Jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya padausia reproduksi.
Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksiperinatal dari ibunya. Laporan CDC (
Central for Disease Control) Amerika memaparkan bahwa seroprevalensi HIV pada ibu prenatal
adalah 0,0%-1,7%,pada saat persalinan 0,4%-2,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang
biasamenggunakan narkotika intravena. Berbagai penelitian menunjukkan bahwakehamilan
dapat memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV.Sebaliknya, risiko tentang hasil
kehamilan pada penderita infeksi HIV masihmerupakan tanda tanya. Transmisi vertikal virus
AIDS dari ibu kepada janinnyatelah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui, kapan
transmisi perinataltersebut terjadi. Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan
bahwarisiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadimelalui
plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupundemikian WHO
menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinyamengingat manfaat ASI yang
lebih besar dibandingkan dengan risiko penularanHIV.1
Infeksi oleh virus penyebab defisiensi imun merupakan masalah yangrelatif baru,
terutama pada anak. Masalah ini pertama kali dilaporkan di Amerikapada tahun 1982 sebagai
suatu sindrom defisiensi imun makin meningkat secararelatif cepat disertai angka kematian yang
mencemaskan, maka dilakukanlahpengamatan dan penelitian yang intensif sehingga akhirnya
penyebab defisiensiimun ini ditemukan. Penyebab defisiensi imun ini adalah suatu virus
yangkemudian dikenal dengan nama human immunodeficiency virus tipe-1
(HIV-1),pada tahun 1985. Pada pengamatan selanjutnya, ternyata bahwa infeksi HIV-1 inidapat
menimbulkan rentangan gejala yang sangat luas, yaitu dari tanpa gejalahingga gejala yang sangat
berat dan progresif, dan umumnya berakhir dengankematian. Dengan meningkat dan menyebarnya
kasus defisiensi imun oleh virus ini pada orang dewasa secara cepat di seluruh dunia, apabila
kasus tersebut tidak mendapat perhatian dan penanganan yang memadai, dalam waktu dekatdiperkirakan
jumlah kasus defisiensi imun pada anak juga akan meningkat.2
Secara keseluruhan, infeksi pada wanita meningkat, dan proporsi wanitadan gadis remaja
yang terinfeksi meningkat tiga kali lipat dari 7 menjadi 23persen dari tahun 1985 sampai 1998.
Sejak saat itu, prevalensi penyakit yangmematikan ini meningkat di seluruh dunia hampir secara
geometris. Di AmerikaSerikat sampai tahun 1998, Fauci (1999) menyebut sekitar 650.000
sampai900.000 orang terinfeksi dan hampir setengah juta meninggal. Pada tahun 1994,kematian
akibat infeksi HIV menjadi penyebab utama kematian pada orangberusia 25 sampai 44 tahun.
Seperti diperkirakan, infeksi perinatal jugameningkat. Sampai tahun 1993,Centers for Disease
Control and Prevention memperkirakan bahwa di Amerika Serikat 15.000 anak terinfeksi HIV
lahir dariwanita positif HIV.3
atau infeksi kongenital melainkan oleh human immunodeficiency virus. 2 Kausa sindrom
imunodefisiensi ini adalahretrovirus DNA yaitu HIV-1 dan HIV-2.3
2.2. Etiologi
Penyebab dari virus ini adalah dari retrovirus golongan retroviridae, genuslenti virus. Terdiri
dari HIV-1 dan HIV-2. Dimana HIV-1 memiliki 10 subtipeyang diberi dari kode A sampai J dan
subtipe yang paling ganas di seluruh duniaadalah grup HIV-1.4
2.3. Cara Penularan 5
Kita masih belum mengetahui secara persis bagaimana HIV menular dariibu ke bayi.
Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinyalahir). Selain itu, bayi yang
disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertularHIV. Hal ini ditunjukkan dalam gambar
berikut:
Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayiterinfeksi HIV. Yang
paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus yangada di dalam darah) ibunya. Oleh
karena itu, salah satu tujuan utama terapi adalahmencapai viral load yang tidak dapat terdeteksi
seperti juga ART untuk siapa punterinfeksi HIV.Viral load penting pada waktu melahirkan.
Penularan dapat terjadidalam kandungan yang dapat disebabkan oleh kerusakan pada plasenta,
yangseharusnya melindungi janin dari infeksi HIV. Kerusakan tersebut dapatmemungkinkan
darah ibu mengalir pada janin. Kerusakan pada plasenta dapatdisebabkan oleh penyakit lain pada
ibu, terutama malaria dan TB.
Namun risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan, karena bayitersentuh oleh darah
dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran. Jelas, jangka waktu antara saat pecah
ketuban dan bayi lahir juga merupakan salah satufaktor risiko untuk penularan. Juga intervensi
untuk membantu persalinan yangdapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat meningkatkan
risiko. Karena air susuibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV mengandung HIV, juga ada risiko
penularanHIV melalui menyusui.
Faktor risiko lain termasuk kelahiran prematur (bayi lahir terlalu dini) dankekurangan
perawatan HIV sebelum melahirkan. Sebenarnya semua faktor risikomenunjukkan satu hal, yaitu
mengawasi kesehatan ibu. Beberapa pokok kunciyang penting adalah:
a. status HIV bayi dipengaruhi oleh kesehatan ibunya,
b. status HIV bayi tidak dipengaruhi sama sekali oleh status HIV ayahnya, dan
c. status HIV bayi tidak dipengaruhi oleh status HIV anak lain dari ibu
2.4. Faktor Risiko
Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dariibu ke bayi:
2.4.1. Faktor ibu dan bayi.6
a.Faktor ibuFaktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu kebayi
adalah kadar HIV (viral load ) di darah ibu pada menjelang ataupun saatpersalinan dan kadar
HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya,satu atau dua minggu setelah
seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepatsekali bertambah di tubuh seseorang.
Risiko penularan akan lebih besar jika ibu memiliki kadar HIV yang tinggipada menjelang
ataupun saat persalinan. Status kesehatan dan gizi ibu jugamempengaruhi risiko penularan HIV
dari ibu ke bayi. Ibu dengan sel CD4 yangrendah mempunyai risiko penularan yang lebih besar,
terlebih jika jumlah CD4kurang dari 200.
Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama kehamilan sertakekurangan vitamin dan
mineral, maka risiko terkena berbagai penyakit infeksi juga meningkat. Biasanya, jika ibu
menderita infeksi menular seksual atau infeksireproduksi lainnya maupun malaria, maka kadar
HIV akan meningkat.
Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jikaterdapat kadar CD4 yang
kurang dari 200 serta adanya masalah pada ibu sepertimastitis, abses, luka di puting payudara.
Risiko penularan HIV pasca persalinanmenjadi meningkat bila ibu terinfeksi HIV ketika sedang
masa menyusui bayinya
.b.Faktor bayi antara lain:
1.bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah,
2.melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, dan
3.bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya.
2.4.2. Faktor cara penularan
a.Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi.
b.Bayi menelan darah ataupun lendir ibu.
c.Persalinan yang berlangsung lama.
d.Ketuban pecah lebih dari 4 jam.
e.Penggunaan elektroda pada kepala janin,penggunaan vakum, forceps, dan episiotomi
f.Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran daripada ASI.
Masa kehamilan
Masa persalinan
Masa menyusui
Ibu baru terifeksi HIV
Ibu baru terinfeksi HIV
Ibu baru terinfeksi HIVIbu
memiliki infeksivirus, bakteri, parasit.Ibu mengalami pecahketuban lebih dari 4 jamsebelum
persalinan.Ibu memberikan ASIdalam periode yang lama.Ibu memiliki infeksimenular
seksual.Terdapat tindakan medisyang dapat meningkatkankontak dengan darah ibu ataucairan tubuh
ibu (sepertipenggunaan elektroda padakepala janin, penggunaanvakum atau forceps,
danepisiotomi.Ibu memberikan makanancampuran (mixed feeding )untuk bayi.Ibu
menderitakekurangan gizi.Bayi merupakan janinpertama dari suatu kehamilanganda (karena lebih
dekatdengan leher rahim/serviks)Ibu memiliki masalah padapayudara, seperti mastitis,abses, luka
di putingpayudara.Ibu memiliki korioamniositis(dan IMS yang tak diobatiatau infeksi
lainnya).Bayi memiliki luka dimulut.Tabel 1 Faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV
dari ibu ke bayi
Prong 4: memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibuHIV positif beserta
bayi dan keluarganya.
Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikanProng 1 dan Prong
2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi,diimplementasikan semua prong. Keempat prong secara nasional dikoordinir dandijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan
institusi kesehatan swastadan lembaga swadaya masyarakat.12
Pedoman baru dari WHO mengenai pencegahan penularan dari ibu ke bayi
( preventing mother-to-child transmission /PMTCT) berpotensi meningkatkanketahanan hidup
anak dan kesehatan ibu, mengurangi risiko (mother-to-child transmission/MTCT) hingga 5%
atau lebih rendah serta secara jelas memberantasinfeksi HIV pediatrik.13
Pedoman itu memberikan perubahan yang bermakna pada beberapatindakan di berbagai bidang.
Anjuran kunci adalah:
- ART untuk semua ibu hamil yang HIV-positif dengan jumlah CD4+ di bawah350 atau penyakit
WHO stadium 3 atau penyakit HIV stadium 4, tidak menunda mulai pengobatan dengan tulang
punggung AZT dan 3TC atautenofovir dan dengan 3TC atau FTC
.- Penyediaan antiretroviral profilaksis yang lebih lama untuk ibu hamil yangHIV-positif yang
membutuhkan ART untuk kesehatan ibu
.- Apabila ibu menerima ART untuk kesehatan ibu, bayi harus menerimaprofilaksis nevirapine
selama enam minggu setelah lahir apabila ibunyamenyusui, dan profilaksis dengan nevirapine
atau AZT selama enam mingguapabila ibu tidak menyusui
.- Untuk pertama kalinya ada cukup bukti bagi WHO untuk mendukungpemberian ART kepada
ibu atau bayi selama masa menyusui, dengan anjuranbahwa menyusui dan profilaksis harus
dilanjutkan hingga bayi berusia 12bulan apabila status bayi adalah HIV-negatif atau tidak
diketahui.
- Apabila ibu dan bayi adalah HIV-positif, menyusui harus didorong untuk paling sedikit dua
tahun hidup, sesuai dengan anjuran bagi populasi umum.13
Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalahmencegah penularan pada ibunya
dulu. Harus ditekankan bahwa bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif,
maka bayi juga tidak terinfeksiHIV. Status HIV ayah tidak mempengaruhi status HIV bayi.14
Hal ini dapat dijelaskan karena sperma dari penderita HIV tidak mengandung virus, yang
mengandung virus adalah air mani. Oleh sebab itu, teluribu tidak dapat ditularkan sperma. Jelas,
bila perempuan tidak terinfeksi, danmelakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom
dalam upaya membuatanak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila perempuan terinfeksi pada
waktutersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi laki-laki tidak dapatlangsung
menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kitamenghindari infeksi HIV pada
perempuan.14
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkanharus dicegah.
Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibudi bawah 1.000 agar bayi
tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risikokontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir
agar penularan tidak terjadi waktuitu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui
ASI. Dengan semuaupaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah
8%.14
Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Halini membutuhkan
peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan,pemberdayaan perempuan,
penyediaan informasi dan kondom,harm reduction,dan hindari transfusi darah yang tidak benarbenar dibutuhkan.14
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauhberbeda dengan
pencegahan infeksi HIV. ODHA perempuan yang memakai obatantiretroviral harus sadar bahwa
kondom satu-satunya alat KB yang efektif.Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah
satu sarana yang penting.14
BAB IIIKESIMPULAN
HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai olehadanya infeksi oportunistik
dan atau keganasan yang tidak disebabkan olehdefisiensi imun primer atau sekunder atau infeksi
kongenital melainkan oleh human immunodeficiency virus. Penyebab dari virus ini adalah dari
retrovirusgolongan retroviridae, genus lenti virus.Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2.Masih belum
diketahui secara pasti bagaimana HIV menular dari ibu kebayi. Namun, kebanyakan penularan
terjadi saat persalinan (waktu bayinya lahir).Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV
dapat juga tertular HIV. Adabeberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi
terinfeksi HIV.Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus yang ada di
dalamdarah) ibunya.Namun, risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan karenabayi
tersentuh oleh darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran.Jelas, jangka waktu
antara saat pecah ketuban dan bayi lahir juga merupakan salahsatu faktor risiko untuk penularan.
Juga intervensi untuk membantu persalinanyang dapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat
meningkatkan risiko. Karena airsusu ibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV mengandung HIV, juga
ada risikopenularan HIV melalui menyusui.Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
pemeriksaanserologi HIV. Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan
metodaELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay).Pemeriksaan ELISA
harusmenunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 test yangdilakukan, kemudiandilanjutkan
dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai metoda Western Blot ELISA yang
sangat sensitif danWestern Blot sangatspesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah
seseorang positif AIDS.Kita semua berhak untuk menikah dan mendapatkan keturunan.
MenjadiHIVpositif tidak mengurangi hak kita. Namun jelas tanggung jawab kita jugalebih besar.
Kita pasti ingin supaya anak kita tidak terinfeksi HIV, dan adabeberapa cara untuk mengurangi
risiko ini. Selain itu, kita pasti ingin tetap sehat
agar dapat membesarkan anak kita. Cara terbaik untuk memastikan bahwa bayikita tidak
terinfeksi dan kita tetap sehat adalah dengan memakai terapiantiretroviral (ART). Perempuan
terinfeksi HIV di seluruh dunia sudah memakaiobat antiretroviral (ARV) secara aman waktu
hamil lebih dari sepuluh tahun. ARTsudah berdampak besar pada kesehatan perempuan terinfeksi
HIV dan anaknya.Oleh karena ini, banyak dari mereka yang diberi semangat
untuk mempertimbangkan mendapatkan anak
3
4
5
6
7
8
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Penyakit Menular. Dalam:Wiknjosastro
H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo d/a Bagian Kebidanan danKandungan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006; 556
.Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Human ImunodeficiencyVirus.
Dalam: Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Buku AjarInfeksi & Pediatri
Tropis. Edisi ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008; 243-247
Cunningham F G, Gant N F, Leveno K J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom,K D.
Penyakit Menular Seksual. Dalam: Cunningham F G, Gant N F, LevenoK J, Gilstrap L C,
Hauth J C, Wenstrom, K D. Obstetri Williams. Jakarta:EGC. 2006; 1677-1678.
Anonim. Etiologi HIV/AIDS. Dalam Petunjuk penting AIDS. Cetakan I.Jakarta: EGC.
1996.
Green WC. Latar belakang dan masalah umum. Dalam: Green WC (eds).HIV, kehamilan,
dan kesehatan perempuan. Yayasan spiritia, Jakarta; 2009:4-6.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.Faktor risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi. Dalam: Pratomo H. et al. (eds).Pedoman pencegahan
penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: DepartemenKesehatan RI, 2006; 13-16.
Samsuridjal D. Gejala-gejala infeksi HIV/AIDS. Dalam kumpulan Artikeldan Makalah
untuk Pelatihan Penatalaksanaan HIV/AIDS di RS provinsisumatera Utara. Medan; 2002.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.Informasi
umum. Dalam: Pratomo H. et al. (eds). Pedoman pencegahanpenularan HIV dari ibu dan
bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006;10-12
9. Lubis, Imran. Pemeriksaan Laboratorium untuk HIV, dalam AIDS padaCermin Dunia
Kedokteran No.75, 1992. Pusat Penelitian Penyakit Menular,Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I.,Jakarta.
10. Isselbacher, J Kurt. dkk. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison.Editor: Ahmad H.
Asdie. Volume 4, Edisi 13. Jakarta: EGC. 2000.
11 Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom,KD. Penyakit
menular seksual. Dalam: Cunningham FG, Gant NF, LevenoKJ, Gilstrap LC, Hauth JC,
Wenstrom, KD. Obstetri Williams. EGC, Jakarta;2006; 1680-1681.
12. Jaringan pencegahan HIV dari ibu ke anak. Kebijakan PMTCT Indonesia:PMTCT.net;
2008. h.1.
13. Anonim. Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi terbaru dariWHO. 2006.
Diunduh dari:http://marhendraputra.co.cc/info-sehat/329-pedoman-pencegahan penularan-hivdari-ibu-ke-bayi-terbaru-dari-who-.html(Diakses tanggal 29 April 2012).
14. Yayasan Spiritia. Pencegahan penularan dari ibu-ke-bayi. (PMTCT). 2008.Diunduh
dari:http://spiritia.or.id/cst/showart.php?cst=mtct[Diakses tanggal29 April 2012)