Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam


jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis
didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti
bilirubin, asam empedu, dan kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara
patologi-anatomi kolestasis merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya timbunan
trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.1
Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi
empedu. Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang
harus diekskresi hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis
neonatal, obstruksi mekanik dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal.
Diagnosis dini kolestasis sangat penting karena terapi dan prognosa dari masingmasing penyebab sangat berbeda. Pada atresia bilier, bila pembedahan dilakukan pada
usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk. Salah satu tujuan diagnostik
yang paling penting pada kasus kolestasis adalah menetapkan apakah gangguan aliran
empedu intrahepatik atau ekstrahepatik.1,2
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis
neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1

antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki
adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.1,2,3
Tatalaksana kolestasis bertujun untuk memperbaiki aliran empedu, nutrisi,
terapi komplikasi yang sudah terjadi, dan memberi dukungan psikologis serta edukasi
pada pihak keluarga.2,3
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus mengenai kolestasis pada bayi yang
dirawat di bagian Ilmu kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah UNDATA Palu.

KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Tanggal Lahir
Usia
Tanggal masuk

: By. A.A
: Perempuan
: 15 September 2013
: 2 bulan 8 hari
: 23 November 2013

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Kuning seluruh badan
Riwayat Penyakit Sekarang : Bayi perempuan masuk rumah sakit dengan
keluhan kuning di seluruh badan. Kuning dialami sejak usia 1 bulan. Pasien
tidak mengeluhkan panas, tidak ada kejang, tidak ada mual muntah, bayi kuat
minum, buang air besar lancar dengan feses warna oranye, buang air kecil
dengan warna urin seperti teh. Bayi ini merupakan rujukan dari PKM Tomini

dengan diagnose suspek hepatitis.


Riwayat Penyakit Sebelumnya: Sejak lahir tidak mengalami kuning, kuning

dialami sejak 1 bulan yang lalu


Riwayat penyakit keluarga : Ibu pasien pernah mengalami penyakit kuning
tetapi belum memeriksakan diri ke dokter dan kakak pertama pasien

menderita hepatitis
Riwayat Persalinan

: Bayi lahir cukup bulan, lahir spontan letak

belakang kepala. Bayi lahir ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 3000
gram.

Kemampuan Bayi

memiringkan badan, dan tersenyum


Anamnesis makanan
: Bayi minum asi hanya sampai usia 1 bulan dan

selanjutnya diberikan susu formula


Riwayat Imunisasi
: Pasien baru mendapatkan imunisasi hepatitis

Bayi

sudah

bisa

mengangkat

kepala,

B0

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos Mentis
Berat Badan
: 5,2 Kilogram
Panjang Badan
: 62 cm
Status Gizi
: Gizi Baik
Tanda Vital
- Denyut nadi: 142 Kali/menit
- Suhu
: 36,7o C
- Respirasi : 50 kali/menit
Kulit
: Sianosis (-), ikterus (+), eritema (-), turgor kembali cepat,
Kepala
: Normocephal, konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (+),
Rhinorrhea (+), otorrhea (-), Lidah kotor (-), bibir kering (-),
tonsil T1/T1 hiperemis (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)


Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax
Paru-paru
-

Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-)


Palpasi
: Vokal fremitus (+) kesan normal, massa (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
Auskultasi : Bunyi bronchovesikular (+), Ronkhi (-), Wheezing (-)

Jantung
-

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak


Palpasi
: Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Kardiomegali (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Perkusi
- Palpasi

Genital
Anggota gerak

Punggung
Otot-otot
Refleks

: Bentuk cembung massa (-), Distensi (-), cicatrix (-)


: Peristaltik (+) kesan normal
: Hipertimpani
: Organomegali (+) (hepar teraba 1 jari dibawah arcus
costae), Spleenomegali (-)
: Tidak ditemukan kelainan
: Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-),
ikterus (+)
: Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
: Atrofi (-), Tonus otot baik
: Patologis (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah rutin
:
Eritrosit
3,05 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hemoglobin 9,3 g/dl
(11,5-16,5 g/dl)
9
Leukosit
13,6 10 /L
(3,5-10,0 109/L)
9
Trombosit
483 10 /L
(150-450 109/L)
Hematokrit 26,4% (35,0-55,0%)
HBSAg (-)
HCV (-)

Radiologi (-)

EKG (-)
5. RESUME
Bayi perempuan usia 2 bulan 8 hari masuk Rumah Sakit dengan keluhan
kuning di seluruh badan. Kuning dialami sejak usia 1 bulan. Buang air besar
lancar dengan feses warna oranye, buang air kecil dengan warna urin seperti teh.
Bayi ini merupakan rujukan dari PKM Tomini dengan diagnose suspek hepatitis.
Berat Badan
: 5,2 Kilogram
Panjang Badan
: 62 cm
Status Gizi
: Gizi Baik
Tanda Vital
- Denyut nadi
: 142 Kali/menit
- Suhu
: 36,7o C
- Respirasi
: 50 kali/menit
Kulit Ikterus (+), sclera ikterik (+/+), Abdomen bentuk cembung, hipertimpani
Organomegali (+) (hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae)
6. DIAGNOSIS
7. TERAPI
8. ANJURAN

: Suspek cholestasis
: IVFD dekstrosa 5% 8 tpm (Mikrodrips)
: Pemeriksaan SGPT/SGOT
Pemeriksaan bilirubin
USG Abdomen

FOLLOW UP

Tanggal

: 24 November 2013

Subjek (S)

: Panas (-), kejang (-), batuk (-), beringus (+), muntah (-),
BAB berwarna oranye, air kencing seperti teh.

Objek (O)

Tanda Vital
o Denyut Nadi
o Respirasi
o Suhu

: 102 kali/menit
: 36 kali/menit
: 36,30C

Kulit Ikterus (+), sclera ikterik (+/+), Abdomen bentuk cembung, hipertimpani
Organomegali (+) (hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae)
Assesment (A)
Plan (P)

: Suspek Cholestasis
: IVFD dextrose 5% 8 tpm
Pemeriksaan HAV
Pemeriksaan SGPT/SGOT
Pemeriksaan bilirubin
USG Abdomen

Tanggal

: 25 November 2013

Subjek (S)

: Panas (-), kejang (-), batuk (-), beringus (+), muntah (-),
BAB berwarna oranye, air kencing seperti teh.

Objek (O)

Tanda Vital
o Denyut Nadi
o Respirasi
o Suhu

: 120 kali/menit
: 36 kali/menit
: 36,90C

Kulit Ikterus (+), sclera ikterik (+/+), Abdomen bentuk cembung,


hipertimpani Organomegali (+) (hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae)
Assesment (A)
Plan (P)

: Suspek Cholestasis
: IVFD dextrose 5% 8 tpm
Pemeriksaan SGPT/SGOT

Pemeriksaan bilirubin
USG Abdomen
Tanggal

: 26 November 2013

Subjek (S)

: Panas (-), kejang (-), batuk (-), beringus (+), muntah (-),
BAB berwarna oranye, air kencing seperti teh.

Objek (O)

a. Tanda Vital
Denyut Nadi : 152 kali/menit
Respirasi

: 40 kali/menit

Suhu

: 35,70C

Kulit Ikterus (+), sclera ikterik (+/+), Abdomen bentuk cembung, hipertimpani
Organomegali (+) (hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae)
Hasil USG Abdomen: adanya hepatomegali ringan dengan stasis bilier intrahepatal
Assesment (A)
Plan (P)

: Cholestasis Intrahepatik
: IVFD dextrose 5% 8 tpm
Terapi Antivirus
Fenobarbital 3-10 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis
Terapi Nutrisi

DISKUSI KASUS

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:


1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan

nekroinflamatori

yang

menyebabkan

kerusakan

dan

akhirnya

pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu


intrahepatic. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV10 dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,
iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan
berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah
berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang
lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari
kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan
hepatik-portoenterostomi akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan.
10

Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik


disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu
intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin
dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak
menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier. Gambaran histopatologis
ditemukan adanya portal tract yang edematous dengan proliferasi saluran
empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu di dalam duktuli.
Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung
untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi.3,4
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan
(b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran
empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu
ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya
saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan
intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak
mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus
CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai kedua bagian saluran
intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara
umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum
transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali
fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan

11

mengenai saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali,


hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal. Paucity saluran
empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding
disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity
apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan
disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan
pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior
embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis
katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang
dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah
paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran
empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma
hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada
saluran empedu.4,5,6
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan
pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan
asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan
sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi
merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis
misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin
yang dihasilkan pada sepsis. Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari
12

variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang
disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intrauterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya
pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan
sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli.
Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir,
hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik
tidak dapat ditemukan.4,5,6
Tabel 1. Kolestasis pada neonatus
A. Saluran empedu ekstrahepatik
Biliary atresia
Choledochal cyst dan choledochocele
Biliary hypoplasia
Choledocholithiasis
Bile duct perforation
Neonatal sclerosing cholangitis
B. Saluran empedu intrahepatik
Syndromic paucity (sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)
Nonsyndromic paucity
- Hypothyroidism
- Bile duct dysgenesis
Congenital hepatic fibrosis
- Ductal plate malformation
- Polycystic kidney disease
- Carolis disease
- Hepatic cyst
Cystic fibrosis
Langerhans cell histiocytiosis
Hyper-IgM syndrome
C. Hepatocytes
Sepsis-associated cholestasis

13

Neonatal hepatitis
- Viral infections
- Hepatitis B
- Cytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)
- Herpes viruses (simplex and HHV-6 and 8)
- Adenovirus
- Enterovirus
- Parovirus B19
Toxoplasmosis
Syphilis
Progressive familial intrahepatic cholestasis syndromes
- PFIC-1: mutation in FIC1, ? aminophospholipid transporter
- PFIC-1: mutation in BESP, the canalicular bile salt export
pump
- PFIC-1: mutation in MDR3, canalicular phospholipid
flippase
Bile acid synthetic defects
Urea cycle defects
- Ormithine transcarbamylase deficiency
- Carbomoyl phosphate synthetase deficiency
Tyrosinemia
Fatty acid oxidation disorders
Mithocondrial enzymopathies
Peroxisomal disorders (zellweger syndrome)
Carbohydrate disorders
- Galactosemia
- Hereditary fructose intolerance
- Glycogen storage disease
Lipid storage disorders
- Niemann-Pick cell disease
- Gauchers disease
- Wolmans disease
1-Antitrypsin deficiency
Neonatal hemochromatosis
Total parenteral nutrition-associated cholestasis
(Dikutip dari Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal
cholestasis. Clin Perinatol. 2002;29:159-80)
1. PATOFISIOLOGI
14

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan


merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu
mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi,
elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu
merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan
bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari
asam empedu. Hepatosit adalah sel epitelial dimana permukaan basolateralnya
berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai
filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme
dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam
empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin
tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut
dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral,
dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter mrp2. Mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap
aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit
kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada
keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi
juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang
terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
15

menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan


aliran empedu dan hiperbilirubinemia terkonyugasi.5,6,7
Perubahan fungsi hati. Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi
kerusakan fungsional dan struktural :
Proses transpor hati Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi
pada fungsi polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin
terkonyugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma
membran permukaan sinusoid terganggu.7,8
Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik Pada kolestasis
berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan
konyugasi akan terganggu.7,8
Sintesis protein Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan
meningkat sedang produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.7,8
Metabolisme asam empedu dan kolesterol. Kadar asam empedu intraseluler
meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan kolesterol akan terhambat
karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA reduktase dan 7
alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga
menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi

bile

acid

sehingga

aktifitas

hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi


tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus
menurun.7,8

16

Gangguan pada metabolisme logam. Terjadi penumpukan logam terutama Cu


karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka
tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi
sehingga tidak toksik.7,8
Metabolisme cysteinyl

leukotrienes. Cysteinyl

leukotrienes

suatu zat

bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan dieliminasi di hati,


pada

kolestasis

terjadi kegagalan

proses

sehingga

kadarnya

akan

meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis.


Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada
ginjal.7,8
Mekanisme kerusakan hati sekunder
Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan
kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat
ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran
sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang
berhubungan dengan membran seperti Na +, K+-ATPase, Mg2+-ATPase,
enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga
lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.
Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain
yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan
cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada
kolestasis adalah asam empedu.7,8

17

Proses imunologis Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang


mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang
HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan
respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier.7,8

2. MANIFESTASI KLINIS
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi
adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan
muncul manifestasi klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu
dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat
terjadinya kolestasis.8,9

18

3. DIAGNOSIS
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatic dengan ekstrahepatik sedini mungkin. Diagnosis dini
obstruksi bilier ekstrahepatik

akan

meningkatkan

keberhasilan

operasi.

Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat


diatasi dengan medikamentosa.8,9
a. Anamnesis
- Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang
-

persisten harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.


Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur
atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi
pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi

gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.


Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang

demam atau disertai tanda-tanda infeksi.


Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi

1-antitripsin).
b. Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila
kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan
pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin
menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang

19

mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera


lebih sensitif.8,9
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm
dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang
keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis
atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau
lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada
palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila
limpa membesar, satu dari beberapa

penyebab seperti

hipertensi portal,

penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar


tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal
mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit
ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena
portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi
kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura,
berat badan rendah, dan gangguan organ lain.8,9

c. Pemeriksaan Penunjang
Darah
Panel hati (alanine transferase, aspartate transaminase, alkaline
phosphatase, GGT, Bu, Bc) Darah tepi
Faal hemostasis
1-Antitrypsin dan phenotype
Kadar asam amino
20

Kadar asan empedu


Kultur bakteri RPR
Endokrin (indek tiroid)
Amonia Glukosa
Indeks zat besi
Hepatitis B surface antigen IgM Total
Kultur virus
Urine
Zat-zat reduksi
Asam organik
Succinylacetone
Metabolit asam empedu
Kultur bakteri
Kultur virus (CMV)
Pencitraan Ultrasound (patensi saluran empedu, tumor, kista, dan
parenkim hati)
Biopsi hati
Evaluasi histologi
Mikroskop Elektron
Enzim dan analisa DNA
Kultur

21

Kolestasis yang di alami oleh pasien pada kasus ini adalah kolestasis
Ekstrahepatik di mana dari hasil anamnesis ibu pasien memilki riwayat penyakit
kuning, feses berwarna oranye dan dari hasil USG abdomen di dapatkan bahwa
adanya hepatomegali ringan dengan stasis biliaris dengan ekstrahepatal. Berdasarkan
teori kolestasis terbagi atas dua yaitu intrahepatic bila penyumbatan terjadi antara sel
hati dan duktus koledokus dan ekstrahepatik bila sumbatan terjadi di dalam duktus
koledokus.8,9

22

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan tatalaksana kolestasis Ekstrahepatik adalah:
a. Memperbaiki aliran empedu dengan cara
- Mengobati etiologi kolestasis dengan medikamentosa pada kolestasis
hepatoselular yang dapat diobati berdasarkan penyebabnya, seperti yang
tertera pada tabel di bawah ini:
Penyebab
Infeksi
Toksoplasma
Sitomegalovirus
Herpeks Simpleks
Sifiis
Sepsis/infeksi bakteri lain
Tuberculosis
Toksik
Nutrisi parenteral total

Tatalaksana Spesifik
Spiramisin
Gancyclovir, bila berat
Acyclovir
Penicillin
Antibiotic yang sesuai
OAT (4 jenis tanpa ethambutol)
Asupan oral, metronidazole, ursodeoksikolat.

Menstimulasi aliran empedu dengan


Fenobarbital

23

Bermanfaat sebagai antipruritus dan dapat mengurangi kuning. Mekanisme


kerjanya yaitu meningkatkan aliran empedu dengan cara menginduksi enzim
UDP-glukoronil transferase, sitkrom P-450 dan Na+ K+ ATP-ase. Tetapi pada bayi
jarang dipakai karena efek sedasinya dan mengganggu metabolisme beberapa
obat diantaranya vitamin D, sehingga dapat mengeksarsebasi rickettsia. Dosis 310 mg/kgBB/haridi bagi dalam dua dosis.9,10
Asam ursodeoksikolat
Asam empedu tersier yang mempuyai sifat lebih hidrofilik serta tidak
hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder
sehinngga merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik. Selain
itu asam ursodeoksikolat ini merupakan suplemen empedu entuk absorpsi lemak.
Khasiat lainnya adalah sebagai hepatoprotektor karena antara lain dapat
menstabilkan dan melindungi membran sel hati serta sebagai bile flow inducer
karena meningkatkan regulasi sintesis dan aktivitas transporter pada membran sel
hati. Dosis 10-20 mg/kgBB/hari. Efek samping: diare hepatotoksik.9,10
b. Nutrisi
Kekurangan energy protein (KEP) sering terjadi sebagai akibat dari kolestasis
(terjadi pada lebih dari 60% pasien). Steatorrhea sering terjadi pada bayi dengan
kolestasis. Penurunan ekskresi asam empedu menyebabkan gangguan pada
lipolysis intraluminal, solubilisasi dan absorbsi trigliserid rantai panjang. Maka
pada bayi dengan kolestasis diperlukan kalori yang lebih tinggi dibanding bayi
normal untuk mengejar pertumbuhan. Karena itu untuk menjaga tumbuh kembang
bayi seoptimal mungkin dengan terapi nutrisi digunakan formula spesial dengan
24

jumlah kalori 120%-150% dari kebutuhan normal serta vitamin, mineral dan
trace elemen.9,10
- Formula MCT (medium chain triglyceride) karena relatif lebih larut dalam
air sehingga tidak memerlukan garam empedu untuk absorpsi dan
-

menghindarkan makanan yang banyak mengandung cuprum (tembaga).


Kebutuhan kalori pada umumnya dapat mencapai 125% kebutuhan bayi
normal sesuai dengan berat badan ideal. Kebutuhan rotein: 2-3

gr/kgBB/hari.
Vitamin yang larut dalam lemak
A
: 5000-25000 U/hari
D3
: Calcitriol: 0,05-0,2 ug/kgBB/hari
E
: 2,5 -5 mg/2-7x/minggu
K
: K1 2,5-5 mg/2-7x/minggu
- Mineral dan trace elemen: Ca, P, Mn,Zn, Selenium, Fe.

c. Terapi komplikasi yang sudah terjadi


Misalnya hyperlipidemia/xantelasma dengan kolestipol dan pada gagal hati serta
pruritus yang tidak teratai adalah transplantasi hati.
d. Dukungan psikologis dan edukasi keluarga terutama untuk penderita dengan
kelainan hati yang progresif yang memerlukan transplantasi hati.
10. PROGNOSIS
Tergantung penyakit dasar, prognosis umumnya baik yaitu 60% sembuh pada
kasus sindrom hepatitis neonatal yang sporadik, sementara pada kasus yang
bersifat familial, prognosisnya buruk (60% meninggal). Prognosis hepatitis
neonatal idiopatik biasanya baik dengan mortalitas sebesar 13%-25%. Prediktor
untuk prognosis yang buruk adalah: kuing hebat yang berlangsung lebih dari 6
bulann, tinja dempul, riwayat penyakit dalam keluarga, hepatomegali persisten
dan terdapatnya inflamasi hebat pada hasil biopsy hati.9,10

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Roberts EA. The jaundiced baby. In: Deirdre A Kelly. Disease of the liver and
biliary system 2nd Ed. Blackwell Publishing 2004, 35-73.
2. A-Kader HH, Balisteri WF. Neonatal cholestasis. In: Behrman, Kliegman, Jenson.
Nelson Textbook of Pediatrics 17th Ed. Saunders, 2004;1314-19.
3. Mieli-Vergani G, Howard ER, Portmann B, et al. Late referral for biliary atresiamissed opportunities for effective surgery. Lancet i. 2009:421-423.
4. Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin
Perinatol. 2002;29:159-80.
5. Suchy FJ. Approach to the infant with cholestasis. In: Suchy FJ Liver disease in
children. St Louise: Mosby-Yearbook. 2008:399-55.
6. Yoon PW, Bresee JS, Olney RS, et al. Epidemiology of biliary atresia: A
population-based study. Pediatrics. 2007;99:376.
7. Dick MC, Mowat AP. Hepatitis syndrome in infancy-an epidemiologic survey
with 10 year follow up. Arch Dis Child. 1985;60:512-16.
8. Arief S. The profile of cholestasis in infancy. J Pediatr Gastroenterol Nutr.
2004;39:suppl 1 S188.
9. Haber BA. Biliary atresia. Gastroenterol Clin North Am. 2003;32:891-911.
10. Hart MH, Kaufmann SS, Vanderhoof JA et al. Neonatal hepatitis and extrahepatic
biliary atresia associated with cytomegalovirus infection in twins. Am J Dis
Children. 1991;145:302-305.

26

Anda mungkin juga menyukai