Anda di halaman 1dari 24

STRIKTUR URETRA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa disebabkan oleh
karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia, biasanya dokter cepat
memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung
merujuk ke tempat yang lebih lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non
trauma, yang sering kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan
maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap, sehingga
menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap jiwa pasien.
Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said
Sukanto sejak bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Desember 2009 yaitu dari 236 pasien
yang dirawat di ruang Mahoni 2, Striktur uretra berjumlah 59 orang ( 0,25% ) dengan 58 orang
pulang ke rumah dan 1 orang meninggal dunia, Fraktur berjumlah 177 orang ( 0, 68% ).
Dari data yang telah diperoleh di atas, perawat juga mempunyai peranan penting untuk
mengatasi klien dengan striktur uretra di lihat dari upaya promotif perawat dapat memberikan
pendidikan kesehatan tentang sriktur uretra yang meliputi : pengertian striktur uretra, penyebab
striktur uretra, tanda dan gejala striktur uretra, serta bagaimana cara pencegahan dari striktur
uretra.
Upaya pencegahan atau preventif yang dapat dilakukan adalah dengan membiasakan diri dalam
menjaga kebersihan diri dan lingkungan, banyak beristirahat. Upaya kuratif yaitu dengan
memberikan pengobatan dengan cara menganjurkan klien banyak minum air putih 2 2,5 ltr/hari
dan makan - makanan yang bergizi, therapy cairan dan pengobatan. Sedangkan upaya
rehabilitative untuk perawatan dirumah yaitu dengan cara memberikan klien makanan yang
bergizi, minum banyak air putih serta menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
makanan yang bergizi, therapy cairan dan pengobatan. Sedangkan upaya rehabilitative untuk
perawatan dirumah yaitu dengan cara memberikan klien makanan yang bergizi, minum banyak
air putih serta menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
Berdasarkan kompleks masalah yang terjadi dan pentingnya peran perawat maka penulis tertarik
untuk membahas tentang bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan
striktur uretra di Ruang Mahoni 2 Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta,
untuk mengulas lebih dalam.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan pada penulisan ini adalah memperoleh gambaran secara nyata tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan striktur uretra.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan striktur uretra.

b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan striktur uretra.


c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan striktur uretra.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan striktur uretra dengan baik dan benar.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan striktur uretra.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktik.
g. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung, penghambat, serta mencari solusi atau alternatif
pemecahan masalah.
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam narasi.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini membatasi masalah hanya pada asuhan keperawatan
pada klien Tn. S dengan Striktur Uretra di ruang Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden
Said Sukanto Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 16 Juni 2010 sampai 18 Juni 2010.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara
mengumpulkan data, menganalisa data, dan menarik kesimpulan.
Adapun teknik penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Studi kasus secara langsung dari pengkajian keperawatan sampai evaluasi keperawatan.
2. Studi kepustakaan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada klien dengan striktur
uretra.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis dengan urutan yaitu Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, dan sistematika
penulisan. Bab II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar yang meliputi pengertian,
anatomi uretra, etiologi, patofisiologi (proses perjalanan penyakit, manifestasi klinis,
komplikasi), penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab III :
Tinjauan kasus yang terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. Bab IV : Pembahasan yang terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan
evaluasi keperawatan. Bab V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. (C.
Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468).
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan
panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;2000 hal 338)
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh
jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen
uretra mengecil.
B. Anatomi Uretra
Uretra merupakan saluran yang urin dari vesika urinaria ke meatus uretra, untuk dikeluarkan ke
luar tubuh. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai saluran urin & saluran untuk
semen dari organ reproduksi. Panjang uretra pria kira-kira 23 cm & melengkung dari kandung
kemih ke luar tubuh, melewati prostate dan penis. Sedangkan uretra pada wanita lurus & pendek,
berjalan secara langsung dari leher kandung kemih ke luar tubuh.
Uretra pria dibagi atas dua bagian, yaitu uretra anterior & uretra posterior. Uretra anterior dibagi
menjadi uretra bulbaris, penil, & glandular. Fosa navikularis ialah dilatasi distal kecil dalam
uretra glandular. Uretra anterior dikelilingi oleh badan erektil, korpus spongiosum. Glandula
bulbourethralis (glandula Cowper) terletak pada diafragma urogenitalis & bermuara ke dalam
uretra bulbaris. Uretra penil dilapisi oleh banyak kelenjar kecil, glandula Littre.
Uretra posterior terdiri dari uretra pars membranasea & prostatika. Uretra pars prostatika
terbentang dari vesika urinaria ke uretra pars membranasea, serta ada mengandung
verumontanum (daerah meninggi pada bagian distal basis uretra pars prostatika yang dibentuk
oleh masuknya duktus ejakulatorius dan utrikulus, yang merupakan sisa duktus Muller).
Uretra posterior terdiri dari uretra pars membranasea & prostatika. Uretra pars prostatika
terbentang dari vesika urinaria ke uretra pars membranasea, serta ada mengandung
verumontanum (daerah meninggi pada bagian distal basis uretra pars prostatika yang dibentuk
oleh masuknya duktus ejakulatorius dan utrikulus, yang merupakan sisa duktus Muller).
Uretra juga dapat dibagi atas tiga bagian, antara lain uretra prostatika, uretra membranasea, dan
uretra spongiosa. Uretra prostatika dimulai dari leher vesika urinaria dan termasuk juga bagian
yang melewati kelenjar prostat. Uretra prostatika merupakan bagian yang paling lebar diantara
bagian uretra lainnya. Uretra membranasea adalah uretra yang terpendek dan paling sempit
dengan panjang sekitar 12-19 mm. pada uretra membranasea terdapat spingter uretra eksterna,
yang berfungsi dalam pengaturan keluaran urin yang dikendalikan secara volunteer. Uretra
spongiosa adalah uretra yang terpanjang, kira-kira 150 mm yang dimulai dari porsio
membranasea melewati korpus spongiosum dan berakhir di gland penis.
Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 cih dan wanita 30 cih, sedangkan anak-anak 1

cih. Apabila 1 cih 0,3 mm sehingga lumen uretra laki-laki sama dengan 7,1 mm dan wanita 9
mm. Biomekanik striktur uretra. Dalam ilmu fisika dikenal hukum Borke Bar Lussae : P x
V : C.R
Keterangan rumus : P : Tekanan V : Volume R : Tahanan C : Konstanta Juga dikenal tahanan
berbanding terbalik dengan diameter, pada striktur uretra lumen uretra mengecil sehingga
tekanan naik. Apabila tahanan naik, maka untuk mempertahankan volume sesuai dengan hukum
Borle Bar Lussae tekanan harus naik. Jadi pada striktur uretra pada waktu kencing, kencing
harus menaikkan tekanan. Dalam ilmu fisika dikenal 2 macam aliran cair yaitu aliran streamline
dan aliran turbulent. Aliran streamline dengan kecepatan yang sama dan aliran turbulent dengan
kecepatan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan urine di samping kecil karena lumen mengecil
juga bercabang. Urine yang kecepatannya rendah. Uretra berfungsi mengalirkan urine dari
kandung kemih keluar tubuh.
C. Etiologi
Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera. Radang karena
gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang kebanyakan disebabkan penyakit
kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis dan periuretritis. Kebanyakan striktur ini
terletak di uretra pars membranasea, walaupun juga bisa ditempat lain.
Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera langsung, misalnya pada
anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra
pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi cedera kangkang. Yang juga tidak jarang terjadi ialah
cedera iatrogenik akibat kateterisasi atau instrumentasi.
Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah seperti bedah rekonstruksi
uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan bedah urologi.
Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih panjang daripada uretra
wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra seperti tumor pada hipertrofi prostat
benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh kelainan congenital, namun jarang terjadi. Resiko
striktur uretra meningkat pada orang yang memiliki riwayat penyakit menular seksual, episode
uretritis berulang, atau hipertrofi prostat benigna.
D. Patofisiologi
1. Proses Penyakit
Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus
berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan
berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra
otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi,
setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli.
Dengan demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding
otot.
Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul residu.
Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana setelah kencing

masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui
uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan
terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal.
Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent.
Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli
waktu buang air kecil.
Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang
terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks, maka
timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala
akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika
yang maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang
terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak
diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau uretra
proximal dari striktur.
2. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian timbul
sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada hipertrofi
prostat.
Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria, kesuliran berkemih,
pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang abnormal, rasa tidak nyaman, hematuria,
nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan kantung kemih yang tidak puas.
3. Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih. Penumpukan urin dalam
kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebab ke kantung kemih,
prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan
kerusakan uretra dan jaringan di bawahnya.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi,
fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit), dan gagal ginjal (jarang).
E. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/ pendeknya striktur,
dan kedaruratannya. Striktur uretra dapat diobati dengan melakukan dilatasi uretra secara
periodik. Dilatasi dilakukan dengan halus & hati-hati setiap 2-3 bulan. Namun teknik seperti ini
cenderung menimbulkan striktur uretra kembali.
Komplikasi striktur uretra yang ringan sangat rendah, sehingga pilihan terapi yang dapat
diberikan ialah dengan dilatasi uretra atau uretrotomi interna yang dilihat langsung. Pada pasien
tertentu dengan striktura pendek, maka uretrotomi interna yang dilakukan dengan peralatan
pemotong kecil, telah memberikan hasil yang memuaskan. Bila diperlukan dilatasi secara sering,

bila ada striktura panjang atau majemuk, bila dilatasi terlalu sulit atau bila striktura terdapat pada
anak, maka intervensi bedah terbuka dapat menjadi indikasi.
Beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain :
1. Dilatasi, balon kateter atau dialtor (plastik atau metal) dimasukkan ke dalam uretra untuk
membuka daerah yang menyempit.
2. Obturation, benda yang kecil, elastis, pipa plastik dimasukkan dan diposisikan pada daerah
striktur.
3. Uretrotomi (Endoscopic internal urethrotomy or incision), teknik bedah dengan derajat invasif
yang minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur.
Tindakan ini dikerjakan dengan menggunakan kamera fiberoptik dibawah pengaruh anastesi.
4. Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti
anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra diperbaiki dengan mencangkok
jaringan atau flap dari jaringan di sekitarnya) & uretroplasti subsitusi (mencangkok jaringan
striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir/ Buccal Mucosa Graft, jaringan kelamin,
atau jaringan preputium/ Vascularized preputial or genital skin flaps).
5. Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy), tindakan bedah dengan membuat
saluran uretra di perineum (ruang antara anus dan skrotum).
Penggunaan antibiotik diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi saluran kemih.
Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil tes kepekaan steril,
maka antibiotik dapat diindikasikan atas profilaksis seperti ampisilin atau sefalosporin generasi
ke I atau aminoglikosida (gentamisin, ibramisin).
Uretroplastik adalah perbaikan cara bedah terbuka dengan cara pendekatan melalui bawah
abdominal, perawatan pasien serupa dengan pasien setelah menjalani bedah urology. Striktura
uretra pada wanita Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktur uretra
pada wanita kadang-kadang kronis biasanya diderita oleh wanita di atas 40 tahun dengan
syndroma cystitis berulang yaitu dysuria, frequency dan urgency. Diagnosa striktur uretra dibuat
dengan bougie aboule, tanda khas dari pemeriksaan bougie aboule adalah pada waktu dilatasi
terdapat flik/hambatan. Pengobatan dari striktur uretra pada wanita dapat dilatasi kalau gagal
dengan otisurethrotomie.
F. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan analisa data.
Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat,
dokter ataupun dari catatan medis. Pengumpulan data meliputi :
1. Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, dan diagnosa medik.
2. Biodata penanggung jawab meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan
keluarga.
3. Keluhan utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat
BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi).
4. Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan
atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu.
5. Pemeriksaan fisik, dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap
bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan umum Pada klien

post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan,
kesadaran, gaya bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK
sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.
6. Sistem pernafasan, perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang
hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat
bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada
ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan
paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.
7. Sistem kardiovaskuler, mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian
vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan
darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
8. Sistem pencernaan, yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik
usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem
ini.
9. Sistem genitourinaria, dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah
pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi
urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada
tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri
waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
10. Sistem musculoskeletal, yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion
dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau
nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya
luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya
menurun.
11. Sistem integument, yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan
kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
12. Sistem neurosensori, yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori
serta fungsi refleks.
13. Pola aktivitas sehari-hari, pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op
striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum
dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi,
banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi,
mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga
(frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
14. Data psikososial, pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama
dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran
diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan
anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op
striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang
mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status
emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan
perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang
agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien
yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Ureum, kreatinin, untuk melihat faal ginjal. Radiologi Diagnosa pasti dapat dibuat
dengan uretrografi. Retrograde uretrografi untuk melihat uretra anterior. Antegrade uretrografi
untuk melihat uretra posterior. Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan antegrade
dan retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini diharapkan di samping dapat dibuat
diagnosis striktur uretra dapat juga ditentukan panjang striktur uretra yang penting untuk
perencanaan terapi/operasi.
Uretroskopi, Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara adanya striktura. Uroflometri
adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah yang dipancarkan perdetik normal flow
maksimum laki-laki 15 ml/detik dan wanita 25 ml/detik. Terapi Kalau penderita datang dengan
retensio urine atau inflitrat urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru
dibuat pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Kalau penderita datang
dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru
kemudian dibuat uretrografi. Trukar cystostomie Kalau penderita datang dengan retensio urine
atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomi dilakukan dengan trukar,
dilakukan dengan anastesi, 1 jari di atas pubis dan di atas garis tengah tusukan membuat sudut
setelah triktur masuk, dimasukkan kateter dan triktur dilepas, kateter difiksasi dengan benang
sutera ke kulit. Uretroplasty Indikasi untuk uretroplasty adalah penderita dengan striktur uretra
dengan panjang lebih 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita striktur uretra pasca
uretromi sachse. Bedah endoskopi Setelah dibuat diagnosis striktur uretra ditentukan lokasi dan
panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura
uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta
tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2 3 hari pasca tindakan Setelah penderita dipulangkan
penderita masih harus kontrol tiap minggu sampai satu bulan kemudian tiap bulan sampai 6
bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri
kalau Q maksimal 10 dilakukan bouginasi. Otis uretrotomie Tindakan otis uretrotomie dikerjakan
pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa manikularis.
Striktur uretra bisa juga diperbaiki dengan uretromie visual trans uretra atau dengan uretroplastik
dengan anastomosis dari ujung ke ujung atau dengan grap ke dalam perawatan orang pasca
oretrotomie visual trans uretral serupa dengan perawatan reseksi trans uretral prostatektomi
(TURP).
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op menurut Marilynn E. Doengoes (2000)
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
3. Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
4. Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.
H. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan : Gangguan pola eliminasi BAK teratasi.

Kritera Hasil : Klien dapat BAK secara spontan, tidak ada retensi, urgency, dan disuria.
Rencana Tindakan
a. Pemantauan output urine dan karateristik.
Rasional : Mendeteksi gangguan pola eliminasi BAK secara dini.
b. Mempertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
c. Mempertahankan kepatenan dauer kateter dengan irigasi.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat kateter.
d. Mengusahakan intake cairan (2500 3000).
Rasional : Melancarkan aliran urine.
e. Setelah kateter diangkat, terus memantau gejala-gejala gangguan pola eliminasi BAK
Rasional : Mendeteksi dini gangguan pola eliminasi BAK.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan : Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
Kriteria Hasi : Tidak ada keluhan nyeri, tanda-tanda vital dalam batas normal, ekspresi wajah
rileks.
Rencana Tindakan
a. Penyuluhan kepada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional : Mengurangi kemungkinan spasmus.
b. Pemantauan pasien pada interval yang teratur selama 24 jam, untuk mengenal gejala-gejala
dini spasmus kandung kemih.
Rasional : Menentukan terdapatnya spasmus kandung kemih sehingga obat-obatan bisa
diberikan.
c. Memberikan obat-obatan yang dipesankan (analgetik, antispasmodik).
Rasional : Gejala menghilang.
d. Katakan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 jam sampai 28
jam.
Rasional : Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
3. Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
Tujuan : Resiko kelebihan volume cairan teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada kelebihan volume cairan, balance cairan seimbang.
Rencana Tindakan
a. Pantau intake dan output dalam 24 jam.
b. Kaji tanda-tanda kelebihan volume cairan.
4. Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
Tujuan : Resiko infeksi teratasi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam batas normal, hasil lab
dalam batas normal.
Rencana Tindakan
a. Pemantauan tanda-tanda vital, melaporkan gejala-gejala shock dan demam.
Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.
b. Pemantauan warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam setelah bedah baru.
Rasional : Warna urine berubah dari merah segar menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke 3

setelah operasi.
c. Penyuluhan kepada pasien agar mencegah manuver valsava.
Rasional : Dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca bedah akibat tekanan.
d. Mencegah pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah sekurang-kurangnya
1 minggu.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
e. Mempertahankan teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu saja.
Rasional : Meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa menyebabkan infeksi.
f. Mengusahakan intake yang banyak.
Rasional : Dapat menurunkan resiko infeksi.
5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
Tujuan : Inkontinensia, stress teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada inkontinensia, tidak ada stress.
Rencana Tindakan
a. Pengkajian terjadi tetesan urine setelah kateter diangkat.
b. Rasional : Mendeteksi kontinen.
c. Katakan kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.
Rasional : Pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.
d. Penyuluhan latihan-latihan perineal.
Rasional : Bantuan untuk mengendalikan kandung kemih.
6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Tujuan : Resiko disfungsi seksual teratasi.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda disfungsi seksual.
Rencana Tindakan
a. Beri intervensi kepada pasien bahwa dalam berhubungan seksual, pengeluaran sperma akan
melalui lumen buatan..
Rasional : Klien mengatakan perubahan fungsi seksual.
b. Berikan informasi menurut kebutuhan. Kemungkinan kembali tingkat fungsi seperti semula.
Kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu). Mencegah hubungan seksual 3 sampai 4
minggu setelah operasi.
Rasional : Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas, dan berdampak disfungsi seksual.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.
Tujuan : Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengerti tentang penyakitnya dan perawatan di rumah.
Rencana Tindakan
a. Penyuluhan kepada pasien. Mencegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
b. Mencegah mengedan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu, memakai pelunak tinja laksatif
sesuai kebutuhan.
Rasional : Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan
untuk mengedan waktu BAB.
c. Anjurkan minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.
Rasional : Dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK dan tidak terjadi

penyumbatan.
I. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang
direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan
tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal :
Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek
dan sumber-sumber yang ada. Mengidentifikasi respon klien. Mendokumentasikan/mengevaluasi
pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
Kebutuhan klien. Dasar dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari
perawat. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri. Sumber-sumber dari instansi.
Pendekatan yang digunakan adalah independent, dependen dan interdependen.
1. Secara mandiri (independen)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi
masalahnya atau menanggapi rekasi karena adanya stressor (penyakit), misalnya :
a. Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus.
c. Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.
d. Menciptakan lingkungan terapeutik.
2. Saling ketergantungan /kolaborasi (interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesame tim perawatan atau kesehatan lainnya
seperti dokter, fisioterapi, analisis kesehatan, dll.
3. Rujukan / ketergantungan
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis,
psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dsb. Pada penatalaksanaannya tindakan keperawatan dilakukan
secara :
a. Langsung : ditangani sendiri oleh perawat
b. Delegasi : diserahkan kepada orang lain/perawat lain yang dapat dipercaya.
4. Fase dokumentasi
Merupakan terminasi antara perawat dan klien. Setelah implementasi dilakukan dokumentasi
terhadap implementasi yang dilakukan.
Apabila tujuan, hasil dan intervensi telah diidentifikasi, perawat siap untuk melakukan aktivitas
pencatatan pada rencana perawatan klien. Dalam mengaplikasikan rencana kedalam tindakan dan
penggunaan biaya secara efektif serta pemberian perawatan tersebut. Dalam menentukan
prioritas saat ini, perawat meninjau ulang sumber sumber sambil berkonsultasi dan
mempertimbangkan keinginan klien. ( Doengoes E. Marillyn, Rencana Askep, hal. 21 )
J. Evaluasi Keperawatan
Menurut Ziegler, Voughan Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle, 2000), evaluasi
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.
Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada
saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan
kemampuan tehnikal perawat.
2. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan

kriteria hasil.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective
adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective
adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan
oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan
lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
data klien. Dalam pengkajian penulis mendapatkan data dari klien, perawat ruangan, catatan
medis, dan tim medis lainnya dengan melakukan wawancara dan observasi kesehatan. Adapun
hal dari pengkajian adalah sebagai berikut :
1. Identitas Klien
Klien adalah seorang laki-laki berinisial Tn. S berusia 56 tahun, status perkawinan adalah
menikah, berasal dari suku Sunda dengan alamat Asrama Polres Sigaramen Sukabumi. Klien
beragama islam. Klien bekerja sebagai polisi. Klien di rawat di Rumah Sakit Kepolisian Pusat
Raden Said Sukanto Jakarta di Ruang Mahoni 2 pada tanggal 28 Mei 2010 dengan nomor
register 52 52 84 dan diagnose medis Striktur Uretra.
2. Resume
Klien tiba di ruang Mahoni 2 Rumah Sakit Kepolisisan Pusat Raden Said Sukanto Jakarta pada
tanggal 20 Mei 2010. Klien merupakan seorang laki-laki berinisial Tn. S berusia 56 tahun
dengan diagnose medis striktur uretra. mengatakan susah untuk BAK sejak 10 hari yang lalu.
Klien mengatakan kalau BAK hanya menetes. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis.
Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg nadi 80 x/menit pernafasan 22 x/menit
suhu 37C.
Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg nadi 80 x/menit pernafasan 22 x/menit
suhu 37C.
Pada tanggal 04 Juni 2010, klien dilakukan tindakan uretroskopi. Persiapan yang dilakukan
sebelum operasi adalah : melakukan pemeriksaan laboratorium hematologi dan pemeriksaan
rongent foto thorax, mencukur bulu kemaluan/pubis, inform concent, mengajarkan teknik
distraksi dan relaksasi.
Klien selesai di operasi pada pukul 09.30 WIB dan tiba di ruangan Mahoni 2. Keadaan umum
sedang, kesadaran masih dalam pengaruh obat anestesi. Observasi tanda-tanda vital tekanan
darah 100/70 mmHg nadi 80 x/menit pernafasan 20 x/menit suhu 36C. tampak terpasang dower

kateter, keluar urine berwarna merah.


Masalah keperawatan yang timbul pada saat pre uretroskopy adalah gangguan pola eliminasi
urine, cemas, dan kurang pengetahuan. Masalah keperawatan pada post uretroskopy adalah
gangguan rasa nyaman nyeri, perubahan pola eliminasi urin, resiko terjadinya infeksi, cemas.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah melakukan observasi tanda-tanda vital,
mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi, melakukan pemeriksaan laboratorium, dan
melakukan kolaborasi dalam pemberian obat-obatan dan penatalaksanaan tindakan operatif.
Evaluasi secara umum dilakukan adalah masalah keperawatan pada post uretroskopy belum
teratasi. Rencana selanjutnya adalah tindakan keperawatan di lanjutkan di ruangan Mahoni 2.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : Klien mengeluh tidak dapat BAK. Klien mengatakan kalau BAK hanya
menetes saja.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mengatakan 20 tahun yang lalu pernah menjalani terapi laser dan sebelum berobat ke RS.
Polri sebelumnya pernah di rawat di rumah sakit Syamsudin Sukabumi, klien mengatakan tidak
mempunyai riwayat alergi obat, makanan, binatang, maupun lingkungan. Klien menderita
penyakit diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu. Klien mengkonsumsi obat Glukopag 2 - 2.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keterangan :
= meninggal
= perempuan
= laki-laki
----------- = tinggal dalam satu rumah
= klien
= hubungan pernikahan
= hubungan persaudaraan
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Klien mengatakan orang paling dekat dengan dirinya selama di rumah sakit adalah istrinya,
interaksi dalam keluarga baik, pola komunikasi klien dalam keluarga baik, pembuat keputusan
adalah saudaranya, kegiatan kemasyarakatan yang diikuti adalah mengaji.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga menjadi khawatir terhadap kondisi
klien, masalah yang mempengaruhi klien saat ini adalah aktivitas klien terbatas. Hal yang sangat
dipikirkan saat ini adalah klien ingin cepat sembuh dari sakitnya. Harapan setelah menjalani
perawatan adalah klien dapat melakukan aktivitas seperti semula. Perubahan yang dirasakan
setelah jatuh sakit adalah klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas. Klien tidak
mempunyai nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan, saat ini aktivitas keagamaan yang
dilakukan adalah berdoa. Kondisi lingkungan rumah baik dan tidak mempengaruhi kesehatan

saat ini.
e. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum sakit
1) Pola nutrisi
Klien tidak ada masalah dengan pola makan. Frekunsi makan 3x/hari, nafsu makan baik, jumlah
yang dihabiskan adalah 1 porsi, tidak ada makanan yang membuat alergi atau makanan yang
tidak di sukai serta tidak ada makanan pantangan, diit makan di rumah yaitu makan biasa. Tidak
ada penggunaan obat-obatan sebelum makan, dan tidak ada penggunaan alat bantu NGT.
2) Pola eliminasi
Klien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat
BAK, tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien buang air besar (BAB) 1 x/hari dengan
waktu yg tidak tentu, berwarna kuning kecokelatan, bau khas feces, konsistensi setengah padat,
tidak ada keluhan saat BAB, dan klien tidak pernah menggunaan obat-obatan laksatif.
3) Pola personal hygiene
Klien mandi 2 x/hari dengan menggunakan sabun mandi pada waktu pagi dan sore hari, oral
hygiene (sikat gigi) 2x/hari dengan menggunakan pasta gigi pada waktu pagi dan sore hari,
mencuci rambut 3x/minggu dengan menggunakan shampoo.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien tidur + 7 jam / hari, klien tidak pernah tidur siang karena klien bekerja, tidur malam + 7
jam / hari, klien biasa berdoa sebelum tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien bekerja dari pagi sampai sore, klien tidak pernah berolahraga dan tidak ada keluhan dalam
beraktivitas.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan merokok dan minum - minuman keras / NAPZA.
f. Pola kebiasaan di rumah sakit
1) Pola nutrisi
Klien tidak ada masalah dengan pola makan. Frekunsi makan 3x/hari, nafsu makan baik, jumlah
yang dihabiskan adalah 1 porsi, tidak ada makanan yang membuat alergi atau makanan yang
tidak di sukai serta tidak ada makanan pantangan, diit makan di rumah yaitu makan biasa. Tidak
ada penggunaan obat-obatan sebelum makan, dan tidak ada penggunaan alat bantu NGT.
2) Pola eliminasi
Klien buang air kecil (BAK) sebanyak 400cc/4 jam, terdapat keluhan yaitu tidak dapat BAK
secara spontan, ada penggunaan alat bantu kateter. Klien BAB 1 x/hari, konsistensi feces
setengah padat, bau khas feces, tidak ada penggunaan obat laksatif.
3) Pola personal hygiene
Klien mandi 2 x/hari dengan menggunakan sabun mandi pada waktu pagi dan sore hari, oral

hygiene (sikat gigi) 2x/hari dengan menggunakan pasta gigi pada waktu pagi dan sore hari,
mencuci rambut 3x/minggu dengan menggunakan shampoo.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien tidur + 10 jam /hari, tidur siang 3 jam /hari, tidur malam 7 jam /hari, klien mempunyai
kebiasaan berdoa sebelum tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien dapat beraktivitas secara mandiri. Tidak ada keluhan dalam beraktivitas.
4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
Berat badan sebelum sakit 57 kg, berat badan setelah sakit 56 kg, tinggi badan 169 cm, tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 80x /menit, frekuensi nafas 20x /menit, suhu tubuh 36,8 0C
b. System penglihatan
Sisi mata tampak simetris baik kiri maupun kanan, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, konjungtiva merah muda, kornea normal tidak keruh/berkabut dan tidak terdapat
perdarahan, sklera anikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan
baik, tidak terdapat tanda-tanda radang, klien tidak menggunakan kacamata, tidak memakai lensa
kontak, reaksi terhadap cahaya baik.
c. Sistem pendengaran
Daun telinga normal, kondisi telinga tengah normal, tidak terlihat adanya cairan yang keluar dari
telinga dan tidak ada perasaan penuh pada telinga, klien tidak mengalami tinnitus, fungsi
pendengaran baik, klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
d. Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan wicara, klien dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas.
e. Sistem Pernapasan
Pada jalan napas bersih, tidak ada sesak dan klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan,
frekuensi nafas 20x /menit, irama nafas teratur, jenis pernafasan spontan, klien tidak batuk dan
tidak terdapat sputum, suara nafas normal/vesikuler, dan tidak ada nyeri saat bernafas.
f. Sistem Kardiovaskuler
Nadi 70x /menit, irama teratur dengan denyut kuat, tekanan darah 120/90 mmHg, tidak terjadi
distensi vena jugularis baik kanan maupun kiri, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan,
pengisian kapiler 2 detik, tidak terdapat edema, kecepatan denyut apical 74 x/menit, irama
teratur, tidak terdengar adanya kelainan pada bunyi jantung dan tidak sakit dada.
g. Sistem Hematologi
Klien tidak terlihat pucat dan tidak ada perdarahan.
h. Sistem Saraf Pusat
Klien mengatakan tidak pusing, tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 M6 V5, tidak terjadi
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (seperti muntah proyektil, nyeri kepala hebat, papil

edema), klien tidak mengalami gangguan sistem persarafan.


i. Sistem Pencernaan
Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak terdapat carries, tidak tampak stomatitis, lidah tidak
kotor, salifa normal, klien mengatakan tidak nyeri perut, bising usus 8x /menit, klien tidak
megalami diare, klien mengalami konstipasi lamanya 4 hari, tidak teraba pembesaran hepar, dan
abdomen tidak kembung.
j. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak terdapat luka
ganggren.
k. Sistem Urogenital
Intake 3580 cc, output 2990 cc dan balance cairan 590 cc, ada perubahan pola kemih, BAK
warna kuning jernih, tidak terdapat distensi kandung kemih, dan tidak ada keluhan sakit
pinggang.
l. Sistem Integument
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, keadaan
rambut : tekstur rambut baik dan bersih.
m. Sistem Musculoskeletal
Klien tidak mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak terdapat fraktur, tidak ada kelainan
struktur tulang belakang. Kekuatan otot baik.
55555555
55555555
5. Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)
Klien ketika di tanya tentang penyakitnya mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti tentang
penyakitnya.
6. Data penunjang
Data penunjang yang terdapat pada klien yaitu hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10
Juni 2010 :
Protein total 7,3 g/dl (6,0-8,7 g/dl), Albumin 4,3 g/dl (3,5-5,2 g/dl), Globulin 3,0 g/dl (2,5-3,1
g/dl), Bilirubun total 0,56 mg/dl (1,5 mg/dl), Bilirubin direk 0,17 mg/dl (0,5 mg/dl), bilirubin
indirek 0,39 mg/dl (1,0 mg/dl), SGOT/AST 39,8 u/l (<37 u/l), SGPT/ALT 28,8 u/l (<40u/l),
Ureum 39 mg/dl (10-50 mg/dl), Creatinine 1,1 mg/dl (0,5-1,5 mg/dl), GDS 105 mg/dl (<200
mg/dl)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang terdapat pada klien yaitu : Asam Folat 2 x 1 tab, Ciprofloxacin 2 x
500mg/oral, diit makan biasa.
8. Data Fokus

Data fokus terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Data fokus yang terdapat pada klien
adalah sebagai berikut :
a. Data Subyektif
Klien mengeluh tidak dapat BAK, klien mengatakan jika BAK hanya menetes, klien mengatakan
tidak mengerti tentang penyakitnya, klien bertanya tentang pantangan yg tidak boleh dilakukan.
b. Data Obyektif
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-tanda vital Td :
120/90 mmHg, Nd : 70 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 36,8 0C. Tampak terpasang dower kateter,
urine keluar lancar sebanyak 2400cc/24 jam berwarna kuning jernih, tidak ada distensi kandung
kemih, tidak ada tanda-tanda infeksi pada pemasangan kateter, intake 3580 cc out put 2990cc
balance cairan 590cc. tampak klien cemas, tampak klien gelisah.
9. Analisa Data
Berdasarkan data yang terkumpul pada tanggal 15 Juni 2010 maka penulis mengelompokkan
analisa data sebagai berikut :
No Data Masalah Etiologi
1. Data Subyektif
Klien mengeluh tidak dapat BAK sejak 10 hari yang lalu
Klien mengeluh jika BAK hanya menetes saja sebelum terpasang kateter
Data Obyektif
keadaan umum sakit sedang
kes composmentis
observasi tanda-tanda vital Td : 120/90 mmHg, Nd : 70 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 36,8 0C
tampak terpasang kateter, urine keluar lancar sebanyak 200cc berwarna kuning jernih.
Klien dilakukan tindakan uretroskopy tanggal 04 Juni 2010 Gangguan pola eliminasi urine Post
op uretroskopy
2. Data Subyektif
Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya.
klien bertanya tentang penyakitnya.
klien bertanya tentang pantangan yang tidak boleh dilakukan.
Data Obyektif
Klien tampak cemas
Klien tampak gelisah Kurang pengetahuan Kurang informasi tentang penyakitnya, perawatan di
rumah.
3. Data Subyektif : -Data Obyektif
observasi tanda-tanda vital Td : 120/90 mmHg, Nd : 70 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 36,8 0C
Tampak terpasang kateter, urine keluar lancer sebanyak 2400cc/24 jam berwarna kuning jernih.
Tampak penis bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, fungsiolesa)
Klien post uretroskopy hari ke 12. Resiko terjadinya infeksi Kurang informasi tentang
penyakitnya, perawatan di rumah.
Masuknya mikroorganisme pathogen karena tindakan invasive (pemasangan kateter)

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul dan di analisa, maka dapat dirumuskan beberapa diagnose keperawatan,
adapun diagnosa keperawatan tersebut disusun berdasarkan hirarki maslows adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan post uretroskopy.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, dan
perawatan di rumah.
3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen karena
tindakan invasive (pemasangan kateter)
C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa 1
Gangguan pola eliminasi urin berhubungan denan post uretroskopy di tandai dengan
Data Subyektif : Klien mengatakan sejak 10 hari yang lalu tidak dapat BAK, BAK hanya
menetes,
Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tandatanda vital Td : 100/70 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 37 0C, tampak terpasang
kateter, urine keluar lancar sebanyak 200cc berwarna kuning jernih, Klien dilakukan tindakan
uretroskopy tanggal 04 Juni 2010
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pola
eliminasi urine teratasi
Kriteria hasil : Tidak ada retensi urine, urine da[pat keluar dengan baik (spontan).
Rencana tindakan
1. Pantau intake dan output dalam 24 jam.
2. Pertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.
3. Pertahanan kepatenan terpasangnya dower kateter.
4. Usahakan intake 2500cc-3000cc/hari.
5. Pantau gejala gangguan eliminasi BAK.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 16 Juni 2010
Pukul 09.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 100/70 mmHg,
nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 37C. pukul 10.00 WIB mengkaji intake dan
output, hasil : intake 3580cc output 2990cc balance cairan 590cc.
Tanggal 17 Juni 2010
Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg,
nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Pukul 14.00 WIB mengkaji intake output
dalam 24 jam, hasil intake 3600cc output 3000cc balance cairan 600cc.
Tanggal 18 Juni 2010
Pukul 11.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Pukul 13.00 WIB mempertahankan kepatenan
terpasangnya dower kateter, hasil : dower kateter terpasang dengan baik, urine lancar berwarna
kuning jernih. Pukul 14.00 WIB mengkaji intake dan output dalam 24 jam, hasil intake 3550cc
output 2980cc.
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 18 Juni 2010 Pukul 15.00 WIB
S : Klien mengatakan tidak bisa BAK.

O : Tampak terpasang kateter urine keluar lancar berwarna kuning jernih. Intake 3550 cc, output
2980cc balance cairan 570cc.
A : Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan telah belum tercapai.
P : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana Tindakan
1. Pantau intake dan output dalam 24 jam.
2. Pertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.
3. Pertahanan kepatenan terpasangnya dower kateter.
4. Usahakan intake 2500cc-3000cc/hari.
5. Pantau gejala gangguan eliminasi BAK.
Diagnosa 2
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya, perawatan
di rumah.ditandai dengan
Data Subyektif : Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya, klien bertanya tentang
penyakitnya, klien bertanya tentang pantangan yang tidak boleh dilakukan.
Data Obyektif : Klien tampak cemas, klien tampak gelisah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 30 menit diharapkan kurang
pengetahuan teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengerti tentang penyakitnya, klien dapat menyebutkan tentang pengertian,
penyebab, tanda dan gejala dari striktur uretra. Klien dapat mengerti tentang apa saja yang tidak
boleh dilakukan oleh klien.
Rencana tindakan
1. Beri penyuluhan kesehatan kepada klien tentang penyakitnya seperti penyebab, tanda dan
gejala.
2. Informasikan tentang perawatan klien di rumah.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 16 Juni 2010
Pukul 10.30 WIB memberikan penyuluhan kesehatan tentang penyakitnya, penyebab, tanda dan
gejala serta perawatan di rumah.
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 16 Juni 2010 Pukul 11.00 WIB
S : Klien mengatakan mengerti tentang penyakitnya. Klien mampu menjawab kembali
pertanyaan yang diajukan oleh penulis tentang penyakitnya.
O : Klien tidak tampak cemas, klien tidak tampak gelisah, klien tampak tenang.
A : Masalah keperawatan teratasi, tujuan telah tercapai.
P : Tindakan keperawatan dihentikan.
Diagnosa 3
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dngan masuknya mikroorganisme pathogen karena
tindakan invasive (pemasangan kateter) di tandai dengan
Data Subyektif : --Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, Tampak terpasang
kateter, urine keluar lancar sebanyak 2400cc/24 jam berwarna kuning jernih, observasi tandatanda vital, hasil : tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu
37C, tampak penis bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan

fungsiolesa), Klien post uretroskopy hari ke 12.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko infeksi
teratasi.
Kriteria hasil : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam batas normal, hasil lab
dalam batas normal.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji tanda-tanda infeksi.
3. Lakukan perawatan kateter.
4. Anjurkan untuk minum banyak.
5. Pantau hasil laboratorium (leukosit).
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 16 Juni 2010
Pukul 09.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 100/70 mmHg,
nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 37C. pukul 10.00 WIB mengkaji tanda-tanda
infeksi, hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi. Pukul 10.30 WIB menganjurkan klien untuk banyak
minum, hasil : klien mengerti dan mau melakukannya.
Tanggal 17 Juni 2010
Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg,
nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Pukul 10.00 WIB, melakukan perawatan
kateter, hasil kateter tampak bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi.
Tanggal 18 Juni 2010
Pukul 11.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C.
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 18 Juni 2010 Pukul 15.00 WIB
S : --O : Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan
20 x/menit, suhu 36C, tidak ada tanda-tanda infeksi, kateter tampak bersih urine keluar lancar
berwarna kuning jernih.
A : Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai.
P : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana Tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji tanda-tanda infeksi.
3. Lakukan perawatan kateter.
4. Anjurkan untuk minum banyak.
5. Pantau hasil laboratorium

BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan striktur uretra
di ruang Mahoni 2 Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta yang
dilaksanakan pada tanggal 16 Juni 2010 sampai dengan 18 Juni 2010. Maka pada
bab ini penulis akan menguraikan kesenjangan atau perbedaan antara teori dan
kasus yang dimulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pertama kali dilakukan pada tanggal 16 Juni 2010, data yang didapat
dari klien dan keluarga melalui wawancara, observasi, pengamatan langsung,
pemeriksaan fisik, catatan medic, catatan keperawatan serta menggunakan
pemeriksaan diagnostic. adapun data yang di dapat dari Tn. S yaitu klien mengeluh
tidak dapat BAK sejak 10 hari yang lalu.
Didalam teori disebutkan bahwa etiologi dari striktur uretra adalah peradangan
kronik atau cedera namun pada saat dilakukan pengkajian, penulis tidak
menemukan adanya penyebab yang pasti dari striktur uretra.
Semua pengkajian yang ada di teori dilakukan juga pada kasus dengan demikian
tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Faktor pendukung yang dialami
selama pengkajian adalah keluarga dan klien mampu untuk diajak bekerjasama
sedangkan faktor penghambatnya adalah pendokumentasian catatan keperawatan
klien kurang lengkap dan alternatif pemecahan masalahnya adalah bertanya
langsung kepada klien, keluarga dan perawat yang bertugas di ruangan tersebut.
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul melalui pengkajian, selanjutnya data di analisa untuk
mengetahui adanya masalah keperawatan pada Tn.S, pada kesempatan ini penulis
akan membahas tentang diagnosa keperawatan, yaitu :
Adapun diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus adalah :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Diagnosa ini tidak muncul karena klien menjalani uretroskopi pada tanggal 4 juni
2010. Dan nyeri sudah tidak di rasakan lagi.
2. Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung
kemih diabsorbsi.
Diagnosa ini tidak muncul karena pada penghitungan intake dan output balance
cairan masih dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda kelebihan cairan.
3. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter
setelah bedah.
Diagnosa ini tidak muncul karena pada saat pengkajian kateter belum di lepas atau
masih terpasang.
4. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Diagnosa ini tidak muncul karena pada saat pengkajian klien tidak mengalami
gejala-gejala disfungsi seksual.

C. Perencanaan Keperawatan
Pada perencanaan, penempatan prioritas masalah yang utama adalah gangguan
pola eliminasi BAK berhubungan dengan post uretroskopy. Prioritas masalah yang
terdapat pada teori dan yang terdapat pada kasus sama.
Dalam perencanaan terjadi kesenjangan antara teori dan kasus, yaitu pada tujuan.
pada teori, perencanaan tujuan tidak menggunakan waktu sedangkan pada kasus
menggunakan waktu. penetapan tujuan dan criteria hasil yang penulis tetapkan
pada kasus di sesuaikan dengan teori SMART, dengan maksud agar tujuan dan hasil
yang di inginkan dapat tercapai. Pada kasus, tujuan dan criteria hasil dapat di capai
sesuai dengan masalah, sehingga tindakan yang di lakukan tidak menyimpang,
efekif, efisien dan tertuju pada pemecahan masalah.
Diagnose keperawatan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang penyakitnya, perawatan dirumah menjadi diagnose kedua setelah diagnose
perubahan pola kemih berhubungan dengan post uretroskopy. Hal ini dikarenakan
mengingat penyakit striktur uretra ini dapat berulang (kambuh) kembali.
Diagnose keperawatan resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya
mikroorganisme pathogen karena tindakan invasive (pemasangan kateter) menjadi
diagnose ketiga karena berdasarkan teori tentang penyusunan diagnose
keperawatan, diagnose keperawatan disusun berdasarkan sifat dari diagnose
keperawatan tersebut.
Faktor pendukung dalam membuat perencanaan keperawatan adalah pada kasus
untuk rencana tindakan yang diagnosanya sama dengan yang terdapat pada teori
di sesuaikan dengan keadaan klien dan lingkungan. Dalam perencanaan
keperawatan klien tidak mengalami hambatan hal ini dikarenakan adanya bukubuku yang menunjang dalam pembuatan rencana keperawatan.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Dalam tahap pelaksanaan, tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat dan semua tindakan yang dilakukan pada klien didokumentasikan
ke dalam catatan keperawatan.
Pada diagnosa gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan post
uretroskopy terdapat rencana tindakan yang tidak dapat direalisasikan yaitu,
mempertahankan irigasi kemih dalam 24 jam. Karena keterbatasan waktu yang
dimiliki oleh penulis untuk melakukan asuhan keperawatan.
Pada diagnosa resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya
mikroorganisme pathogen karena tindakan invasive (pemasangan kateter) terdapat
rencana yang tidak dapat dilaksanakan yaitu melakaukan pemantauan hasil
laboratorium darah. Hal ini tidak dilakukan karena tidak ada instruksi dari dokter
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium akan tetapi penulis melakukan
pemantauan terhadap tanda-tanda infeksi yaitu kalor, dolor, tumor, rubor, dan
fungsiolesa.
Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah keluarga yang sangat kooperatif
dan mau bekerja sama saat dilakukan tindakan keperawatan. Tidak banyak

mengalami kesulitan karena sikap kooperatif klien dan keluarga serta bimbingan
dari perawat ruangan sehingga tindakan keperawatan dapat terlaksana dengan
baik.
E. Evaluasi Keperawatan
Dari tiga diagnosa keperawatan yang muncul masalah yang teratasi adalah
diagnosa keperawatan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakitnya, dan perawatan dirumah. Sedangkan diagnose
keperawatan yang belum teratasi adalah diagnose pola eliminasi urin berhubungan
dengan post uretroskopy dan resiko terjadinya infeksi behubungan dengan
masuknya mikroorganisme pathogen karena tindakan invasive (pemasangan
kateter).
Faktor pendukung keberhasilan asuhan keperawatan adalah adanya kerjasama yang
baik antara penulis dan perawat ruangan serta di dukung pula keluarga pasien yang
kooperatif selama tindakan keperawatan di lakukan dan tentunya kerjasama dengan
pasien itu sendiri. Penulis mendapatkan hambatan dalam melakukan evaluasi
keperawatan yaitu adanya keterbatasan waktu yang diberikan dalam pemberian
asuhan keperawatan. Alternative pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah
dengan mengkonfirmasikan/mendelegasikan perencanaan keperawatan yang belum
dapat dilakukan oleh penulis kepada perawat di ruangan untuk melanjutkan
sehingga evaluasi dapat dilakukan secara tuntas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. S dengan diagnosa striktur uretra, diperoleh
data bahwa klien mengeluh tidak dapat BAK sejak 10 hari dan jika BAK hanya
menetes saja. Tidak didapatkan keluhan nyeri pada klien, hal ini dikarenakan pada
saat pengkajian klien hari ke-12 post uretroskopy. Pada saat pengkajian tidak
ditemukan penyebab yang pasti seperti adanya perdangan kelamin (penyakit
kelamin) maupun kecelakaan. Penyakit striktur uretra ini mnungkin disebabkan oleh
adanya riwayat bekerja terlalu keras.
Diagnosa keperawatan yang ada pada kasus adalah, gangguan pola eliminasi urine
berhubungan dengan post uretroskopy, resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan
dengan masuknya mikroorganisme sekunder melalui tindakan invasive pemasangan
kateter, dan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakitnya dan perawatan di rumah.
Intervensi di tetapkan berdasarkan prioritas masalah sedangkan tujuan, criteria
hasil, dan rencana tindakan di tetapkan berdasarkan masalah yang ada.
Pada implementasi penulis tidak dapat melakukan semua tindakan keperawatan
sesuai dengan rencana yang telah di buat. Adapun tindakan keperawatan yang
belum dapat dilaksanakan adalah mempertahankan irigasi kemih dalam 24 jamdan
melakukan pemeriksaan laboratorium. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu yang
diberikan kepada penulis untuk melakukan asuhan keperawatan. Oleh karena itu
penulis mendelegasikan dengan perawat ruangan dan semua tindakan di
dokumentasikan dalam rencana keperawatan.

Pada tahap evaluasi yang di lakukan pada tanggal 18 Juni 2010 dari empat diagnose
keperawatan yang ada tujuan belum tercapai dan masalah keperawatan belum
teratasi semua. Adapun diagnose yang belum teratasi adalah diagnosa gangguan
pola eliminasi urine berhubungan dengan post uretroskopy dan resiko terjadinya
infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen karena tindakan
invasive (pemasangan kateter). Diagnosa kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya dan perawatan dirumah dapat
dievaluasi secara tuntas
B. Saran
Untuk perawat di ruangan Mahoni 2
Saran yang perlu disampaikan kepada perawat hendaknya Kepada perawat ruangan
agar setiap rencana tindakan yang dilakukan hendaknya didokumentasikan secara
lengkap dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E,(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, penerbit EGC. Jakarta.
Gallo,(2000) . Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II, penerbit buku kedokteran,
Jakarta.
Long Barbara C,(2001),Perawatan Medikal Bedah Volume 3, Yayasan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung.
Mansjoer Arief., dkk, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Penerbit Media
Aeusculapius FKUI.
Media Aesculaipius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,(2000) Kapita Selekta
Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2, Jakarta.
Nedia Sylvia, dan Wilson, Lorraine M,(2002) Patofisiologi, buku 2, edisi 4, penerbit
EGC, Jakarta.
R. Syamsuidajat, Wim de Jong,(2002) Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, penerbit
EGC, Jakarta.
Suddarth & Brunner,(2002) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit
EGC.
Susanto H. Fitri, (2000),Keperawatan Medikal Bedah, Widya Medika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai