Anda di halaman 1dari 89

HIJAUNYA LEMBAH HIJAUNYA LERENG PEGUNUNGAN

Pembuat Ebook :
Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoyo, Arema
Editor Ebook :
(Ebook Novel, Teenlit) http://www.zheraf.net/
(Cersil, Silat Mandarin) http://zheraf.wapamp.com/

Naskah ini untuk keperluan kalangan sendiri,


penggemar karya S.H. Mintardja dimana saja berada yang
berkumpul di Web Pelangi Singosari dan Tiraikasih
Jilid 118
"TERIMA KASIH NGGER. Aku m engerti maksud angger.
Agaknya angger mencemaskan kemungkinan ada orang-orang
yang langsung memburu anak Ki Buyut Sendang Apit itu
sampai kemari.
"Ya, Ki Bekel." jawab Mahisa Murti, sementara Kiai Wijang
menyambungnya "Kami membaca naluri kedua pengawal yang
tajam itu, sehingga mereka merasa perlu memindahkan
momongannya."
Ki Bekel mengangguk-angguk. Dengan nada rendah ia
bergumam "Jika demikian, maka kami harus bersiap-siap
sepenuhnya. "
Dengan sungguh-sungguh Mahisa Murtipun menjawab "Ya.

Padukuhan ini harus benar-benar bersiap. Yang akan dihadapi


mungkin bukan sekedar perampok betapapun kuatnya. Tetapi
mungkin satu kelompok khusus yang dikirim untuk memburu
anak ki Buyut Sendang Apit itu." Demikianlah, maka Mahisa
Murti dan Kiai Wijangpun mohon diri. Sementara itu, Ki
Bekelpun langsung memerintahkan anak-anak muda
padukuhan itu bersiap-siap. Bahkan bukan hanya anak-anak
muda, tetapi semua laki -laki yang berani dan masih memiliki
tenaga dan kemampuan untuk ikut mengamankan padukuhan
mereka dari pihak manapun juga.
Ki Bekel sendiri tidak hanya sekedar memberi perintah.
Tetapi ia sudah berniat untuk m emimpin langsung kekuatan
padukuhan itu jika t erjadi sesuatu. Dengan demikian, m aka
setiap bebahupun telah ikut bersiap-siap pula menghadapi
setiap kemungkinan yang dapat terjadi.
Menj elang senja, maka seperti y ang dikatakan oleh Mahisa
Murti, maka Putut Lembana dan Mahisa Semu telah berada di
padukuhan itu berserta ampat orang cantrik pilihan. Pada
waktu yang sama, dua orang Putut y ang lain serta ampat orang
cantrik pula telah berada di padukuhan induk Kabuyutan
Talang Alun. Kehadiran anak Ki Buyut Sendang Apit agaknya
telah membuat padukuhan induk Kabuyutan Talang Alun juga
bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan atas
permintaan kedua orang pengawal anak Ki Buyut Sendang
Apit itu.

Berbeda dengan kehadiran Putut Lembana dan Mahisa


Semu di Logandeng yang langsung berhubungan dengan Ki
Bekel, maka Putut Manyar dan Putut Parama serta para
cantrik y ang datang bersamanya, ju stru langsung berada di
banjar bersama anak-anak muda yang sudah mereka kenal
dengan baik.
Namun ternyata tidak seorangpun diantara anak-anak
muda yang mengetahui, bahwa anak Ki Buyut Sendang Apit
ada di padukuhan induk itu. Tidak seorangpun yang
menyebutnya. Bahkan seorang bebahu y ang ada diantara
merekapun tidak menyinggung bahwa diantara para
pengungsi itu terdapat anak Ki Buyut Sendang Apit.
Namun ju stru karena itu, maka kedua Putut dan para
cantrik dari Padepokan Bajra Seta juga tidak menyebut sama
sekali tentang pengungsi y ang khusus itu.
Ketika malam turun, maka baik di padukuhan induk,
maupun di padukuhan Logandeng, gardu -gardupun telah
berisi. Demikian pula banjar padukuhan. Ki Bekel dan para
bebahu juga sudah berada di banjar pula.
Ki Bekel y ang duduk dipendapa banjar bersama Putut
Lembana dan Mahisa Semu serta para bebahu telah
membicarakan banyak kemungkinan yang dapat terjadi di
padukuhan itu.
Dalam pada itu, maka Putut Lembanapun berkata "Ki
Bekel. Keadaan ini mungkin akan berlangsung untuk waktu

yang agak panjang. Ki Bekel harus berusaha untuk


selanjutnya, mengatur tugas-tugas anak-anak muda. Karena
tugas-tugas mereka memerlukan waktu, maka sebaiknya
semua tenaga jangan dihentakkan habis-habisan. Jika malam
ini semua anak muda dan laki-laki keluar dari rumah, dapat
dimengerti, justru pada hari yang pertama. Namun mulai
besok, sebaiknya Ki Bekel mulai menghemat tenaga. Anakanak
muda dan laki -laki di padukuhan ini dapat diatur
bergantian. Dengan demikian maka tenaga mereka tidak
terhambur sia -sia.
Ki Bekel mengangguk-angguk. Katanya "Aku sependapat
ngger. Tetapi hari ini aku tidak sempat melakukannya. Tetapi
malam nanti, menjelang dini, aku akan memanggil para
bebahu untuk mengatur kegiatan di malam-malam
berikutnya."
Tetapi pembicaraan mereka terputus ketika dua orang anak
muda naik ke pendapa banjar dengan tergesa -gesa.
"Ada apa ?" bertanya Ki Bekel.
"Ki Bekel" jawab salah seorang dari anak muda itu "aku
melihat sekelompok orang yang tidak dikenal mendekati
padukuhan ini. "
"Mungkin mereka sekelompok pengungsi y ang baru
datang " desis Ki Bekel.
"Tidak. Mereka semuanya laki-laki bersenjata. "
Ki Bekel termangu-mangu sejenak. Namun kemudian

katanya " aku akan ke pintu gerbang padukuhan."


"Mereka sudah semakin dekat. Kami yang berada di bulak
berlari lewat pematang dan tanggul parit mendahului mereka."
berkata salah seorang dari keduanya.
Ki Bekelpun dengan tergesa -gesa telah ber siap m enuju ke
regol padukuhan. Putut Lembana, Mahisa Semu dan para
bebahupun ikut pula bersamanya. Sementara anak-anak muda
dan laki -laki yang ada di banjar diminta mempersiapkan diri.
"Hubungi gardu-gardu per onda. Kalian datang kepada
mereka. Jangan bunyikan isyarat lebih dahulu sebelum
semuanya jelas. Mungkin kita memang tidak perlu
membunyikannya. Anak-anak muda y ang ada di gardu
dibelakang regol akan dapat menjadi penghubung jika baik
sekali. "
Demikianlah, maka Ki Bekel serta beberapa orangpun telah
menuju ke regol padukuhan. Beberapa saat mereka
menunggu. Sementara itu kepada beberapa orang anak muda
yang ada di gardu dibelakang reg ol, Ki Bekel minta mereka
mengamati keadaan. Mungkin mereka memang tidak
melewati regol padukuhan.
"Buat hubungan dari gardu ke gardu untuk mengamati
seluruh jalan masuk ke padukuhan ini." berkata Ki Bekel
kepada anak-anak muda y ang sedang meronda.
Anak-anaK muda yang sedang meronda itupun sea-era
menjalankan tugas sebagaimana diperintahkan oleh Ki Bekel.

Mereka segera memencar untuk menghubungi gardu-gardu


yang ter sebar. Beranting perintah Ki Bekel itupun dalam
waktu yang singkat telah sampai kepada para per onda di
gardu-gardu terutama yang dekat dengan jalur jalan
memasuki padukuhan itu.
Untuk beberapa saat Ki Bekel menunggu. Demikian pula
anak-anak m uda y ang m engawasi setiap pintu regol. Namun
mereka tidak melihat seorangpun. Bahkan para peronda itu
tidak saja m engawasi jalan-jalan masuk, tetapi juga dinding
padukuhan y ang seakan-akan setiap jengkal mendapat
pengawasan yang sungguh-sungguh.
Putut Lembana yang berada di regol induk bersama Ki
Bekel itu dengan kepekaan panggraitannya merasakan satu
kejanggalan. Sekelompok orang itu tentu sudah berada
disekitar padukuhan itu. Mungkin mereka sengaja menunggu.
Tetapi mungkin tidak.
Karena itu, seakan-akan demikian tiba-tiba ia berkata "Ki
Bekel, aku akan pergi ke banjar. Aku ingin melihat rumah
tempat anak Ki Buyut Sendang Apit itu kemarin tinggal,
sebelum dipindahkan kerumah Ki Buyut Talang Alun. "
"Untuk apa ?" bertanya Ki Bekel.
"Aku akan melihatnya " jawab Putut Lembana. Lalu katanya
kepada Mahisa Semu" Marilah. Kita lihat rumah itu.
Dengan tergesa-gesa Putut Lembana dan Mahisa Semu
telah pergi ke banjar. Namun sebelum mereka sampai,

ternyata mereka telah melihat keributan yang terjadi.


Demikian Putut Lembana sampai ke banjar, maka iapun
segera bertanya "Apa yang terjadi ?"
"Beberapa orang telah mendatangi rumah sebelah " jawab
anak muda itu.
"Dimana para cantrik sekarang ?" bertanya Mahisa Semu
"Mereka telah pergi kerumah sebelah," jawab anak muda
itu. Lalu katanya pula "Kawan-kawan juga sudah pergi
kerumah sebelah."
Putut Lembana dan Mahisa Semupun segera berlari Putut
Lembana itu sempat berdesis "Aku sudah mengira Mereka
tentu bukan orang kebanyakan. Mereka mampu memasuki
padukuhan ini tanpa diketahui oleh para peronda dan anakanak
muda y ang bertugas."
"Kenapa mereka mendatangi rumah itu ?" bertanya Mahisa
Semu.
"Mereka mengira bahwa anak Ki Buyut Sendang Apit masih
berada ditempat itu. "
Mahisa Semu tidak sempat bertanya lagi. Mereka telah
memasuki halaman rumah saudara Ki Bekel y ang sebelumnya
menjadi tempat tinggal ai.ak Ki Buyut Sendang Apit yang telah
mengungsi dari Kabuyutannya y ang sedang kalut.
Pertempuran m emang telah t erjadi di halaman rumah itu
Para cantrik telah terlibat pula didalamnya selain beberapa
orang anak muda. Bebahu Sendang Apit y ang mengungsi

dirumah itupun telah ikut bertempur pula bersama anak-anak


muda Logandeng.
Namun sebenarnyalah bahwa orang-orang yang datang
menyerang itu memiliki beberapa kelebihan dari anak-anak
muda Logandeng. Untunglah para cantrik sudah ada diantara
mereka, sehingga meskipun hanya ampat orang, namun para
cantrik itu dapat memberikan kekuatan dan lebih dari itu,
keempat cantrik y ang bertempur dengan garangnya itu
menjadi pendor ong jiwani bagi keberanian anak-anak muda
Logandeng sebagaimana saat mereka bertempur dengan
sekelompok perampok y ang dipimpin oleh Jaran Abang.
Kedatangan Putut Lembana dan Mahisa Semu ternyata
telah membangkitkan keberanian y ang semakin tinggi.
Beberapa orang anak muda diluar sadarnya tiba -tiba saja
sudah bersorak, sehingga sekelompok orang y ang m eny erang
padukuhan Logandeng itu t erkejut. Merekapun segera sadar,
bahwa y ang datang itu tentu orang-orang yang dianggap
penting oleh anak-anak muda Logandeng itu.
Sebenarnyalah ketika Putut Lembana dan Mahisa Semu
mulai turun kegelanggang, maka orang-orang yang datang
menyerang itu mengetahui dengan pasti, bahwa dua orang
anak muda itu memiliki banyak kelebihan dari anak-anak
muda yang lain.
Pemimpin sekelompok orang yang meny erang padukuhan
itupun telah berusaha untuk dapat langsung menghadapi

Putut Lembana. Sementara itu, Putut Lembanapun tidak


menghindarinya.
"Kau tentu bukan bagian dari anak-anak muda Logandeng "
geram lawannya itu.
"Kenapa ? Aku adalah bagian dari mereka. Aku kemanakan
Ki Bekel Logandeng " jawab Putut Lembana.
"Omong kosong" geram orang itu sambil menyerang.
Dengan tangkas Putut Lembana menghindari serangan itu.
Bahkan iapun telah mulai meny erang pula dengan cepatnya.
Sementara itu, lawannya itu bertanya pula "Dimana kau
sembunyikan anak itu he ?"
"Anak yang mana ?" jawab Putut Lembana.
"Jangan berpura-pura. Jika kami tidak m enemukan anak
itu, maka padukuhan ini akan kami hancurkan." geram orang
itu.
"Kau salah menilai kemampuan anak-anak muda
Logandeng" jawab Putut Lembana" tetapi semuanya sudah
terlanjur. Kau sudah terlanjur menginjak bumi Logandeng.
Kau telah membasahi bumi kami dengan darah. Karena itu,
maka kalian tidak akan dapat keluar lagi dari padukuhan ini.
Kemungkinan terbaik bagi kalian hanyalah meny erahkan diri.
Karena kami tidak terbiasa membunuh orang yang sudah
menyerah.
Orang itu benar-benar menjadi m arah. Ia m erasa terhina
oleh kata-kata Putut Lembana. Karena itu, maka iapun

kemudian meny erang dengan garangnya.


Tetapi Putut Lembana dengan tangkasnya menghindari
serangan itu dengan loncatan panjang. Lawannya mengira
bahwa Putut Lembana itu terdesak. Tetapi Putut Lembana
justru tertawa sambil berkata "Apakah kau benar-benar orang
Pudaklamatan? Atau kau datang dari Padepokan Kencana
Pura y ang lebih dikenal dengan Padepokan Renapati?"
"Setan kau. Darimana kau dapat meny ebut semuanya
Putut Lembana meloncat menghindari serangan lawannya.
Namun ia sempat bertanya pula "Siapa namamu he? Kau kira
aku tidak dapat m elihat bahwa ada beberapa orang diantara
kalian y ang memiliki unsur gerak yang senafas. Tentu
kemampuan itu kajian terima dari sebuah perguruan
"Tutup mulutmu. Aku akan membunuhmu" geram orang
itu.
Putut Lembana tidak bertanya lagi. Pertempuran diantara
keduanya menjadi semakin sengit. Tetapi justru Putut
Lembana mengenali kesamaan unsur gerak dari beberapa
orang kawannya, maka seakan-akan tanpa menyadarinya,
iapun mulai memperhatikan beberapa orang y ang mengaku
anak-anak muda Padukuhan Logandeng. Pada setiap
kesempatan ia mencoba mengenali unsur gerak anak-anak
muda yang bertempur dihalaman. Ternyata orang itupun
mampu mengenali kesamaan antara beberapa orang yang
ternyata adalah para cantrik dari Padepokan Bajra Seta.

Hampir diluar sadarnya pula orang itu berteriak "He, siapa


sebenarnya kau dan beberapa orang yang ada disini, he? Jika
kau dapat menyebut aku dari sebuah perguruan, bukankah
kau dan beberapa orang kawanmu juga datang dari sebuah
perguruan?"
"Ya " jawab Putut Lembana "seorang yang berilmu telah
datang hampir setiap pekan dua kali untuk melatih kami,
anak-anak muda Logandeng dalam olah kanuragan. Memang
tidak semua, tetapi sebagian dari kami."
Orang itu menggeram marah. Dengan serta merta ia
meningkatkan kemampuannya meny erang Putut Lembana
bagaikan arus banjir bandang.
Tetapi Putut Lembana ternyata cukup tangkas. Seranganserangan
lawannya dapat dihindarinya. Bahkan sekali-sekali
iapun telah membalas menyerang pula. Bahkan seranganserangan
Putut Lembana cukup mengejutkan lawannya.
Sementara itu, Mahisa Semupun bertempur dengan
sengitnya pula. Ia menghadapi seorang y ang bertubuh sedang.
Namun wajahnya nampak garang. Seleret bekas luka terdapat
dikeningnya, Kepalanya yang botak membuat kesan tersendiri.
Namun Mahisa Semu dengan tangkasnya melawan orang
berkepala botak itu. Dengan cepat ia berloncatan menghindari
serangan-serangan yang keras. Namun tiba-tiba saja Mahisa
Semulah yang meloncat meny erang.
Lawannya memang m emiliki pengalaman y ang lebih luas.

Tetapi bahwa Mahisa Semu y ang telah ditempa di Padepokan


Bajra Seta, telah m embuat lawannya kadang-kadang m enjadi
bingung. Mahisa Semu y ang bagi lawannya masih t erlalu
muda itu, ternyata sulit untuk dapat dikuasainya.
Mahisa Semu y ang telah m endalami latihan-latihan untuk
membangunkan tenaga dalamnya itu, benar-benar telah
mengejutkan lawannya ketika sekali-sekali terjadi benturan
Anak yang masih sangat muda itu ternyata telah memiliki
kekuatan y ang sangat besar, serta kemampuan ilmu yang
mendebarkan.
Bahkan ketika pertempuran itu menjadi semakin sengit.
Mahisa Semu ju stru mulai berhasil menyusupkan seranganserangannya
disela -sela pertahanan lawannya.
Lawannya y ang berkepala botak itu terkejut ketika kaki
Mahisa Semu ternyata mampu menggapai lambungnya
sehingga orang berkepala botak itu terdorong selangkah surut.
Orang itu meny eringai kesakitan. Namun mulutnya telah
mengumpat kasar.
Mahisa Semu yang melihat lawannya mengambil jarak,
justru tidak m emburunya. Ia berusaha m enahan diri untuk
melihat akibat dari serangannya.
"Anak iblis" geram orang berkepala botak itu "kau benarbenar
tidak tahu diri. Kau kira bahwa seranganmu itu benarbenar
dapat m engenai tubuhku. Jika sekali kau berhasil itu
karena aku ingin mencoba, seberapa jauh kekuatan serta

ketrampilanmu."
"Apakah kau sudah dapat menilai hasilny a?" bertanya
Mahisa Semu.
"Gila kau. Aku koyakkan mulutmu" geram orang itu.
Mahisa Semu memang tidak berbicara lebih banyak lagi.
Namun serangan-serangannya y ang kemudian datang
seperti badai yang menghantam dan mengguncang pepohonan
Orang berkepala botak itu harus melihat kenyataan. Anak
yang masih sangat muda itu ternyata benar-benar telah
menggetarkan jantungnya. Beberapa kali orang berkepala
botak itu harus berloncatan mundur.
Orang berkepala botak itu tidak menunggu lebih lama lagi.
Sementara itu anak-anak muda menjadi semakin banyak
berdatangan. Bahkan kemudian Ki Bekel dan beberapa bebahu
yang mendapat laporan segera datang pula.
Karena itulah, m aka orang-orang y ang datang m eny erang
itu harus memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang
dapat terjadi.
Namun ternyata bahwa orang-orang yang datang itu cukup
licik. Dua orang diantara mereka telah meny elinap masuk
melalui pintu butulan. Karena pintu itu diselarak dari dalam,
maka pintu itu telah dirusak dan dipecahkan dari luar.
Dua orang itu sempat menerobos masuk ke dalam dan
mencari anak Ki Buyut Sendang Apit y ang mereka cari.
Kedua orang itu telah m enggemparkan orang-orang y ang

ada didalam rumah itu. Beberapa orang perempuan telah


berteriak. Sementara semua laki -laki telah keluar ikut
bertempur di halaman rumah itu. Termasuk bebahu yang
mengungsi ketempat itu serta adik Ki Bekel itu sendiri.
Tetapi kedua orang itu tidak menemukan yang mereka cari.
Didalam rumah itu tidak ada seorang anak laki -laki remaja.
Juga pengawal-pengawalnya tidak kelihatan berada di rumah
itu.
Sementara itu jerit perempuan didalam rumah itu telah
mengundang perhatian anak-anak muda y ang ada didalam
halaman. Karena itu, m aka beberapa orang diantara mereka
telah meloncat berlari kepintu pringgitan.
Seorang cantrik yang melihat m erekapun telah m enyusul
pula sambil berkata "Tunggu
"Aku dengar jerit didalam rumah." berkata seorang anak
muda.
Cantrik itu tidak menjawab.
Tetapi dengan pedang ditangan
ia berdiri di depan pintu
pringgitan yang terbuka sedikit.
"Kenapa kau justru berhenti
disitu?" bertanya seorang anak
muda.
Cantrik itu masih tidak
menjawab. Namun perlahanlahan

ia berkisar. Dengan hatihati


ia memperhatikan keadaan
diruang dalam. Beberapa orang
perempuan berdiri ketakutan.
Namun cantrik itu sempat
membaca arah pandangan mata perempuan2 itu lewat pintu
yang sedikit terbuka itu.
Karena itu, maka dengan serta merta cantrik itu telah
menendang pintu y ang sedikit terbuka itu. Sekaligus meloncat
dengan pedang terjulur.
Seperti y ang diperhitungkan, maka seorang diantara kedua
orang yang ada didalam rumah itu telah mengayunkan
senjatanya menebas kearah leher cantrik itu. Tetapi cantrik itu
telah bersiap sepenuhnya. Karena itu, dengan tangkasny a ia
merendah dan sekaligus m eloncat menjauhi pintu. Sementara
itu ujung tombak dari seorangyangsatu lagi telah terjulur pula.
Tetapi sekali lagi cantrik itu meloncat menjauh.
Pa da saat itu, dua orang anak muda telah menerobos
masuk pula, sementara cantrik itu berteriak "Hati-hati."
Tetapi seorang diantara kedua orang y ang telah berada
didalam, yang siap meny erang anak-anak muda itu ju stru
harus meloncat menghindari serangan cantrik yang sudah
lebih dahulu masuk. Sedangkan kedua orang anak muda yang
menyusul kemudian itupun segera bersiap m enghadapi orang
yang satu lagi.

Ketika dua orang anak muda yang lain masuk pula


kedalam, maka cantrik itupun berkata "jaga perempuan dan
anak-anak itu.
Namun nampaknya kedua orang yang menyelinap masuk
itu tidak ingin bertempur diruang dalam y ang sempit. Tetapi
mereka juga tidak mau keluar lewat pintu depan, karena
dengan demikian maka mereka akan sampai di pringgitan.
Karena itu, maka terdengar isyarat dari salah seorang
diantara m ereka. Sebuah suitan nyaring telah m enggetarkan
seisi rumah itu. Bahkan getarannya terdengar sampai ke
halaman.
Kedua orang yang sudah ada didalam itupun dengan serta
merta telah m eloncat m eninggalkan ruang dalam m enembus
pintu samping masuk ke serambi dan berlari keluar pintu
butulan. Pintu y ang telah mereka pecahkan ketika mereka
memasuki bagian dalam rumah itu dengan tidak melalui pintu
depan.
Ternyata isyarat itu bukan sekedar isyarat untuk berlari
keluar dari ruang dalam. Tetapi juga isyarat, yang
memberitahukan bahwa didalam rumah itu tidak terdapat
orang y ang mereka cari. Didalam rumah itu tidak diketemukan
anak Ki Buyut Sendang Apit. Tidak pula para pengawalnya.
Isy arat itu terdengar sahut menyahut. Yang seorang
memberikan isy arat yang didengar oleh yang lain. Yang
lainpun telah memperdengarkan isyarat pula.

Namun dalam pada itu, Putut Lembana y ang bertempur


dengan pemimpin kelompok dari orang-orang yang
menyerang itu m endengar pula isy arat itu. Karena itu, maka
serangan-serangan justru menjadi semakin sengit. Ia sama
sekali tidak berniat untuk memberi kesempatan orang itu
melarikan diri dari arena.
Pertempuran itu m emang menjadi semakin sengit. Orangorang
yang datang meny erang itu merasa telah terjebak dalam
satu pertempuran yang rapat, sehingga sulit bagi mereka
untuk melarikan diri dari arena. Satu dua orang diantara
mereka memang telah menjadi korban dalam pertempuran
itu.
Sementara itu, cantrik yang bertempur didalam rumah,
serta anak-anak muda y ang bersamanya, ternyata m engalami
kesulitan untuk mengejar kedua orang yang melarikan diri itu.
Keduanya dengan cepat berpencar dan masuk kedalam gelap.
Cantrik dan anak-anak m uda y ang mengejarnya ternyata
telah kehilangan jejak. Ketika mereka menyusul buruan
mereka meloncati dinding halaman, maka orang yang mereka
kejar itu telah hilang.
Cantrik itupun bersama dengan anak-anak muda yang ikut
mengejar buruan mereka akhirnya harus kembali ke halaman,
menyatukan diri dengan kawan-kawan mereka y ang telah
mengepung halaman itu.
Tetapi beberapa orang diantara mereka ternyata tidak

menunggu lebih lama lagi, Ketika mereka mendengar isyarat


itu, maka merekapun dengan serta merta telah berusaha untuk
mencari jalan keluar dari halaman rumah itu.
Pemimpin kelompok mereka ternyata tidak mampu berbuat
sesuatu. Demikian pula orang y ang sedang bertempur
melawan Mahisa Semu. Mereka tidak mendapat kesempatan
untuk meninggalkan arena. Putut Lembana dan Mahisa Semu
tanggap akan isy arat y ang terdengar, sehingga justru karena
itu, maka mereka menjadi seakan-akan semakin lekat dengan
lawan-lawan mereka.
Tetapi beberapa orang memang sempat melarikan diri,
sedang yang lain lagi harus menyerah karena mereka tidak
mempunyai pilihan lain.
Namun lawan Putut Lembana itu seakan-akan tidak
menghiraukan apa y ang telah t erjadi. Dengan mengerahkan
segenap kemampuannya, ia berusaha untuk menguasai Putut
Lembana. Namun ternyata usahanya sia -sia. Putut Lembana
yang sudah ditempa di Padepokan Bajra Seta itu ternyata
mampu mengimbanginya, bahkan kemudian semakin jelas,
bahwa Putut Lembana memiliki kelebihan dari lawannya.
Sedangkan yang bertempur melawan Mahisa Semu menjadi
seperti orang yang sedang mabuk. Lawannya y ang masih
muda itu sama sekali tidak memberi kesempatan kepada
lawannya untuk mengambil jarak. Setiap kali lawannya
meloncat surut, maka dengan cepat Mahisa Semu telah

memburunya.
Bahkan kemudian sekali-sekali serangan Mahisa Semu
yang masih terlalu muda itu justru mulai menyusup
menembus pertahanan lawannya.
Lawannya yang semula menganggap bahwa Mahisa Semu
tidak lebih dari seorang anak kecil, menjadi gugup ketika
keningnya ternyata mulai tersentuh tangan Mahisa Semu
terayun menebas dengan kerasnya, sementara orang itu
menghindari dengan m enundukkan kepalanya, Mahisa Semu
telah memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya.
Demikian orang itu menunduk, maka dengan pukulan yang
keras, Mahisa Semu meny erang kepala yang botak itu dengan
sisi telapak tangannya pula.
Orang itu mengaduh tertahan. Namun kepalanya y ang
tunduk itu menjadi semakin menunduk. Hampir bersamaan
dengan itu, maka Mahisa Semu telah mengangkat lututnya,
sehingga lutut itu telah membentur hidung orang yang
berkepala botak itu .
Sekali lagi orang itu mengaduh. Wajahnyapun segera
terangkat. Namun Mahisa Semu y ang belum berpengalaman
itu, justru menghentikan serangannya ketika ia melihat darah
dihidung lawannya yang telah membentur lututnya.
Kesempatan itu dipergunakan oleh lawannya untuk
meloncat mengambil jarak. Ketika Mahisa Semu meloncat
memburunya, langkahnya tertegun.

Lawannya itu mengacukan parangnya sambil berkata


"Semula aku segan mempergunakan senjata, karena aku
mengira bahwa lawanku tidak lebih dari anak-anak yang baru
lepas menyusu. Ternyata lawanku tidak kurang dari anak
serigala yang liar dan buas
Mahisa Semu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun telah m enarik luwuknya yang memiliki nilai tersendiri
bagi anak muda itu.
"Bagus" berkata lawannya yang hidungnya berdarah
"Apaboleh buat. Kau akan m ati karena senjataku. Meskipun
aku tidak berhasil memutar lehermu sampai patah dan
terpaksa m empergunakan senjata, namun kematianmu akan
memberikan kesadaran kepada kawan-kawanmu bahwa anakanak
muda padukuhan Logandeng tidak mempunyai
kelebihan apa-apa dari anak-anak muda yang lain. "
Mahisa Semu sama sekali tidak menjawab. Tetapi dengan
loncatan panjang anak itu mulai menyerang.
Pertempuran berikutnya merupakan pertempuran y ang
sengit. Kedua senjata itu berputaran dengan cepat. Sekalisekali
senjata itu beradu. Namun ternyata bahwa tenaga
Mahisa Semu semakin lama justru m enjadi semakin mapan.
Sementara tenaga lawannya menjadi semakin menyusut.
Tetapi lawan Mahisa Semu memang m emiliki pengalaman
yang lebih banyak. Karena itu, maka dengan pengalamannya
yang panjang itu, orang berkepala botak itu sekali dua kali

mampu menipu Mahisa Semu dengan gerakan-gerakan yang


cepat dan mengejutkan.
Mahisa Semu terkejut ketika perasaan pedih meny engat
lambungnya. Sehingga karena itu, maka Mahisa Semulah yang
meloncat mengambil jarak.
Terasa bahwa cairan yang hangat mengalir dari
lambungnya itu. Ujung senjata lawannya telah meny entuh
kulitnya, sehingga seleret luka telah menganga.
Kemarahan anak muda itu telah membakar jantungnya.
Karena itu, maka ia tidak lagi mengekang diri. Lawannya
ternyata telah melukainya.
Dengan garangnya Mahisa Semupun telah mengerahkan
segenap kemampuannya. Justru sebelum tenaganya menjadi
jauh susut, jika darahnya tidak segera menjawab pampat.
Karena itulah, maka pertempuranpun menjadi semakin
sengit. Keduanya saling meny erang dan bertahan.
Tetapi Mahisa Semu y ang telah ditempa dengan sungguhsungguh
itu ternyata mempunyai peluang y ang lebih banyak.
Meskipun ia telah terluka, namun serangan-serangannya
justru menjadi semakin berbahaya. Lukanya merupakan
cambuk baginya untuk meny elesaikan lawannya.
Lawannya benar -benar mengalami kesulitan. Seranganserangan
Mahisa Semu benar-benar tidak dapat dibendung
lagi. Meskipun lambungnya telah tergores ujung senjata, tetapi
tenaga dan kemampuannya sama sekali tidak menyusut.

Itulah sebabnya, maka lawannya benar-benar menjadi cemas.


Beberapa kali luwuk Mahisa Semu berdesing ditelinganya.
Bahkan semakin lama rasa-rasanya ujung senjata Mahisa
Semu itu semakin dekat diwajah kulitnya.
Lawan Mahisa Semu yang berkepala botak itu benar-benar
mengalami kesulitan. Rasa-rasanya ia sudah tidak akan
mendapat kesempatan lagi untuk dapat meny entuh kulit anak
muda itu dengan senjatanya.
Bahkan orang itu terkejut ketika tiba-tiba saja ujung luwuk
Mahisa Semu itu sempat menggapai pundaknya.
Orang itu m eloncat jauh kebelakang. Memang ada niatnya
untuk melarikan diri. Tetapi rasa-rasanya sulit baginya untuk
mendapatkan kesempatan karena Mahisa Semu selalu melekat
dengan senjata berputaran. Jika ia m encoba untuk melarikan
diri, maka punggungnya akan dapat dilubangi dengan luwuk
oleh anak itu. Namun untuk bertempur terus rasa-rasanya
memang sia -sia saja.
Sementara itu, lawan Putut Lembana mengalami kesulitan
pula. Pemimpin kelompok itu benar-benar tidak akan mampu
mengalahkan Putut Lembana. Tetapi justru karena ia diserahi
untuk bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, maka rasarasanya
ia tidak akan dapat begitu saja meninggalkan arena
itu. Kegagalan itu akan dapat menghancurkan namanya. Ia
akan menjadi tidak berharga lagi bagi pemimpinnya dan
bahkan perguruannya, justru pada saat ia mulai merayap

untuk menggapai satu kedudukan y ang terhormat.


Karena itu, maka orang itu harus membuat satu pilihan
diantara beberapa kemungkinan. Melarikan diri tanpa
menghiraukan kawannya yang masih bertempur. Tetapi
kemudian namanya akan dicampakkan di lubang sampah dan
bahkan mungkin akan ditimbun dengan sampah pula atau
bahkan akan dibakar sama sekali. Atau ia harus memilih untuk
mati di pertempuran itu. Meskipun ia tidak begitu jelas untuk
apa sebenarnya ia m ati. Sedangkan kemungkinan yang lain
adalah menyerah saja. Namanya tentujuga akan terlempar dari
deretan nama-nama laki-laki jantan di perguruannya. Tetapi ia
tidak akan mengalami siksaan penghinaan diantara saudarasaudara
seperguruannya.
Karena itu, maka orang itu telah memilih kemungkinan
yang terakhir.
Ketika ia semakin terdesak dan mengalami kesulitan untuk
melepaskan diri dari putaran serangan Putut Lembana, maka
ia tidak mempunyai pilihan lain. Ketika punggungnya sudah
melekat dinding halaman, m aka orang itu benar-benar telah
berputus asa. Ia tidak akan sempat meloncat k eatas dinding,
karena justru jika ia melakukannya, maka lawannyaakan dapat
menyerangnya dan bahkan menghancurkan tulang
punggungnya.
Karena itu, maka pemimpin kelompok orang-orang y ang
menyerang padukuhan itupun berteriak sambil mengacukan

tangannya kedepan, seakan-akan ingin menahan agar


lawannya tidak bergeser lebih dekat lagi "Aku m enyerah. Aku
menyerah."
Putut Lembana menahan dirinya. Sebenarnya ia sudah siap
meloncat m enyerang lawannya yang sudah tidak mempunyai
banyak k esempatan itu. Ia berharap dengan demikian, maka
pertempuran itu akan segera berakhir.
Tetapi ternyata lawannya telah menyatakan untuk
menyerahkan diri.
Namun dalam pada itu, lawan Mahisa Semu terlambat
untuk melemparkan senjatanya dan menyatakan diri
menyerah. Sesaat sebelum pemimpin kelompoknya itu
menyerah, Mahisa Semu telah meloncat dengan garangnya.
Senjata terjulur lurus mengarah kedada lawannya. Namun
dengan sekuat tenaganya berusaha menangkis serangan itu
dengan menebas senjata Mahisa Semu kesamping. Tetapi
Mahisa Semu m engurungkan serangannya. Senjata itu tibatiba
menggeliat. Luwuk Mahisa Semu tidak menusuk kearah
jantung, tetapi kemudian terayun mendatar.
Lawannya terkejut. Tetapi ia masih sempat menghindar.
Tetapi serangan berikutnya, senjata itu telah m ematuk lurus
kembali.
Lawannya y ang berkepala botak itu hanya sempat
memiringkan tubuhnya. Karena itu, maka ia tidak mampu
melepaskan diri sepenuhnya dari garis serangan lawannya

yang masih sangat muda itu.


Terdengar orang itu m engaduh ketika luwuk Mahisa Semu
itu menembus sela-sela tulang iganya.
Mahisa Semu ju stru terkejut ketika ia merasa bahwa
tusukannya itu mengenai tubuh lawannya. Dengan serta merta
ia menarik luwuknya, bahkan seakan-akan diluar
kehendaknya sendiri.
Namun dengan demikian, maka darah seakan-akan telah
memancar dari luka itu. Beberapa saat orang itu terhuyunghuyung.
Namun kemudian orang berkepala botak itupun telah
jatuh terjerembab.
Dua orang kawannya y ang telah meny erah lebih dahulu
tiba -tiba bangkit berdiri. Tetapi beberapa ujung senjata
dengan cepat telah teracu dan bahkan ada yang melekat
ditubuh mereka. Namun seorang cantrik y ang ada diantara
mereka berkata "Biarlah mereka melihat keadaan kawannya. "
Anak-anak m uda yang hampir saja menekan ujung-ujung
senjata mereka pada kulit orang itu, telah bergeser surut.
Sementara cantrik itu berkata "Lihat keadaan kawanmu itu.
Kedua orang itupun segera m enghampiri kawannya y ang
terbaring sambil meny eringai menahan sakit. Darah mas:h
sa ja dengan derasnya mengalir dari lukanya yang parah.
Cantrik itupun kemudian mendekati pula. Katanya "Tahan
dengan kain agar darah itu tidak terlalu banyak keluar.
Kemudian katanya kepada seorang anak muda "Tolong, cari

air."
Sementara menunggu, anak muda yang mencari air, Putut
Lembana y ang telah memaksa lawannya untuk meny erah
itupun kemudian memanggil salah seorang cantrik dan
menyerahkan lawannya itu dalam pengawasannya, sedang
Putut Lembana sendiri telah mendekati orang yang terluka
parah itu pula.
Ketika anak muda y ang mencari air itu datang dengan
membawa air ditempayan maka cantrik itupun berusaha
untuk mengurangi arus darah itu dengan m enaburkan obat
pada luka itu. Namun kemudian juga melarutkan obat yang
lain kedalam air dan dituangkannya perlahan-lahan kedalam
mulut orang y ang berkepala botak itu.
"Nampaknya sebagaimana orang yang bertempur
melawanku, orang ini termasuk orang penting diantara
mereka y ang meny erang padukuhan ini" desis Putut Lembana
ditelinga cantrik itu "karena itu, usahakan agar ia dapat
bertahan. Mungkin ia akan dapat memberikan keterangan
atau setidak-tidaknya melengkapi k eterangan kawannya yang
menyerah itu."
Demikianlah, maka pertempuran dirumah saudara Ki Bekel
itu sudah selesai. Beberapa orang m eny erah, y ang lain lukaluka.
Bahkan mereka terpaksa menyerahkan dua orang korban
yang tidak dapat diselamatkan. Sementara ada pula diantara
mereka y ang sempat melarikan diri.

Namun ada pula diantara anak-anak muda Logandeng y ang


menjadi korban. Tetapi dengan jumlah y ang lebih banyak,
serta hadirnya Putut Lembana dan para cantrik, nampaknya
telah m ampu memperkecil korban. Meskipun demikian ada
enam orang anak muda y ang terluka. Dua diantaranya cukup
berat. Sementara itu lebih dari lima orang y ang lain telah
tergores senjata pula. Meskipun mereka hanya terluka ringan,
tetapi mereka tetap memerlukan pengobatan yang baik.
Atas ijin Ki Bekel, maka pemimpin kelompok y ang
bertempur melawan Putut Lembana itu akan menjadi sumber
keterangan tentang keadaan diseberang hutan. Karena itu,
maka orang itupun akan ditempatkan terpisah dari kawankawannya.
Bahkan Ki Bekel itupun berkata "Biar orang itu
berada di rumahku."
Ternyata Putut Lembana tidak membuang banyak waktu.
Segala sesuatunya diserahkannya kepada para cantrik,
sementara Putut Lembana telah mengajak Mahisa Semu untuk
pergi ke rumah Ki Bekel.
"Kita tidak perlu menunggu sampai esok pagi" berkata
Putut Lembana sambil mengobati luka Mahisa Semu "malam
ini k ita minta untuk dapat langsung berbicara dengan orang
itu."
"Apakah Ki Bekel mengijinkan?" bertanya Mahisa Semu.
"Ki Bekel tidak berkeberatan" jawab Putut Lembana "aku
sudah menghubunginya."

Demikianlah, seperti yang dikatakan, Putut Lembana dan


Mahisa Semupun telah berada dirumah Ki Bekel. Tawanan
itupun telah dibawa kerumah itu pula dengan pengawalan
yang kuat. Seorang cantrik dan lima orang anak m uda telah
menjaga orang y ang dianggap sangat berbahaya itu.
Dirumah Ki Bekel, orang itu telah ditempatkan disebuah
bilik digandok kanan. Diserambi duduk mereka yang
mengawal orang itu serta dua orang bebahu yang datang pula
kerumah itu. Sementara beberapa orang anak muda yang lain
yang mengawal rumah dan keluarga Ki Bekel masih tetap
berada di pendapa.
Putut Lembana, Mahisa Semu dan Ki Bekel kemudian juga
berada didalam bilik tempat pemimpin kelompok y ang datang
menyerang padukuhan Logandeng itu ditahan.
"Ki Sanak" berkata Putut Lembana "sebenarnyalah bahwa
kami ingin mengetahui, apa y ang telah terjadi di seberang
hutan itu, sehingga banyak sekali orang y ang harus pergi
mengungsi. Dipadukuhan ini saja terdapat beberapa keluarga
sehingga mau tidak mau akan berpengaruh pada tatanan
kehidupan dan kesejahteraan orang-orang Logandeng sendiri.
Apalagi jika hal seperti ini akan berlangsung lama."
"Aku letih sekali" berkata orang itu "aku minta waktu untuk
beristirahat. Yang letih bukan saja tubuhku, tetapi juga
penalaranku dan bahkan juga ingatanku."
"Aku juga letih Ki Sanak" jawab Putut Lembana. Lalu ia

bertanya "Bukankah kita baru saja bertempur? Apa yang kau


lakukan, juga aku lakukan."
"Tidak " jawab orang itu "aku sudah berjalan melintasi
hutan yang lebat itu."
"Aku y akin kau tidak letih. Kau seorang yang berilmu tinggi,
sehingga kaupun tentu pernah ditempa sehingga kau tentu
mempunyai daya tahan y ang sangat kuat.
"Tidak. Aku tidak mempunyai day a tahan yang kuat.
Sekarang aku ingin beristirahat." jawab orang itu.
"Kau harus m enjawab pertanyaan-pertanyaanku Ki Sanak"
berkata Putut Lembana.
"Aku tidak mau." jawab orang itu.
Namun tiba-tiba saja Putut
Lembana y ang muda itu dengan
tangkasnya menangkap pergelangan
tangan orang itu dan memilihnya."
Aku ingin menantangmu untuk
berperang tanding. Jika kau menolak
berbicara dan menolak berperang
tanding, maka aku akan
membunuhmu dengan caraku. Kau
memang sangat pantas untuk
diperlakukan seperti itu."
Orang itu meny eringai menahan
sakit. Tetapi Putut Lembana justru semakin menekan tangan

itu.
"Jangan, sakit" desis orang itu.
"Aku minta kau berbicara malam ini. Jika kau mengaku
merasa letih, maka aku akan membuatmu semakin letih dan
tidak berdaya. " geram Putut Lembana.
Pemimpin kelompok itu benar-benar tidak dapat berbuat
apa-apa. Anak muda itu memiliki kelebihan daripadanya.
Sementara anak yang masih lebih muda lagi itu telah mampu
mengalahkan kawannya y ang berkepala botak itu. Bahkan
melukainya cukup parah.
"Perbuatanmu telah menimbulkan korban di padukuhan
ini. Karena itu, maka k emarahan orang-orang padukuhan ini
telah m enjalar sampai kesetiap ubun-ubun. Kau tentu tahu
maksudku. Justru karena kau adalah orang yang bertanggung
jawab."
Wajah orang itu menjadi pucat. Ia memang menyadari
bahwa kedudukannya menjadi sangat lemah. Apapun yang
diperlakukan atas dirinya, tentu dapat dianggap sah oleh
orang-orang Logandeng. Bahkan dihadapan Ki Bekel
sekalipun.
Karena itu, maka ia tidak mempunyai pilihan lain. Ia harus
berbicara jika ia tidak ingin nasibnya menjadi sangat buruk.
Sementara itu, Putut Lembanapun bertanya "Bagaimana Ki
Sanak ? Apakah kau tetap pada pendirianmu."
"Lepaskan. Aku akan berbicara" desis orang itu.

Putut Lembana telah melepaskan tangan orang itu. Sambil


beringsut sedikit iapun kemudian berkata "Aku kira kau cukup
bijaksana menilai keadaan. Kau berada di rumah Ki Bekel
Logandeng, sehingga kau tidak m empunyai kesempatan lain
kecuali menjawab pertanyaan-pertanyaan kami dengan
benar."
Orang itu mengangguk kecil.
"Nah, beritahukan kepada kami, apakah kalian orang-orang
padepokan Renapati ?"
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia
mengangguk kecil sambil menjawab. "Ya. Aku orang dari
Pa depokan Renapati. Beberapa orang yang datang bersamaku
memang para cantrik dari Padepokan Renapati."
"Katakan, apa sebabnya, bahwa Ki Buyut Pudaklamatan
berniat mengambil alih kepemimpinan Kabuyutan Sendang
Apit, meskipun pemisahan itu sudah berjalan lama sekali.
Kenapa pula baru sekarang dan begitu tiba -tiba ?"
"Aku tidak tahu, Ki Sanak. Aku hanya menjalankan
perintah untuk m engambil anak Ki Buyut Sendang Apit yang
diketahui ada di padukuhan ini."
"Anak Ki Buyut Sendang Apit memang pernah berada di
padukuhan ini. Tetapi sekarang sudah tidak berada disim lagi
?"
"Dimana ?" bertanya orang itu.
Apakah aku harus memberitahukan kepadamu ?

Kemudian melepaskanmu pergi ?" bertanya Putut Lembana.


Orang itu tidak menjawab. Tetapi kepalanya justru
menunduk dalam-dalam.
Dalam pada itu, Putut Lembanapun berkata "Nah, sekarang
beritahukan kepada kamt, kenapa tiba -tiba saja Ki Buyut
Pudaklamatan menyerang Kabuyutan Sendang Apit ?
"Aku tidak tahu Ki Sanak. Aku hanya menjalankan
perintah." jawab orang itu.
"Tolong Ki Sanak. Jawab pertanyaan kami. Jika kau tidak
mau menjawab, maka kau akan mengalami kesulitan." berkata
Putut Lembana.
Keringat dingin telah m engalir diseluruh tubuh pemimpin
sekelompok orang y ang meny erang padukuhan Logandeng itu.
Sementara Putut Lembana bertanya pula "Kenapa Ki Buyut
Pudaklamatan tiba-tiba saja meny erang Kabuyutan Sendang
Apit, justru setelah untuk waktu y ang lama kedua Kabuyutan
itu sempat hidup tenteram dan saling menghormati. Bahkan
kedua orang Buyut yang masih sepupu itu dapat hidup rukun,
tidak saja sebagai saudara sepupu, tetapi juga sebagai dua
orang Buyut yang bertetangga."
"Ya, Ki Sanak. Kami tahu bahwa kedua Kabuyutan itu
pernah hidup rukun." jawab orang itu "tetapi tiba -tiba saja
terjadi gejolak itu. Kemudian, kami sekelompok orang
diperintahkan untuk mengambil anak Ki Buyut Sendang Apit
yang menurut keterangan ada di padukuhan ini. "

"Itu sudah kau katakan. Yang belum kau katakan, apakah


sebabnya, kekalutan itu tiba -tiba saja terjadi." potong Putut
Lembana.
Ketika orang itu sempat memandang wajah Putut Lembana
sekilas, maka jantungnya menjadi berdebar-debar. Wajah
anak muda itu bagaikan menjadi bara.
Orang itu m engetahui, bahwa batas kesabaran anak muda
itu sudah sampai kepuncaknya. Karena itu, maka ia tidak
dapat bertahan lebih lama lagi jika ia tidak ingin tulangtulangnya
dipatahkan, bahkan barangkali juga lehernya.
Karena itu, ketika sekali lagi anak muda itu bertanya,
bahkan dengan membentaknya, maka orang itu tidak dapat
ingkar lagi.
"Aku tidak akan mengulangi lagi pertanyaanku" geram
Putut Lembana.
Orang itu menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan
gejolak jantungnya. Kemudian katanya "Baiklah, anak muda.
Tetapi sudah tentu aku tidak akan dapat berbicara lebih
banyak dari yang aku ketahui. Bahkan seandainya aku diperas
sampai matipun, aku tidak akan dapat berbicara lebih banyak
lagi."
Putut Lembana menarik nafas dalam-dalam, seolah-olah
ingin mengendapkan perasaannya y ang bergejolak. Dengan
suara yang bergetar ia menggeram "Katakan apa y ang kau
ketahui itu. Apakah aku akan m emerasmu sampai m ati, itu

terserah kepadaku."
Wajah orang itu menjadi tegang. Namun ia tidak
menjawab.
"Nah, sekarang katakan, apa sebabnya kekalutan itu
terjadi." Putut Lembana benar-benar kehilangan kesabaran.
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun menjawab "Memang telah terjadi campur tangan mPu
Renapati."
"Apa yang dilakukan oleh mPu Renapati itu ?" bertanya
Putut Lembana.
"mPu Renapati memang menghendaki agar kedua
Kabuyutan itu disatukan kembali sebagaimana semula. Kedua
Kabuyutan itu harus menjadi satu dibawah kekuasaan Ki
Buyut Pudaklamatan, karena sebenarnya ay ahnyalah yang
berhak untuk mewarisi kedudukan itu. Hanya karena ayahnya
telah meninggal lebih dahulu, maka pewaris jabatan itu
berpindah kepada adiknya, ayah Ki Buyut Sendang Apit.
Karena itulah, maka segala-galanya harus dikembalikan
seperti semula."
"Apa pamrih mPu Renapati dengan keinginannya itu ? Jika
Kabuyutan Pudaklamatan dan Sendang Apit sudah menjadi
satu, apa keuntungan mPu Renapati ? Jika ia mendorong
kepada Ki Buyut Pudaklamatan melakukan hal itu, maka mPu
Renapati tentu akan mendapat keuntungan. "
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Sementara Putut

Lembana y ang sudah kehabisan kesabaran itu membentak


"Jawab. Aku tahu bahwa y ang aku tanyakan tidak lebih dari
yang kau ketahui. Karena itu, j ika kau mati, m aka itu adalah
salahmu sendiri, karena seharusnya kau dapat
menghindarinya. "
Orang itu memang tidak dapat menghindar lagi. Putut
Lembana y ang marah itu memang dapat melemparkannya
kepada orang-orang padukuhan Logandeng y ang marah itu
pula.
Ternyata orang itu tidak dapat berbuat lain. Putut Lembana
yang sudah kehilangan kesabaran itu membentak "Jawab. Kau
tidak dapat mempermainkan kami. Kau ada ditangan kami
dan jiwamu tidak berharga bagi kami."
"Baik. Baik. " orang itu menjadi gagap. Lalu katanya "Alasan
yang sebenarnya adalah sederhana sekali. Anak Ki Buyut
Pudaklamatan akan menjadi menantu mPu Renapati.
"He ?" Putut Lembana dan mereka yang mendengar
jawaban itu terkejut. Dengan nada tinggi Putut Lembana
mendesak "Kau jangan a sal membuka mulutmu. Kau tahu
akibatnya jika kau tidak berkata dengan jujur. "
"Aku berkata sebenarnya. Anak laki -laki Ki Buyut
Pudaklamatan diharapkan akan mewarisi dua Kabuyutan
sekaligus;, sehingga dengan demikian, maka anak mPu
Renapati akan menjadi isteri seorang Buyut yang daerahnya
sangat luas."

"Satu m impi yang gila" geram Ki Bekel Logandeng "hanya


karena mimpi itu, maka mPu Renapati telah m engorbankan
orang-orangnya. Cantrik-cantriknya, orang-orang
Pudaklamatan dan tentu juga orang-orang Sendang Apit yang
ingin mempertahankan daerahnya, kampung halamannya."
"Tetapi bukankah dahulu kedua Kabuyutan itu memang
satu?" bertanya tawanan itu.
"Itu dahulu. Tetapi perubahan-perubahan telah terjadi.
Bahkan ada dua Kabuyutan Pudaklamatan dan Sendang Apit
telah dianggap sah." jawab Ki Bekel Logandeng. Lalu katanya
pula "Dahulu Tumapel adalah sebuah Pakuwon, Sekarang
Tumapel telah menjadi Singasari y ang besar."
"Perubahan-perubahan itu masih berlangsung sampai
sekarang. Apa yang pernah pecah itu akan bersatu kembali."
berkata tawanan itu.
"Perubahan y ang dipaksakan dengan kekerasan, akibatnya
akan berkepanjangan. Dendam dan kebencian" berkata Ki
Bekel.
"Yang ingin digapai oleh mPu Renapati tentu bukan
sekedar mimpi y ang sederhana itu. Bukan sekedar bersatunya
kembali dua Kabuyutan. Tetapi dengan sebuah Kabuyutan
yang besar, maka mPu Renapati akan memiliki landasan
kekuatan yang besar." berkata Putut Lembana.
"Landasan apa ?" bertanya Ki Bekel.
"Aku belum pernah m elihat kedua Kabuyutan itu. Namun

agaknya jika kedua Kabuyutan itu menjadi satu, akan


tergalang kekuatan y ang besar. Ditambah lagi dengan
sejumlah orang-orang terlatih dari padepokan Renapati. Maka
mimpi mPu Renapatipun akan berkembang. Mungkin
kekuatan itu akan dapat menguasai sebuah Pakuwon atau
bahkan lebih luas lagi dari sebuah Pakuwon. Atau bahwa mPu
Renapati telah berpaling kepada kekuasaan Kediri. " berkata
Putut Lembana.
Ki Bekel menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Ya Mungkin
kau benar-benar ngger. Mimpi mPu Renapati bukan mimpi
yang sederhana. Yang dilakukannya sekarang adalah sekedar
pancadan saja."
"Dengan demikian, maka per soalan y ang timbul karena
tingkah mPu Renapati bukan persoalan y ang sederhana, yang
terbatas dalam lingkungan kedua Kabuyutan itu saja. Tetapi
akan menebar sampai kedaerah y ang lebih luas."
"Ya, ngger. Hal ini harus kita bicarakan dengan Ki Buyut
Talang Alun. Juga dengan angger Mahisa Murti. Persoalannya
memang bukan persoalan yang sederhana sebagaimana angger
katakan."
Putut Lembanapun kemudian berkata "Baiklah Ki Bekel.
Aku akan mengatakannya kepada pimpinan padepokan kami.
Sementara itu, biarlah orang ini disini. Kita masih
memerlukannya. "
Ki Bekel mengangguk sambil menjawab "Ya. Silahkan

angger berbicara dengan angger Mahisa Murti. Aku akan


berbicara dengan Ki Buyut. Orang ini akan aku simpan disini.
"Orang ini harus dijaga sebaik-baiknya. Jika ia tidak
kembali pada waktunya, mungkin pimpinannya akan
mengirimkan orang lebih banyak lagi untuk mencari m ereka
kemari. Mungkin orang -orang Pudaklamatan, tetapi juga
mungkin orang -orang padepokan Renapati.
"Baiklah ngger. Anak-anak akan menjaganya sebaikbaiknya.jawab Ki Bekel.
Sementara itu langitpun menjadi semakin terang. Malam
berangsur-angsur menjadi larut.
Putut Lembanapun telah minta diri untuk melaporkan apa
yang telah terjadi di padukuhan Logandeng. Namun Putut
Lembana itupun berkata "Biarlah keempat orang cantrik itu
tetap berada di sini. Mungkin mereka diperlukan, karena
nampaknya perkembangan keadaan tidak dapat
diperhitungkan sebelumnya."
"Terima kasih ngger. Biarlah mereka berada di banjar.
Mereka dapat beristirahat, karena mereka tentu letih. "
Demikianlah, maka Putut Lembana itupun telah
meninggalkan Logandeng. Ketika ia sampai di padepokan,
maka Putut Manyar dan Putut Parama masih belum kembali.
Dengan singkat Putut Lembana telah m emberikan laporan
tentang kedatangan sekelompok orang dari padepokan
Renapati dan orang-orang dari Kabuyutan. Pudaklamatan.

"Kami berhasil menangkap pemimpin mereka " berkata


Putut Lembana. Iapun kemudian melaporkan keterangan yang
dapat mereka sadap dari pemimpin kelompok orang-orang
yang m eny erang padukuhan Logandeng untuk mencari anak
Ki Buyut Sendang Apit.
Mahisa Murti mendengarkan laporan itu dengan sungguhsungguh.
KepadaKiaiWijang, MahisaMurti itupun berkata
"Nampaknya per soalannya akan berkembang. Kegagalan itu
tentu membuat mereka semakin bernafsu."
"Ya " Kiai Wijang mengangguk-angguk. Katanya kemudian
"Nampaknya Padepokan B#a S eta akan terlibat lebih banyak
lagi dalam pertikaian yang terjadi diseberang hutan. "
Mahisa Murti m engangguk-angguk. Katanya "Jika hal itu
harus kami lakukan bagi kepentingan sesama, maka kami akan
melakukannya Kiai. Tentu saja dalam batas-batas kewajaran."
"Yang agaknya harus segera dilakukan adalah membantu
Kabuyutan Talang Alun. Bagi Ki Renapati menangkap anak Ki
Buyut Sendang Apit, tentu termasuk salah satu keharusan jika
mereka benar-benar ingin m emotong masa depan Kabuyutan
Sendang Apit." berkata Putut Lembana.
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Tetapi pengawal anak
Ki Buyut Sendang Apit itu nampaknya terlalu curiga kepada
setiap orang, termasuk kepada Mahisa Murti meskipun Ki
Bekel sendiri sudah mengatakan tentang diriny a, bahkan
mempertanggung-jawabkannya. Sehingga Ki Bekel itu telah

merasa tersinggung pula.


Tetapi sikap itu tidak seharusnya menghalangi niat
Pa depokan Bajra Seta untuk membantu kesulitan y ang sedang
dialami oleh Kabuyutan Sendang Apit. Meskipun demikian,
langkah-langkah yang diambil harus diperhitungkan dengan
sebaik-baiknya.
Karena itu, maka yang dapat segera dilakukan oleh Mahisa
Murti adalah membantu Ki Bekel Logandeng mengamankan
padukuhannya. Jika hal itu memang dikehendaki oleh Ki
Buyut Talang Alun, maka Mahisa Murtipun akan
melakukannya pula.
Dalam pada itu, hari itu juga Ki Bekel telah m enemui Ki
Buyut di Talang Alun untuk memberikan laporan tentang
serangan y ang telah terjadi di padukuhan Logandeng.
"Ternyata mereka mencari anak Ki Buyut Sendang Apit. "
berkata Ki Bekel.
"Untunglah, anak itu telah kami pindahkan" berkata salah
seorang pengawalnya.
Namun Ki Bekel yang masih belum dapat melupakan sakit
hatinya yang pernah tersinggung oleh sikap pengawal itu
menjawab "Seandainya anak itu masih berada di
Logandengpun, anak itu akan tetap terlindung. Nyatanya,
kami justru dapat menangkap pemimpin kelompok orangorang
y ang datang ke padukuhan itu, yang terdiri dari orangorang
padepokan Renapati dan orang-orang Kabuyutan

Pudaklamatan."
Pengawal itu m engerutkan dahinya. Dengan nada berat ia
berkata "Tetapi kami bertanggung jawab atas
keselamatannya."
"Apa y ang dapat kalian lakukan berdua?" bertanya Ki Bekel
"Kalian datang ke padukuhan Logandeng tanpa k epercayaan.
Kami sudah menanggung akibat kedatangan kalian. Tetapi
kalian masih saja memperkecil arti pengorbanan kami."
"Sudahlah" berkata Ki Buyut "kedua pengawal itu tentu
berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya. Jika orang-orang
Renapati dan orang-orang Pudaklamatan telah datang ke
padukuhan Logandeng dan ternyata mengalami kegagalan,
maka kita harus bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan
yang lebih buruk lagi. Jika orang-orang dari Padepokan
Renapati dan Kabuyutan Pudaklamatan itu mengetahui bahwa
anak Ki Buyut Sendang Apit ada di sini, maka mungkin sekali
mereka akan datang kemari. "
"Ya. Itu mungkin sekali" jawab Ki Bekel "bagi mPu
Renapati, anak itu merupakan duri bagi masa depan kedua
Kabuyutan y ang ingin dipersatukan itu. "
"Darimana kau tahu hal itu Ki Bekel?" bertanya salah
seorang pengawal anak Ki Buyut Sendang Apit itu?
"Bukankah sebagian sudah kau katakan?" jawab Ki Bekel.
Kedua pengawal itu m enarik nafas dalam-dalam. Seorang
diantara mereka berkata "Aku merasa bertanggung jawab atas

keselamatan anak Ki Buyut Sendang Apit. "


"Meskipun demikian, kalian seharusnya dapat
membedakan, siapa y ang pantas kalian curigai dan siapa yang
tidak. Jika kalian tidak percaya kepada seseorang yang telah
menyelamatkan tempat kalian mengungsi, m aka kalian justru
akan dapat berada dalam kesulitan. Tegasny a, jika angger
Mahisa Murti dari Padepokan Bajra Seta itu menarik diri
karena merasa ter singgung, maka kita benar-benar berada
dalam kesulitan. Apalagi jika Ki Bekel Pudaklamatan dan mPu
Renapati mengirimkan orang-orang terbaiknya ke Kabuyutan
ini. Mungkin kita dapat mengimbangi kekuatan Kabuyutan
Pudaklamatan. Tetapi orang-orang berilmu tinggi dari
Pa depokan Renapati akan dapat mengacaukan pertahanan
kami."
Kedua orang itu mengangguk-angguk. Tetapi diwajah
mereka masih nampak sesuatu yang membuat m ereka raguragu.
Karena itu, maka Ki Buyutpun berkata "Sebaiknya kalian
percaya kepadaku sepenuhnya. Karena itu, maka kalian juga
harus mempercayai orang-orang yang aku percaya. Jika tidak,
maka akupun akan dapat tersinggung seperti Ki Bekel
Logandeng itu."
Kedua orang itu masih saja m engangguk-angguk. Seorang
diantara merekapun berkata "Baiklah Ki Buyut. Segala
sesuatunya terserah kepada Ki Buyut."
"Nah, baiklah. Jika demikian maka aku akan merasa

mendapat kepercayaan sepenuhnya, sehingga aku tidak raguragu


mengambil keputusan, karena aku tidak merasa bimbang
bahwa keputusanku akan kalian tentang."
Kedua orang itu, maka atas kepercayaan kedua orang
pengawal anak Ki Buyut Sendang Apit itu, maka Ki Buyut
menjadi lebih leluasan untuk bertindak. Iapun telah b ertemu
dan berbicara langsung dengan Mahisa Murti dan Kiai Wijang.
Bahkan Ki Buyut itupun telah mengatakan pula kepada
Mahisa Murti, bahwa Ki Buyut Sendang Apit masih berada di
sekitar Kabuyutannya bersama orang-orang yang setia
kepadanya untuk mengadakan perlawanan. Namun kekuatan
Kabuyutan Pudaklamatan yang dibantu oleh Padepokan
Renapati memang tidak dapat dilawannya.
Meskipun demikian, Ki Buyut Sendang Apit tidak segera
berputus a sa. Dengan meny elamatkan anaknya, maka Ki
Buyut masih mempunyai harapan untuk memiliki masa
depan.
Namun dalam pada itu, Mahisa Murti dan Kiai Wijangpun
telah bersepakat untuk langsung melihat keadaan di
Kabuyutan Sendang Apit. Mereka ingin menguak bebahu yang
mengungsi di padukuhan Logandeng untuk memastikan
keadaan y ang sebenarnya terjadi di Kabuyutan Sendang Apit
itu.
Ternyata bebahu itu tidak berkeberatan. Bahkan ia merasa
bangga jika ia dapat berbuat sesuatu bagi Kebuyutannya.

Ketika Mahisa Murti siap untuk berangkat ke Kabuyutan


Sendang Apit, maka Mahisa Murti telah membicarakan
penempatan para Putut serta cantriknya di padukuhan induk
dan padukuhan Logandeng y ang nampaknya tetap menjadi
sa saran orang-orang Pudaklamatan dan orang-orang
Pa depokan Renapati justru karena seorang dari kepercayaan
mPu Renapati telah tertangkap dan disimpan di padukuhan
Logandeng.
Bahkan Mahisa Murti telah berpesan kepada Wantilan dan
Sambega bahwa mereka dapat melepaskan Mahisa Semu
untuk bersama-sama dengan Putut Lembana berada di
padukuhan Logandeng.
"Tetapi Mahisa Amping masih belum waktunya untuk
langsung ikut melibatkan diri dalam hal ini" berkata Mahisa
Murti.
"Baiklah" jawab Wantilan "aku
akan menjaga agar Mahisa Amping
tetap berada di padepokan. "
"Kami m enyerahkan kebijaksanaan
kepada paman berdua. Paman dapat
menentukan menambah.. atau
mengurangi kegiatan dan jumlah para
cantrik di Kabuyutan Talang Alun
termasuk padukuhan Logandeng dan
padukuhan-padukuhan y ang lain.

Namun harus diperhitungkan bahwa


Kabuyutan Talang Alun bukan saja
menjadi sa saran serangan orang-orang Kabuyutan
Pudaklamatan, tetapi juga orang-orang dari Padepokan
Renapati
"Kami akan berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya, ngger.
Mudah-mudahan kami tidak menemui kesulitan untuk
mengatasi kehadiran orang-orang Pudaklamatan dan orangorang
Padepokan Renapati. Kami percaya bahwa Kabuyutan
Talang Alun sendiri sudah mempersiapkan diri sebaikbaiknya:
jawab Wantilan.
"Ya. Namun yang harus banyak mendapat perhatian adalah
orang-orang Renapati." sahut Mahisa Murti.
Wantilan dan Sambega mengangguk-angguk. Dengan nada
dalam Wantilan berkata "Kami akan selalu berhubungan
dengan Ki Buyut dan para Bekel di Kabuyutan Talang Alun."
Demikianlah, maka setelah minta diri kepada Ki Bekel
Logandeng dan Ki Buyut Talang Alun maka Mahisa Murti dan
Kiai Wijang pun telah berangkat keseberang hutan yang
terhitung lebat untuk melihat sendiri keadaan kedua
Kabuyutan y ang sedang bertikai bersama seorang bebahu
Kabuyutan Sendang Apit y ang sedang mengungsi di
padukuhan Logandeng.
Dengan demikian maka mereka tidak akan kesulitan
mencari jalan. Meskipun mereka menembus hutan yang.

sangat lebat, tetapi mereka sama sekali tidak mengalami


gangguan y ang dapat menghambat perjalanan mereka.
Karena itu, maka mereka tidak berlama-lama berada di
hutan. Dihari berikutnya, mereka telah berada diseberang.
Pengawal itu termangu -mangu sejenak. Sementara itu Ki
Bekel berkata selanjutnya "Sebenarnya kau tidak perlu terlalu
mencurigai kami. Yang penting bagi kalian adalah
menyelamatkan anak Ki Buyut itu. Bukan meny embunyikan
keny ataan y angterjadi di Kabuyutan Sendang Apit dan
Pudaklamatan. Jika kami berkesempatan mengetahui keadaan
yang sebenarnya, maka kami akan dapat mengambil langkahlangkah
yang tepat untuk menanggapinya. "
Kedua pengawal anak Ki Buyut Sendang Apit itu termangumangu
sejenak. Namun ia tidak menjawab sama sekali.
"Ki Buyut" berkata Ki Bekel kemudian "agaknya bantuan
Pa depokan Bajra Seta memang kita perlukan. Jika orangorang
padepokan Renapati itu mencari anak Ki Buyut Sendang
Apit sampai ke padukuhan induk ini, maka nampaknya
benturan kekerasan tidak dapat dihindarkan lagi. mPu
Renapati tentu tidak ingin terjadi kegagalan lagi, sebagaimana
sekelompok orang y ang dikirimkannya ke padukuhan
Logandeng. Bahkan mungkin mPu Renapati tidak hanya
sekedar mencari anak Ki Buyut. Tetapi mungkin ia juga
mendendam padukuhan Logandeng."
"Ya " Ki Buyut mengangguk-angguk "kita memang harus

bersiap menghadapi segala kemungkinan. Anak-anak muda


dan setiap laki -laki y ang masih sanggup dan mampu ikut
bertempur diwajibkan ikut mempertahankan kampung
halamannya."
"Nah, kau dengar Ki Sanak" berkata Ki Bekel Logandeng
kepada kedua orang pengawal anak Ki Buyut Sendang Apit
"bukankah kami tidak sekedar main-main. Malam nanti aku
akan minta pada pimpinan Padepokan Bajra Seta untuk
mengirimkan pasukan ke padukuhan Logandeng dan ke
padukuhan induk. Pa sukan yang terdiri dari para cantrik yang
terlatih. Meskipun jumlahnya terhitung kecil, tetapi
kemampuan m ereka tinggi. Sementara itu kehadiran m ereka
juga mendor ong keberanian anak-anak muda kami.
Kedua orang pengawal anak Ki Buyut itu m asih berdiam
diri. Mereka memang melihat keny ataan itu. Kabuyutan
Talang Alun ikut mengalami goncangan karena per soalan yang
terjadi di Kabuyutan Sendang Apit dan Kabuyutan
Pudaklamatan.
Dalam pada itu, maka Ki Buyutpun berkata "Ki Bekel. Aku
akan sangat berterimakasih jika angger Mahisa Murti bersedia
mengirimkan beberapa orang cantrik untuk membantu
kesulitan kami jika orang-orang dari padepokan Renapati
datang mencari anak Ki Buyut Sendang Apit. Meskipun anakanak
kami siap m enghadapi ancaman y ang betapapun juga,
namun kelebihan dari para cantrik di Padepokan Bajra Seta

akan sangat berarti bagi kita."


Dari rumah Ki Buyut Talang Alun, Ki Bekel langsung
menuju ke padepokan Bajra Seta menemui Mahisa Murti.
Diceriterakannya hasil pembicaraannya dengan Ki Buyut.
Bahkan Ki Buyut justru memerlukan bantuan dari Padepokan
B^jra Seta.
Mahisa Murti m engangguk-angguk. Dengan nada rendah
Mahisa Murti menjawab "Baiklah Ki Bekel. Kami akan
mengirimkan beberapa orang cantrik. Sebenarnya sejak
semalam beberapa orang cantrik kami juga sudah ada di
Kabuyutan. Tetapi mereka tidak melapor langsung kepada Ki
Buyut. Tetapi mereka langsung berbaur dengan anak-anak
mudanya. Putut Many ar dan Putut Parama juga ada disana
malam tadi. Bahkan mereka pulang hampir tengah hari. "
Ki Bekel menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Sokurlah.
Kami hanya dapat mengucapkan terima kasih."
"Jika Ki Buyut sudah setuju, maka biarlah kedua orang
Putut padepokan ini nanti menghadap Ki Buyut untuk
menyatakan kehadiran mereka bersama beberapa orang
cantrik di Kabuyutan. Sementara itu Putut Lembana dan
beberapa orang cantrik pula, akan tetap berada di Logandeng.
Mungkin mPu Renapati berusaha menemukan orangorangnya
yang dianggapnya hilang.
Ki Bekel mengangguk-angguk. Katanya "Terima kasih.
Kami hanya dapat mengucapkan terima kasih."

Demikianlah, seperti y ang dijanjikan oleh Mahisa Murti,


maka padepokan Bajra Seta telah m engirimkan Putut Manyar
dan Putut Parama ke padukuhan induk. Selain mereka berdua,
beberapa orang cantrik juga diperintahkan untuk meny ertai
mereka. Namun untuk beberapa kepentingan, maka mereka
memang tidak datang bersama-sama.
Sedangkan Putut Lembana dan beberapa orang cantrik
tetap diperintahkan untuk berada di Logandeng.
Sementara itu, Mahisa Murti telah memerintahkan pula
beberapa orang cantrik untuk mengamati jalur jalan dari
hutan yang memanjang meny ekat daerah Kabuyutan Talang
Alun dan Kabuyutan Sendang Apit. Mereka mendapat tugas
untuk mengamati jika ada sekelompok orang y ang menembus
hutan itu dari seberang serta dianggap mencurigakan. Apalagi
jika yang datang itu sekelompok laki -laki bersenjata.
Mereka dibekali dengan dua ekor burung merpati y ang
sudah terbiasa terbang di m alam hari. Jika m ereka melihat
sekelompok orang yang pantas dicurigai, maka m ereka harus
melepaskan burung merpati itu. Burung itu akan langsung
terbang ke padepokan dan hinggap di gupon mereka. Cantrik
yang bertugas di padepokan harus selalu mengawasi jika
burung itu datang kembali dan memasuki guponnya.
Tetapi di malam yang kemudian turun, tidak terjadi hal-hal
yang dapat m engganggu ketenangan Kabuyutan Talang Alun
termasuk padukuhan Logandeng.

Ketika malam itu kedua pengawal anak Ki Buyut


menyatakan kegelisahannya kepada Ki Buyut, maka Ki
Buyutpun menjawab "Aku kira benar apa yang dikatakan oleh
Ki Bekel. Kalian terlalu curiga kepada orang lain. "
Mahisa Murti dan Kiai Wijang berniat untuk dapat bertemu
dan berbicara dengan Ki Buyut Sendang Apit. Tetapi m ereka
tidak tahu dimana Ki Buyut Sendang Apit itu berada.
Namun karena mereka datang bersama bebahu Sendang
Apit, maka mereka berharap untuk dapat menemukan tempat
persembunyian Ki Buyut Sendang Apit.
Ketika ketiga orang itu kemudian berada di Kabuyutan y ang
sedang bergolak itu, maka mereka segera melihat, betapa tata
kehidupan hampir tidak terkendali lagi.
Tetapi k etiga orang itu masih belum memasuki lingkungan
yang lebih dalam lagi. Mereka baru melihat keadaan itu dari
kejauhan. Bagaimanapun juga mereka harus t etap berhati-hati
menghadapi kemungkinan buruk yang dapat terjadi atas
mereka.
Ketika mereka bertiga berhasil meny elinap sampai ke
sebuah padukuhan di Kabuyutan Sendang Apit, maka orangorang
di padukuhan itu memang terkejut.
"Keadaan sangat berbahaya bagimu." berkata seorang
sahabat bebahu itu "sebaiknya kau m eninggalkan padukuhan
ini."
"Apakah kau sendiri tidak berada dalam bahaya?" bertanya

bebahu itu.
"Aku orang kebanyakan. Meskipun aku mengalami
perlakuan buruk, tetapi keselamatanku masih dapat
diharapkan. Tetapi kau lain. Kau bebahu Kabuyutan ini.
Dengan demikian maka keselamatanmu terancam" berkata
sahabatnya itu.
"Aku memang hanya singgah. Aku akan segera
meninggalkan tempat ini." berkata bebahu itu. Beberapa saat
ia terdiam. Baru kemudian ia berkata "Aku mencari hubungan
dengan Ki Buyut untuk melaporkan tentang keadaan
anaknya."
Sahabatnya itu termangu-mangu. Katanya kemudian
"Hanya orang-orang tertentu yang tahu, dimana Ki Buyut
berada. Tetapi menurut pendengaranku, keadaannya memang
sangat buruk. Meskipun demikian, Ki Buyut tetap bertahan.
Sekali-sekali ia m emang datang k e Kabuyutan. Tetapi segera
menghilang lagi. Dua malam y ang lalu, tiba -tiba saja Ki Buyut
dengan beberapa orang telah muncul di banjar. Ki Buyut
sempat berada di Banjar hampir semalam suntuk. Namun
menjelang dini Ki Buyut segera pergi. Untunglah bahwa
sekelompok pengawal dari Kabuyutan Pudaklamatan serta
beberapa orang cantrik dari Padepokan Kencana Pura telah
datang ke banjar untuk meny ergap Ki Buyut. Tetapi banjar itu
telah kosong."
"Ki Buyut harus lebih berhati-hati." desis bebahu itu.

"Tetapi kehadiran Ki Buyut di banjar telah membangkitkan


kesetiaan orang-orang Sendang Apit yang telah hampir
berputus asa. Namun dengan demikian maka para cantrik
mPu Renapati menjadi semakin garang pula." berkata sahabat
bebahu itu.
Bebahu itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian
"Baiklah. Kami minta diri. Dua orang kawanku ini adalah
orang dari Talang Alun. Mereka ingin tahu apa y ang t erjadi di
sini."
"Kalian berkunjung ke Kabuyutan kami pada saat y ang
kurang baik, Ki Sanak." berkata orang itu.
Mahisa Murti dan Kiai Wijang tersenyum saja. Sementara
bebahu itu b erkata "Justru karena keadaan y ang kurang baik
itulah yang telah memanggilnya kemari. Ki Talang Alun
terdapat banyak pengungsi dari Kabuyutan kita."
"Tetangga sebelah juga telah mengungsi ke Talang Alun.
Tetapi aku masih mencoba bertahan di sini."
Bebahu itupun kemudian minta diri. Tetapi ia masih
bertanya "Apakah aku dapat memasuki padukuhan induk?"
"Jangan lakukan itu. Berbahaya sekali. Apalagi bagi seorang
bebahu seperti kau."
Bebahu itu mengangguk-angguk kecil. Katanya kemudian
"Aku ingin bertemu dengan Ki Buyut. Aku merasa malu,
bahwa aku telah mengungsi lebih dahulu, sementara Ki Buyut
dan beberapa orang kawan-kawan masih tetap berada di sini."

"Tetapi diperlukan cadangan kekuatan diluar Kabuyutan


kita yang telah diduduki ini. Diperlukan juga hubungan
dengan Kabuyutan-kabuyutan lain yang akan bersedia
membantu menegakkan kebenaran di Kabuyutan Sendang
Apit ini."
"Ya " bebahu itu mengangguk "salah satu diantara
Kabuyutan y ang siap membantu adalah Kabuyutan Talang
Alun."
Demikianlah, maka bebahu itupun telah meninggalkan
padukuhan itu. Mereka berusaha untuk menyusup dari
padukuhan ke padukuhan. Namun sulit bagi m ereka untuk
mendapat sedikit petunjuk dimana Ki Buyut bersembunyi.
Dalam pada itu, selagi mereka masih harus mencari Ki
Buyut, maka bertiga mereka selalu bergerak dari satu tempat
ke tempat y ang lain. Ketika kemudian malam turun, maka
mereka tidur dimana saja y ang mereka anggap tidak akan
terganggu oleh para peronda darimanapun datangnya.
Namun dihari berikutnya, Mahisa Murti itupun berkata
"Bagaimana pendapat kalian jika kita langsung menemui Ki
Buyut Pudaklamatan. "
Bebahu itu nampak tegang. Katanya "Sangat berbahaya
bagiku, justru karena aku bebahu Kabuyutan Sendang Apit.
"Kami mengerti" sahut Mahisa Murti "karena itu sebaiknya
kau bersembuny i saja lebih dahulu. Biarlah kami berdua saja
pergi ke Kabuyutan Pudaklamatan."

Bebahu itu termangu-mangu. Bahkan iapun bertanya


"Dimana aku harus bersembunyi? Dipategalan atau di lereng
bukit?"
"Kau bersembuny i saja dirumah salah seorang sahabatmu
yang dapat kau percaya" sahut Mahisa Murti.
Bebahu itu mengangguk-angguk. Katanya"Baiklah. Aku
akan berusaha untuk bersembunyi saja. Tetapi dimana kita
akan bertemu setelah kau pergi ke padukuhan induk
Kabuyutan Pudaklamatan ?
"Kita bertemu ditempat kita semalam bermalam besok
jawab Mahisa Murti.
Baiklah " berkata Bebahu itu "mudah-mudahan kau dapat
mempengaruhi pendapat Ki Buyut Pudaklamatan agar niatnya
diurungkan. Ki Buyut Pudaklamatan jangan terseret oleh niat
buruk mPu Renapati dari Padepokan Kencana Pura.
Demikianlah, maka merekapun segera berpisah. Mahisa
Murti dan Kiai Wijang pergi ke Pudaklamatan, sementara
bebahu itu telah pergi ke tempat seorang sahabatnya y ang lain,
yang akan bersedia menerimanya untuk bersembunyi
beberapa saat.
Namun demikian, mereka harus berusaha untuk lepas dari
penglihatan para peronda dari Pudaklamatan serta dari
Pa depokan Renapati yang selalu berkeliling dari padukuhan ke
padukuhan.
Mahisa Murti dan Kiai Wijang yang tidak ingin mengalami

kesulitan diperjalanan, telah menempuh jalan-jalan bulak dan


menghindari padukuhan-padukuhan. Mereka berusaha untuk
tidak bertemu dengan siapapun juga. Kecuali dengan orangorang
y ang bekerja d i sawah mereka.
Ketika keduanya memasuki lingkungan Kabuyutan
Pudaklamatan, maka barulah mereka m erasa sedikit tenang,
karena di Kabuyutan itu tidak terasa langpung ada satu gejolak
yang mengaduk tatanan kehidupan sehari-hari.
Meskipun demikian, Mahisa Murti dan Kiai Wijang
nampaknya telah menarik perhatian beberapa orang. Ada juga
diantara orang-orang Kabuyutan Pudaklamatan yang
merasakan sesuatu yang lain pada kedua orang itu.
Tetapi akhirnya, Mahisa Murti dan Kiai Wijang sampai juga
dirumah Ki Buyut Pudaklamatan. Namun ternyata bahwa
rumah itu telah dijaga dengan rapat oleh sekelompok anakanak
muda.
Tetapi keduanya sudah berniat untuk bertemu dan
berbicara dengan Ki Buyut, karena itu maka Mahisa Murti
itupun telah menemui anak-anak muda yang sedang berjagajaga
diregol itu.
Kami akan m enghadap Ki Buyut Pudaklamatan" berkata
Mahisa Murti.
Siapakah kalian? bertanya salah seorang diantara mereka,
yang nampaknya pemimpin sekelompok dari anak-anak muda
yang sedang bertugas itu.

Kami datang dari seberang hutan. Kami adalah orang dari


Kabuyutan Talang Alun. jawab Mahisa Murti.
Talang Alun? anak muda itu termangu -mangu sejenak.
Namun kemudian katanya "Mak sudmu Kabuyutan yang
menerima banyak pengungsi dari Sendang Apit?
Ya jawab Mahisa Murti "justru itu aku ingin berbicara
dengan Ki Buyut Pudaklamatan.
Anak muda itu kemudian berbicara dengan beberapa orang
kawannya. Baru kemudian ia menjawab "Aku persilahkan
kalian menunggu. Aku ingin menanyakannya lebih dahulu,
apakah kau dapat diterima atau tidak.
Ki Sanak" berkata Mahisa Murti kemudian "kami datang
dari jauh. Kami hanya sekedar ingin mendapat keterangan
langsung dari Ki Buyut Pudaklamatan, apakah yang
sebenarnya terjadi.
Kenapa kau tidak bertanya kepada Ki Buyut Sendang
Apit?
Kami tidak berhasil menemui Ki Buyut Sendang Apit.
Seorang anak muda y ang lainpun menyahut "Kabuyutan
Sendang Apit sudah tidak ada lagi.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian ia berkata "Tolong Ki Sanak. Bagaimanapun sikap
Ki Buyut, aku ingin mendengarnya.
Tunggullah" berkata anak muda y ang akan
menyampaikannya kepada Ki Buyut.

Mahisa Murti dan Kiai Wijangpun kemudian telah


dipersilahkan duduk di gardu yang agaknya baru dibuat
setelah terjadi kekalutan antara Kabuyutan Pudaklamatan
dengan Kabuyutan Sendang Apit.
Ketikaniat Mahisa Murti untuk bertemu dengan Ki Buyut
itu disampaikan oleh anak m uda y ang sedang bertugas itu,
maka Ki Buyutpun menjadi ragu-ragu. Seorang yang sedang
duduk bersamanya berkata "Apakah ada gunanya?
Aku kira akan ada gunanya jawab Ki Buyut Kabuyutan
Talang Alun y ang tiba -tiba didatangi banyak pengungsi itu
tentu ingin mengetahui, apa y ang telah terjadi. Ketika mereka
datang ke Kabuyutan Sendang Apit, maka Ki Buyut Sendang
Apit tidak dapat ditemuinya.
Tidak perlu Ki Buyut. Perintahkan saja para pengawal
mengusirnya. Bahkan jika dijalan pulang mereka bertemu
dengan para per onda dan para cantrik dari Padepokan
Renapati, biarlah mereka ditangkap.
Apa salahnya jika kita mendengarkan pertanyaanpertanyaannya,
pendapatnya atau barangkali petunjukpetunjuknya.
Kita tidak memerlukan petunjuk dan pendapat dan
siapapun. Kita sudah cukup matang untuk m enentukan sikap
sendiri" berkata orang itu.
Tetapi aku tidak berkeberatan menerima mereka " berkata
Ki Buyut.
Ki Buyut hanya membuang-buang waktu saja. berkata

orang itu "tetapi terserah kepada Ki Buyut jika Ki Buyut akan


menerima mereka.
Aku ingin mendapat orang lain sebanyak-banyaknya
jawab Ki Buyut kemudian.
Orang itu tidak berusaha mencegah lagi. Karena itu, m aka
Ki Buyutpun telah mengisy aratkan agar orang dari Talang
Alun itu diijinkan menemuinya.
"Biarlah ia duduk dipendapa " berkata Ki Buyut.
Sejenak kemudian, maka Ki Buyutpun telah menerima
Mahisa Murti dan Kiai Wijang dipendapa rumahnya.
Sementara orang y ang bersamanya itupun telah ikut pula
menemui kedua orang tamu itu.
Mahisa Murti dan Kiai Wijangpun kemudian telah
memperkenalkan diri dan menyatakan bahwa keduanya
adalah orang-orang Talang Alun yang diperintahkan oleh Ki
Buyut untuk mendapatkan keterangan tentang kemelut yang
terjadi diseberang hutan.
"Kabuyutan kami telah dibanjiri oleh para pengungsi"
berkata Mahisa Murti kemudian. "Namun kami tidak berhasil
menemui Ki Buyut Sendang Apit."
Ki Buyut Sendang Apit sudah tidak dalam kedudukannya
lagi" berkata orang yang meny ertai Ki Buyut Pudaklamatan
itu.
Ki Buyut Pudaklamatan itu sendiri m enarik nafas dalamdalam.
Katanya "Apa y ang ingin Ki Sanak ketahui ? Barangkali

aku akan dapat memberikan keterangan."


"Kami ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi di
Kabuyutan Sendang Apit. Menurut para pengungsi, para
pengawal dari Kabuyutan Pudaklamatan telah menduduki
Kabuyutan Sendang Apit, sehingga orang-orang Sendang Apit
telah mengungsi meninggalkan kampung halamannya.
Orang yang menyertai Ki Buyut itulah y ang menjawab
"Sebenarnya tidak terjadi sesuatu. Seperti dua orang
bersaudara dalam satu keluarga. Sekali-sekali terjadi
perselisihan. Tetapi nanti atau besok, mereka akan menjadi
baik kembali. Karena itu, maka sebaiknya Ki Sanak berdua dan
bahkan Kabuyutan Talang Alun t idak usah mencampuri
persoalan kami disini."
"Bagaimanapun juga agaknya kami sudah terlibat. Kami
mengalami sedikit kesulitan dengan ppra pengungsi."
"Apakah mereka berbuat buruk di Kabuyutan Talang Alun
?" bertanya Ki Buyut.
"Tidak. Sama sekali tidak. Tetapi mereka memerlukan
makan, tempat tinggal dan kebutuhan-kebutuhan lain selama
mereka berada di Talang Alun. " jawab Mahisa Murti.
"Seharusnya mereka tidak perlu meninggalkan kampung
halaman mereka " berkata orang y ang meny ertai Ki Buyut itu.
"Aku justru m embayangkan bahwa keadaan telah m enjadi
demikian buruknya sehingga mereka harus mengungsi,
berkata Mahisa Murti kemudian.

"Gambaran dari orang-orang luar yang tidak langsung


menyaksikan sendiri keadaan Kabuyutan kami" berkata orang
itu.
"Bukan sekedar gambaran, karena kami sudah melihat
keadaan itu. Aku telah menyaksikan sendiri dengan
Kabuyutan Sendang Apit. Yang berkeliaran disana adalah para
pengawal dari Kabuyutan Pudaklamatan. "
"Sudahlah Ki Sanak" berkata orang y ang meny ertai Ki
Buyut Pudaklamatan itu "sebaiknya kalian tidak usah ikut
memikirkan keadaan kami disini dan di Kabuyutan Sendang
Apit. Itu persoalan kami. Persoalan keluarga kami."
"Kami memang tidak akan mempersoalkan apa yang terjadi
diantara keluarga. Tetapi karena persoalannya menyangkut
kehidupan orang banyak, dan bahkan kehidupan di Kabuyutan
kami, maka kami memerlukan mendapat keterangan. "
"Inilah y ang terjadi di Kabuyutan kami" berkata orang itu
"t idak akan terjadi perubahan apa -apa. Sebaiknya kalian tidak
usah mencampuri persoalan kami."
"Ki Sanak" berkata Mahisa Murti "kami t idak akan
mencampuri persoalan kalian. Tetapi karena di Kabuyutan
kami terdapat banyak pengungsi, maka kami ingin sekedar
mendapat keterangan. Lebih dari itu, kalian telah melanggar
kemandirian kami. Sekelompok orang telah dikirim dari
Kabuyutan Pudaklamatan memasuki Kabuyutan kami."
Ki Buyut Pudaklamatan justru terkejut. Karena itu, maka ia

bertanya "Apakah kau berkata sebenarnya ?"


"Ya, Ki Buyut " jawab Mahisa Murti "sekelompok orang y ang
ternyata memburu anak laki-laki Ki Buyut Sendang Apit yang
dikira mengungsi ke Talang Alun. Tetapi mereka tidak
menemukan y ang mereka cari. Justru karena itu, maka
Kabuyutan kami telah disentuh pula oleh pertentangan yang
terjadi di sebelah hutan ini."
"Jika kalian tidak m encampuri persoalan kami, maka kami
tentu tidak akan menyentuh Kabuyutan Talang Alun. Tetapi
bahwa Talang Alun telah mencampuri persoalan kami, maka
kami memang tidak mempunyai pilihan lain."
"Aku tidak pernah memerintahkan para pengawal dari
Pudaklamatan memasuki Kabuyutan Talang Alun" berkata Ki
Buyut.
"Siapapun y ang memerintahkan, namun hal itu sudah
terjadi." jawab Mahisa Murti. Lalu katanya "Hal itulah yang
mendorong kami untuk datang menemui Ki Buyut
Pudaklamatan. Karena jika hal seperti itu terulang kembali,
maka Pudaklamatan telah menyeret Talang Alun untuk
melibatkan diri. "
Orang yang meny ertai Ki Buyut itulah y ang menyahut
"Bahwa Talang Alun telah meny embuny ikan anak Ki Buyut
Sendang Apit itu b erarti bahwa Talang Alun telah melibatkan
diri kedalam persoalan kami, persoalan antara keluarga
sendiri. "

"Kami menerima para pengungsi itu atas dasar


perikemanusiaan semata-mata. Namun karena kemudian
merupakan beban bagi kami, maka kami ingin mengetahui
apakah y ang sebenarnya telah terjadi."
Orang yang meny ertai Ki Buyut itulah y ang menjawab lagi
"Sudah aku katakan. Sekedar perselisihan diantara keluarga.
Nanti, pada suatu saat tentu akan menjadi baik lagi."
"Lalu bagaimana dengan korban perselisihan itu ? Jika
keadaan menjadi baik, apakah korban perselisihan itu akan
pulih kembali ?" bertanya Mahisa Murti.
"Sudahlah" berkata orang itu "jangan terlalu banyak
mencampuri persoalan orang lain. Jika kau merasa
berkeberatan dengan para pengungsi itu, usir saja mereka dari
Talang Alun."
"Itukah gambaran sikap orang-orang Pudaklamatan ?"
bertanya Mahisa Murti.
"Tidak " t iba-tiba Ki Buyut memotong "aku tidak pernah
menginginkan perselisihan ini."
"Ki Buyut" berkata Kiai Wijang kemudian "kenapa Ki Buyut
tidak berusaha untuk meny elesaikan per soalan antara
Pudaklamatan dan Sendang Apit dengan baik ?"
"Sebenarnya tidak ada perselisihan yang mendasar" jawab
Ki Buyut.
"Jadi bagaimana kekalutan itu dapat terjadi ? Bukankah
sebaiknya Ki Buyut Pudaklamatan bertemu dan berbincangbincang

dengan Ki Buyut Sendang Apit untuk memecahkan


persoalan y ang timbul. Dengan demikian maka perselisihan
ini tidak akan berlanjut terus. Bukankah Ki Buyut Sendang
Apit itu adik sepupu Ki Buyut sendiri ?"
"Cukup. Cukup. Kalian sudah terlalu banyak berbicara
disini" berkata orang y ang meny ertai Ki Buyut Pudaklamatan.
Namun Kiai Wijang seakan-akan tidak mendengar. Bahkan
iapun berkata "Ki Buyut. Jika Ki Buyut menghendaki, maka Ki
Buyut Talang Alun akan bersedia menjadi penengah
pembicaraan diantara kalian. "
"Sudah cukup. Sekali lagi aku
peringatkan, jangan mencampuri
persoalan kami."
Tetapi Ki Buyut Pudaklamatan itu
berkata "Jika adi Buyut Sendang Apit
bersedia ditemui, aku sama sekali
tidak berkeberatan untuk berbicara."
Namun sebelum pembicaraan
berkepanjangan, maka seorang anak
muda telah muncul dari ruang dalam.
Demikian ia membuka pintu
pringgitan maka iapun bertanya
dengan lantang "Untuk apa kalian berdua datang kemari ? Aku
mendengar sebagian dari pembicaraan kalian.. Ra sa-rasanya
kalian adalah orang y ang terpandai dibumi ini sehingga kalian

mencoba untuk menguari ayahku ?"


Mahisa Murti dan Kiai Wijang memandang anak muda itu
dengan saksama. Dengan segera mereka mengetahui, bahwa
anak muda itulah anak Ki Buyut Pudaklamatan y ang akan
menjadi menantu mPu Renapati dari padepokan Kencana
Pura.
Sebelum Mahisa Murti dan Kiai Wijang menjawab, maka
anak muda itupun berkata lantang "Sebaikny a kalian
meninggalkan tempat ini. Semakin lama kalian disini, m aka
telingaku akan menjadi semakin panas."
"Duduklah" berkata Ki Buyut "keduanya adalah tamuku.
Kau tidak berhak berkata sepert itu. "
"Sudahlah ayah" berkata anak muda itu "ayah jangan
membiarkan dua ekor ular tidur dibawah selimut y ang sedang
ay ah pergunakan. Bagaimanapun juga, kedua ekor ular itu
akan dapat menggigit. Karena itu, biarlah keduanya pergi."
"Aku tidak mempersilahkan mereka pergi," jawab ayahnya.
Wajah anak muda itu menjadi merah. Namun kemudian ia
berkata "Aku sudah memberi kalian berdua peringatan.
Karena itu, jika terjadi sesuatu atas kalian berdua, itu adalah
salah kalian sendiri. "
Ki Buyutlah yang menjadi marah. Tetapi orang y ang
menyertainya duduk menemui kedua tamunya itu berkata
"Sebaiknya Ki Buyut mendengarkan pendapat anak Ki Buyut
itu. Ternyata panggraitanya lebih tajam dari Ki Buyut sendiri.

Mahisa Murti dan Kiai Wijangpun saling berpandangan.


Mereka sadar, bahwa mereka tidak akan dapat berbicara
dengan sebaik-baiknya. Meskipun demikian mereka
menangkap kesan, bahwa sebenarnya Ki Buyut sendiri bukan
seorang yang tamak. Ki Buyut sendiri tidak ingin terjadi
perselisihan antara kedua Kabuyutan itu. Namun anaknya
yang sudah dipengaruhi oleh mPu Renapati menghendaki lain.
Anak muda itu membayangkan satu masa depan yang
gemilang dalam pemerintahannya, sehingga ia lupa pada
sangkan paraning dumadi. Anak muda itu terbius oleh
hembusan lidah mPu Renapati tentang mimpi bagi masa
depan y ang besar.
Karena itu, maka Mahisa Murti dan Kiai Wijang
menganggap bahwa kehadiran mereka di rumah itu tidak akan
berarti apa-apa lagi. Merekapun yakin, bahwa orang yang
selalu meny ertai Ki Buyut itu tentu salah seorang dari
padepokan Renapati y ang ditempatkan di Kabuyutan
Pudaklamatan.
Karena itu, maka sesaat kemudian, maka Mahisa Murtipun
berkata "Baiklah Ki Buyut. Jika demikian, maka kami mohon
diri. Kami akan kembali ke Kabuyutan Talang Alun. Namun
kami serba sedikit telah melihat satu gambaran, apa yang telah
terjadi disini. Mak sudku di Kabuyutan Sendang Apit dan
Kabuyutan Pudaklamatan. "
"Terima kasih atas kunjungan kalian Ki Sanak. Salam buat

Ki Buyut di Talang Alun. Kami hargai niatnya untuk


membantu memecahkan kekalutan yang terjadi di Kabuyutan
kami."
"Tidak ada kekalutan disini ay ah." berkata anak muda itu
"hanya orang-orang lain yang iri hati sajalah yang
menganggap bahwa di Kabuyutan Pudaklamatan ada
kekalutan.
Tetapi jawab ay ahnya mengejutkannya. Bagaimana kau
dapat menyembuny ikan kenyataan y ang digelar di kedua
Kabuyutan ? Apakah kau kira orang-orang yang pernah lewat
Kabuyutan ini buta dan tuli ?"
Wajah anak muda itu m enjadi marah. Namun orang y ang
selalu meny ertai Ki Buyut itu berkata "Kekalutan memang ada
dimana-mana diseluruh muka bumi. Tetapi kekalutan yang
terjadi disini terlalu dibesar-besarkan orang. Tetapi apapun
yang terjadi, biarlah orang lain tidak ikut mencampurinya. "
Mahisa Murti dan Kiai Wijangpun kemudian telah minta
diri. Ki Buyut yang mengantarnya sampai ke tangga pendapa
berpesan "Hati-hatilah Ki Sanak. Semoga kalian selamat
sampai di Kabuyutan Talang Alun."
"Doa Ki Buyut menyertai kami berdua" jawab Mahisa
Murti.
Demikianlah keduanyapun segera melangkah
meninggalkan Kabuyutan itu, sementara Ki Buyutpun segera
naik pula kependapa dan selanjutnya masuk keruang dalam.

Yang ada di pendapa kemudian adalah orang y ang selalu


menyertai Ki Buyut itu serta anaknya laki-laki. Dengan geram
anak Ki Buyut Pudaklamatan itu m enggeram "Bereskan saja
orang-orang itu. "
"Jangan ngger. Jika keduanya tidak sampai ke Kabuyutan
Talang Alun, maka akan dapat menjadi alasan bagi Kabuyutan
itu untuk langsung mencampuri persoalannya. Hilangnya
kedua orang itu akan dapat m enjadi alasan bagi Kabuyutan
Talang Alun untuk meny erang Kabuyutan Pudaklamatan."
"Apakah kita takut menghadapi Kabuyutan Talang Alun
Bukankah padepokan Renapati cukup kuat untuk menghadapi
tiga atau ampat Kabuyutan sekaligus ? Apalagi bersama-sama
dengan Kabuyutan Pudaklamatan."
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Tetapi
sebaiknya kita untuk sementara membatasi diri. Mungkin
pada kesempatan lain kita justru akan memancing
pertengkaran dengan Kabuyutan Talang Alun. "
Tetapi anak muda itu berkata "Kita selesaikan mereka
justru di Kabuyutan Talang Alun sendiri. Kita kirim beberapa
orang pilihan untuk mengikutinya dan membunuhnya
diseberang hutan, sehingga akan dapat diketemukan oleh
orang-orang Talang Alun. Jika m ereka mati di daerah m ereka
sendiri, maka mereka tidak akan dapat menuduh kita sehingga
mereka tidak mempunyai alasan untuk mengirimkan pasukan
menyeberangi hutan. "

Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Satu kerja


yang berat."
"Kita kirim lima atau enam orang y ang berilmu tinggi.
Diantara mereka dari padepokan Renapati. Mereka harus
berusaha mendahului keduanya dan menunggunya diseberang
hutan, justru dibulak-bulak panjang di tlatah Kabuyutan
Talang Alun itu sendiri. Usahakan agar mayatnya dapat
diketemukan oleh orang-orang Talang Alun, apakah mereka
yang akan pergi ke sawah atau mereka y ang akan pergi ke
pasar."
"Tidak hanya ada satu jalan menuju ke Talang Alun" jawab
orang itu.
"Tetapi jalan keluar dari hutan itu tentu dapat
diperhitungkan. Agaknya jalur jalan para pengungsi itulah
yang akan mereka lewati."
"Jika kedua orang itu membaurkan diri dengan para
pengungsi y ang menuju ke Kabuyutan Talang Alun ?"
"Itu lebih baik. Orang-orang kita akan dapat mencari
prekara sehingga terjadi perselisihan dan perkelahian. Orangorang
kitapun harus menyatukan diri dengan para pengungsi
itu."
Orang yang meny ertai Ki Buyut itu mengangguk-angguk.
Katanya "Aku akan mencobanya. Mudah-mudahan mPu
Renapati setuju."
"Kita tidak mempunyai banyak waktu. Orang itu tidak boleh

lolos. Biarlah orang-orang kita mendahuluinya dengan


berkuda. Satu dua orang akan menyertai mereka dan akan
membawa kembali kuda-kuda itu, setelah orang-orang kita
memasuki hutan."
Demikianlah, maka orang itupun dengan tergesa -gesa
meninggalkan rumah Ki Buyut menuju ke Padepokan
Renapati. Dengan tergesa -gesa pula ia menemui mPu Renapati
dan melaporkan rencana calon menantunya itu.
mPu Renapati berpikir sejenak. Lalu katanya "Lakukan
perintahnya. Ternyata penalarannya cukup tajam. Kedua
orang itu tidak boleh memberikan kesan sikap Ki Buyut
kepada orang-orang Talang Alun."
Orang itupun kemudian telah melakukan perintah itu
dengan tergesa -gesa. mPu Renapati telah menunjuk Kebo
Wanter dan Lembu Pangambah untuk melakukan tugas itu
bersama ampat orang kawan mereka.
"Aku percaya bahwa Kebo Wanter dan Lembu Pangambah
akan dapat m elakukannya. Apalagi disertai oleh ampat orang
yang lain. Jika mereka bergabung dengan para pengungsi,
sebaiknya mereka tidak berkelompok. Tetapi mereka harus
sal ing memisahkan diri. "
Sesaat kemudian, Kebo Wanter dan Lembu Pangambah
telah dipanggil. Ketika perintah itu diberikan, maka Kebo
Wanter bertanya "Bukankah hanya ada dua orang dari
Kabuyutan Talang Alun y ang harus kami selesaikan ?"

"Ya. Hanya dua orang."


"Kenapa kami berdua harus membawa ampat orang lagi ?
Seorang saja diantara kami akan dapat meny elesaikan mereka.
Apalagi dua orang. Karena itu, ampat orang itu tidak perlu
sama sekali.
"Kalian tidak usah membantah. Pergilah bersama ampat
orang. Kalian dengar ?"
Kebo Wanter dan Lembu Pangambah mengangguk-angguk.
Sementara itu orang y ang mendapat perintah dari mPu
Renapati itu berkata "Kita tidak ingin rencana ini gagal,
sehingga akibatnya akan m enjadi semakin buruk. Karena itu,
maka kedua orang itu tidak boleh melarikan diri. Meskipun
kalian berdua saja yakin akan dapat mengalahkan mereka,
bahkan seorang saja diantara kalian, tetapi kemungkinan
melarikan diri harus diperhitungkan."
Kebo Wanter dan Lembu Pangambah masih m enganggukangguk.
Sementara orang itu memberitahukan ciri -ciri dari
orang y ang harus mereka cari itu.
"Pergunakan jalur para pengungsi. Mungkin kedua orang
itu ada diantara mereka."
Demikianlah, maka sejenak kemudian enam orang telah
berpacu menuju ke hutan yang meny ekat Kabuyutan Sendang
Apit dengan Kabuyutan Talang Alun. Bersama mereka ikut
pula tiga orang yang akan membawa kuda-kuda itu kembali ke
padepokan Renapati.

Sebenarnyalah bahwa Mahisa Murti dan Kiai Wijangyang


kemudian telah bertemu kembali dengan bebahu Sendang Apit
itu telah memutuskan untuk kembali ke Talang Alun.
Nampaknya tidak mungkin dapat berbicara terbuka dengan Ki
Buyut Pudaklamatan yang selalu dibay angi oleh seseorang
yang agaknya sengaja ditempatkan di rumah Ki Buyut oleh
mPu Renapati. Sementara itu, anak Ki Buyut sendiri agaknya
telah menjadi mabok oleh mimpi tentang m asa depan yang
besar.
Tetapi bebahu itu sendiri telah menyatakan diri untuk
tinggal. Ia merasa akan mendapat kesempatan bertemu
dengan Ki Buyut Sendang Apit yang masih berada di
Kabuyutannya"Aku tentu dapat bertemu, dengan Ki Buyut meskipun tidak
segera. Aku akan mengajak Ki Buyut menemui Ki Buyut
Talang Alun dan membawanya ke Padepokan Bajra Seta.
"Kami menunggu " berkata Mahisa Murti.
"Mudah-mudahan Ki Buyut bersedia meninggalkan
Kabuyutan Sendang Apit barang dua tiga hari untuk keperluan
itu." berkata bebahu itu.
"Berhati-hatilah" pesan Kiai Wijang.
"Terima kasih. Kiai berduapun harus berhati-hati dijalan."
berkata bebahu itu.
"Jika kau gagal menemui Ki Buyut, kau harus segera,
menghubungi kami" berkata Mahisa Murti kemudian.

"Baik. Tetapi nampaknya aku sudah mendapatkan jalur


untuk sampai kepadanya. Ternyata aku masih dipercaya
meskipun aku sudah pernah lari dari medan. " berkata bebahu
itu.
Dengan demikian, maka Mahisa Murti dan Kiai Wijang
telah meninggalkan bebahu itu di Kabuyutannya. Mereka
memang telah menempuh perjalanan melalui jalur para
pengungsi y ang masih saja mengalir dari Kabuyutan Sendang
Apit meny eberangi hutan. Mereka berharap bahwa diseberang
hutan, mereka akan mendapatkan ketenangan setidaktidaknya
untuk sementara sambil menunggu perkembangan
keadaan di Kabuyutan 'mereka.
Sekelompok pengungsi y ang meny eberangi hutan itu
memang tertarik melihat kehadiran dua orang yang
sebelumnya belum mereka kenal. Orang-orang Kabuyutan
Sendang Apit m emang melihat kelainan pada Mahisa Murti
dan Kiai Wijang dari kebiasaan orang-orang Kabuyutan itu.
Namun sekelompok pengungsi itupun merasa bahwa
mereka memang tidak dapat mengenali semua penghuni
Kabuyutan Sendang Apit y ang termasuk luas itu. Apalagi
kemungkinan hadirnya orang-orang baru y ang datang dari
Kabuyutan lain untuk menetap di Kabuyutan Sendang Apit.
Apalagi nampaknya kedua orang itu bukan orang yang jahat
yang akan dapat mengganggu mereka diperjalanan.
Meskipun demikian, seorang laki -laki diantara para

pengungsi itu telah bertanya kepada Mahisa Murti dan Kiai


Wijang "Apakah kalian juga pengungsi seperti kami?"
Ternyata Mahisa Murti menjawab apa adanya "Tidak Ki
Sanak. Kami adalah orang-orang dari Kabuyutan Talang Alun
diseberang hutan. Di Kabuyutan kami terdapat banyak sekali
pengungsi y ang mengalir dari Kabuyutan Sendang Apit.
Karena itu, kami sengajaa pergi ke Sendang Apit untuk
melihat keadaan. "
Laki-laki itu mengangguk-angguk. Katanya "Jadi kalian
adalah orang-oranga Talang Alun."
"Ya " jawab Mahisa Murti.
Laki-laki itu mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun
bertanya "Bagaimana keadaan saudara-saudara kami yang
telah berada di Talang Alun?"
"Kami di Talang Alun telah mencoba berbuat sebaikbaiknya.
T etapi sudah tentu sesuai dengan kemampuan yang
ada pada kam i."
Orang itu mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya
lebih lanjut.
Perjalanan di hutan y ang lebat itu memang bukan
perjalanan y ang mudah. Apalagi diantara mereka terdapat
perempuan dan anak-anak. Karena itu, m aka perjalananpun
menjadi lambat dan sekali-sekali harus beri stirahat.
Beberapa orang laki -laki yang ada diantara mereka telah
merambah jalan y ang akan dilalui. Namun merekapun bersiap

pula jika tiba-tiba mereka bertemu dengan binatang buas yang


akan mengganggu. .
Tetapi binatang buas di hutan itu justru menyingkir jika
mereka melihat sekelompok orang yang lewat. Apalagi jika
mereka membawa obor dimalam hari.
Namun ditengah hutan m ereka telah bertemu dengan tiga
orang y ang nampaknya sedang beri stirahat.
Tetapi ketiga orang itu sama sekali tidak menegur
sekelompok orang y ang sedang mengungsi itu. Mereka hanya
memperhatikan seorang demi seorang. Namun kemudian
sekelompok pengungsi itupun kemudian telah lewat.
"Apakah kita akan menggabungkan diri dengan mereka?"
bertanya lembu Pangambah.
"Tidak perlu." jawab Kebo Wanter "hanya akan
mengganggu saja. Mungkin satu orang diantara mereka akan
bertanya kepada kita. Bahkan mungkin kedua orang yang
harus kita selesaikan itu. Kita harus berpikir bagaimanakita
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka itu.
"Dua orang yang dimaksud mPu Renapati tentu dua orang
yang ada diantara para pengungsi itu " berkata Lembu
Pangambah.
"Ya. Aku sudah pasti." jawab Kebo Wanter.
"Jika demikian, kenapa tidak kita selesaikan sekarang saja
disini?" bertanya seorang yang ikut bersama Kebo Wanter dan
Lembu Pangambah.

"Tiga orang kawan kita y ang lain ada di ujung hutan" jawab
Kebo Wanter "selebihnya, perintah itu mengatakan bahwa kita
harus membunuh m ereka di daerah Kabuyutan Talang Alun
sendiri. "
"Kenapa? Bukankah lebih baik kita bunuh di hutan ini?"
"Jika mereka mati di Talang Alun, maka itu adalah
persoalan Talang Alun sendiri. Tetapi jika di hutan ini atau di
Sendang Apit, maka persoalannya akan dapat m enjadi lain.
Orang-orang Talang Alun akan dapat menyangkutkan
Kabuyutan Sendang Apit atas kematian orang-orangnya itu.
Orang itu tidak bertanya lagi, sementara itu kelompok
pengungsi itu sudah menjadi semakin jauh.
Baru beberapa saat kemudian maka ketiga orang itupun
bangkit dan melangkah mengikuti arah para pengungsi itu.
Ketika kemudian para pengungsi itu melihat tiga orang
yang lam duduk-duduk diatas sebatang pohon y ang rebah
dihutan itu, maka mereka mulai merasa curiga. Mungkin
enam orang itu berniat buruk terhadap para pengungsi itu.
Mungkin mereka perampok yang mengira bahwa para
pengungsi itu membawa barang-barang mereka y ang paling
berharga.
Tetapi ketiga orang y ang ditemuinya kemudian itu juga
tidak m engganggu m ereka. Ketiganya hanya memperhatikan
sa ja iring-iringan sekelompok pengungsi yang lewat.
Namun dalam pada itu, setiap laki -laki diantara para

pengungsi itu sudah bersiap-siap menghadapi segala


kemungkinan. Mereka telah mempersiapkan senjata mereka
untuk melindungi keluarga mereka serta m ilik mereka yang
sempat mereka bawa.
Ketika para pengungsi itu kemudian keluar dari hutan y ang
lebat, yang menyekat Kabuyutan Sendang Apit dengan
Kabuyutan Talang Alun, maka rasa-rasanya mereka mulai
dapat bernafas lega. Beberapa saat kemudian, mereka akan
meninggalkan padang perdu dan turun ke daerah per sawahan.
Kemudian merekapun akan segera sampai ke padukuhanpadukuhan
terdekat dari Kabuyutan Talang Alun, yang akan
menjadi tempat mereka untuk menetap sementara.
"Kami sudah sampai ke Talang Alun, Ki Sanak" berkata
laki -laki y ang sejak semula berbincang dengan Mahisa Murti
dan Kiai Wijang.
"Ya. Kalian telah berada di Talang Alun" jawab Mahisa
Murti.
"Dimana kami dapat tinggal?" bertanya laki-laki itu.
"Datang saja ke padukuhan yang mana saja. Di banjar telah
ditugaskan orang-orang yang akan m engatur dimana kalian
akan ditempatkan, " jawab Mahisa Murti.
Laki-laki itu m engangguk-angguk. Katanya "Terima kasih.
Kami tidak akan melupakan jasa orang-orang Talang Alun.
Demikianlah iring-iringan itu berjalan dengan wajah y ang
memancarkan harapan untuk mendapatkan tempat y ang lebih

tenang. Mereka seakan-akan telah melupakan perjalanan yang


panjang menelu suri hutan dan padang perdu.
Sementara itu, malam y ang turunpun semakin lama
menjadi semakin gelap. Perempuan dan anak-anak yang
merasa sangat letih, terpaksa harus berhenti lagi untuk
beristirahat sebagaimana mereka lakukan beberapa kali
sepanjang perjalanan.
Namun rasa-rasanya mereka sudah tidak diburu oleh
kecemasan, bahwa m ereka akan mengalami perlakuan kasar.
Seakan-akan mereka sudah berada diambang pintu regol
rumah mereka sendiri.
Namun ketenangan m ereka ternyata telah terusik. Enam
orang yang mereka temui di hutan itupun telah menyusul
mereka. Dua orang yang berjalan dipaling depan langsung
berdiri dekat ditempat para pengungsi itu beristirahat.
"Kami tidak akan mengganggu kalian " berkata salah
seorang dari mereka.
Para pengungsi itu termangu-mangu sejenak. Tetapi setiap
laki -laki yang ada diantara mereka m emang sudah bersiap.
Meski pun melihat ujudnya, keenam orang itu tentu orang
yang memiliki kelebihan, tetapi para pengungsi itu t idak akan
membiarkan mereka dirampok atau mengalami perlakuan
buruk. Mereka sudah bersusah payah menempuh perjalanan
yang panjang dan sulit. Sehingga karena itu, maka merekapun
rasa-rasanya tidak akan mau berkorban lebih banyak lagi.

Tetapi salah seorang dari keenam orang itu berkata "Aku


justru sedang mencari saudaraku sendiri dari Talang Alun.
Diluar sadarnya orang-orang itu berpaling kepada Mahisa
Murti dan Kiai Wijang.
Ternyata orang-orang itupun telah memandang kearah
keduanya pula.
Sebelum Mahisa Murti dan Kiai Wijang berkata sesuatti,
maka orang yang mengaku mencari saudaranya itu berkata
"Ternyata kau benar-benar ada di sana. Ketika kami m elihat
iring-iringan pengungsi ini lewat, kau berusaha untuk
menyembuny ikan dirimu diantara mereka. Tetapi ada
diantara kami y ang berhasil melihat kalian berdua. "
Mahisa Murti dan Kiai Wijang segera tanggap apa y ang
sedang mereka hadapi. Karena itu, maka Kiai Wijangpun
segera menyahut "Ki Sanak. Kalian tidak u sah berputar-putar
lagi. Katakan saja apa m aksud kalian. Kami memang orangorang
Talang Alun. Tetapi kalian bukan."
"Jangan memutar balikkan persoalan. Beberapa hari kau
telah m enghilang dari Talang Alun. Sekarang kau kembali ke
Talang Alun bersama para pengungsi. Ki Buyut yang
menugaskan kami mencarimu, hampir berputus-a sa.
Untunglah kami melihat kau yang mencoba menyusup
diantara para pengungsi itu. "
"Sudahlah, katakan apa yang kau maui?" berkata Mahisa
Murti.

Salah seorang diantara mereka y ang mencegat Mahisa


Murti dan Kiai Wijang itupun berkata kepada para pengungsi
"Nah Ki Sanak. Aku persilahkan kalian melanjutkan
perjalanan. Di Talang Alun telah disediakan tempat bagi
kalian. Biarlah aku meny elesaikan kedua orang y ang telah
banyak m elakukan kejahatan di Kabuyutan kami. Untunglah
mereka berdua belum melakukan kejahatan atas kalian,
karena agaknya kalian tidak menjadi ketakutan karenanya.
Bahkan nampaknya setiap laki-laki dalam iring-iringan
pengungsi ini sudah siap untuk melawan. "
Para pengungsi itu memang menjadi bingung. Namun
orang itu berkata selanjutnya "Silahkan meninggalkan tempat
ini. Kami akan m enangkap mereka dan m embawanya kepada
Ki Buyut. Jika kedua orang ini melawan, maka kami terpaksa
mengakhirinya. "
Para pengungsi itu memang menjadi cemas. Karena itu,
maka m ereka memang merasa lebih baik tidak ikut campur.
Apalagi orang itu mengatakan bahwa ia dan kawan-kawannya
mendapat tugas dari Ki Buyut Talang Alun.
Ketika para pengungsi itu bersiap untuk melanjutkan
perjalanan, maka Mahisa Murti justru berkata "Silahkan Ki
Sanak. Jangan ragu-ragu. Tinggalkan tempat ini dan
sampaikan kepada Ki Buyut apa yang telah terjadi disini."
Para pengungsi yang masih baru saja mencoba untuk
beristirahat itu telah bersiap untuk m elanjutkan perjalanan.

Sementara Mahisa Murti berkata "Padukuhan yang pertama


sudah tidak jauh lagi. Lampu-lampunya telah nampak dari
tempat ini. Yang nampak terang itu tentu obor diregol
padukuhan.Para pengungsi itupun segera melanjutkan perjalanan.
Mereka m emang menjadi berdebar-debar dan bahkan merasa
cemas melihat gelagat yang tidak baik antara keenam orang
yang m engikuti mereka dari dalam hutan dengan dua orang
yang bersama-sama mereka sejak dari seberang hutan.
Tetapi para pengungsi itu memang tidak ingin ikut campur
jika persoalannya adalah persoalan orang-orang Talang Alun
sendiri. Mereka memang merasa tidak berhak untuk
melibatkan diri kedalamnya.
Namun y ang m enggelisahkan mereka, bahwa Talang Alun
yang dikiranya tenang dan damai itu masih juga diguncang
oleh peri stiwa-peristiwa kekerasan y ang mencemaskan.
Sementara itu, ketika para pengungsi itu sudah menjadi
semakin jauh, maka Kebo Wengker itupun berkata "Ki Sanak.
Kami memang mendapat perintah untuk meny elesaikan Ki
Sanak berdua, karena kalian akan dapat membuat suasana
menjadi semakin Kalut. Kabuyutan Talang Alun tidak ingin
terlibat dalam pertikaian yang terjadi di Pudaklamatan dan
Sendang Apit. Karena itu, m aka bahwa kalian telah m encoba
mencampuri persoalan mereka maka kalian harus dilenyapkan
dari bumi Talang Alun."

Tetapi Mahisa Murti itu justru


bertanya "Bukankah tidak ada
pertikaian apa-apa di
Pudaklamatan? Bukankah y ang
terjadi itu satu hal y ang sangat
wajar, bahwa Ki Buyut
Pudaklamatan mengambil kembali
miliknya dari tangan adik
sepupunya? Kelak anak Ki Buyut
itu akan menjadi seorang
pemimpin y ang besar y ang
memimpin sebuah Kabuyutan
besar y ang terdiri dari gabungan
dua Kabuyutan. He, apakah kau
tidak setuju? Jika sikapmu itu diketahui oleh Ki Buyut
Pudaklamatan, anak laki-lakiny a atau bahkan m Pu Renapati,
maka kalian akan meny esal. Apalagi karena kalian sudah
menganggap bahwa y ang terjadi di Kabuyutan Pudaklamatan
adalah satu pertikaian."
Wajah Kebo Wanter menjadi merah. Sementara Lembu
Pangambah membentak "Gila kau. Apapun y ang kau katakan,
kami akan membunuh kalian. "
"Nah, bukankah sudah aku katakan, sebaiknya kalian
katakan langsung, apa maksud kalian. Kalian memang tidak
usah berbelit-belit dan berputar-putar."

"Baik" geram Lembu Pangambah "tundukkan kepalamu.


Aku akan memanggalnya. Kematian yang demikian adalah
kematian yang paling terhormat bagi kalian daripada kalian
akan mati seperti seekor tikus didalam genggaman sekor
kucing."
Mahisa Murti sama sekali tidak menjadi ketakutan. Anak
muda itu justru tertawa "Satu tantangan yang sudah t erlalu
sering diucapkan orang. Sudahlah. Kita tidak usah banyak
berbicara. Marilah, kita akan bertempur. Tetapi maaf, bahwa
kami memang tidak m embawa senjata, karena senjata akan
menyulitkan perjalanan kami di Kabuyutan Pudaklamatan.
Kebo Wanter menggeram. Sambil melangkah surut
mengambil jarak ia berkata "Kau memang terlalu sombong.
Tetapi jangan takut bahwa aku akan membunuhmu dengan
senjata. Jari-jariku cukup kuat untuk mematahkan lehermu,
sementara itu kawanku itu akan mencekik kakek tua itu
dengan jari-jarinya pula.
"Lalu, apa yang akan dilakukan oleh keempat kawanmu itu
?" bertanya Kiai Wijang tiba-tiba. "
Telinga Kebo Wanter menjadi panas bagaikan disentuh api.
Dengan geram ia menjawab "Mereka akan menjaga kalian,
agar kalian tidak sempat melarikan diri."
"Apakah kalian menduga bahwa kami akan m elarikan diri
?" bertanya Kiai Wijang pula.
"Ya." jawab Kebo Wanter "aku melihat kelicikan disorot

mata kalian. Kalian tidak akan merasa malu untuk melarikan


diri karena kalian memang tidak mempunyai harga diri sama
sekali. "
Kiai Wijang tertawa. Katanya "Satu dugaan y ang tepat.
Karena k etika aku muda, maka aku adalah pelari tercepat di
padukuhanku. Setiap ada lomba memburu itik, maka aku
tentu menjadi pemenangnya. "
"Cukup" bentak Kebo Wanter y ang tidak dapat m enahan
marahnya. Kepada keempat kawannya ia berkata "Jaga agar
mereka tidak sempat melarikan diri. "
Keempat kawannya itupun segera memencar diseputar
keempat orang yang nampaknya sudah siap untuk bertempur
itu.
Kebo Wanter yang marah itu segera menghadapi Mahisa
Murti, sementara Lembu Pangambah melangkah mendekati
Kiai Wijang y ang telah mengambil jarak dari Mahisa Murti.
"Pandanglah Kabuyutan Talang Alun untuk yang terakhir.
Kau akan segera mati, sebelum kawan para pengawal
padukuhan terdekat itu datang kemari. Para pengungsi itu
tentu m enceriterakan apa yang mereka lihat. Para pengawal
tentu ingin mengetahui apa y ang sebenarnya terjadi disini. "
geram Kebo Wanter.
"Ya. Sebentar lagi mereka tentu akan datang" sahut Mahisa
Murti.
"Tetapi kau tidak akan memiliki waktu yang sebentar itu."

geram Kebo Wanter pula.


Mahisa Murti m emang tidak menjawab lagi. Kebo Wanter
telah mulai bergerak. Bahkan Lembu Pangambahlah yang
justru telah meloncat menyerang Kiai Wijang. Lembu
Pangambah ingin dalam waktu yang singkat, orang tua itu
sudah dapat dibunuhnya.
Tetapi Kiai Wijang cukup berhati-hati. Dengan tangkasnya
ia bergeser kesamping. Tidak sebagaimana seorang tua yang
bergerak dengan lam ban. Tetapi orang tua itu melenting
dengan kecepatan yang justru mendahului serangan lawannya.
Lembu Pangambah memang agak terkejut melihat
ketangkasan orang itu itu. Apalagi ketika ia masih mendengar
orang tua itu justru tertawa. Bahkan sambil berkata "Jangan
tergesa -gesa, karena kau tidak dapat membidik sasaran
dengan baik. "
Lembu Pangambah mengumpat ka sar. Namun
serangannyapun segera meluncur kembali.
Tetapi seperti yang terdahulu, serangannya itu tidak
menyentuh sasaran.
Lembu Pangambah y ang geram itupun berteriak "Jangan
lari. Kau tidak akan lepas dari tanganku.
Tetapi jawaban Kiai Wijang memang menyakitkan
telinganya. Katanya "Bukankah aku tidak akan dapat
melarikan diri karena kawan-kawanmu telah mengepungku ?"
"Per setan kau setan tua. Kau akan menyesal tingkah

lakumu itu." geram Lembu Pangambah.


Kiai Wijang tidak 'menjawab. Ia melihat dalam keremangan
malam, m ata Lembu Pangambah itu seakan-akan m embara.
Kemarahannya telah membakar ubun-ubunnya.
Dengan garangnya Lembu Pangambah itu meny erang
lawannya. Ia sama sekali tidak berusaha untuk menjajagi
kemampuan orang tua itu. Lembu Pangambah ingin pekerjaan
itu segera selesai sehingga bersama kawan-kawannya ia akan
segera meninggalkan daerah Talang Alun y ang banyak dihuni
oleh para pengungsi dari Sendang Apit.
Tetapi ternyata tidak mudah untuk menundukkan orang
tua itu. Ketika orang tua itu mulai bertempur, maka ia sama
sekali tidak menunjukkan ketuaannya lagi.
Sementara itu, Kebo Wanterpun telah mengerahkan
kemampuannya pula. Anak muda y ang sombong itu harus
dihancurkan dalam waktu y ang pendek. Sebelum mati anak
muda itu harus mengakui, bahwa ia bukan apa-apa bagi Kebo
Wanter.
Tetapi ternyata bahwa perhitungan Kebo Wanter itu keliru.
Anak muda itu tidak segera dapat ditundukkannya. Seranganserangannya
sama sekali tidak mampu meny entuh sasaran.
Bahkan sekali-sekali, anak muda itu justru dengan sengaja
memb entur serangannya.
Kebo Wanter adalah seorang y ang memiliki pengalaman
yang luas. Sebagai seorang y ang ditempa di sebuah

padepokan, maka Kebo Wanterpun m emiliki landasan ilmu


yang cukup tinggi.
Namun yang dihadapinya adalah Mahisa Murti, pemimpin
sebuah padepokan yang cukup besar dan bahkan telah
mendapat perhatian khusus dari Singasari.
Karena itu, m aka Kebo Wanter mulai m erasa dihadapkan
pada sebuah teka-t eki, bahwa anak muda dari Talang Alun itu
tidak segera dapat ditundukkannya.
Dengan, demikian, maka Kebo Wanter, seorang murid dari
perguruan mPu Renapati y ang terpilih itu, menjadi semakin
marah. Tidak seharusny a anak dari Talang Alun itu dapat
bertahan terlalu lama menghadapinya.
Tetapi ia tidak dapat m engingkari kenyataan. Anak muda
itu m asih mampu bertahan. Bahkan serangan-serangan Kebo
Wanter itu masih belum berhasil meny entuh kulitnya.
Karena itu, maka Kebo Wanter tidak lagi mengekang
dirinya. Ia berniat segera mengakhiri pertempuran. Karena
itu, maka iapun segera meningkat ketataran ilmunya yang
lebih tinggi. Yang sebelumnya sama sekali tidak diduganya,
bahkan ia akan sampai ketataran itu untuk menghadapi anak
muda Talang Alun itu.
Dengan demikian, maka serangan2 Kebo Wanterpun
menjadi semakin keras dan cepat. Kakinya berloncatan
diseputar Mahisa Murti y ang berusaha tidak terlalu banyak
bergerak. Namun setiap geraknya seakan-akan telah

menimbulkan getar udara y ang menerpa kulit lawannya.


Mula-mula Kebo Wanter tidak mau menghiraukan hal itu.
Namun kemudian ia menyadari, bahwa hal itu memang
terjadi.
"Kau sadap ilmumu itu dari iblis mana, anak muda?"
bertanya Kebo Wanter kemudian.
"Aku tidak bersahabat dengan iblis Ki Sanak" jawab Mahisa
Murti.
"Per setan dengan kesombonganmu" geram Kebo Wanter.
Namun Kebo Wanter itupun kemudian harus mengakui,
bahwa lawannya yang masih muda itu memang berilmu tinggi.
Seperti Kebo Wanter masih belum ingin mempergunakan
senjata. Ia tahu bahwa lawannya y ang m asih muda itu tidak
bersenjata. Iapun telah berkata bahwa ia akan membunuh
anak muda itu tanpa senjata. Karena itu, betapapun ia
menghadapi keny ataan bahwa lawannya itu berilmu tinggi,
maka Kebo Wanter masih belum mempergunakan senjatanya.
Tetapi benturan-benturan y ang kemudian terjadi,
memaksaKebo Wanter berpikir ulang. Ia tidak dapat sekedar
menjunjung harga dirinya, tetapi semakin mengalami
kesulitan untuk mempertahankan diri.
Apalagi ketika kemudian, Mahisa Murti mulai menembus
pertahanan Kebo Wanter dengan serangan-serangannya.
Ju stru saat Kebo Wanter menggapai tataran ilmu yang
dikuasainya, maka Mahisa Murti mulai menguak

pertahanannya. Ketika Kebo Wanter meloncat meny erang


dengan garangnya, dengan menjulurkan tangannya kearah
pelipis Mahisa Murti, maka Mahisa Murti justru m erendah.
Sambil memutar tubuhnya, maka Mahisa Murti telah
menjulurkan sebelah kakinya mengarah kedada Kebo Wanter.
Tetapi Kebo Wanter sempat menghindar. Dengan cepat
Kebo Wantaer memiringkan tubuhnya.
Serangan kaki Mahisa Murti itu m emang tidak mengenai
sa sarannya. Namun Mahisa Murti tidak berhenti. Dengan
loncatan kecil, tubuhnya berputar. Kakinyalah y ang dengan
derasnya terayun menggapai kening.
Ternyata Kebo Wanter tidak mampu bergerak secepat
Mahisa Murti. Meskipun ia tanggap akan serangan kaki
berikutnya, namun Kebo Wanter ternyata telah terlambat
menghindar. Kaki Mahisa Murti yang terayun mendatar itu
menyambar keningnya. Demikian derasnya, sehingga Kebo
Wanterpun telah terdorong beberapa langkah dan bahkan
kemudian telah kehilangan keseimbangannya pula.
Kebo Wanter itu jatuh terbanting di tanah. Satu kejadian
yang tidak pernah diperkirakan sejak ia berangkat dari
padepokan Renapati. Yang diangan-angankan adalah
bagaimana membunuh anak Talang Alun itu dengan
tangannya, membiarkan mayatnya terbujur di bulak itu.
Jika kemudian mayat itu oleh orang-orang Talang Alun
maka m ereka akan menjadi bingung. Mungkin mereka dapat

menduga bahwa anak muda dan seorang kawannya telah


dibunuh oleh orang seberang hutan, tetapi karena
kematiannya terjadi di Kabuyutan Talang Alun, maka orangorang
Talang Alun tidak dapat m enuduh, bahwa orang-orang
seberang hutan itulah y ang telah membunuhnya.
??????????????????????????????????????
Para pembaca sekalian, cerita Hijaunya Lembah
Hijaunya Lereng Pegunungan HANYA SAMPAI
DISINI saja
Karena Pengarangnya Bpk SH Mintardja tidak
sempat menyelesaikannya sebab beliau dipanggil
menghadap Sang Maha Kuasa..
Terserah para pembaca untuk menafsirkan sendiri
ending dari cerita ini
Trims

(TAMAT)

DONT FORGET VISIT :


(Ebook Novel, Teenlit) http://www.zheraf.net/
(Cersil, Silat Mandarin) http://zheraf.wapamp.com/

Anda mungkin juga menyukai