Anda di halaman 1dari 22

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

DAFTAR ISI
A. Tujuan Praktikum.................................................................................................
1. Percobaan Hardening.........................................................................................
2. Percobaan Tempering........................................................................................
3. Percobaan Normalizing......................................................................................

2
2
2
2

B. Dasar Teori............................................................................................................. 3
1. Tijauan Pustaka.................................................................................................. 3
C. Peralatan Praktikum............................................................................................ 11
D. Prosedur Praktikum............................................................................................. 12
E. Data Hasil Praktikum..........................................................................................
1. Tabel 1 data hasil uji kekerasan benda kerja sebelum Heat Treatment............
2. Tabel 2 data hasil uji kekerasan benda kerja setelah Hardening......................
3. Tabel 3 data hasil uji kekerasan benda kerja setelah Tempering.....................
4. Tabel 4 data hasil uji kekerasan benda kerja setelah Normalizing..................
5. Tabel 5 Rangkuman data setiap tahap Heat Treatment....................................
6. Kurva perubahan kekerasan proses Heat Treatment........................................
7. Diagram Proses Heat Treatment......................................................................

14
14
15
16
17
18
19
20

F. Analisa Data.........................................................................................................

21

G. Kesimpulan dan Saran........................................................................................

22

H. Daftar Literatur...................................................................................................

23

A. Tujuan Praktikum
1. Secara Umum
a. Menentukan pengaruh proses pemanasan terhadap kekerasan.
b. Menentukan kekerasan dari suatu material yang sesuai dengan kebutuhan.
c. Mendapatkan sifat mekanik material yang diinginkan.
d. Mengetahui pengaruh pendinginan dengan berbagai perlakuan dengan media
udara, air, air garam (NaCl), dan oli.
e. Mengetahui macam-macam proses heat treatment.
f. Mengetahui berbagai aplikasi heat treatment dalam bidang industri.
1

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

2. Percobaan Hardening
a. Mengeraskan perkakas untuk mendapatkan nilai kekerasannya.
b. Merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensit
yang keras.
3. Percobaan Tempering
a. Untuk mengubah sifat benda menjadi ulet dan tidak getas.
4. Percobaan Normalizing
a. Mengembalikan sifat benda kerja yang telah melalui perlakuan panas
hardening dan tempering ke sifat awal nya.

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

B. Dasar Teori
1. Tinjauan Pustaka
Perlakuan Panas ( Heat Treatment )
Perlakuan Panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam
keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisik logam tersebut. Baja dapat
keraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat atau baja
dapat dilunakkan untuk dapat memudahkan permesinan lebih lanjut. Melalui
perlakuan panas yang tepat, tegangandalam dapat dihilangkan besar butir
diperbesar atau diperkecil ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu
permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet. Maksud perlakuan panas secara
garis besar menyangkut :
1. Meningkatkan kekerasan dan keuletan
2. Menghilangkan tegangan dalam
3. Melunakkan baja
4. Menormalkan keadaan baja biasa dari akibat pengaruh-pengaruh pengerjaan
dan perlakuan panas sebelumnya.
5. Menghaluskan butir-butir Kristal atau kombinasi dari maksud-maksud tersebut
diatas.
a. Hardening
Pengertian pengerasan ialah perlakuan panas terhadap baja dengan
sasaran meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas menuntut
pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan dan pendinginan secara cepat
dengan kecepatan pendinginan kritis.
Faktor penting yang dapat mempengaruhi proses hardening
terhadap kekerasan baja yaitu oksidasi oksigen udara. Selain berpengaruh
terhadap besi, oksigen udara berpengaruh terhadap karbon yang terikat sebagai
sementit atau yang larut dalam austenit. Oleh karena itu pada benda kerja
dapat berbentuk lapisan oksidasi selama proses hardening. Pencegahan kontak
dengan udara selama pemanasan atau hardening dapat dilakukan dengan jalan
menambah temperature yang tinggi karena bahan yang terdapat dalam baja
akan bertambah kuat terhadap oksigen. Jadi, semakin tinggi temperatur,
semakin mudah untuk melindungi besi terhadap oksidasi.
Bila bentuk benda tidak teratur, benda harus dipanaskan perlahanlahan agar tidak mengalami distorsi atau retak. Makin besar potongan
benda, makin lama waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil pemanasan
yang merata. Pada perlakuan panas ini, panas merambat dari luar kedalam
dengan kecepatan tertentu. Bila pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh
3

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

lebih panas dari bagian dalam sehingga dapat diperoleh struktur yang
merata.
Benda dengan ukuran yang lebih besar pada umumnya menghasilkan
permukaan yang kurang kerasmeskipun kondisi perlakuan panas tetap sama.
Hal ini disebabkan oleh terbatasnya panas yang merambat dipermukaan. Oleh
karena itu kekerasan dibagian dalam akan lebih rendah daripada bagian
luar. Melaluiperlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat
dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan
atau permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.

Gambar 1.
1.
2.

Diagram WST atau


TTT dengan 0,9% C
pendinginan cepat menjadikan martensit.
Pendinginan lambat menjadikan struktur tahap antara.

Diagram WST atau TTT menggambarkan hubungan waktu (time), suhu


(temperatur), dan perubahan struktur (transformation). Diagram ini
memiliki skala tegak lurus dan skala waktu mendatar. Lintasan mendatar dari
sumbu tegak hingga garis S pertama (kiri) menunjukan waktu yang
berlangsung hingga tercapainya awal perbentukan austenit, sedang garis S ke
dalam (kanan) menyatakan saat berakhirnya perubahan bentuk. Jarak mendatar
antara kedua garis liku menyatakan jangka waktu proses perubahan bentuk.
Contoh pembacaan diagram TTT, jika baja yang digambarkan diagram
ini didinginkan secara cepat dari suhu pengerasan sekitar 780C menuju 600C
misalnya dalam air garam, maka setelah satu detik terjadi perubahan bentuk
menjadi perlit di titik A pada garis lengkung kiri yang berakhir setelah kira-kira
10 detik di titik B.
Jika dilakukan pengejutan menuju 320C, maka setelah sekitar satu
menit mulai pembentukan suatu struktur tahap antara titik C yang berakhir
pada titik D., setelah sekitar sembilan menit. Jika dilakukan pengejutan menuju
4

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

yang lebih rendah pada kecepatan yang sama, maka pada sekitar 180C
mulai berlangsung perubahan bentuk menjadi martensit. Jika perubahan bentuk
berlangsung perlahan- lahan baja akan mencapai suhu pengejutan pada garis
pendinginan 2 yang kecuramannya berkurang, dapat memotong garis S
pertama di dua titik. Dalam hal ini berlangsung perubahan bentuk perlit.
b. Tempering
Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan kurang cocok digunakan.
Melalui temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi
syarat penggunaan. Proses temper terdiri dari pemanasan kembali baja yang
telah dipanaskan atau dikeraskan pada suhu di bawah suhu kritis disusul
dengan pendinginan. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lunak,
proses ini berbeda dengan proses anil karena disini sifat-sifat dapat
dikendalikan dengan cermat. Temper dimungkinkan oleh karena sifat struktur
martensit yang tidak stabil.
Struktur logam yang tidak stabil tidak berguna untuk tujuan
penggunaan, karena dapat mengakibatkan pecah. Dengan penemperan,
tegangan dan kegetasan diperlunak dan kekerasan sesuai dengan penggunaan.
Ketinggian suhu penemperan dan waktu penghentian benda kerja tergantung
pada jenis baja dan kekerasan yang dikehendaki. Sebagai pedoman berlaku,
bahwa benda kerja distemper sejauh tercapainya keuletan setinggi-tingginya
pada kekerasan yang memadai.
Penemperan harus dilakukan segera setelah pengejutan karena tegengan
kekerasan pada umumnya baru timbul beberapa saat setelah pengejutan.
Jika penemperan tidak dapat langsung mengikuti pengejutan maka bahaya
pembentukan retak dapat dikurangi dengan jalan memasukan benda kerja
kedalam air yang mendidih untuk beberapa jam lamanya.
Temper pada suhu rendah antara 150C - 230C tidak akan
menghasilkan penurunan yang berarti karena pemanasan akan
menghilangkan tegangan dalam terlebih dahulu. Penemperan pada suhu
hingga karena pemanasan akan menghilangkan tegangan dalam terlebih
dahulu. Penemperan pada suhu hingga 200C ini disebut penuaan buatan.
Baja yang memperoleh perlakuan seperti ini memiliki ukuran yang tetap
5

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

untuk waktu lama pada suhu ruangan. Penempran antara suhu 200C - 380C
untuk memperlunak kekerasn yang berlebihan dan meningkatkan keuletan,
sedangkan perubahan ukuran yang terjadi pada pengejutan diperkecil.
Penemperan pada suhu antara 550C - 650C untuk meningkatkan kekerasn
dengan menguraikan karbid. Penemperannya hanya pada baja perkakas paduan
tinggi. Penemperan baja bukan paduan berlangsung pada suhu penemperan
yang berpedoman pada karbon dan kekerasan yang dikehendaki.
Proses temper pada pemanasan sampai suhu temperatur tertentu
(temperatur kritis) dan didinginkan dengan

lambat.

Pemanasan dilakukan

sampaitemperatur yang diperlukan, biasanya antara 200C - 600C tergantung


pada keperluan. Makin tinggi temperatur pemanasan, makin besar penurunan
kekerasan sedangkan kekenyalannya bertambah.

Gambar 2. Pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan baja bukan paduan. Daerah
penemperan diarsir, B = batas yang diijinkan.

Pengaruh perlakuan panas meningkatkan kekuatan dengan naiknya


kandungan zat arang. Lama dan tingginya suhu penemperan untuk mengubah
sifat pengerasan temper secara kuat atau lemah tergantung pada jenis baja,
kekerasan dan kekuatan menurun dengan bertambahnya suhu penemperan,
sedangkan kekenyalan dan keuletan meningkat.
Proses temper terdiri dari penggumpalan atau pertumbuhan sementit
terjadi pada suhu 315C diikuti dengan penurunan kekerasan. Peningkatan
suhu akan mempercepat penggumpalan karbida, sementara kekerasan turun
terus. Pada gambar dibawah ini terlihat sifat baja AISI 1050 yang dapat dicapai
dengan melakukan proses temper, terlihat kekuatan tarik, titik luluh,
penyusutan penampang atau perpanjangan.

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

Unsur paduan mempunyai pengaruh yang berarti pada proses


temper, pengaruhnya menghambat laju pelunakan, sehingga baja paduan
akan memerlukan suhu temper yang lebih tinggi untuk mencapai kekerasan
tertentu. Pada proses temper perlu diperhatikan suhu maupun waktu. Meskipun
pelunakan terjadi pada saat-saat pertama setelah suhu temper dicapai, selama
pemanasan yang cukup lama terjadi penurunan kekerasan.

Gambar 3. Baja AISI 1050 yang dicapai dengan melakukan proses temper.

Setelah suhu dinaikkan sampai suhu penyepuhan (tempering heat),


baja dibiarkan dingin secara perlahan-lahan. Suhu yang pasti untuk
tempering tergantung pada kegunaan baja tersebut. Tingkat kekerasan yang
dicapai setelah pendinginan tergantung pada kandungan karbon dalam baja,
baja yang mengandung kurang dari 0,3% karbon tidak memperlihatkan
perubahan yang nyata. Kekerasan maksimum dicapai bila baja mengandung
1,3% karbon..
Semakin tinggi suhu penemperan dan semakin lama didiamkan pada
suhu ini (lama penemperan), semakin banyak terbentuk martensit, kekerasan
akan menjadi lebih rrendah, keuletan bertambah dan tegangan
Pada waktu

penemperan warnanya masing-masing berubah menurut

suhu (kuning terang hingga kelabu).


c. Normalizing
7

berkurang.

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

Proses normalizing adalah proses perlakuan panas terhadap baja


dengan tujuan mendapatkan struktur, butiran yang halus dan seragam untuk
menghilangkan tegangan dalam akibat pengerjaan dengan mesin.
Proses penormalan umumnya diterapkan pada baja karbon dan baja
paduan rendah. Kekerasan yang akan diperoleh dari perlakuan ini tergantung
pada ukuran, komposisi baja serta laju pendinginan. Normalizing tidak dapat
diterapkan pada jenis baja yang dapat dikeraskan di udara.
Tujuan dari proses normalizing ini adalah untuk memperhalus butir,
memperbaiki mampu mesin, menghilangkan tegangan sisa yaitu, dan
memperbaiki sifat mekanik baja karbon struktural dan baja-baj paduan rendah.
Secara umum proses normalizing ini dilakukan dengan dengan cara
memanaskan baja 850 derajat sampai 900 derajat, kemudian setelah suhu
merata didinginkan diudara.
manfaat dari proses normalizing ini adalah antara lain :
1. Menghilangkan struktur yang berbutir kasar yang diperoleh dari proses
pengerjaan yang sebelumnya di alami oleh baja
2. Mengeliminasi struktur yang kasar yang diperoleh dari akibat pendinginan
yang lambat pada proses anil
3. Menghaluskan ukuran ferit dan pearlite
4. Memodifikasi dan menghaluskan struktur cor dendritik
5. Penormalan dapat mencegah distorsi dan memperbaki mampu mesin-mesin
baja paduan yang dikarburasi karen atemperatur penormalan lebih tinggi
dari temperatur pengkarbonan
6. Penormalan dapat memperbaiki sifat-sifat mekanik
d. Pendinginan dan Media Pendingin
Seperti pemanasan, pendinginan juga tidak merata pada keseluruhan
penampang benda kerja (dari luar kedalam) Untuk proses quenching kita
meakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media oli.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan struktur matensite, semakin banyak
unsur karbon, maka struktur matensite yang terventuk juga akan semakin
banyak. Karena martensite terbentuk dari fase austenite yang didinginkan
secara cepat. Hal ini disebabkan Karena atom karbon atom tidak sempat
berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur Kristal dan membentuk struktur
tetragonal yang ruang kosong antara atomnya kecil, sehingga kekerasannya
8

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

meningkat. Untuk mendinginkan bahan dikenal berbagai macam bahan,


dimana untuk memperoleh pendingan yang merata maka bahan pendingin
tersebut hampir semuanya disirkulasi, contohnya yaitu :
1. Air
Air memberi pendinginan yang sangat cepat. Untuk memperbesar daya
pendinginan air, maka kedalam air tersebut dilarutkan garam dapur dari 5
sampai 10%.
2. Minyak Oli
Minyak / oli memberi pendinginan yang ceat, oleh karena itu untuk
keperluan in minyak harus memenuhi berbagai macam persyaratan.
3. Udara
Udara memberikan pendingan perlahan-lahan. Udara tersebut ada yang
disirkulasi da nada pula yang tidak disirkuasi.
4. Larutan Garam (NaCl)
Garam memberikan pendinginan yang cepat dan merata. Garam tersebut
terutama digunakan untuk proses hardening.
e. Uji Kekerasan dengan Metode Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan
material uji tersebut. Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan
menggunakan metode Rockwell yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh
indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan
beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban
mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3
ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F. Besarnya minor
load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenisjenisnya bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rockwell Hardness Scales


F0
F1
F
Scale
Indentor
E
(kgf) (kgf) (kgf)
Jenis Material Uji
A Diamond cone 10
50
60 100 Exremely hard materials, tugsen carbides,
dll
B 1/16" steel ball 10
90 100 130 Medium hard materials, low dan medium
carbon steels, kuningan, perunggu, dll
9

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

Diamond cone

10

140

150

D
E
F
G
H
K
L
M
P
R
S
V

Diamond cone
1/8" steel ball
1/16" steel ball
1/16" steel ball
1/8" steel ball
1/8" steel ball
1/4" steel ball
1/4" steel ball
1/4" steel ball
1/2" steel ball
1/2" steel ball
1/2" steel ball

10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

90
90
50
140
50
140
50
90
140
50
90
140

100
100
60
150
60
150
60
100
150
60
100
150

100 Hardened steels, hardened and tempered


alloys
100 Annealed kuningan dan tembaga
130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll
130 Alumunium sheet
130 Cast iron, alumunium alloys
130 Plastik dan soft metals seperti timah
130 Sama dengan H scale
130 Sama dengan H scale
130 Sama dengan H scale
130 Sama dengan H scale
130 Sama dengan H scale
130 Sama dengan H scale
130 Sama dengan H scale

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya


kekerasan dengan metode Rockwell.
HR = E - e
Dimana :
F0

= Beban Minor(Minor Load) (kgf)

F1

= Beban Mayor(Major Load) (kgf)

= Total beban (kgf)

= Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

= Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line

yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bisa dilihat pada table 1
HR

10

= Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

C. Peralatan Praktikum
Dalam setiap proses paraktikum tentu perlu adanya persiapan alat dan bahan. Hal
ini bertujuan untuk menunjang proses praktikum agar dapat berlangsung dengan
efisien dan memperoleh hasil yang maksimal. Begitu pula pada proses praktikum Heat
Treatment ini, ada beberapa alat dan bahan yang harus dipersiapkan diantaranya
adalah :
Alat :
Kikir / Gerinda
Palu
Mata Stamping
Amplas
Oven / Furnance
Mesin Uji Keras / Rockwell
Tang
Larutan Pendingin ( Air, NaCL, Oil )
Bahan :
Besi ST 37
Besi ST 45
Besi ST 60
Besi ST 80
Besi Amuntit

11

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

D. Prosedur Praktikum
Pertama-tama siapkan alat dan bahan praktikum. Bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah besi berbentuk silinder dengan ketentuan jenis besi yaitu ST 37,
ST 45, ST 60, ST 80, dan Amuntit. Pastikan masing-masing besi telah pada bagian sisi
alas telah bersih dari karat dan rata. Gunakan Mesin Gerinda sebagai penghalus bagian
yang terlalu kasar, lalu dilanjutkan dengan digosok menggunakan amplas. Agar setelah
dilakukan treatment kita mengetahui jenis besi tersebut dan menghindari lupa,
stamping masing-masing besi sesuai dengan kode kadar baja (misal: ST 37 di
stamping dengan angka 3 dan 7).
Setelah halus besi sudah bisa di uji dengan menggunakan mesin uji keras.
Metode uji yang digunakan adalah Metode Rockwell sehingga pastikan gaya yang
diberikan 150 kN. Catat hasil pengujian tersebut masing-masing besi tiga kali uji
dengan satuan HRC dan cari nilai rata-rata data dari masing-masing besi tersebut.
Setelah besi diuji kekerasannya, besi siap dilakukan Heat Treatment. Berikut
penjelasan lebih mengenai Heat Treatment tersebut:
1. Hardening
Masukan besi ke oven lalu panaskan. Temperatur yang dibutuhkan untuk
melakukan hardening ini adalah 850oC sehingga besi mencapai temperatur
Austenit yang menjadikan besi membentuk struktur mikro Austenit. Sebelum
temperatur telah mencapai suhu yang diinginkan, pastikan bahwa larutan yang
dipakai untuk pendinginan cepat (quenching) telah siap, yaitu air, oli, dan larutan
NaCl. Setelah mencapai suhu 850oC angkat besi menggunakan tang panjang
(jangan lupa memakai gloves) dan langsung dicelupkan ke dalam larutan yang
masing-masing besi telah ditentukan yaitu:
-

ST 37 ke dalam air
ST 45 ke dalam larutan NaCl
ST 60 ke dalam Oli
ST 80 ke dalam NaCl
Dan Amuntit ke dalam Oli
Setelah besi-besi itu dingin, amplas dan uji kembali menggunakan mesin uji

kekerasan. Ambil data dari besi tersebut masing-masing 3 dan cari nilai rataratanya. Apakah Anda mendapatkan data yang berubah secara signifikan? Tarik
simpulan dari data yang baru didapatkan!
12

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

2. Tempering
Tujuan dilakukannya Tempering adalah untuk mengurangi nilai kekerasan
pada besi. Temperatur yang dibutuhkan adalah di bawah 600oC, dan suhu yang
kita gunakan adalah 500oC. Setelah besi dipanaskan pada oven hingga 500oC,
lakukan quenching kembali menggunakan larutan yang sesuai dengan
sebelumnya.
Setelah besi kembali dingin, amplas dan uji kembali menggunakan mesin uji
kekerasan. Ambil data dari besi tersebut masing-masing 3 dan cari nilai rataratanya. Apakah Anda mendapatkan data yang berubah secara signifikan? Tarik
simpulan dari data yang baru didapatkan!
3. Normalizing
Pada Normalizing ini diharapkan besi kembali sesuai dengan sifat sebelum
diberlakukannya heat treatment. Yaitu dengan cara memanaskan besi tersebut
hingga temperatur Austenit 850oC namun tidak diberlakukan Quenching. Cukup
didinginkan sesuai dengan suhu ruangan (pendinginan lambat) yaitu dengan
menaruhnya di dalam oven hingga dingin atau diletakkan diluar oven dengan suhu
ruangan.
Setelah besi dingin kembali. Amplas dan uji kembali menggunakan mesin uji
kekerasan. Ambil data dari besi tersebut masing-masing 3 dan cari nilai rataratanya. Apakah Anda mendapatkan data yang hampir sesuai dengan nilai keras
sebelum dilakukan heat treatment? Tarik simpulan dari data yang baru didapatkan!

13

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

E. Data Hasil Praktikum


1. Tabel 1 data hasil uji kekerasan benda kerja sebelum Heat Treatment

14

No.

Benda Kerja

1
2
3
4
5

ST 37
ST 45
ST 60
ST 80
Amuntit

Uji Keras (HRC)


1
2
3
NG 3,7
NG 7,9
NG 9,3
NG -1,1
19,2
18,3
23
23,9
28
22,8
24
25,4
NG 2,0
10,7
11,4

Rata-rata
(HRC)
6,97
12,13
24,97
24,07
8,03

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

2. Tabel 2 data hasil uji kekerasan benda kerja setelah Hardening

No.

No.

Benda Kerja

1
2
3
4
5

ST 37
ST 45
ST 60
ST 80
Amuntit

Benda Kerja

1
40,0
42,5
54,6
59,2
58,1

Uji Keras (HRC)


2
28,7
42,6
53,9
58,0
65,4

Rata-rata
3
53.8
40,1
50,5
57,3
64,7

Uji Keras ( H R C )

(HRC)
40,83
41,73
53
58,17
62,73

Rata rata
(HRC)

1.

ST 37

1
29, 7 HRC

2
36, 8 HRC

3
28, 3 HRC

31, 6 HRC

2.

ST 45

35, 1 HRC

35, 4 HRC

35, 0 HRC

35, 17 HRC

3.

ST 60

40, 7 HRC

41, 1 HRC

40, 8 HRC

40, 87 HRC

4.

ST 80

37, 5 HRC

39, 6 HRC

39, 8 HRC

38, 97 HRC

5.

Amuntit

43, 9 HRC

46, 5 HRC

47, 1 HRC

45, 83 HRC

3. Tabel 3 data hasil uji kekerasan benda kerja setelah Tempering

15

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

4. Tabel 4 data hasil uji kekerasan benda kerja setelah Normalizing

16

No.

Benda Kerja

1
2
3
4
5

ST 37
ST 45
ST 60
ST 80
Amuntit

Uji Keras ( HRB / HRC )


1
2
3
NG 6.2
NG 7.7
NG 8.1
NG 3.8
NG 5.1
NG 5.2
27.7
27.2
28.5
22.5
25.3
26.8
36.8
38.1
38.2

Rata rata
(HRC)
7.33
4.7
27.8
24.86
37.7

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

5. Tabel 5 Rangkuman data setiap tahap Heat Treatment


No.

Benda

Kekerasan

Kerja

sebelum
heat

Hardening
T
Media
(OC)

Quenching

treatment
(HRC)

1
2
3
4
5

ST 37
ST 45
ST 60
ST 80
amuntit

6,97
12,13
24,97
24,07
8,03

Kekerasan
setelah
proses

Tempering
T
Media
(OC)

Quenching

hardening
(HRC)

850
850
850
850
850

Air
NaCl
Oli
NaCl
Oli

40,83
41,73
53
58,17
62,73

Kekerasan
setelah
proses

Normalizing
T
Media
(OC)

pendingin

Tempering
(HRC)

500
500
500
500
500

Air
NaCl
Oli
NaCl
Oli

31,6
35,17
40,87
38,97
45,83

setelah
proses
Normalizing
(HRC)

850

Udara

7,33

850

terbuka
Udara

4,70

850

terbuka
Udara

27,8

850

terbuka
Udara

24,87

850

terbuka
Udara

37,7

terbuka

17

Kekerasan

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

6. Kurva perubahan kekerasan proses Heat Treatment

Perubahan Kekerasan
70
62.73
60

58.17
53

50
45.83
41.73
40.83

40

40.87
38.97

37.7

35.17

Tingkat Kekerasan (HRc)

31.6

30

27.8
24.87

24.97
24.07
20

12.13
10
8.03
6.97
01
1

7.33
4.7
4

Tahap
ST 37

ST 45

ST 60

Keterangan :
Tahap 1 : keadaan sebelum heat treatment
Tahap 2 : keadaan setelah proses hardening
Tahap 3 : keadaan setelah proses tempering
Tahap 4 : keadaan setelah proses normalizing

18

ST 80

amuntit

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

7. Diagram Proses Heat Treatment


Berikut adalah simpulan proses digambarkan dalam bentuk diagram

19

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

F. Analisa Data
Pada pengujian keras sebelum dilakukan proses perlakuan panas bahan st 37
dan st 45 berada pada kondisi NG dikarenakan menggunakan indentor intan
(diamond) . Seharusnya untuk baja yang lebih lunak digunakan indentor bola
(ball),tetapi berhubung indentor bola tidak tersedia maka tetap digunakan indentor
intan (diamond). Untuk st 60, 80, dan amuntit telah sesuai penggunaan indentor nya
yaitu indentor intan (intan) dengan beban 150 kgf. Namun pada bahan baja berkarbon
tinggi yaitu amuntit terbaca keadaan NG, seharusnya pada keadaan normal amuntit
akan menunjukkan nilai kekerasan yang tinggi, karena amuntit baja dengan kadar
karbon tinggi.
Selanjutnya, setelah dilakukan proses hardening baja dipanaskan hingga
temperatur austenit lalu di didinginkan tiba-tiba (quenching). Disini bahan terlihat
menjadi semakin keras dan jauh lebih keras dari sebelumnya. Semua bahan terbaca
pada kekerasan di atas 40 HRC dan bahan yang paling keras adalah amuntit. Pada
tahap tempering seluruh bahan menurun sedikit tingkat kekerasanya, proses ini
meghilangkan sifat getas pada baja, namun menaikkan sifat ulet. Setelah proses
tempering baja amuntit tetap tertinggi nilai kekerasanya.
Terakhir dilakukan proses normalizing untuk mengembalikan struktur dan sifat
baja ke keadaan normal, dengan memanaskan hingga suhu austenit (850O C) dan
didinginkan dengan perlahan dengan diletakkan di udara terbuka hingga dingin. Pada
keadaan ini baja akan menjadi lunak dan berubah ke sifat aslinya. Hasil dari pengujian
kekerasan (HRC) terlihat baja st 37 dan st 45 kembali ke keadaan NG karena menjadi
lunak kembali. Baja st 60 dan st 80 harga kekerasanya mendekati ke nilai awal
sebelum dilakukan heat treatment. Pada baja amuntit terlihat tetap pada harga teringgi
dari baja yang lain dan tidak seperti keadaan awal yang terbaca NG, dapat dikatakan
melalui proses heat treatment dapat memperbaiki sifat baja.

20

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

G. Kesimpulan dan Saran


Sesuai percobaan perlakuan panas yang telah dilakukan, proses heat treatment
dapat memperbaiki sifat baja yang rusak karena perlakuan, pengerjaan mesin, cara
penyimpanan, dll. Dengan proses hardening baja meningkat jauh harga kekerasanya,
lalu dengan proses tempering bahan2 tingkat kekerasan yang tinggi dan cenderung
bersifat getas berubah menjadi sedikit lebih lunak dan ulet. Dan pada tahap
normalizing baja yang diuji berubah kembali ke sifat awalnya. Khusus untuk baja
amuntit terlihat jauh perbedaanya antara keadaan awal sebelum dilakukan heat
treatment dengan setelah dilakukan heat treatment. Dapat dikatakan heat treatment
dapat memperbaiki sifat baja yang kemungkinan rusak karena cara pengerjaan yang
dilakukan sebelumnya.
Dalam praktek ini diperlukan kehati-hatian dalam menjalankannya, dan
utamakan keselamatan.

21

Amiruddin Aziz Politeknik Negeri Jakarta

H. Literatur
https://ariffbudianto.wordpress.com/2012/04/08/heat-treatment/
http://ikanur23.blogspot.co.id/2011/04/proses-normalizing-baja.html
http://herisouvenir.blogspot.co.id/

22

Anda mungkin juga menyukai