Oleh
Ni Putu Witari
Pembimbing
Dr. I.G.A. Endah Ardjana SpKJ (K)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya lah,
tinjauan pustaka yang berjudul Gangguan Gerak pada Anak ini dapat diselesaikan.
Adapun tinjauan pustaka ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan
dalam rangka mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Peyakit
Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Dr. Nyoman Ratep Sp.KJ (K), sebagai Kepala Bagian Lab/SMF Ilmu
Kedokteran Jiwa FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2.
Dr. Nyoman Hanati Sp.KJ (K), sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Kedokteran Jiwa FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
3.
Dr. I.G.A. Endah Ardjana Sp.KJ (K), sebagai pembimbing dalam penyusunan
tinjauan pustaka ini.
4.
sempurna, sehingga masih memerlukan bimbingan, kritik dan saran dari para
senior. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Penyusun
Ni Putu Witari
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam susunan saraf pusat ada dua sistem yang berperan dalam fungsi motorik
yaitu sistem piramidal dan ekstrapiramidal. Gerakan diprakarsai oleh sistem
piramidal yang menghasikan gerakan fasik yaitu gerakan yang halus, jitu dan
tangkas. Sedangkan sistem ekstrapiramidal menghasilkan gerakan tonik yang
bersifat masal. Agar gerakan tangkas dapat berlangsung, otot-otot perlu memiliki
tonus yang memadai (bukan hipo/hipertonus). Tonus yang memadai terjadi bila
penghantaran impuls umpan balik (feedback) dan impuls-impuls pra kontrol
berlangsung
dengan
sempurna.
Hal
itu
dapat
terwujud
bila
susunan
piramis
medula
oblongata.
Gangguan
sistem
ekstrapiramidal
dapat
BAB II
GANGGUAN GERAK PADA ANAK
Gangguan gerak bukan merupakan diagnosis tapi dapat merupakan tanda dari
kelainan neurologi atau non neurologi. Diagnosis gangguan gerak ditegakkan
berdasarkan manifestasi klinis.
Sistem ekstrapiramidal memberikan landasan
gerakan berlangsung jitu dan tangkas melalui penghantaran impuls umpan balik
(feedback) dan impuls pra kontrol yang sempurna. Sistem piramidal dalam
melaksanakan fungsinya selalu bekerjasama dengan sistem ekstrapiramidal.
Dalam bab
dalam timbulnya gangguan gerak involunter dan berbagai gerak involunter yang
sering dijumpai pada anak.
inti di batang otak seperti kolikulus superior, nukleus vestibularis, oliva inferior,
formasio
retikularis,
lintasan-lintasan
lingkaran
serta
lintasan-lintasan
2.
menerima
impuls-impuls
proprioseptif
melalui
traktus
gerakan-gerakan yang kemudian akan terjadi. Bila ada sebuah impuls dicetuskan
pada korteks serebri yang ditujukan pada otot skeletal, maka pada saat itu juga
korteks serebri memberitahu tentang hal itu kepada serebelum dan ia dapat
mengadakan pra-kontrol terhadap gerakan yang akan terjadi. Begitu gerakan otot
menjadi kenyataan, maka segera impuls-impuls proprioseptif dihantarkan ke
korteks serebelum melalui jaras spinoserebelaris. Melalui brakhium konjungtivum
impuls yang dicetuskan oleh inti dentatus atas rangsangan impuls dari korteks
serebelum, disampaikan kepada nukleus ventrolateralis talami. Atas kedatangan
impuls itu, nukleus ventrolateralis talami memancarkan impuls ke korteks
piramidalis dan ekstrapiramidalis. Impuls tersebutlah yang menjalankan peranan
prakontrol terhadap gerakan yang akan terjadi. Impuls tersebut membawa warta
untuk diadakannya gerakan-gerakan sekutu yang sesuai dengan gerakan yang
kemudian akan terjadi.
Bila mekanisme feed back ini terganggu maka akan dapat muncul gangguan
gerakan yang berupa ataksia, dismetri dan tremor sewaktu bergerak (intension
tremor).
10
nigrostriatal
dan
nigropalidal
menggunakan
dopamin
sebagai
11
Lintasan lingkaran ketiga. Lintasan lingkaran ini adalah lintasan lingkaran yang
melalui nukleus kaudatus (Ngoerah, 1991; Mardjono & Sidharta, 1981).
Lingkaran ini mulai di korteks serebri area 4s dan area 8 nukleus kaudatus dan
putamen globus palidus ansa lentikularis nukleus ventrolateralis talami
korteks serebri area 4 dan 6
12
pada tempat yang sama, yang dengan tepat oleh Sherrington dinamai the final
common pathway (Ngoerah,1991; Sukardi,1984).
Tugas untuk meneruskan impuls yang sampai pada formasio retikularis ke
motor neuron dibebankan kepada pusat eksitasi di bagian dorsolateral dari batang
otak (mesensefalon, pons, sampai pada pertengahan medula oblongata) dan
kepada pusat inhibisi yang terdapat di bagian medioventral dari medula oblongata.
Pusat eksitasi ini digalakkan oleh impuls dari ARAS, dari nukleus vestibularis dan
dari korteks serebri dengan melalui ganglia basalis. Pusat eksitasi dan pusat
inhibisi
keduanya
memiliki
jaras
retikulospinal
multisinap
yang
13
neuron tersebut,
impuls
14
2.2.1
Tik
Tik adalah gerak motorik atau vokalisasi involunter yang tiba-tiba, berulang,
cepat, tidak berirama dan stereotipik (Lumbantobing, 2005 ; Kaplan & Sadock,
1997). Lebih dari 90% tik bermula di daerah wajah, dapat meluas ke kaudal yaitu
daerah kepala, leher dan bahu serta lengan. Dari tik sederhana dapat menjadi tik
kompleks. Durasinya mulai dari empat minggu sampai lebih dari satu tahun
(Woerkom & Cath, 2008 ; Rothenberger & Banachewski, 2005).
Ciri-ciri tik secara umum ialah bergelombang (menguat dan melemah),
dieksaserbasi oleh stress, rasa cemas dan kelelahan. Tik berkurang bila
beristirahat, relaksasi atau berkonsentrasi. Biasanya tidak didapatkan saat tidur,
15
menyebabkan
16
Tik dijumpai lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Insiden pada
anak usia sekolah dasar sekitar 10% sedangkan pada remaja dijumpai pada 418%. Tendensi untuk remisi spontan pada tik sederhana/multipel (terjadi setelah
bertahun-tahun) adalah 50-70%, sedangkan untuk Taurette Syndrome sebesar 340% (Rothenberger & Banachewski, 2005).
Sedangkan menurut Woerkom dan Cath (2008) tik dominan terjadi pada anak
usia sekolah dan merupakan gangguan gerak tersering pada anak. Delapan hingga
10% anak-anak usia sekolah di Belanda mengalami tik semasa periode sekolah
dasarnya dengan 2-5% diantaranya mengalami tik kronik. Pada sebagian besar
kasus, tik akan menghilang dua tahun setelah onset. Mereka juga mendapatkan
prevalensi gangguan tik kronik di kalangan anak usia sekolah di Swedia sebesar
0,5-0,8%, sedangkan prevalensi gangguan Tourette sebesar 0,15-1,1%.
Tik motorik dan vokal dibagi menjadi tik yang sederhana dan kompleks. Tik
motorik sederhana adalah tik yang terdiri dari kontraksi cepat dan berulang dari
kelompok otot yang secara fungsional serupa. Tik motorik sederhana dapat berupa
kedipan mata, sentakan leher, mengangkat bahu dan seringai wajah. Tik vokal
sederhana yang sering adalah batuk, mendengus, berdehem (Kaplan & Sadock,
1997).
Tik motorik kompleks tampaknya lebih bertujuan dan ritualistik dibandingkan
tik motorik sederhana. Bentuk tik motorik kompleks yang sering adalah perilaku
berdandan, membaui benda, meloncat, kebiasaan menyentuh, ekopraksia (meniru
perilaku yang diamati) dan kopropraksia (menunjukkan gaya yang cabul) (Kaplan
& Sadock, 1997).
17
Bentuk tik vokal (suara) atau tik fonik juga beragam. Tik vokal sederhana
yang sering berupa batuk, melenguh, mendehem, menyalak. Tik vokal dapat pula
berbentuk kata atau frase misalnya sialan, bengkok, dosa lu, kamu haram
dan lain-lain. Tik motorik dapat bercampur dengan tik vokal (Lumantobing,
2005).
Tik vokal kompleks berupa mengulang kata atau frase diluar konteks,
koprolalia (pemakaian kata atau frase yang cabul), palilalia (pengulangan satu
kata yang diucapkan sendiri) dan ekolalia (pengulangan kata terakhir yang
didengar dari ucapan orang lain) (Kaplan & Sadock, 1997).
Selain klasifikasi menurut tipe dan kompleksitasnya, terisolasi atau
multipelnya tik, ada komorbiditas gangguan yang perlu diperhatikan. Berikut
diuraikan klasifikasi gangguan tik meurut DSM IV (Kaplan & Sadock, 1997) :
Kriteria diagnosis untuk Gangguan Tourette:
1.
Baik tik motorik multipel dan satu atau lebih tik vokal telah ditemukan pada
suatu saat selama penyakit, walaupun tidak selalu bersamaan. (Tik adalah
gerakan motorik atau vokalisasi yang tiba-tiba, cepat, berulang, non ritmik,
stereotipik)
2.
Tik terjadi banyak kali dalam sehari (biasanya dalam kumpulan), hampir
setiap hari atau secara intermiten selama periode lebih dari satu tahun, dan
selama periode ini tidak pernah terdapat periode bebas tik selama lebih dari 3
bulan berturut-turut.
3.
18
4.
Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
stimulan) atau kondisi medis umum (misalnya Penyakit Huntington atau
ensefalitis paska infeksi virus).
Kriteria diagnostik untuk gangguan tik vocal dan motorik kronis :
1.
Tik vocal atau motoik tunggal atau multipel (yaitu gerakan motorik atau
vokalisasi yang tiba-tiba,cepat, berulang, non ritmik, stereotipik) tetapi tidak
keduanya, telah ada pada suatu waktu selama penyakit.
2.
Tik terjadi banyak kali dalam sehari hampir setiap hari atau secara intermiten
selama periode lebih dari satu tahun dan selama periode ini tidak pernah
terdapat periode bebas tik selama lebih dari tiga bulan berturut-turut.
3.
4.
5.
Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
stimulan) atau kondis medis umum (misalnya Penyakit Huntuington atau
ensefalitis pakca infeksi virus).
Kriteria diagnosis untuk gangguan tik transien :
1.
Tik vokal dan atau motorik tunggal atau multipel (yaitu gerakan motorik atau
vokalisasi yang tiba-tiba, cepat, berulang, non ritmik, stereotipik).
2.
Tik terjadi banyak kali dalam sehari, hampir setiap hari selama sekurangnya
empat minggu tetapi tidak lebih lama dari 12 bulan berturut-turut.
3.
19
4.
5.
Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
stimulan) atau kondisi medis umum (misalnya Penyakit Huntington atau
ensefalitis paska infeksi virus).
6.
Tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan Tourette atau gangguan tik
motorik atau vokal kronis.
Kriteria diagnostik untuk gangguan tik yang tidak ditentukan: kategori ini
adalah untuk gangguan yang ditandai oleh tik yang tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan tik spesifik. Contohnya adalah tik yang berlangsung kurang dari empat
minggu atau tik dengan onset setelah usia 18 tahun.
Gangguan tik transien sering bermula pada usia sekolah dini dan dapat
dijumpai pada sekitar 18% anak. Tik yang banyak dijumpai berupa memejamkan
mata, menggerak-gerakkan hidung, meringis, menjerengkan mata. Tik vokal lebih
jarang, dan dapat berupa berbagai suara kerongkongan, atau suara-suara lainnya.
Tik transien berlangsung beberapa minggu atau bulan dan biasanya tidak disertai
gangguan prilaku.Tik lebih jelas terlihat dalam keadaan eksitasi atau kelelahan.
Kejadian pada anak laki 3 atau 4 kali lebih sering daripada wanita. Tik transien
tidak akan berlangsung lebih lama dari satu tahun, namun tidak jarang episode tik
transien berulang dalam kurun waktu beberapa tahun (Lumantobing, 2005).
Gangguan Tourette adalah suatu sindroma yang berupa tik motorik multipel,
koprolalia dan ekolalia yang dilaporkan pertama kali oleh Georges Gilles de la
Tourette pada tahun 1885. Awitan komponen motorik dari gangguan ini biasanya
terjadi pada usia tujuh tahun, dapat terjadi paling awal pada usia dua tahun,
20
sedang tik vokal terjadi pada usia sebelas tahun. Koprolalia biasanya dimulai pada
masa remaja awal dan terjadi pada sepertiga kasus. Gangguan Tourette terjadi
kira-kira tiga kali lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan
(Rothenberger & Banachewski, 2005; Kaplan & Sadock, 1997).
Pada gangguan Tourette tik motorik yang banyak dijumpai adalah
mengedipkan mata (80%), tik leher (69%), mengangkat bahu (55%), mimik wajah
tertentu (36%), membuka mulut (34%) dan membunyikan jari-jari (34%). Adapun
bentuk tik motorik kompleks yang sering dijumpai adalah melompat (20%),
menyakiti diri (22%), menyentuh diri sendiri atau orang lain masing-masing 13%
dan 11%. Sedangkan tik vokal sederhana yang sering dijumpai meliputi
membersihkan tenggorok (57%), mendengkur (45%), suara dengan intensitas
tinggi seperti menyalak, menjerit, menangis, memekik (33%) dan mendengus
(33%). Koprolalia dijumpai pada 20-30% kasus, kopropraksia pada 10-15%,
ekopraksia pada 10% kasus sedangkan palilalia atau ekolalia pada 17% kasus
(Woerkom & Cath, 2008).
Gangguan Tourette sering disertai gangguan tingkah laku. Attention Defisit
Hyperactivity Disorder (ADHD) dijumpai pada 40-70% penderita gangguan
Tourette. Gangguan obsesif kompulsif dijumpai pada 30-65% kasus, tingkah laku
agresif dan membahayakan diri pada 14-60%, gangguan tidur pada 25%, juga
gangguan mood, fobia, serangan panik dan autisme (Woerkom & Cath, 2008).
Faktor genetik memainkan peranan dalam gangguan Tourette. Penelitian
anak kembar memperlihatkan angka kesesuaian untuk gangguan pada kembar
monozigot adalah lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pada kembar
21
22
lebih banyak dijumpai pada riwayat keluarga dengan gangguan tik, onset
gangguan yang lebih awal dan gejala tik yang lebih berat. Banyak anak dengan tik
juga dikeluhkan gagap (Rothenberger & Banachewski, 2005).
2.2.2 Distonia
Distonia adalah suatu sindroma kontraksi otot yang bertahan, sering menyebabkan
gerakan menggeliat (memilin) dan berulang atau sikap yang abnormal. Komponen
kunci dari definisi ini ialah kata bertahan, memilin (twisted) dan sikap (postures).
Pada distonia
distonia ada yang mulai terjadi sejak anak-anak, remaja dan dewasa. Klasifikasi
menurut awitan adalah penting karena awitan usia anak biasanya berkembang
dari yang hanya fokal menjadi umum, sementara distonia yang dimulai pada usia
23
24
Suatu bentuk distonia dengan onset anak-anak adalah distonia yang responsif
terhadap dopa (mutasi genetik pada lokus DYT5) adalah bentuk distonia yang
jarang, diturunkan secara autosomal dominan, mengenai kaki memberikan gaya
jalan abnormal dan hiper refleks. Perjalanan penyakit biasanya progresif. Kelainan
ini khas memperlihatkan variasi diurnal, dengan gejala yang memberat pada siang
hari. Perkembangan awal pasien berlangsung normal yang membedakannya
dengan spastic cerebral palsy. Pada sebagian kecil kasus, distonia tetap bersifat
fokal dan onset parkinsonisme terjadi pada saat dewasa. Ciri khas penyakit ini
adalah perbaikan dramatis dengan levodopa (Tarsy & Simon, 2006).
Patofisiologi distonia primer tidak diketahui. Lesi putamen dan thalamus
menyebabkan distonia sekender. Adanya patologi abnormal tidak dapat
diidentifikasi pada distonia primer, kemungkinan ada peran biokimia dan
neurofisiologi abnormal yang yang belum diketahui. Dopamin diduga berperan
25
2.2.3 Balismus
Balismus merupakan gerak involunter yang ditandai gerak ayun mendadak dan
kuat dari ekstremitas, tidak teratur, beramplitudo besar, kasar. Sering mengenai
satu sisi tubuh (hemibalismus), bila hanya melibatkan satu ekstremitas disebut
monobalismus, bila mengenai kedua kaki disebut parabalismus, bila mengenai
26
kedua sisi tubuh disebut bibalismus. Kejadian hemibalismus merupakan 0,7% dari
seluruh gangguan gerak. Bila gerakan sedemikian kuat dapat menyebabkan
kelelahan yang sangat dan cedera (Foncke, 2008).
Gerakan terjadi mendadak, melibatkan otot proksimal bahu, lengan, pelvis
dan paha. Mungkin dijumpai kontraksi otot leher menyebabkan gerakan yang kuat
pada kepala. Gerakan ekstremitas menunjukkan kontraksi agonis dan antagonis
yang tidak terkoordinasi. Gerakan berhenti selama penderita tidur (Mendoza &
Foundas, 2008; Lumbantobing, 2005).
Pada sebagian besar kasus lesi terletak pada nukleus subtalamikus
kontralateral atau hubungan subtalamopalidum aferen dan eferen. Balismus dapat
disebabkan oleh kelainan vaskular di otak seperti infark yang melibatkan nukleus
subtalamikus atau hubungannya, malformasi arteriovenosa, angioma vena ataupun
perdarahan di daerah subdural. Penyebab lainnya adalah tumor otak, infeksi dan
paska infeksi, kelainan autoimun, intoksikasi penitoin,
penyakit degeneratif
27
2.2.4 Korea
Korea merupakan gerak involunter yang tiba-tiba, singkat, tanpa tujuan, tidak
dapat diprediksi. Korea dapat mengenai tangan, anggota tubuh, badan dan wajah.
Walaupun kadang dijumpai bilateral, korea lebih sering unilateral, terbatas pada
satu sisi tubuh. Gerakan sering seperti tarian, sehingga dinamai korea yang berarti
tarian dalam bahasa Yunani (Mendoza & Foundas, 2008; Mardjono & Sidharta,
1981).
Korea merupakan manifestasi gangguan akibat kerusakan di basal ganglia.
Gerakan korea tidak diinginkan dan tidak dapat ditekan oleh penderitanya. Korea
dapat mengenai semua otot yang dapat digerakkan secara sadar (volunter), tidak
mengenai otot polos ataupun jantung. Pasien terlihat seperti gugup dan tidak
menyadari gerakan yang dilakukannya (Roos, 2008).
Bentuk gangguan gerak korea pada anak dijumpai pada Penyakit Huntington
tipe juvenile, Korea Sydenham, dan familial essential chorea (Roos, 2008).
Penyebab yang lainnya dapat berupa stroke, infeksi, penyakit vaskular kolagen,
intoksikasi, hipertiroid, Penyakit Wilson dan Penyakit Huntington (Mendoza &
Foundas, 2008; Mardjono & Sidharta, 1981).
Penyakit Huntington pertama kali dilaporkan oleh George Summer
Huntington tahun 1872. Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan yang
mengenai jaringan otak dengan manifestasi klinis berupa gangguan gerak,
psikiatri dan gangguan kognitif. Rata-rata awitan penyakit ini adalah pada usia 30-
28
50 tahun, tapi 5% kasus adalah bentuk juvenile dengan awitan kurang dari 20
tahun (Roos, 2008).
Manifestasi klinis yang paling khas dari penyakit ini adalah gerak koreanya.
Gerakan akan meningkat pada stres dan emosi. Hampir semua pasien mengalami
penurunan berat badan akibat peningkatan kebutuhan energi selama gerakan.
Kegiatan sehari-hari menjadi terganggu tergantung parahnya gerakan. Dengan
memberatnya penyakit, penderita mengalami kesulitan dalam berjalan, makan dan
menelan. Kematian pada penyakit Huntington terbanyak akibat aspirasi
pneumonia atau tersedak (Roos, 2008).
Gejala gangguan psikiatri yang terjadi pada Penyakit Huntington meliputi
depresi, cemas, paranoid, kompulsi, schizoprenia dan gangguan personalitas. Bisa
juga terdapat hipokondria dan pobia. Depresi paling sering terjadi dan dapat
menyebabkan usaha bunuh diri. Dalam perkembangan penyakit, dapat terjadi
demensia, utamanya gangguan fungsi eksekutif dan hilangnya tingkah laku sosial
(Roos, 2008).
Korea Sydenham adalah korea yang terjadi pada demam rematik, lebih sering
mengenai perempuan daripada laki-laki, usia kurang dari 18 tahun. Merupakan
korea yang paling banyak dijumpai pada anak-anak. Korea merupakan salah satu
gejala mayor dari demam rematik akut, dijumpai pada 20-30% pasien dengan
demam rematik akut (korea sebagai bentuk autoimun respon setelah infeksi grup
A Streptokokus Hemolitikus yang merusak sel-sel di basal ganglia). Umumnya
korea tidak langsung terjadi, tapi ada fase laten sampai enam bulan setelah infeksi
akut. Namun pada beberapa kasus dapat merupakan satu-satunya gejala demam
29
2.2.5 Atetosis
Merupakan gerak involunter yang lambat, tidak teratur, meliuk-liuk, dominan
mengenai bagian distal ekstremitas atas, walaupun otot-otot bagian proksimal
bahu, tungkai bawah dan badan dapat pula terkena. Atetosis yang mengenai
daerah wajah memberikan mimik yang aneh serta gerakan abnormal pada lidah.
Tonus otot pada atetosis sangat meningkat. Gerak involunter ini tampaknya
merupakan hasil kontraksi simultan otot-otot antagonis. Atetosis sering
dihubungkan dengan cerebral palsy dimana basal ganglia, khususnya striatum
mengalami kerusakan (Mendoza & Foundas, 2008; Ngoerah,1991).
30
2.2.6 Tremor
Tremor ialah serentetan gerak involunter, agak ritmik, merupakan getaran, timbul
karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Dapat
melibatkan satu atau lebih bagian tubuh misalnya ekstremitas, kepala, badan dan
suara. Tremor paling sering mengenai ekstremitas atas (Lumbantobing, 2005).
Tremor dapat bersifat halus atau kasar berdasarkan amplitudonya, lambat atau
cepat tergantung kepada frekuensinya.Tremor yang mungkin terjadi pada anak
meliputi tremor fisiologis atau tremor normal yang muncul bila anggota tubuh
ditempatkan pada posisi sulit atau bila melakukan gerakan volunter dengan sangat
lambat. Frekuensi biasanya antara 10-12 Hz. Tremor yang terjadi pada saat marah
atau ketakutan adalah aksentuasi tremor fisiologis. Keadaan yang melepaskan
katekolamin seperti ansietas, ketakutan, latihan, kelelahan, hipoglikemia,
tirotoksikosis, mengaksentuasi tremor fisiologis.
Tremor patologis mungkin dijumpai pada tremor yang diinduksi atau
penghentian obat, tremor serebelar pada kelainan di serebelum seperti pada tumor,
trauma dan penyakit serebrovaskular.
BAB III
RINGKASAN
Ada dua sistem yang berperan dalam fungsi motorik yaitu sistem piramidal dan
ekstrapiramidal. Gerakan diprakarsai oleh sistem piramidal sedangkan sistem
ekstrapiramidal memberikan dasar agar gerakan dapat berlangsung dengan baik
melalui penghantaran impuls umpan balik dan impuls pra kontrol. Tonus otot dan
sikap tubuh ditentukan oleh keadaan sistem ekstrapiramidal. Sistem piramidal
dalam melaksanakan fungsinya selalu bekerjasama dengan sistem ekstrapiramidal.
Gerak involunter merupakan gejala gangguan sistem ekstrapiramidal.
Gangguan gerak bukan merupakan diagnosis tapi dapat merupakan tanda dari
kelainan neurologi atau non neurologi. Diagnosis gangguan gerak ditegakkan
berdasarkan manifestasi klinis. Berbagai gerak involunter sering menimbulkan
masalah dalam diagnosis dan pengobatan. Beberapa jenis gerak involunter dapat
timbul bersamaan sebagai suatu sindroma. Keadaan neurologi tertentu dan gejala
lain yang menyertai dapat memberi petunjuk dalam menentukan diagnosis. Jenisjenis gerak involunter yang sering dijumpai dalam praktek adalah tremor,
hemibalismus, korea, atetosis, distonia dan tik.
Deskripsi yang akurat dari gangguan gerak yang terjadi sangat penting
meliputi onset mulainya, jenis gerakan, perjalanan gangguan, fokalitas, waktu
terjadinya, faktor pencetus, kemampuan mengontrol atau menekan gangguan,
31
menentukan
32
Roos, R.A.C., 2008. Chorea and Huntingtons Disease. In : Wolters, E.C., Laar, T.,
Berendse, H.W., editors. Parkinsonism and Related Disorders. 2nd. Ed.
Amsterdam : VU University Press. p.393-399.
33
34