Anda di halaman 1dari 2

TRANS JOGJA - sistem transportasi bus yang cepat, murah dan berAC yang

beroperasi di kota kami, Yogyakarta. Awal beroperasi pada bulan Maret 2008,
yang juga merupakan penerapan dari Bus Rapid Transit ( BRT ) sehingga
penumpang tidak bisa memasuki bus tanpa melalui gerbang pemeriksaan.
Trans Jogja ini, dinilai sebagai kabar gembira bagi pengguna transportasi di
Yogya, selain sebagai sarana yang aksesibel juga mudah dan nyaman. Banyak
fasilitas yang ditawarkan, seperti musik, AC, member card sampai hingga
berbagai kemudahan. Ada tiga macam tiket yang dapat dibeli oleh penumpang, yaitu tiket
sekali jalan (single trip), dan tiket umum berlangganan. Tiket ini berbeda dengan karcis bus biasa
karena merupakan kartu pintar (smart card). Karcis akan diperiksa secara otomatis melalui suatu
mesin yang akan membuka pintu secara otomatis. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus
membayar biaya tambahan, asalkan masih dalam satu tujuan. Untuk mahasiswa seperti
kami, dengan menggunakan student card khusus mahasiswa UGM, kami bisa
mengakses dengan potongan harga khusus. sedangkan pengguna pada
umumnya dimanjakan dengan fasilitas trayek bis yang menghubungkan 6 titik
jalur padat perhubungan di Yogyakarta, juga menghubungkan fasilitas-fasilitas
publik seperti rumah sakit, universitas,sekolah, bank, perpustakaan, pasar
bahkan beberapa tempat wisata seperti Candi Prambanan, Purawisata, hingga
kebun binatang GembiraLoka.Secara fisik, banyak pengguna yang merasa puas
dengan pelayanan yang disediakan pengelola TRANS JOGJA.
Di lain hal, ada pengguna trans jogja yang justru terlupakan dalam beberapa
fasilitas yang memanjakan ini, disaat orang-orang merasa senang dan puas
dengan kenyamanan transjogja, ada orang-orang yang merasa kesulitan bahkan
untuk bisa masuk ke dalam haltenya. inilah mereka para kaum difable, yang
terlupakan. Fasilitas umum seperti Trans Jogja yang idealnya bisa untuk
memudahkan mereka dalam mobilisasi, justru sangat menyulitkan bahkan bisa
dibilang membahayakan keselamatan mereka.
Kita lihat study kasus halte di Lingkungan kampus kami, Halte di Dekat
Boulevard UGM, dari pandangan mata orang awam saja sudah tampak terlihat
bahwa ramps dihalte itu sangat curam , sudutnya hampir 45 derajat, kami kira
itu bisa digunakan sebagai prosotan*. bisa kita bayangkan bagaimana seorang
difable (terutama tuna daksa) akan meluncur jika melalui ramps yang begitu
sangat curam. Atau contoh study kasus yang lain, yang tetap berkaitan dengan
ramps, yaitu Halte di Jalan Kyai Haji Ahmad Dahlan, bukan mengenai rampsnya
yang sangat curam tetapi mengenai perletakan ramps yang tidak
mempertimbangkan keselamatan. Bagaimana mungkin bisa sebuah ramps yang
diletakkan dengan ujungnya menghadap pohon, bahkan bukan untuk kaum
difable pun semua orang yang lewat ramps tersebut akan menabrak pohon.atau
bisa dikatakan bahwa difable tidak bisa melalui jalur tersebut.
Beberapa kesalahan pada halte trans jogja memang pada umumnya terletak
pada bagian ramps nya, namun, justru dibagian itulah para kaum difable banyak
berharap. Harapan mereka tentang kemudahan mobilisasi pun pudar ketika
pemerintah seolah-olah lupa dengan kaum difable, Kami pun yakin mereka juga
ingin diberikan fasilitas yang sama dengan yang lain, tanpa harus menyulitkan
orang lain. Andai saja fasilitas untuk kaum difable benar- benar diperhatikan,

mereka tidak akan merasa kesulitan menggunakan fasilitas umum, orang lain
juga akan dipersulit oleh mereka. Kalau pun hanya sekedar ramps saja
pemerintah seolah-olah tidak mau tahu, lalu bagaimana dengan kebutuhan para
difable yang lain ? Juga seandainya dengan terpaksa mereka tetap melewati
"jalur ramps berbahaya" adakah tanggung jawab pemerintah terhadap
keselamatan mereka?

Anda mungkin juga menyukai