Anda di halaman 1dari 17

VII.

Hasil Pengamatan

No

Spesies

Nama
Daerah

Famili

Jumlah
patokan

Pi

LnPi

PiLnPi

1.

Gallus
gallus
jantan

Ayam
kampung

Gallus

20

0,45

-0,79

-0,35

2.

Gallus
gallus
betina

Ayam
kampung

Gallus

16

0,36

-1,02

-0,36

3.

Anak
Gallus
gallus

Ayam
kampung

Gallus

0,18

-1,71

-0,3

44

0,99

-3,72

-1,01

Jumlah

Spesies

Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Aves

Ordo

: Galliformes

Famili

: Phasianidae

Genus

: Gallus

Spesies

: G. gallus

Subspesies

: G. g.

domesticus

Ayam kampung (Gallus gallus)

VIII.

Pembahasan

Predator mengembangkan mekanisme untuk meningkatkan efisiensinya


untuk menemukan dan menangkap mangsa. Prey itu sendiri mengalami tekanan
selektif yang kuat untuk mengurangi peluang dapat termakan. Sifat-sifat dasar untuk
suksesnya pelarian prey tersebut yaitu kecepatan yang lebih besar dibandingkan
predator, kemempuan untuk melakukan manufer terhadap predator, menghindar
terhadap predator ketika sedang diburu dan lain sebagainya.
Pada pengamatan anti predator, praktikan mengamati tingkah laku ayam
kampung serta reaksi yang dilakukan ketika mereka merasa terancam. Perilaku
tersebut dalam ekologi dinamakan anti-predator, yaitu suatu bentuk kewaspadaan
dari prey terhadap gangguan yang ditimbulkan dari luar (predator).
Reaksi anti predator yang dapat diamati pada beberapa perilaku ayam
kampung diantaranya ketika ayam kampung menengok ke kanan dan ke kiri serta
pergi menjauh ketika praktikan mendekati pada jarak tertentu. Sedangkan perilaku
mematuk-matuk pada ayam kampung merupakan suatu tanda bahwa sikap
kewaspadaan ayam kampung tersebut sedang rendah.
Ketiga perilaku tersebut dapat dijadikan indikator dalam mengamati tingkat
kewaspadaan pada ayam kampung dalam menghadapi pemangsanya. Pengamatan
dilakukan terhadap ayam kampung yang terdapat di sekitar wilayah anoi hitam
sabang. ayam kampung ini dijadikan sebagai objek pengamatan anti predator
dikarenakan mudah ditemukan berkelompok dan sudah beradaptasi dengan
lingkungan dan keberadaan manusia sehingga praktikan dapat mengamati perilaku
ayam kampung tersebut dengan jelas dalam jarak tertentu karena tingkat
kewaspadaanya kurang.

IX.

Kesimpulan
1. Sifat-sifat dasar untuk suksesnya pelarian prey tersebut yaitu kecepatan yang
lebih besar dibandingkan predator, kemempuan untuk melakukan manufer
terhadap predator, menghindar terhadap predator ketika sedang diburu dan
lain sebagainya.
2. Reaksi anti predator yang dapat diamati pada beberapa perilaku burung gereja
(Passer montanus) diantaranya ketika burung menengok ke kanan dan ke kiri
serta pergi menjauh ketika praktikan mendekati pada jarak tertentu.
3. Sedangkan perilaku mematuk matuk pada burung merupakan suatu tanda
bahwa sikap kewaspadaan burung tersebut sedang rendah.
4. Burung gereja menjadi objek dikarenakan mudah ditemukan berkelompok
dan sudah beradaptasi dengan lingkungan dan keberadaan manusia.

VIII.

Pembahasan
Habitat yaitu tempat dimana suatu makhluk hidup biasanya diketemukan.

Semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang biasa disebut habitat. Untuk
menemukan suatu organism tertentu, perlu diketahui dulu tempat hidupnya
(habitatnya). Sehingga ke habitat itulah pergi mencari atau berjumpa dengan
organism tersebut. Semua makhluk hidup mempunyai habitat atau tempat hidup.
Contoh habitat ikan hiu dan paus adalah air laut, ikan mujair air tawar dan
sebagainya.
Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh
sekelompok organism dari berbagai spesies yang membentuk suatu komunitas.
Sebagai contoh untuk menyebut tempat hidup suatu padang rumputdapat
menggunakan habitat padang rumput. Dalam hal seperti ini maka habitat sekelompok
organisme mencakup organism lain yang merupakan komponen lingkungan.

IX.

Kesimpulan
1. Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme
dalam ekosistem.
2. Relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau
ekosistem tertentu.
3. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya dan oleh berbagai
fungsi yang dikerjakannya.
4. Profesi organisme menunjukkan fungsi organisme dalam habitatnya.
5. Makin besar kesamaan relung dari organisme-organisme yang hidup bersama
dalam satu habitat, maka makin intensif persaingannya.

VII.

Hasil Pengamatan
Nama

No

Stasiun

Spesies

Famili
Daerah

Lumbricus

Cacing

Jumlah
I

2
Tanah

PiLn
Pi

LnPi

-rata

Pi

Lumbri

1
terrestris

Rata

cidae

Jumlah

Spesies

Cacing Tanah (Lumbricus terrestris)

Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Annelida

Kelas

: Chaetopoda

Ordo

: Oligochaeta

Famili

: Lumbricidae

Genus

: Lumbricus

Spesies

: Lumbricus terrestris

VIII.
Pembahasan
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang
belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting
dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang
asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini
mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan
manusia.
Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari
famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia,
Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus. Beberapa jenis cacing tanah yang kini
banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis
cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisasisa tumbuhan. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih.
Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada
segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga
tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau
melebihi jenis lain. Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150
segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang
dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima
antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung. Cacing tanah jenis Perionyx
berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen
75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak
manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius.
Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis

yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan, produksi
telur/anakan dan produksi bekas cacing kascing) serta tidak banyak bergerak.
IX. Kesimpulan
1. Dari hasil pengamatan dapat disimpulakan bahwa Cacing tanah termasuk
hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata).
2. Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari
famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia,
Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.
3. Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain:
Pheretima, Periony dan Lumbricus. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32.
4. Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen.
Klitelumnya terletak pada segmen 14-16.

VIII.

Pembahasan

Dari praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa kukang adalah hewan
mamalia besar yang hidup di hutan. Kukang termasuk hewan nokturnal. Kukang
bangun di malam hari untuk makan daun dan buah. Bulunya terjuntai dari perut
sampai ke punggung. Sehingga air hujan dapat mengalir jatuh dari tubuhnya dengan
mudah. Ada kukang yang bulunya ditumbuhi alga sehingga mereka terlihat kehijauan
dan berkamuflase dipepohonan. Seperti mamalia lainnya, kukang menyusui anaknya,
karena kukang memiliki kelenjar mamae.
Praktikum pengamatan kukang dilakukan di desa krueng Jreu pada tanggal 02
Mei 2015. Pengamatan dilakukan langsung dengan menyelusuri hutan, tetapi tidak
masuk ke hutan yang dalam, tetapi berjalan disekeliling hutan yang sudah pernah
dilalui orang. Pengamatan dilakukan pada malam hari, karena kukang merupakan
hewan nokturnal. Pengamatan kukang dilakukan selama 2 jam, namun tidak
ditemukan adanya kukang. Hal ini dikarenakan jumlah pengamat yang banyak dan
menggunakan senter, sehingga hutan terang dan mengganggu aktifitas kukang,
sehingga sehingga kukang yang seharusnya sedang beraktifitas dipinggir hutan
masuk ke dalam hutan.

IX. Kesimpulan
1. Kukang termasuk hewan nokturnal. Kukang bangun di malam hari untuk
makan daun dan buah.
2. Bulunya terjuntai dari perut sampai ke punggung. Sehingga air hujan dapat
mengalir jatuh dari tubuhnya dengan mudah.
3. Ada kukang yang bulunya ditumbuhi alga sehingga mereka terlihat kehijauan
dan berkamuflase dipepohonan.
4. Seperti mamalia lainnya, kukang menyusui anaknya, karena kukang memiliki
kelenjar mamae.
5. Pengamatan kukang dilakukan selama 2 jam, namun tidak ditemukan adanya
kukang. Hal ini dikarenakan jumlah pengamat yang banyak dan
menggunakan senter, sehingga hutan terang dan mengganggu aktifitas
kukang, sehingga sehingga kukang yang seharusnya sedang beraktifitas
dipinggir hutan masuk ke dalam hutan.

VIII.

Pembahasan
Primata merupakan salah satu satwa penghuni hutan yang memiliki arti

penting dalam kehidupan alam. Sumatera merupakan tempat penyebaran primata


dengan jumlah terbanyak, yaitu sekitar 14-16 jenis dari 2233 jenis yang ada di
Indonesia. Salah satu hewan primata yang ada di Sumatera, yaitu ungko (Hylobates
agilis), yang termasuk kedalam family Hylobatidae. Primata mempunyai peran
dalam menjaga kelestarian hutan karena membantu penyebaran biji tumbuhan di
hutan tak lain karena sebagian besar primata di alam mengkonsumsi buah dan daun,
dari sisa makanan yang dicerna oleh primata yang berupa biji dari buah-buahan yang
dikeluarkan pada saat membuang kotoran, hal tersebut yang dapat membantu
penyebaran tumbuhan. Sehingga perlu penyebaran informasi akan pentingnya
pelestarian alam.
Primata adalah kelompok mamalia yang paling terkenal yang hidup di hutan
tropis dan informasi ekologi spesies primata ini cukup banyak diketahui. Namun
demikian, kebanyakan primate Borneo lebih menyangkut perilaku, kondisi populasi,
dan pola pergerakannya. Sementara data yang berkaitan dengan respon terhadap
gangguan habitat masih sedikit. Banyaknya jumlah individu primata di hutan
sekunder, karena kecocokan kondisi lingkungan (kemampuan primata beradaptasi
dengan lingkungan), hal ini didukung oleh ketersediaan makanan, tempat berlindung
yang memadai serta jarak yang jauh dari penduduk sekitar.
Praktikum yang kami lakukan di Anoi Itam, Sabang pada waktu malam hari
setelah isya, kami mengelilingi wilayah hutan yang dekat dengan daerah penginapan
kami. Kami memasuki wilayah hutan satu persatu, dengan syarat tanpa suara, karena

kalau terdengar suara kukang yang ingin diamati akan pergi dan tidak menampakkan
dirinya. Kukang tersebut sangat suka terhadap cahaya yang berwarna kuning, karna
kalau cahaya yang berwarna putih, matanya akan silau dan kukang tersebut tidak
dapat melihat. Setelah melewati beberapa hutan, tampak lah seekor kukang yang
sedang bergantungan di atas pohon mangga. Hanya 1 ekor yang kami temui kukang
tersebut. Saat disenter ke matanya, mata kukang tersebut bersinar sangat cantik,
berwarna coklat kehitaman, dan ekornya panjang. Kukang ini berbeda sekali dengan
monyet.

IX.

Kesimpulan
1. Primata adalah kelompok mamalia yang paling terkenal yang hidup di hutan
tropis dan informasi ekologi spesies primata ini cukup banyak diketahui.
2. Namun demikian, kebanyakan primata Borneo lebih menyangkut perilaku,
kondisi populasi, dan pola pergerakannya. Sementara data yang berkaitan
dengan respon terhadap gangguan habitat masih sedikit.
3. Banyaknya jumlah individu primata di hutan sekunder, karena kecocokan
kondisi lingkungan (kemampuan primata beradaptasi dengan lingkungan), hal
ini didukung oleh ketersediaan makanan, tempat berlindung yang memadai
serta jarak yang jauh dari penduduk sekitar.
4. Pengamatan yang tepat dilakukan pada pukul 17.00 wib sampai 18.00 wib.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teropong. Monyet memilih
cabang yang tinggi dengan posisi yang sedikit ketengah untuk
bermalam/tidur.
VII.
Hasil Pengamatan
Gambar Jejak
Keterangan

Jejak kaki babi

Jejak kaki ayam

Feses kambing

Feses sapi

VIII.

Pembahasan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa jejak merupakan
peninggalan atau bekas suatu hewan yang menandakan adanya spesies hewan
tertentu pada waktu tertentu di daerah tersebut. Jejak biasanya dilakukan untuk
mengidentifikasi keberadaan hewan, terutama hewan besar atau mamalia. Golongan
satwa liar biasanya susah untuk diidentifikasi langsung, jadi untuk mengamati
keberadaannya maka digunakan peninggalan jejak. Kebanyakan mamalia besar
mudah dideteksi dengan menggunakan jejak dan tanda tanda keberadaannya.
Banyak jejak hewan yang dapat diidentifikasi, berupa kotoran, sisa makanan dan
sarang.
Kotoran mudah untuk dijumpai, keberadaan atau ketidakaadaannya dapat
dicatat. Hal ini sangat membantu tetapi juga memiliki keterbatasan karena bisa saja
suatu hewan memiliki kotoran yang hampir sama dan ada juga beberapa hewan
tersebut yang tidak diketahui karakteristik dari fesesnya sehingga tidak diketahui
jenis hewan tersebut. Selain feses, jejak juga diamati dari sisa makanan. Sisa
makanan yang ditinggalkan hewan menandakan adanya hewan tersebut.
Pada pengamatan identifikasi jejak satwa didapatkan beberapa jenis jejak,
berupa feses dan jejak kaki. Pengamatan dilakukan dengan cara menyusuri hutan dan
jika terdapat jejak, maka difoto, kemudian diidentifikasi jenis jejak tersebut. Dari
proses pengidentifikasian diperoleh adanya bekas jejak kaki pada babi dan ayam, dan
pada kotoran terdapat kotoran hewan sapi dan kambing.

IX. Kesimpulan
1. Jejak biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan hewan, terutama
hewan besar atau mamalia.
2. Golongan satwa liar biasanya susah untuk diidentifikasi langsung, jadi untuk
mengamati keberadaannya maka digunakan peninggalan jejak.
3. Kebanyakan mamalia besar mudah dideteksi dengan menggunakan jejak dan
tanda tanda keberadaannya. Banyak jejak hewan yang dapat diidentifikasi,
berupa kotoran, sisa makanan dan sarang.
4. Pada pengamatan identifikasi jejak satwa didapatkan beberapa jenis jejak,
berupa feses dan jejak kaki. Pengamatan dilakukan dengan cara menyusuri
hutan dan jika terdapat jejak, maka difoto, kemudian diidentifikasi jenis jejak
tersebut.
5. Dari proses pengidentifikasian diperoleh adanya bekas jejak kaki pada babi
dan ayam, dan pada kotoran terdapat kotoran hewan sapi dan kambing.

VIII.

Pembahasan

Hewan nokturnal adalah hewan yang aktif di saat malam hari dan tidur di saat
siang hari. Berbeda dengan kebanyakan hewan lain yang biasanya aktif di saat siang
hari dan tidur di saat malam hari. Menurut waktu beraktivitas, hewan dapat
dibedakan menjadi hewan diurnal, hewan krepuskular, dan hewan nokturnal. Hewan
krepuskular aktif di saat fajar dan senja. Sedangkan hewan diurnal adalah hewan
yang aktif di saat siang hari daan tidur di malam hari.
Hewan nokturnal memiliki indra pendengaran, penglihatan, dan penciuman
yang sangat tajam yang tentunya diperlukan saat beraktivitas di malam hari yang
gelap. Beberapa hewan nokturnal punya penglihatan yang beradaptasi untuk
penerangan siang hari maupun malam hari, tetapi beberapa hewan seperti kelelawar
hanya bisa aktif di malam hari. Hewan nokturnal menggunakan indera mereka yang
tajam untuk bertahan hidup dan mencari mangsa. Tetapi beberapa hewan nokturnal
punya kemampuan khusus, seperti kemampuan ekolokasi milik kelelawar.
Dalam pola aktivitas dan jarak edar hewan nokturnal digunakan bekicot, aktivitas
yang dilakukan bekicot antara lain makan, kawin, bergerak, dan diam. Sebelum
digunakan bekicot ditimbang dulu dan diukur lebar cangkang dan panjang
cangkangnya. Berat yang diukur adalah berat awal dan berat akhir.
Ketika dilakukan praktikum diukur faktor fisiknya yaitu suhu udara, suhu
tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah, dan intensitas cahaya. Lebar cangkang
dihitung hubungannya dengan suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara,
kelembaban tanah, dan intensitas cahaya. Panjang cangkang juga dilihat
hubungannya dengan suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah,
dan intensitas cahaya. Jarak edar juga dilihat hubungannya dengan panjang cangkang
dan lebar cangkangnya. Terdapat hubungan antara jarak edar bekicot dengan panjang

cangkang dan lebar cangkang. Tidak terdapat hubungan antara panjang cangkang
dengan suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan kelembaban tanah.

IX. Kesimpulan
1. Hewan nokturnal adalah hewan yang aktif di saat malam hari dan tidur di saat
siang hari.
2. Berbeda dengan kebanyakan hewan lain yang biasanya aktif di saat siang hari
dan tidur di saat malam hari.
3. Menurut waktu beraktivitas, hewan dapat dibedakan menjadi hewan diurnal,
hewan krepuskular, dan hewan nokturnal.
4. Hewan krepuskular aktif di saat fajar dan senja. Sedangkan hewan diurnal
adalah hewan yang aktif di saat siang hari daan tidur di malam hari.
5. Dalam pola aktivitas dan jarak edar hewan nokturnal digunakan bekicot,
aktivitas yang dilakukan bekicot antara lain makan, kawin, bergerak, dan
diam. Sebelum digunakan bekicot ditimbang dulu dan diukur lebar cangkang
dan panjang cangkangnya.
6. Berat yang diukur adalah berat awal dan berat akhir. Ketika dilakukan
praktikum diukur faktor fisiknya yaitu suhu udara, suhu tanah, kelembaban
udara, kelembaban tanah, dan intensitas cahaya.

Anda mungkin juga menyukai