciri khas
pada penyakit herpes. Pada pemeriksaan pupil, akan didapatkan pupil yang
miosis.
//

Lensa
Pemeriksaan yang mungkin didapat adalah adanya katarak. Katarak

merupakan komplikasi yang sering timbul dalam klinis pasien uveitis. Katarak
biasanya terjadi pada uveitis yang telah berlangsung lama atau pada uveitis
dengan pemakaian kortikosteroid jangka panjang. Pada vitreous humor, akan
tampak gambaran snowball opacities, berupa infiltrasi sel-sel, yang pada
umumnya terlihat pada uveitis intermediate dan sarkoidosis. Selain itu, juga
tampak adanya traksi pada retina, atau pembentukan membran siklitik dibelakang
lensa.
Manifestasi uveitis posterior yang dapat ditemukan pada pemeriksaan, antara lain:
Disc eccema
Edema makula
Vaskulitis retina
Eksudat perivaskular
Retinitis atau koroiditis fokal atau difus

35

Eksudat pars plana (snowbanking)


Pelepasan retina
Atrofi retinokoroidal
Neovaskularisasi retina dan koroid.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan etiologi , sehingga,
sebelum dilakukan pemeriksaan laboratorium, sebaiknya dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik agar dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang
terarah. Pemeriksaan laboratorium pada umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, terutama jika jenisnya non-granulomatosa dan jelas sensitif terhadap
terapi non-spesifik.
Pada uveitis anterior maupun posterior yang tidak responsif terhadap terapi,
atau bila uveitis yang terjadi bilateral atau granulomatosa atau rekuren, maka
harus ditentukan diagnosis etiologinya. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain :

LED
Foto Rontgen Thorax
Titer Lyme
Tes Mantoux
ANA (Antinuclear Antibody)
RPR (Rapid Plasma Reagin)
VDRL (Venereal Disease Research Laboratory)
PPD (Purified Protein Derivative)
ELISA
HLA B27
Fluorescein angiography
Lumbal Pungsi
Kultur vitreous
CT-scan dan MRI otak

36

Hampir semua pemeriksaan penunjang pada uveitis merupakan pemeriksaan


laboratorium khusus yang akan dilakukan hanya dengan alasan dan indikasi yang
jelas. Dengan indikasi yang jelas, maka pemeriksaan tersebut baru akan bernilai
diagnostik. Tidak ada aturan pasti yang menentukan pemakaian pemeriksaanpemeriksaan tersebut. Kuncinya adalah dengan memaksimalkan kemampuan
anamnesis, penilaian keseluruhan sistem tubuh dan pemeriksaan fisik secara
umum dan oftalmologik sehingga dapat ditentukan indikasi pemeriksaan
penunjang yang diperlukan.
DIAGNOSIS
Uveitis sering berhubungan dengan penyakit sistemik lainnya, oleh sebab itu,
ada baiknya dilakukan anamnesis yang komprehensif serta pemeriksaan fisik yang
menyeluruh pada setiap pasien dengan inflamasi intraokuler. Pemeriksaan yang
menyeluruh tersebut dapat membantu dalam penentuan diagnosis yang tepat
sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan baik.

Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang; meliputi onset, gejala yang timbul, perjalanan
penyakit dan gejalanya serta perawatan yang telah didapat.
Riwayat penyakit mata sebelumnya; apakah ada episode penyakit dengan
gejala yang sama sebelumnya, terapi dan respon terapi yang telah didapat,
riwayat trauma atau operasi pada mata sebelumnya.
Riwayat penyakit lain sebelumnya; riwayat penyakit-penyakit sistemik
(terutama sarkoidosis, juvenile rhematoid arthritis, AIDS, tuberkulosis, dan
sifilis),

riwayat

penggunaan

obat-obatan

(terutama

obat-obatan

imunosupresif).
Riwayat sosial; meliputi pola diet sehari-hari, pola seksual dan penggunaan
obat-obatan terlarang.
Data demografik; seperti: usia, ras dan jenis kelamin.

37

Riwayat geograf; seperti: tempat lahir, lingkungan tempat tinggal, dan apakah
sehabis melakukan perjalanan ke luar kota atau luar negeri.
Riwayat penyakit keluarga; penyakit-penyakit sistemik yang menular dalam
keluarga (seperti: tuberkulosis), riwayat menderita uveitis dalam keluarga.
Tinjauan sistemik :
- Umum :

demam, berat badan, malaise, keringat malam

- Rheumatologi : arthralgia, low back pain, joint stiffness


- Dermatologi

: rash, alpecia, vitiligo, gigitan serangga

- Neurologi

: tinitus, sakit kepala, meningismus, parestesia, paralisis

- Respiratori

: sesak nafas, batuk, dan produksi sputum

- Gastrointstinal : diare, melena


- Genitourinaria : disuria, ulkus genitalia, balanitis

Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan uveitis adalah mengobati proses inflamasi
pada mata secara efektif serta meminimalkan komplikasi yang mungkin timbul
baik dari penyakitnya itu sendiri maupun dari terapi yang diberikan. Agar tujuan
pengobatan dapat dicapai, maka diperlukan pemeriksaan yang baik, karena,
beberapa kondisi memerlukan tindakan tertentu seperti pemberian obat
kortikosteroid, sedangkan pada kondisi lain tidak dianjurkan karena penggunaan
kortikosteroid jangka panjang akan menyebabkan pembentukan katarak dan
meningkatkan tekanan intraokuler.
Mydriatic dan Cycloplegic

38

Pengobatan topikal ini digunakan untuk mengatasi spasme siliare yang


biasanya muncul pada uveitis anterior akut dan untuk melepaskan sinekia
posterior yang terbentuk dan/atau mencegah perkembangan sinekia baru.
Obat-obatan yang bersifat long acting seperti homatropine, scopolamine atau
atropine, digunakan untuk mengatasi spasme siliare; sedangkan obat-obatan yang
durasi kerjanya lebih singkat seperti tropicamide atau cyclopentolate digunakan
untuk mencegah pembentukan sinekia posterior pada pasien yang memnderita
iridocyclitis kronik serta mengurangi gejala fotofobia.
Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan terapi primer pada pasien uveitis. Kortikosteroid
menekan kerja sistem imun serta memiliki efek anti-inflamasi melalui beberapa
mekanisme. Kortikosteroid dapat diberikan secara topikal, melalui injeksi
periokular atau intravitreal atau diberikan secara sistemik.
Pemberian secara topikal diutamakan pada pasien dengan uveitis anterior.
Penetrasi menuju segmen posterior pada pemberian topikal sangat buruk, kecuali
bila pasien tersebut pseudofakia atau afakia. Secara umum, kortikosteroid yang
dianjurkan pada pemberian topikal adalah prednisolon asetat.
Pemberian kortikosteroid melalui periokular paling baik digunakan untuk
pasien dengan uveitis intermediate, uveitits posterior atau terdapat edema makula,
terutama bila unilateral. Terapi ini juga dapat digunakan pada pasien dengan
uveitis anterior berat yang tidak responsif terhadap pengobatan topikal.
penyuntikan biasanya dilakukan melalui kapsul sub-Tenon atau secara trans-septal
dengan anestesi lokal. Obat yang diberikan biasanya yang kerja panjang seperti
methylprednisolone asetat setiap 3-4 minggu hingga efek yang diinginkan
tercapai. Tindakan ini tidak boleh dilakukan pada uveitis akibat infeksi dan harus
berhati-hati pada pasien dengan riwayat peningkatan tekanan intraokular.
Jalur sistemik digunakan pada pasien dengan uveitis posterior berat atau
panuveitis, terutama jika bilateral, atau pada kasus-kasus uveitis anterior berat

39

yang tidak responsif terhadap pengibatan topikal maupun injeksi periokular.


Diawali dengan dosis besar (1-2mg/kgBB/hari) dan kemudian diturunkan secara
bertahap setelah 2-3 minggu.
AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid)
AINS tidak mengambil peranan penting dalam pengobatan uveitis. AINS
dalam perjalanannya akan digunakan sebagai terapi ajuvan pada penggunaan
kortikosteroid.

Terapi Imunosupresif
Terapi imunosupresif telah secara umum digunakan pada pasien dengan
uveitis berat dan mengancam penglihatan yang tidak responsif terhadap terapi
kortikosteroid yang adekuat atau pada pasien yang mengalami efek samping berat
terhadap kortikosteroid. Namun, terdapat penelitian yang mengatakan bahwa
terapi ini lebih baik serta mengurangi angka morbiditas jika dibandingkan dengan
penggunaan kortikosteroid jangka panjang (penggunaan kortikosteroid lebih dari
6 bulan dengan dosis lebih dari 10 mg/hari). Indikasi awal penggunaan terapi
imunosupresif ini antara lain pada sindrome Behet, sindrome Vogt-KayanagiHarada, uveitis simpatik dan nekrosis sklerouveitis.
Sediaan yang sering digunakan adalah antimetabolit, yaitu, methotrexate,
azathriopine dan mycophenolate; Alkylating agents, yaitu, cyclophosphamide dan
chlorambucil; serta sel-T inhibitor, yaitu, cyclosporine dan tacrolimus.
Antimetabolit digunakan pada uveitis non-infeksi yang kronis, seperti
iridocyclitis pada JRA, panuveitis, sarkoidosis serta scleritis. Dosis yang diberikan
adalah 7,5-25mg/hari baik secara oral, subkutan maupun intramuskular. Pada
uveitis simpatika, sindrom Behet, sindrom VKH dan uveitis intermediate,
Azhatriopine biasanya diberikan sebesar 1-3mg/kgBB/hari. Mycophenolate
biasanya diberikan 2x1 gram pada pasien yang intoleran terhadap methotrexate
atau azhatriopine.
40

Cyclophosphamide dan chlorambucil biasanya digunakan pada uveitis


simpatika, intermediate serta sindrom Behet. Dosis cyclophosphamide adalah 1-3
mg/kgBB/hari, sedangkan cjlorambucil adalah 0,1-0,2mh/kgBB/hari.
Efek primer dari sel-T inhibitor adalah menginhibisi aktivasi sel-T, namun,
mekanisme pastinya masih diperdebatkan. Pegobatan ini biasanya dikombinasi
dengan pemberian kortikosteroid.
Terapi imunosupresif ini memiliki efek samping yang mengancam nyawa.
Efek samping paling berat adalah toksisitasnya terhadap ginjal dan hepar, supresi
sumsum tulang dan efek teratogenik. Sehingga, diperlukan pengawasan yang
ketat, seperti pemeriksaan darah lengkap serta fungsi hati selama perawatan
Terapi terbaru
Saat ini sedang dipelajari pengobatan uveitis dengan Sitokin inhibitor.
Pengobatan ini dipelajari untuk setiap tipe uveitis. Penelitian lain, yaitu
penyuntikan immunoglobulin dan interferon secara intravena menunjukkan efek
yang baik terhadap beberapa pasien uveitis. Terdapat percobaan pengobatan
dengan implantasi intravitreal yang menempatkan kortikosteroid fluocinolone
asetat secara langsung ke dalam mata. Terapi ini diharapkan dapat memberikan
efek yang konsisten pada intraokular tanpa efek samping sistemik.
Komplikasi
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer, yang
menghalangi aqueous humor keluar di sudut kamera anterior sehingga timbul
glaukoma.

Sinekia

posterior

dapat

menimbulkan

glaukoma

dengan

memungkinkan berkumpulnya aqueous humor dibelakang iris, sehingga menonjol


iris ke depan. Pelebaran pupil sejak dini dan terus menerus dapat mengurangi
kemungkinan timbulnya sinekia posterior. Beta blocker topikal dapat digunakan
pada glaukoma akibat uveitis. Pada kasus berat, inhibitor anhidrase karbonik
sistemik sangat membantu. Obat ini juga bekerja mengurangi produksi aqueous
humor.

41

Sinekia Anterior

Sinekia Posterior

Uveitis yang kronis dapat mengakibatkan hiposekresi dari aqueous humor,


yang berakibat menurunnya suplai nutrisi ke struktur segmen anterior, terjadu
formasi membran siklitik, dan pelepasan korpus siliaris.
Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak. Katarak sering
timbul pada uveitis menahun. Operasi katarak sebaiknya dilakukan 3-4 bulan
setelah uveitis tenang. Prognosis operasi katarak pada kasus demikian tergantung
pada penyebab uveitis.
Ablasio retina dapat timbul akibat traksi atau tarikan pada retina oleh benangbenang vitreus. Edema kistoid makula dan degenerasi makula dapat terjadi pada
uveitis anterior yang beepanjangan. Kortikosteroid sistemik atau periokular dapat
digunakan untuk terapi edema makular, jika tidak berhasil, maka dapat digunakan
terapi imunosupresif. Berkurangnya penglihatan hingga kebutaan juga merupakan
salah satu komplikasi dari uveitis.
Prognosis
Uveitis merupakan kondisi penyakit yang berpotensi dalam menimbulkan
kebutaan. Uveitis juga dapat berakhir dengan komplikasi yang serius pada mata.
Dengan pengobatan yang adekuat, serangan uveitis non-granulomatosa umumnya
berlangsung beberapa hari sampai minggu, namun, pasien akan sering mengalami
kekambuhan. Uveitis granulomatosa berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan,
kadang-kadang dengan remisi dan eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen dengan penurunan penglihatan yang nyata walau dengan pengobatan
yang terbaik sekali.

42

4. GLAUKOMA AKUT
Mata merah dengan penglihatan turun mendadak merupakan glaukoma
sudut tertutup akut. Glaukoma sudut tertutup akut ditandai dengan tekanan
intraokular yang meningkat secara mendadak, dan terjadi pada usia lebih dari 40
tahun dengan sudut bilik mata sempit disertai oleh pencekungan diskus optikus
dan penyempitan lapangan pandang.
Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan
intraokular (TIO) yang mendadak meningkat sangat tinggi. Keadaan tersebut
dapat menyebabkan kebutaan.
Fisiologi Dasar Tekanan Intra Okular
Tingkat tekanan intraokular tergantung pada keseimbangan antara
produksi dan ekskresi akueous humor. Akueous dihasilkan oleh prosesus siliaris

43

ke dalam bilik mata posterior. Kemudian akueous mengalir melalui pupil menuju
ke bilik mata anterior dan meninggalkan mata mengalir melalui jalinan trabekula,
kanal schlemm dan vena episklera (jalur konvensional). Sebagian kecil akueous
mengalir melalui korpus siliaris ke ruang suprakoroid dan kedalam vena pada
sklera (jalur uveosklera).
Jenis glaukoma
Berdasarkan etiologinya, glaukoma dapat dibagi menjadi:
1. Glaukoma primer : timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan
biasanya bilateral dan diturunkan. Termasuk di dalamnya adalah glaukoma
sudut tertutup akut primer.
2. Glaukoma sekunder: merupakan penyulit penyakit mata lainnya (ada
penyebab), biasanya unilateral. Termasuk di dalamnya adalah glaukoma
sekunder yang disebabkan oleh dislokasi lensa, uveitis, glaukoma
fakolitik, dan trauma.

Glaukoma sudut tertutup akut primer


Epidemiologi
Di Amerika Serikat, glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi pada 1-40
per 1000 orang, hal ini juga dipengaruhi oleh ras. Penyakit ini terjadi pada 1 per
1000 orang Kaukasian, sedangkan pada ras Asia lebih sering yaitu 1 per 100 orang
dan pada ras Eskimo 1 per 100 orang. Glaukoma jenis ini lebih banyak terjadi
pada perempuan. Pada usia 60-70 tahun, risiko untuk menderita glaukoma jenis
ini meningkat.
Patofisiologi
Pada glaukoma sudut tertutup primer, terjadi aposisi dari iris dan lensa
yang menyebabkan kontak antara iris dan lensa, disebut sebagai blokade pupil.
Blokade pupil ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokular di kamera

44

okuli posterior sehingga akan menyebabkan iris menempel pada kornea di bagian
perifer dan struktur iris terdorong ke depan, keadaan ini disebut iris bombe.
Glaukoma akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan
sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini akan menyumbat aliran
humor akueus dan tekanan intraokular akan meningkat dengancepat. Keadaan ini
akan menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur.
Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan
anatomik sudut kamera anterior (terutama dijumpai pada hipermetropi). Serangan
akut biasanya terjadi pasien usia tua seiring dengan pembesaran kristalin lensa
yang berkaitan dengan proses penuaan.
Gejala dan tanda klinis
Glaukoma sudut tertutup akut primer ditandai oleh adanya gejala
kekaburan penglihatan mendadak yang disertai dengan nyeri hebat, rasa pegal di
sekitar mata, mata merah, melihat lingkaran-lingkaran berwarna seperti pelangi di
sekitar sinar lampu (halo), mual dan muntah. Selain itu perlu ditanyakan faktor
presipitasi serangan akut seperti pemakaian obat yang berfungsi melebarkan pupil
(simpatomimetik, antikolinergik), berdiam lama di tempat yang kurang terang
atau gelap dan berhubungan dengan emosional.
Pada pemeriksaan oftalmologi dapat ditemukan injeksi silier yang lebih
hebat di dekat limbus kornea-skleral dan berkurang ke arah forniks; pembuluh
darah tidak bergerak dengan konjungtiva; mid-dilatasi pupil dan tidak bereaksi
terhadap sinar; kornea tampak edema dan keruh; dan kamera okuli anterior yang
sempit. Pada pemeriksaan tekanan intraokular meningkat, visus sangat turun
hingga 1/300, lapang pandang menyempit dan kamera okuli anterior sempit pada
gonioskopi.
Diagnosis banding
Diagnosis banding glaukoma sudut tertutup akut adalah iritis akut dan
konjungtivitis akut. Dari gejala dan tanda klinis, penyakit ini dapat dibedakan.
Pada iritis akut nyeri dapat ringan sampai hebat; pupil miosis dengan reaksi
cahaya lambat atau hilang; injeksi silier yang dalam; kornea biasanya jernih, tidak

45

edema; onset serangan bersifat perlahan; visus turun sedikit; tekanan intraokular
normal; di kamera anterior tampak sel-sel.
Pada konjungtivitis akut nyeri bersifat membakar dan gatal; injeksi
konjungtiva yaitu lebih jelas di forniks dan berkurang ke arah limbus, pembuluh
superfisial bergerak dengan konjungtiva; pupil normal; kornea jernih dan normal;
sekresi pus; serangan perlahan; visus dan tekanan intraokular normal.
Tatalaksana
Glaukoma

sudut

tertutup

akut

merupakan

keadaan

kedaruratan

oftalmologik. Terapi pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan


intraokular secepatnya. Obat-obatan yang dapat dipilih adalah:

Acetazolamide IV atau oral : 500 mg dilanjutkan 4x250 mg/hari


Bekerja sebagai inhibitor karbonik anhidrase yang dapat menekan
produksi humor akueus. Tidak boleh diberikan dalam jangka waktu yang
lama karena memiliki banyak efek samping sistemik.

Solutio Glycerin 50% : 4 x 100-150 cc/hari


Merupakan agen hiperosmotik yang berfungsi menurunkan volume
vitreus.

Penghambat beta adrenergik topikal, dapat dipilih timolol maleat 0,25%


dan 0,5% atau betaxolol 0,25% dan 0,5% dan lainnya. Obat ini berfungsi
untuk menurunkan produksi humor akueus.

Kemudian dapat diberikan pilocarpin 4% secara intensif misal 1 tetes tiap


15

menit

selama

1-2

jam.

Pilocarpin

merupakan

golongan

parasimpatomimetik yang berfungsi meningkatkan aliran humor akueus


melalui jalinan trabekular karena kontraksi otot-otot silier.

Tetes mata steroid dapat diberikan untuk mengurangi rekasi inflamasi


sehingga mengurangi terjadinya kerusakan iris dan jaringan trabekular
lebih lanjut.

Kadang perlu ditambahkan obat analgesik dan antiemetik.

Setelah tekanan intraokular dapat dikontrol, harus dilakukan iridektomi perifer


untuk membentuk hubungan permanen antara kamera okuli anterior dan posterior

46

sehingga kekambuhan iris bombe dapat dicegah. Hal ini paling sering dilakukan
dengan neodinium:YAG laser. Iridektomi perifer secara bedah diindikasikan
apabila terapi laser tidak berhasil. Prosedur alternatif bila sebagian besar sudut
bilik mata depan masih tertutup dapat dipilih operasi trabekulektomi. Pada
sebagian besar kasus, dilakukan iridotomi dengan laser untuk mata sebelahnya
sebagai profilaksis.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada glaukoma sudut tertutup akut adalah
penurunan tajam penglihatan yang permanen, serangan berulang, serangan pada
mata sebelahnya, dan oklusi arteri dan vena sentral.

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D. and Riordan-Eva P. Glaucoma. In: Vaughan D, Asbury T,


Riordan-Eva P, editors. General ophtalmology. 15th edition. USA:
Appleton and Lange; 1999. p. 200-14.
2. Ilyas,Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan III. Balai Penerbitan FKUI.
Jakarta. 2008
3. Ilyas,Sidharta;Mailangkay;Taim,Hilman;Saman,Raman;Simarmata,Monag
;Widodo,Purbo. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Edisi II. Sagung Seto. Jakarta. 2010.

48

Anda mungkin juga menyukai