PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An D
JenisKelamin
: Perempuan
Umur
: 11 tahun
Alamat
: Way halim
Agama
: Islam
Suku
: Lampung
Pekerjaan
: Pelajar
Status
: Belum menikah
Tanggal Masuk
: 10 September 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 10 September 2015
2.2. ANAMNESIS
Auto dan alloanamnesa tanggal 10 September 2015 pukul 11.00 WIB di Poli
THT.
2.2.1.
Keluhan utama
Sering nyeri menelan yang hilang timbul.
2.2.2.
Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 tahun yang lalu pasien mengeluh sering nyeri menelan
yang hilang timbul dan memberat sejak 1 bulan ini. Nyeri menelan
dirasakan terutama saat menelan makanan. Pasien juga mengeluh
perasaan tidak enak di tenggorokan dan bau mulut. Sebelumnya
pasien juga mengeluh nyeri menelan disertai dengan sering demam,
batuk, pilek dengan lendir putih yang kumat-kumatan dan hidung
tersumbat. Ibu pasien mengatakan pasien menggorok saat tidur.
Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang
pendengaran dan tidak ada sakit kepala.
2.2.3.
Pasien memiliki riwayat pilek yang cukup lama dan hilang timbul
sejak 1 bulan terakhir. Pasien telah berobat ke puskesmas dan diberi
obat. 2 minggu SMRS, pasien pergi berobat ke dokter. Setelah
diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan
disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. Namun
pasien belum mau dioperasi dan lebih memilih untuk diberi
pengobatan mengurangi gejala. Seminggu yang lalu obatnya habis
2.2.4.
2.2.5.
2.3.3.
Status Lokalis
2.3.3.1. Pemeriksaan telinga
No
.
Pemeriksaan
Telinga kanan
Telinga kiri
Telinga
1.
Tragus
2.
Daun telinga
Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (-)
3.
Liang telinga
4.
Membran timpani
(-)
Intak. Retraksi (-), bulging (-), Intak. Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi
(-),
edema
(-), hiperemi
(-),
edema
(-),
Pemeriksaanhidung
Dextra
Sinistra
Hidung
Bentuk normal
Bentuk normal
Sekret
Mukoserous
Mukoserous
inferior
Meatus media
Meatus inferior
Septum
Deviasi (-)
Deviasi (-)
Massa
(-)
(-)
2.3.3.3.
Pemeriksaan Tenggorokan
Bibir
Mulut
Geligi
Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Ginggiva
Lidah
Uvula
Palatum mole
Faring
Tonsila palatine
Kanan
Kiri
Ukuran
T3
T3
Warna
Hiperemis(+)
Hiperemis(+)
Tidak rata
Tidak rata
Melebar
Melebar
Permukaan
Kripte
Detritus
Peri Tonsil
Fossa Tonsillaris
(+)
(+)
Abses (-)
Abses (-)
hiperemi (+)
hiperemi (+)
2.7.2.
Pembedahan
Tonsilektomi.
menjaga
kesehatan
pasien
dan
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya
diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut,
pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Saat dilakukan
pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3
(sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripte melebar, dan terlihat
detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa
pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini diperkuat dengan riwayat
infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu demam, batuk, dan pilek yang
menandakan adanya eksaserbasi akut.
Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk
makan dan minum, dan seringnya keadaan ini kambuh dalam 1 bulan terakhir,
maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum
dilakukan tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu
dengan terapi medikamentosa sembari memberi waktu keluarga untuk
mempertimbangkan persetujuan operasi. Ketika nanti telah ada persetujuan untuk
dilakukannya tonsilektomi dan saat kontrol kembali keadaan tonsil sudah tenang,
maka dapat dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan laboratorium
untuk mengecek darah lengkap, bleeding time dan clotting time.
10
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Embriologi dan Anatomi Tonsil
1. Embriologi
Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong
brakial ke II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral.
Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut,
yang kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan
membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta
tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel
permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan
terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat
limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal
dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil
2. Anatomi
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang
letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang
terletak pada radix linguae, Tonsilla palatina (tonsil) yang terletak pada
ismus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus glossopharingicus,
Tonsilla pharingica (adenoid) yang terletak pada dinding dorsal dari
nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada bagian lateral nasofaring di
sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak
pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla
palatina, Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin
jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan.
Cincin ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini
melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan
limfe pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-
11
kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan
kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian
terpenting dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan
limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan
dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus).
Palatoglosus
mempunyai
origo
seperti
kipas
dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah.
Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat
pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas
ke bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting
daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak
melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan
palatum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada
dasar lidah dan leteral dinding faring.
Gambar2 : CincinWaldeyer
12
13
Anterior
Posterior
Superior
Inferior
Medial
Lateral
: arcus palatoglossus
: arcus palatopharyngeus
: palatum mole
: 1/3 posterior lidah
: ruang orofaring
: kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior
14
Gambar 4. Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah
yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil
terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap
kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga
disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
(Soepardiet al, 2007)
Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna
yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan
a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina
desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal
asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar
m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior.
15
16
17
18
2. Epidemiologi Tonsilitis
Tonsilitis akut dapat terjadi pada seluruh usia, sering dialami oleh
anak dengan insiden tertinggi pada usia 5-6 tahun. Sejauh ini belum ada
penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik maupun
lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit
Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi
efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya
mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor
genetik sebagai faktor predisposisi penyakit Tonsilitis Kronis (Kvestad,
2005).
a. Umur
Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis
merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan
dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi
karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada
usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia
45 tahun keatas (Edgren, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan
di Skotlandia, usia tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah
kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50 % (Hannafort,
2004). Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data
penderita Tonsilitis Kronis terbanyak sebesar 294 (62 %) pada
kelompok usia 5-14 tahun (Kisve, 2009)5.
b. Jenis Kelamin
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di
Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan
didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%) (Sing,
2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
19
menyebabkan tonsillitis
4. Patofisiologi Tonsilitis Kronik
Karena prosess radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa
juga
jaringan
limfoid
terkikis,
sehingga
pada
proses
20
Tonsilitis Akut
Onset cepat, terjadi dalam beberapa Onset
Tonsilitis Kronik
lama, beberapa bulan
hingga
streptokokus piogenes.
Tonsil hiperemis & edema
Kripte tidak melebar
Detritus + / -
6.
Tonsilitis Akut
a.
Tonsilitis Viral
Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai commond cold
yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering
adalah virus Epstein Barr. Terapinya istirahat, minum cukup,
b.
reaksi
polimorfonuklear
radang
sehingga
berupa
terbentuk
keluarnya
detritus.
leukosit
Detritus
ini
21
Tonsilitis Membranosa
Penyakit yang termasuk
dalam
golongan
tonsilitis
22
cordis,
mengenai
saraf
kranial
23
ini
pseudomembran
dapat
akan
berlangsung
menjalar
ke
laring
cepat,
dan
tonsilitis
septik
ialah
Streptococcus
24
7. Tonsilitis Kronik
a. Penyebab
Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadangkadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negative
b. Faktor predisposisi
Timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat
c. Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik, kripti
ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan
dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris.
d. Gejala dan tanda
25
8. Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun
terdapat
perbedaan
prioritas
relatif
dalam
menentukan
indikasi
kardiopulmoner
Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan
medis dan drainase
26
patologi anatomi
b. Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan
beberapa
keadaan
yang
disebutkan
sebagai
Sumber
American
Indikasi
Academy
of Indikasi Absolut
Pembengkakan tonsil yang menyebabkan
Otolaryngology-Head and Neck
obstruksi saluran napas, disfagia berat,
Surgery (AAO-HNS)14
gangguan
tidur
dan
komplikasi
kardiopulmoner
Abses peritonsil yang tidak membaik
dengan pengobatan medis dan drainase
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk
menentukan patologi anatomi
Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil
per tahun dengan terapi antibiotik adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak
membaik dengan pemberian terapi medis
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier
streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik -laktamase resisten
Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai
merupakan suatu keganasan
Scottish
Intercollegiate
Guidelines Network55
berdasarkan
bukti
ilmiah,
28
pasien
dalam
menjalani
Evidence
Guidelines56
Based
Medicine
peritonsiler
berusia
<40
tahun
kronik,
merupakan
indikasi
29
National
Health
Research
&
Council,
(Australia)3
American
Academy
Pediatrics3
10.
30
31
32
4) Coblation
Teknik ini
menggunakan
bipolar
electrical
probe
untuk
dengan
menggunakan
mikrodebrider
endoskopi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Zuniar. Kumpulan karya ilmiah: Gambaran mikrobiologi pada tonsilitis kronis
dari hasil usapan tenggorok dan bagian dalam tonsil. FKUI-PPDS bidang studi
ilmu THT 2001.
2. http://digilib.unimus.ac.id
3. George l, Adams. Lawrence R, Boies. Peter A, Higler. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta: EGC; 1997: 264-269, 330-331, 337340, 370-376.
4. Soepardi, Efiaty A. Iskandar Nurbaiti. dkk. Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008: 221-225.
5. Paradise JL, Bluestone CD, Colborn DK, Bernard BS, Rockette HE, KursLasky M. Tonsillectomy and adenoidectomy for recurrent throat infection in
moderately affected children. Pediatrics 2002;110:7-15
6. Younis RT, Lazar RH. History and current practice of tonsillectomy.
Laryngoscope 2002;112:3-5
34
35