Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Angiografi serebral diperkenalkan pertama kali oleh Egar Moniz seorang neurolog asal
Portugal pada tahun 1927. Metode ini merupakan cara invasif pemeriksaan keadaan lumen
pembuluh darah di intrakranial dan leher dengan menggunakan kateter, bahan kontras dan sinar
Rontgen.
Teknik ini merupakan cara pemeriksaan lumen pembuluh darah tertua

dan sampai

sekarang masih luas digunakan. Perkembangan Computed tomography, ultrasound dan


Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah menurunkan kebutuhan tindakan angiografi untuk
diagnostik rutin. Teknik imaging vaskular non invasif ini telah meredefini indikasi angiografi
untuk dianostik. Namun demikian angiografi serebral konvensional sampai saat ini masih
merupakan gold standard pemeriksaan untuk mendiagnosis kelainan pembuluh darah
intrakranial termasuk aneurisma dan AVM. Pemeriksaan lain yang kurang invasif seperti CT scan
dan MRI digunakan sebagai pemeriksaan pendahuluan.
Angiografi serebral bertujuan untuk membuktikan lesi intavaskular sebagai bahan
pertimbangan tindakan terapi di kemudian hari maupun sebagai penuntun prosedur terapi
intravaskular. (Korogi et al, 1999; Koci dan Mehringer, 1993; Dowson, 2008)

BAB II
ANGIOGRAFI SEREBRAL

2.1. Definisi
Angiografi adalah suatu pemeriksaan yang dipakai untuk melihat keadaan dalam lumen
pembuluh darah arteri dan vena dengan menggunakan kateter, bahan kontras dan sinar X.
Angiografi serebral adalah angiografi yang dipakai untuk melihat vaskularisasi di daerah leher
dan otak.
Angiografi serebral konvensional atau yang sering disebut sebagai angiografi saja atau
arteriografi, dikerjakan dengan menginjeksikan bahan kontras menuju ke dalam arteri yang akan
diperiksa, melalui kateter yang diinsersikan ke dalam arteri, dan sinar X yang menangkap
gambaran lumen pembuluh darah tersebut. Pemeriksaan ini merupakan metode invasif yang
digunakan untuk mendiagnosis kelainan vaskular di otak dan pada beberapa kasus digunakan
sekaligus sebagai terapi. Angiografi dikerjakan oleh seorang radiolog atau ahli bedah vaskular.
(Dowson, 2008; Koci, 1993; Florio,2006)

2.2. Sejarah
Angiografi serebral diperkenalkan pertama kali oleh Egar Moniz, seorang neurolog asal
Portugis pada tahun 1927. Dia dikenal sebagai pionir dalam bidang ini dan mendapat hadiah
Nobel pada tahun 1949. Teknik ini merupakan cara pemeriksaan lumen arteri tertua dan sampai
sekarang masih luas digunakan. Perkembangan Computed tomography, ultrasound dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dalam dua dekade terakhir telah menurunkan kebutuhan
2

tindakan angiografi untuk diagnostik rutin. Teknik imaging vaskular non invasif ini telah
meredefini indikasi angiografi untuk diagnostik.
Namun demikian, di lain pihak terjadi perkembangan teknik intervensi yang memerlukan
tuntunan angiografi dalam pengerjaannya seperti terapi embolisasi, kemoterapi intra arterial,
angioplasti, terapi trombolitik, aterektomi dan stenting intravaskular. Jadi melalui tindakan
angiografi dapat sekaligus dilakukan

terapi ataupun sebatas pembuktikan suatu lesi untuk

diambil tindakan terapi endovaskular di kemudian hari.


Perkembangan farmakoangiografi yang menghasilkan bahan kontras non ionik dan
osmolaritas rendah, penggunaan kateter

kecil dengan dinding tipis namun tetap dapat

menyalurkan bahan kontras dengan kecepatan tinggi serta perbaikan alat-alat sinar X dan teknik
digital, memberikan gambaran angiogram yang lebih berkualitas dari sebelumnya. Hal ini juga
menyebabkan angiografi lebih dapat ditoleransi oleh pasien dan lebih aman. (Korogi et al, 1999;
Koci, 1993 ; Florio et al, 2006)

2.3. Indikasi
Angiografi serebral merupakan gold standard untuk mendeteksi kelainan vaskular di
daerah leher dan kepala seperti malformasi arteriovenosa, aneurisma dan diseksi arteri. Dengan
berkembangnya teknik CT, MR, Ultrasonografi Dupleks, CT angiografi dan MR angiografi,
angiografi serebral konvensional dengan kateter tidak diindikasikan lagi jika informasi serupa
mampu diberikan oleh tehnik yang non invasif. (Koci, Mehringer, 1993)

Morfologi lumen pembuluh darah yang dapat dilihat dengan angiografi (Koci, Mehringer,1993)
meliputi :
1. Penyempitan pembuluh darah
3. Filling Defect
Stenosis aterosklerotik
Arteritis
Hiperplasia neointimal
Displasia fibromuskular
Vasospasmus
Koartasio
Kompresi dari luar lumen
seperti pada tumor
Trombus mural
Rekanalisasi trombus

Trombus atau embolus


Benda asing
4. Pelebaran lumen
Aneurisma
Dilatasi pasca stenosis
5. Iregularitas dinding pembuluh darah lainnya
Plak ulseratif
Ulkus ateroma penetrasi
Ekstravasasi
6. Fenomena hemodinamik dan Vaskularisasi

2. Penyumbatan/oklusi pembuluh darah

abnormal

Aterosklerotik dengan atau tanpa


trombosis
Emboli
Diseksi
Arteritis
Kompresi dari luar lumen

AVM
Fistula arteriovenosa
AV shunting
Massa hipervaskular seperti hemangioma
dan tumor vaskular lain
Kolateral pada kelainan oklusi

Sampai sekarang ini angiografi masih merupakan metode terpenting untuk melihat
kondisi lumen pembuluh darah. Meskipun invasif, angiografi diagnostik relatif beresiko rendah
apalagi dengan ditemukannya bahan kontras yang kurang toksik dan pemakaian kateter yang
lebih kecil.
Angiografi dapat memperlihatkan daerah teritorial vaskular yang luas dalam waktu
singkat. Ia juga bisa menunjukan kemampuan aliran darah yang membawa bahan kontras dalam
sirkulasi dari tempat injeksikannya. Ia mampu memberikan gambaran yang rinci dan sangat baik
terhadap pembuluh darah-pembuluh darah kecil yang tidak terdeteksi dan tidak dapat dicapai
oleh modalitas pemeriksaan lain seperti angioskopi dan intraluminal ultrasound. Tidak saja
memberikan gambaran morfologi lumen yang sangat baik, tapi juga anatomi vascular yang
4

kompleks serta pola hemodinamiknya, seperti terlihat pada kasus fistula arteriovenosa.
Angiografi juga sangat baik untuk melihat kolateralisasi pada kasus penyumbatan.
Peran angiografi terpenting saat ini adalah sebagai penuntun tindakan terapi intervensi.
Terapi endovaskular sering dilakukan bersamaan dengan tindakan angiografi diagnostik.
Fluoroskopi/angiografi dengan monitor sangat

ideal dalam memandu tindakan seperti

angioplasti, trombolisis, aterektomi dan stenting.


Beberapa kelemahan angiografi dapat diminimalkan dengan teknik fundamental yang
baik. Angiogram yang merupakan proyeksi tunggal hanya memperlihatkan gambaran dua
dimensi dari pembuluh darah. Pengambilan dari dua sudut kadang perlu untuk dapat melihat lesi
karena dikaburkan oleh pembuluh darah yang saling overlapping. Plak pada dinding anterior
atau posterior mungkin terlihat seperti filling defect atau mungkin tidak terlihat sama sekali pada
pada proyeksi AP, disini diperlukan proyeksi lateral atau oblik. Demikian pula perkiraan yang
akurat tentang beratnya stenosis perlu sudut pengambilan gambar yang tepat. (Koci. Mehringer,
1993 ; Osborn, 1999)

2.4. Prosedur

Evaluasi pasien
Tidak ada kontra indikasi absolut dalam pelaksanaan angiografi serebral. Evaluasi
ini bertujuan untuk mengetahui status kesehatan pasien, riwayat penyakit sebelumnya
serta

riwayat pengobatan dan alergi. Perlu juga diketahui apakah pasien pernah

menjalani pemeriksaan radiologi dengan pemakaian bahan kontras, dan apakah terjadi
efek samping pemakaiannya. (Jacobs, 1999; Huber et al, 2000)

Evaluasi laboratorium
Kadar BUN (Blood urea nitrogen) dan creatinin diperiksa untuk melihat apakah
ada insufiensi fungsi ginjal atau gagal ginjal. Pemeriksaan Prothrombin time (PT), Partial
thromboplastin time (PPT), International ratio (INR) dan jumlah platelet dilakukan untuk
melihat faal hemostasis. Sangat penting untuk diketahui apakah pasien sedang mendapat
terapi heparin. Beberapa pusat layanan radiologi di luar negeri tetap melakukan
angiografi jika diperlukan pada pasien dengan terapi heparin asalkan tersedia protamin
sulfat yang diperlukan jika terjadi efek sebaliknya dari heparin. Mereka umumnya tidak
melakukan angiografi pada pasien yang sedang diterapi dengan antikoagulan warfarin
sodium, karena efek reversal antikoagulan jenis ini perlu waktu lama. Jika angiografi
sangat diperlukan pada pasien ini, biasanya obat antikoagulannya terlebih dahulu
dikonversi ke heparin. (Jacobs, 1999)

Edukasi pasien
Pasien diberitahukan tentang prosedur pemeriksaan yang akan dijalani secara
ringkas langkah demi langkah. Pasien yang paham akan lebih kooperatif, lebih santai dan
dapat memberikan toleransi terhadap jalannya pemeriksaan. Pasien diberitahukan tentang
sensasi yang akan dirasakan ketika dilakukan anestesi di daerah inguinal, ketika cateter
dimasukkan dan dilakukan manipulasi serta ketika bahan kontras diinjeksikan. Sangat
penting diberitahukan agar pasien mengikuti perintah operator selama proses tersebut
seperti tarik nafas penuh atau setengah, tahan nafas, jangan menelan dan lain-lain karena
gerakan akan menimbulkan artefak pada gambar, pemeriksaan yang lebih lama dan

penggunaan kontras yang lebih banyak, karenanya dapat meningkatkan komplikasi.


(Jacobs, 1999; Huber et al, 2000)

Informed consent
Adanya informed consent tertulis menandakan pasien telah mengerti tindakan
yang akan dilakukan dan komplikasi yang mungkin terjadi. (Jacobs, 1999; Huber et al,
2000)

2.5. Teknik

Persiapan dan pemantauan


Dilakukan pemasangan infus untuk pemberian cairan intra vena, sedatif ataupun
obat analgetik, disamping sebagai lifeline jika terjadi suatu kondisi emergensi. Pasien
juga dihubungkan dengan monitor EKG, monitor saturasi oksigen serta alat pengukur
tekanan darah otomatis yang bekerja secara intermiten. Pemantauan yang ketat dilakukan
terhadap tanda vital. Idealnya semua staf yang terlibat telah menjalani pelatihan tentang
prosedur angiografi serebral ini, karena kesalahan kecil dapat membahayakan pasien

bahkan dapat menyebabkan kematian.


Setelah peralatan monitor bekerja dengan baik, dan peralatan angiografi sudah dicek
kelengkapannya, prosedur angiografi dapat dimulai. Daerah inguinal didesinfeksi dan

dianestesi lokal dengan lidokain 1% pada kulit sekitar arteri femoralis.


Insisi kulit di sekitar arteri femoralis. Pisau diposisikan horizontal dengan bagian tajam
menjauhi tangan kiri operator yang memfikasi arteri, untuk mencegah trauma pada
operator dan untuk mengurangi resiko penetrasi yang dalam serta laserasi pembuluh

darah
Setelah itu dilakukan arterial puncture dan insersi guide wire melalui jarum puncture.
Setelah wire di posisi paling tidak di bagian proksimal arteri iliaka, jarum puncture
dilepas. Selanjutnya arterial sheet dimasukkan melalui wire dan dilakukan fiksasi di
7

kulit dengan strip steril. Setelah arterial sheet terpasang dan wire dilepas, berarti telah
ada akses vaskular yang memungkinkan operator untuk mengganti-ganti kateter tanpa

menimbulkan banyak trauma/gesekan.


Selanjutnya kateter dengan wire didalamnya dimasukkan melalui arterial sheet menuju
arteri-arteri serebri yang akan diperiksa. Sebelum digunakan kateter dibilas dahulu
dengan larutan salin yang diberi heparin untuk mencegah adanya debris dari proses
pembuatannya yang dapat menyebabkan emboli. Sekarang ini sudah ada kateter dan
guide wire yang sudah dilapisi bahan yang hidrofilik sehingga lebih aman transmisinya
dalam pembuluh darah dan terbukti lebih sedikit platelet yang melekat padanya,

dibandingkan bahan kateter standard yang dilapisi teflon.


Pembilasan dengan larutan salin heparin dilakukan berkali-kali,sebelum dan sesudah

pergantian wire.
Bahan kontras disemprotkan dan dibuat foto Rontgennya menjadi suatu angiogram.

Gambar kateter angiografi dengan bentuk ujung yang beragam

Ruang angiografi
2.6. Aplikasi Klinis Angiografi Serebral di Bidang Neurologi
2.6.1. Aterosklerosis dan Stenosis Karotis
Aterosklerosis adalah bagian dari arteriosklerosis dimana arteri mengalami
pengerasan dan kehilangan elastisitasnya yang disebabkan oleh plak ateromatous. Plak
ateromatous

dibentuk oleh tiga komponen yaitu ateroma (akumulasi nodular yang

lembek dan kekuningan terdiri dari makrofag yang melekat pada dinding arteri), kristal
kolesterol dibawahnya dan kalsifikasi dinding luar arteri pada lesi yang sudah lanjut.
Jika akan dilakukan angiografi serebral, tanda dan gejala penyakit perlu
disampaikan untuk menentukan sistem pembuluh darah mana yang akan diambil
angiogramnya. Operator tidak akan melalukan kateterisasi rutin dan menginjeksi kontras
ke sistem vertebrobasiler jika tanda dan gejala aterosklerosis terisolasi pada sirkulasi
anterior saja, kecuali memang ada gejala yang dicurigai berasal dari syitem
vertebrabasiler, ataupun pada kasus oklusi arteri karotis interna untuk mengevaluasi
sirkulasi kolateral yang terjadi.

Sketsa anteroposterior anatomi pembuluh darah besar dan cabangcabangnya di daerah leher dan intrakranial
Tujuan angiografi serebral pada pasien dengan kecurigaan aterosklerotis adalah
menentukan

derajat

stenosis,

mengevaluasi

adanya

sirkulasi

kolateral

serta

mengidentifikasi kelainan penyerta (pada arkus aorta dan pembuluh darah intrakranial)
yang mungkin sulit dideteksi dengan pemeriksaan non invasif.
Temuan angiografi yang sering dijumpai pada pasien dengan ASVD (Atherosclerotic
Vascular Deseases) adalah iregularitas lumen, berbagai derajat stenosis dan oklusi, serta
trombosis.

10

Angigram a.karotis komunis kiri, proyeksi AP, pada pasien dengan


TIA, terlihat penyempitan pada bifurkasi karotis komunis.

Angiogram stenosis berat a. karotis interna, sebelum dan sesudah


dilakukan stenting
2.6.2. Aneurisma Intrakranial

11

Dari gambaran patologinya ada tiga jenis aneurisma yaitu sakular atau berry
aneurisma, fusiform dan aneurisma disekans. Yang paling sering adalah bentuk sakular
atau berry. Aneurisma sakular berbentuk bulat, merupakan lobulasi fokal yang sering
terlihat pada bifurkasi arteri memiliki orifisium yang sempit yang merupakan lehernya.
Dindingnya hanya terbentuk oleh tunika intima dan adventisia saja tanpa tunika media
dan lamina elastik internal.
Aneurisma sering multipel, insidennya bervariasi antara 14% -45% tergantung
kualitas angiografi, jumlah pembuluh darah yang diperiksa dan pengalaman angiografer
dalam mendeteksinya. Namun kebanyakan pada senter-senter besar dikatakan insiden
aneurisma multipel sekitar 1/5 sampai 1/3 dari aneurisma intrakranial.
Lokasi umumnya dijumpai pada sirkulus arteriosus Willisi atau pada bifurkasi
arteri cerebri media. Manifestasi klinis tersering adalah perdarahan subaraknoid
(Subarachnoid hemorrhage/SAH). Lokasi perdarahan sering membantu menemukan
lokasi aneurisma yang pecah. Perdarahan di fisura Silvii berasal dari arteri serebri media,
sedangkan SAH di interhemisfer mengindikasikan pecahnya lesi di arteri komunikans
anterior. (Osborn, 1999; Kornienko dan Ponin, 2009; Florio et al, 2006)

12

Lokasi intrakranial aneurisma


Patogenesis aneurisma intrakranial belum sepenuhnya dimengerti, faktor stres
hemodinamik yang menginduksi vascular injury, perubahan degeneratif dinding arteri
dan faktor genetik dikatakan banyak berperan. Kebanyakan aneurisma adalah lesi yang
didapat, tidak ada bukti merupakan lesi kongenital (Koci, 1993; Osborn, 1999)
Banyak kelainan dihubungkan dengan aneurisma intrakranial seperti Sindroma
Ehlers-Danlos tipe IV, Sindroma Marfans, neurofibromatosis tipe I dan autosomal
dominant polycystic kidney disease. Individu dengan penyakit jantung kongenital

juga

memiliki prevalensi yang meningkat untuk terjadinya aneurisma intrakranial.


Pada AVM (arteriovenous malformation) dan AVF (arteriovenous fistula) terjadi
peningkatan hemodinamik yang menginduksi vascular injury dan penipisan dinding
arteri.
Proses infeksi bakteri dan jamur bertanggung jawab pada 2%-4% aneurisma
intrakranial dewasa dan 5%-15% pada anak-anak. Aneurisma jenis ini mempunyai
resiko pecah lebih tinggi, sering terjadi pada penderita endokarditis dan penyalah guna
obat.

13

Aneurisma onkotik ( aneurisma neoplastik) adalah kasus yang jarang. Dapat


disebabkan oleh invasi langsung tumor pada dinding pembuluh darah, ataupun karena
pelebaran bagian distal pembuluh darah yang mengalami emboli oleh tumor, kemudian
terinvasi dan rusak oleh tumor. (Osborn, 1999)
Dibandingkan dengan tehnik non invasif seperti CT angiografi ataupun MRA,
angiografi kateter konvensional tetap merupakan gold standard untuk diagnostik
aneurisma. Angiografi serebral pada kasus aneurisma diharapkan akan memberi
gambaran/evaluasi

terhadap

sirkulasi

intrakranial

secara

menyeluruh,

melihat

aneurismanya secara detail meliputi bagian leher serta puncaknya, juga perforasi bila
sudah terjadi, serta mengidentifikasi kelainan-kelaianan yang berhubungan seperti
vasospasmus, efek desak ataupun proses herniasi. (Osborn, 1999 ; Dowson, 2008)

Angiogram serebral memperlihatkan aneurisma pada distal arteri karotis


interna

14

Angiogram setelah embolisasi coiling memperlihat obliterasi sakus


aneurisma

15

Gambar yang memperlihatkan CT scan SAH di fissura silvii kanan dan angigram
serebral yang memperlihatkan aneurisma pada percabangan arteri serebri media
kanan
2.6.3. Malformasi Vaskular Serebral
Berdasarkan ada dan tidaknya shunting vaskular, malformasi vaskular serebral
terdiri dari AVM, AVF (mempunyai shunting arteriovenosa) dan malformasi yang tidak
ada shunting arteriovenosa seperti pada malformasi kapiler (telangiektasis).
AVM adalah bentuk malformasi serebrovaskular simptomatik yang paling sering
dijumpai, insiden puncak terjadi pada umur 20-40 tahun. Bentuknya biasanya bulat atau
seperti baji, lebih banyak (2/3 sampai ) dijumpai di bagian superfisial jaringan otak.
Hampir 50% datang dengan gejala yang disebabkan oleh perdarahan. Perdarahan dapat
berupa SAH (30%), parenkimal (23%),intraventrikular (16%) dan campuran (31%).
Pada kasus AVM, diagnosis biasanya sudah diketahui melalui metode non
invasif yang dilakukan sebelumnya, angiografi biasanya bukan untuk diagnostik tapi
16

untuk menentukan modalitas terapi yang tepat. Pada senter yang lengkap dan maju, ada
tiga spesialis yang terlibat meliputi bedah saraf untuk tindakan reseksi, neuroradiologi
intervensi bila diperlukan tindakan embolisasi dan ahli terapi radiasi bila diperlukan
stereotactic radiosurgery (gamma knife). AVM sebaiknya dilihat dengan Subtraction
angiografi berresolusi tinggi.
Pada angiografi AVM dilakukan evaluasi selektif terhadap AVMnya sendiri dan
selanjutnya secara superselektif mengevaluasi nidusnya dengan kateter mikro. Angiogram
selektif akan memberikan informasi yang terperinci tentang lokasi, jumlah dan distribusi
feeding arteri, daerah vaskularisasi serta drainase venanya. Angiografi superselektif pada
nidus dikerjakan untuk melihat angioarsitektur internal AVM, meliputi perubahan
angiopati feeding arteri (seperti ada tidaknya aneurisma bagian proksimal feeding arteri),
gambaran nidus secara terperinci (ada tidaknya aneurisma dan fistula intranidal), serta
keadaan drainase vena seperti adanya obstruksi dan ektasis. Semua factor-faktor ini akan
mempengaruhi pemilihan modalitas terapi dan prognosis pasien. Angiografi superselektif
sering dikombinasikan dengan terapi endovaskular. (Osborn, 1999; Kornienko dan
Pronin, 2009)

17

Gambar ilustrasi AVM

Suatu angiogram AVM

Gambar angiogram sebuah AVM dengan nidusnya

2.6.4. Tumor
Pemeriksaan yang non invasif sudah menggantikan peran angiografi dalam
mengevaluasi awal pasien dengan kecurigaan tumor intrakranial. MRA dapat
menggambarkan dengan sangat baik displacement otak dan keterlibatan pembuluh darah
pada tumor. Namun demikian angiogram kadang diperlukan sebagai panduan dalam
menentukan modalitas terapi baik operasi maupun tindakan neurointervensi.
Temuan angiografi pada kasus tumor dapat berupa efek langsung dan tak
langsung tumor terhadap vaskularisasi jaringan otak. Efek langsung tumor terhadap
vaskularisasi intrakranial dapat berupa pelebaran arteri abnormal yang mensuplai tumor,
gambaran abnormal pembuluh darah dalam tumor (tumor blush dan neovaskularisasi),
shunting arteriovenosa, pseudoaneurisma onkotik dan oklusi vaskular. Efek tak langsung
pada pembuluh darah mencakup pergeseran akibat desakan atau tarikan tumor. (Osborn,
1999 ; Kornienko, Pronin, 2009)

18

Gambar (A) memperlihatkan ilustrasi anatomi dan angiogram pada tumor adenoma hipofisis dengan
ekstensi ke supraselar, terjadi elevasi dan displacement arteri serebri anterior. (B) Angiogram arteri karotis
kiri proyeksi AP memperlihatkan elevasi segmen horizontal arteri serebri anterior oleh tumor avaskular.

Neovaskularisasi pada tumor metastasis di fossa posterior. (A) memperlihatkan fase


awal, sedang (B) faseakhir angiogram pada arteri vertebralis kanan

19

2.7. Keuntungan dan Resiko


Keuntungan

Angiografi dapat mengurangi tindakan pembedahan. Dan jika pembedahan tetap

diperlukan, maka akan dapat dikerjakan dengan lebih akurat.


Angiografi kateter menghasilkan gambar yang sangat jelas, detail dan akurat tentang
keadaan lumen pembuluh darah. Ini sangat membantu apabila diperlukan prosedur

operasi. Hal ini kurang dapat diberikan dengan pemeriksaan non invasif.
Tidak seperti CT ataupun MR angiografi, pada beberapa angiografi kateter
konvensional dapat mengkombinasikan tindakan diagnosik dan terapi sekaligus, seperti
pada stenosis yang diikuti dengan angioplasti dan stenting. (Siddiqi, 2009)

Resiko

Kemungkinan kecil untuk terjadinya kanker akibat paparan sinar X yang berlebihan.

Tetapi keuntungan yang didapat lebih banyak daripada resiko ini.


Resiko alergi terhadap bahan kontras.
Sejumlah bahan kontras yang keluar dari pembuluh darah dapat menyebabkan kerusakan

kulit dan menimbulkan nyeri.


Pada wanita hamil, paparan sinar X dapat membahayakan janin.
Pada kasus yang jarang, punksi arterial dengan kateter dapat menyebabkan perdarahan
internal dan menyebabkan penyumbatan di bagian distal aliran darah. (Siddiqi, 2009)

20

BAB III
RINGKASAN

Angiografi serebral adalah suatu prosedur invasif untuk mengevaluasi keadaan lumen
pembuluh darah dengan memasukkan kateter ke dalamnya, menginjeksikan bahan kontras dan
kemudian direkam gambar pembuluh darah tersebut dengan memakai sinar X. Angiografi
serebral tidak saja memberikan gambaran morfologi lumen yang sangat baik, tapi juga anatomi
vaskular yang kompleks serta pola hemodinamiknya
Kemajuan teknik imaging non invasif telah meredifinisi penggunaan angiografi serebral
dalam neurologi diagnostik, Di bidang neurologi diagnostik, angiografi serebral digunakan untuk
mengidentifikasi adanya kelainan pembuluh darah otak seperti penyempitan pembuluh darah,
penyumbatan atau oklusi, pelebaran pembuluh darah seperti pada aneurisma, melihat fenomena
hemodinamik dan vaskularisasi abnormal seperti AVM, AVL dan hemangioma serta dapat juga
dipakai untuk mengevaluasi feeding arteri tumor.
Peran angiografi terpenting saat ini adalah sebagai penuntun tindakan terapi intervensi.
Terapi endovaskular sering dilakukan bersamaan dengan tindakan angiografi diagnostik.
21

DAFTAR PUSTAKA
Dowson, L. 2008. Cerebral Angiography. (Cited 2009 August 18). Available from :
http://www.medicineonline.com
Florio, F., Nardella, M., Balzano, S. 2006. Conventional Angiography. Scarabino, T.,
Salvolini, U., Jinkins, J., editors. In : Emergency Neuroradiology, 77: SS27-S38.
Higashida et al, 2005. Standard of Practice Intracranial Angioplasty and Stenting for
Cerebral Atherosclerosis : A Position Statement of The American Society of Interventional and
Therapeutic Neuroradiology, Society of Interventional Radiology, and The American Society of
Neuroradiology, J. Vasc.Interv.Radiol 16 : 1281-1285
Jacobs, J.M. 1999. Diagnostic Neuroangiography Basic Techniques. In : Cerebral
Angiography. 2nd Ed. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkin. p. 421-444.
Koci, T., Mehringer, M. 1993. A Text and Atlas of Arterail Imaging. London : Chapmann
And Hall Medical. p. 15-39.
Korogi, Y., Takahasi, M., Ogura., Hasuo, K. 1999. Intracranial Aneurysms: Detecting
with Three-dimentional CT Angiography with Volume Rendering- Comparison with
Conventional Angiographic and Surgical Findings. Radiology, 211 : 497-506.
Kornienko, V.N., Pronin, I.N. 2009. Cerebrovascular Deseases and Malformations of The
Brain. In : Diagnostic Neuroradiology. Berlin : Springer Verlag. p. 199-213 and 247-270.
McMahon, N., Zuccarello, M. 2009. Arteriovenous Malformation (cited 16 August
2009). Available from www.mayfieldclinic.com/
Ong, C.L., Tay, K.H., Chong, B.K. 2008. Cerebral Aneurysms (Cited 18 August 2009).
Available from www.ams.edu.sg

22

Osborn, A.G. 1999. Diagnostic Cerebral Angiography. 2nd Ed. Philadelphia : Lippincot
Williams & Wilkin.
Siddiqi, 2009. Kateter Angiography (Cited 4 September 2009). Available from
http://www.radiologyinfo.org/en/info.cfm?pg=angiocath

23

Anda mungkin juga menyukai