BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Dalam melakukan perencanaan teknis jaringan irigasi diperlukan rumusrumus yang dipakai dalam perhitungan. Pada bab ini dikemukakan beberapa teori
dan rumus yang berkaitan dengan dasar perencanaan.
2.1 Debit Andalan
Bila kebutuhan air sawah tidak dapat dipenuhi oleh hujan, maka untuk
mengairi sawah diperlukan sumber air yang berasal dari sungai. Debit sungai yang
dapat diandalkan sebagai dasar perencanaan untuk kebutuhan air disebut debit
andalan. Menurut Anonim 6 (1986), debit andalan untuk perencanaan irigasi
adalah debit sungai dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%. Debit andalan
sungai dianalisa berdasarkan debit bulanan rata-rata. Bila tidak terdapat data debit,
menurut Anonim I (1986), debit sungai dapat dihitung dengan beberapa langkah,
yaitu yang pertama dengan Metode Mock dan yang kedua hasil dari Metode Mock
tersebut diprobabilitaskan.
Langkah-langkah perhitungan Metode Mock adalah sebagai berikut:
E ET0
m
18 n
20
....................................................................
E ET0 E
(2.1)
...............................................................................
(2.2)
(2.3)
(2.4)
inf WS IF ...............................................................................
(2.5)
1 Re
inf
2
..............................
(2.6)
G.STORt G.STORt ( t 1) Re
Qdirect Ws 1 IF
.............................................
(2.7)
....................................................................
(2.8)
Qstrom Re pf
............................................................................
QS Qtotal A
(2.9)
................................................(2.10)
....................................................................(2.11)
Dimana:
E
ET0
SMS
ISM
Re
Ws
inf
= infiltrasi (mm/bulan);
IF
Qbase
Qdirect
Qstrom
Qtotal
Qs
debit rata-rata bulanan dari urutan besar ke urutan kecil. Nomor urut data yang
merupakan debit andalan Dr. Mock dapat dihitung dengan mengunakan rumus:
m
100%
Pr = n 1
..............................................................(2.12)
Dimana:
Pr = probabilitas (%);
n
m = nomor urut data setelah diurut dari nilai besar ke nilai yang kecil.
2.2 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
2.2.1
Evapotranspirasi potensial
Menurut Anonim 2 (1986), besaran evapotranspirasi potensial yang terjadi
Temperatur udara
Kelembaban udara
Kecepatan angin
Penyinaran matahari
ET0 cW . Rn 1 W . f u . ea ed
...........................(2.13)
Rn 1 Rs Rn1 ...........................................................(2,14)
Rs Ra (0,25 0,5 n / N ) ....................................................(2.15)
Rn1 f (T ) . f (ed ) . f (n / N )
................................................(2.16)
f (u ) 0,27 1
100 .........................................................(2.17)
e d ea
RH
100 ......................................................................(2.18)
Dimana:
ET0
= faktor temperatur;
Rn
= radiasi;
Rs
Rn1
Ra
f(T)
f(ed)
RH
2.2.2
Perkolasi
Menurut Anonim 2 (1986), laju perkolasi untuk tanaman palawija sama
dengan tanaman padi, pada daerah yang mempunyai tanah lempung diperkirakan
berkisar 1-3 mm/hari. Tanah yang banyak mengandung pasir, laju perkolasi dan
rembesan dapat mencapai angka yang lebih tinggi.
2.2.3
Jangka waktu penyiapan lahan untuk petak tersier yang dikerjakan dengan
traktor secara luas diambil satu bulan dan untuk jangka waktu penyiapan lahan
yang tidak dikerjakan dengan traktor diambil 1,5 bulan.
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dipengaruhi oleh porositas tanah di
sawah. Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak, kebutuhan air untuk
penyiapan lahan diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan
pengolahan tanah. Pada permulaan transplantasi (pemindahan bibit ke petak
sawah) tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah. Setelah transplantasi
selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan lapisan air
yang diperlukan 250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal
setelah transplantasi selesai. Pada lahan yang dibiarkan bera atau tidak digarap
dalam jangka waktu 2,5 bulan atau lebih, maka lapisan air yang diperlukan untuk
penyiapan lahan diambil 300 mm, 250 mm untuk penyiapan lahan dan 50 mm
untuk penggenangan setelah transplantasi.
2.2.4
berkisar antara 30 dan 45 hari. Besarnya kebutuhan air selama penyiapan lahan
dihitung dengan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Ziljlstra.
Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama periode
penyiapan lahan. Rumus tersebut sebagai berikut:
M .e k
k
IR = (e 1) ......................................................................(2-19)
M = Eo + P ........................................................................(2-20)
M .T
k = S ...........................................................................(2-21)
Dimana:
IR
Eo
= evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x ETo selama penyiapan lahan
(mm/hari);
= perkolasi (mm/hari);
= 2,7182818
2.2.5
menggunakan rumus:
ETc = Kc x ETo .................................................................(2-22)
Dimana:
ETc
Kc
ETo
2.2.6
dilakukan dua kali, yaitu satu bulan setelah pemindahan bibit ke petak sawah
(transplantasi) dan dua bulan setelah transplantasi. Penggantian lapisan air
dilakukan setelah proses pemupukan dilakukan. Oleh karena itu jadwal
penggantian air sangat dipengaruhi oleh umur tanaman padi (Anonim 1, 1986).
Penggantian lapisan air dapat diberikan selama setengah bulan yaitu 50 mm dibagi
setengah bulan (15 hari) sebesar 3,3 mm/hari dan selama satu bulan yaitu 50 mm
dibagi satu bulan (30 hari) sebesar 1,7 mm/hari.
2.2.7
Curah hujan efektif adalah curah hujan andalan yang jatuh di suatu daerah
dan digunakan tanaman untuk pertumbuhannya. Penentuan curah hujan efektif
didasarkan untuk setiap setengah bulanan, yaitu merupakan hujan 70 % dari hujan
berpeluang terpenuhi 80 % atau berpeluang gagal 20 % (Anonim 2, 1986) :
R80% ( setengah bulan )
x 70 %
15
Ref =
...................................(2-23)
m
100%
Pr = n 1
..............................................................(2-24)
Dimana:
Ref
= probabilitas (%);
2.2.8
Pola tanam
Pola tanam disesuaikan dengan daerah studi. Pola tanam adalah
penggantian berbagai jenis tanaman yang ditanam dalam waktu tertentu. Musim
tanam adalah penentuan waktu untuk melakukan penanaman. Penentuan waktu
untuk satu kali tanam ditentukan oleh umur dan jenis tanaman (Anonim 3, 1986).
2.2.9
Dimana :
NFR
ETc
= perkolasi (mm/hari);
Dimana:
DR
NFR
ef
DR A
1000 .......................................................................(2-28)
Dimana:
Q
DR
dasarnya adalah mengatur tata letak saluran, agar air irigasi dapat dibagi secara
merata ke petak-petak sawah. Jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa saluran irigasi
maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran
irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah dan saluran pembuang mengalirkan air
lebih dari sawah ke saluran pembuang.
Perencanaan jaringan pada dasarnya berkenaan dengan unit tanah pada
petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap tersier. Bangunan sadap tersier mengalirkan air ke saluran tersier.
Batas ujung saluran tersier adalah boks bagi kuarter yang terakhir. Luas petak
tersier yang ideal antara 50-100 ha. Boks tersier hanya membagi air irigasi ke
saluran kuarter saja. Boks tersier membagi air irigasi antara saluran kuarter dan
tersier. Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti parit, jalan
dan batas desa. Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter dengan luas
masing-masing 8-15 ha (Anonim 6, 1986).
10
DR
11
A
R = P ................................................................................(2-32)
2
3
1
2
v = k.R .I .......................................................................(2-33)
Q = A x v............................................................................(2-34)
Dimana:
b
= koefisien Strickler;
12
Menurut Anonim 5 (1986), tinggi elevasi muka air yang diinginkan dalam
jaringan utama didasarkan pada muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang
diairi. Elevasi muka air yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus berikut :
Pm = At + a + bs + nk . ck + d + mt . et + f + gt + H + zt .................(2-35)
Dimana:
Pm
= muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier;
At
bk
ck
nk
mt
et
gt
13
pintu sorong. Direktorat Irigasi telah membuat standar lebar pintu Romijn demi
keseragaman dan memudahkan pemesanan.
2.8.2
membagi-bagi air irigasi ke seluruh petak tersier dan kuarter. Perencanaan boks
bagi harus sesuai dengan kebiasaan petani setempat dan memenuhi kebutuhan
kegiatan eksploitasi di daerah yang bersangkutan pada saat ini maupun
kemungkinan pengembangan di masa mendatang (Anonim 5, 1986). Dimensi
boks bagi dapat dihitung dengan rumus debit berikut :
Q = Cd x 1,7 ba x ha3/2........................................................(2-36)
dengan :
Q
= debit (m3/dtk);
Cd
= koefisien debit;
ba
ha
2.8.3
Dimensi Gorong-gorong
Menurut Anonim 6 (1986), gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai
untk membawa aliran air melewati bawah jalan air, bawah jalan atau rel kereta
api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil dari pada
luas basah saluran hulu maupun hilir. Dimensi gorong-gorong dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
b4 = b + h............................................................................(2-37)
h4 = h + 0,2.........................................................................(2-38)
t4 = 0,5 x (EL1 - EL2).......................................................(2-39)
14
Dimana:
b
b4
t4
h4
Dimensi talang
Menurut Anonim 5 (1986), talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi
lewat di atas saluran lainnya, saluran pembuang alami atau cekungan dan lembahlembah. Aliran dalam talang adalah aliran bebas. Dimensi talang dapat dihitung
dengan rumus:
Ft = bt x ht...........................................................................(2-40)
Q
v = Ft ..............................................................................(2-41)
P = bt + 2ht..........................................................................(2-42)
Ft
R = P ...............................................................................(2-43)
va = k x R
2/3
xI
1/ 2
............................................................(2-44)
v a v 2
Bagian masuk: Hmasuk =
masuk
2g
...................................(2-45)
v v a 2
Bagian keluar: Hkeluar =
Gesekan
keluar
2g
.....................................(2-46)
: Hf = Lt x I
bt
ht
= koefisien Strickler;
Lt
masuk
keluar
= koefisien keluar ( 1 );
va
Ht
Tt
EL4
= elevasi jagaan;
EL6
= elevasi saluran.
15
16
2
P = B + 2H ( 1 m )........................................................(2-50)
A
R = P ................................................................................(2-51)
1 2 / 3 1/ 2
R I
V= n
...................................................................(2-52)
Q = A x V...........................................................................(2-53)
Dimana:
B
2.9.2
2.9.3
QT
B ' ...............................................................................(2-54)
q=
2
Cd
3
V2
2g H d
2 g
3/ 2
V2
2g
3/ 2
.......................(2-55)
Hd
Cd = 0,611 + 0,08 T .......................................................(2-56)
q = Ax V
q
q
V = A = Y1 .............................................(2-57)
17
Hd = Y1 T........................................................................(2-58)
Dimana:
QT
Cd
= koefisien debit;
Hd
=1
Selain menggunakan persamaan di atas, nilai Cd dapat diperoleh dengan
CL = H w
Dimana:
Hw
Lx
CL
18
= koefisien gempa;
Dimana :
Ad
n,m
Ac
h 2 1 sin
2
1
sin
SH =
Dimana :
SH
19
t a H 2 Ka
2
......................................................(2-65)
t a
Pp=
H 2 Kp
.......................................................(2-66)
Dimana :
Pa
Pp
20
n = M > 1,5....................................................................(2-70)
n=
V tan
H > 1,5...........................................................(2-71)
M
V
............................................................................(2-72)
B
a
e= 2
...........................................................................(2-73)
=
Dimana :
V 1 6e
B
B < izin.....................................................(2-74)
= faktor keamanan;
M-
M+
= eksentrisitas.
2.11
Bangunan Pengambilan
21
2 gz
....................................................................(2-75)
Dimana :
Q
= koefisien debit;
Bangunan Pembilas/Penguras
.g.D
................................................................(2-76)
S W
= W .......................................................................(2-77)
Dimana :
Ucr
= kecepatan kritis;
= diameter butiran;
22
Dimana :
V
Ks
= koefisien Strickler;
= kemiringan saluran.
2.13
Kantung Lumpur
is
in
CY
.................................................................(2-80)
Dimana :
F
23