Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sindroma koroner akut merupakan suatu kegawatan kardiovaskular yang memiliki
potensi komplikasi yang dapat berakibat fatal. Sindroma koroner akut, terutama infark
miokard, merupakan penyebab utama kejadian henti jantung mendadak yang disebabkan
aritmia maligna yang terjadi saat serangan.1
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 oleh
Departemen Kesehatan RI prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2%. Penyakit
jantung iskemik menduduki urutan ketiga (8,7%)sebagai penyebab kematian di daerah
perkotaan. Data di Amerika Serikat mnunjukkan 7-8 juta penderita datang ke Unit Gawat
Darurat denga keluhan dada tidak enak. Lebih dari 2 juta (25%) didagnosis sebagai SKA
(angina tidak stabil dan infark miokard akut). Dari Jumlah teresebut sekitar 500 ribu
penderita menjalani rawat inap dengan diagnosis angia tidak stabil dan 1,5 juta penderita
mengalami infark miokard akut. Dari 1,5 juta penderita IMA kira-kira 500 ribu
meninggal dunia. Di antara jumlah tersebut 250 ribu mati mendadak dalam satu jam
pertama sejak mulai serangan jantung.1
Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA),
ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-segment Elevation
Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian
mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan
medis secepatnya.2
Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu tindakan
reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary Intervention (PCI),
yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam. Pada pasien STEMI
yang datang terlambat (>12 jam) dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih
mengeluh nyeri dada yang khas infark (ongoing chest pain). 2
Pengobatan terkini dalam dua dekade terkahir pada penderita SKA mengalami
kemajuan dramatis dibanding era sebelumnya, sehingga banyak menyelamatkan dan

memperbaiki kulitas hidup penderita. Hal ini berkat terapi reperfusi cepat (fibrinolisis dan
intervensi koroner akut, PCI) untuk membuka sumbatan/oklusi arteri koroner. Kunci
penting untuk mencapai hal tersebut adalah ketepatan dan kecepatan diagnosis serta
terapi dinni pada SKA.1
American College of Cardiology/American Heart Association dan European Society
of Cardiology merekomendasikan dalam tata laksana pasien dengan STEMI selain
diberikan terapi reperfusi, juga diberikan terapi lain seperti anti-platelet (aspirin,
clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low
Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan
Angiotensin Receptor Blocker.2
Infark miokard akut dapat menimbulkan berbagai komplikasi antara lain gangguan
irama dan konduksi jantung, syok kardiogenik, gagal jantung, ruptur jantung, regurgutasi
mitral, trombus mural, emboli paru, dan kematian.2

Anda mungkin juga menyukai