NIM : 1413015013 Kelas : S1 A 2014 ENZIM Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme makhluk hidup. Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun. Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein. Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik). Enzim mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi. 2. Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60 C, karena enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil. 3. Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim. 4. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang. Enzim mempunyai berbagai fungsi bioligis dalam tubuh emophil hidup. Enzim berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel, seringkali melalui enzim kinase dan fosfatase. Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh, dengan emoph menghidrolisis ATP untuk menghasilkan kontraksi otot (Hunter, 1995). Enzim menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan emophilia ini. Tanpa enzim, emophilia tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur ataupun tidak akan berjalan dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel. Enzim juga memberikan peranan dalam tatanan klinik yaitu antara lain: 1. Sebagai alat emophilia suatu penyakit (abnormalitas). Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok : a. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit tertentu. Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh
kebocoran akibat pecahnya emophil) sel secara besar-besaran. Misalnya : Peningkatan
jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali menunjukkan adanya pankreasitis akut b. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Contoh : Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteriArthobacter globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat. c. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Contoh penggunaannya adalah pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat atau emophi ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan emophil tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau emophi) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase. 2. Untuk mengetahui perjalanan suatu penyakit. 3. Enzim digunakan sebagai obat Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah emophilia. 4. Enzim sebagai sasaran pengobatan Merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi : a. Terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi Dalam hal ini digunakan senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini : DM, penyakit kanker, penyakit kejiwaan dll. b. Terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja Dalam hal ini digunakan prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit infeksi. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah : penyakit tumor.