PENDAHULUAN
Diskusi kasus 1 modul Endokrin Metabolik dan Gizi (EMG) dengan topik Seorang lakilaki yang mengeluh sering merasa kesemutan dan sakit kepala diadakan sebanyak dua sesi. Sesi
pertama diadakan pada tanggal 19 September 2011, pukul 13.00 WIB dan berakhir pukul 14.35
WIB. Diskusi kasus kali ini diketuai oleh saudara Malvin Geovanni dan Lady Diana sebagai
sekretaris. Dr. Sajuti Jandifson, MS selaku tutor datang tepat waktu dan memulai diskusi dengan
mengabsen kelompok setelah itu membagikan skenario kasus. Setelah skenario kasus dibagikan,
pada peserta diskusi mulai membahas masalah dan hipotesis kemungkinan penyakit yang diderita
oleh pasien berdasarkan data yang ada. Peserta terlihat cukup aktif dan semua ikut berpartisipasi
memberikan pendapatnya dalam diskusi.
Diskusi kasus 1 sesi kedua diakan pada tanggal 21 September 2011 pada pukul 08.05
WIB dan berakhir pukul 09.50 WIB. Tutor sesi kedua sama seperti pada sesi pertama yaitu Dr.
Sajuti Jandifson, MS. Ketua diskusi kali ini adalah saudara Marco Indrakusumah dan yang
bertugas sebagai sekretaris adalah saudari Maria Ulfa. Peserta cukup aktif dalam berdiskusi dan
mengungkapkan pendapatnya. Diskusi pun selesai setelah ditentukannya tata laksana dan
prognosis pada pasien yang ada di dalam skenario kasus.
BAB II
LAPORAN KASUS
A.
Kasus Pasien
Kasus sesi 1:
Ke RS tempat saudara bekerja sebagai dokter poliklinik umum, datang Tn. Hadi, 42 tahun
dengan keluhan sering merasa semutan. Badannya juga makin gemuk karena katanya ia
jarang berolahraga. Ia pun mengeluh cepat lelah, dan sering sakit kepala terutama pagi hari
saat bangun tidur.
Pada pemeriksaan awal didapatkan :
TB : 160 cm
BB : 85 kg
TD : 145/100 mmhg
Nadi : 88 x/menit, vol. Sedang, reguler, suhu 36,8 C
Gula darah sewaktu 210 mg/dl
Tn.Hadi tampak gemuk dengan perut membuncit. Pada kelopak mata atas sebelah kiri
tampak benjolan kekuningan sebesar kacang hijau.
Kasus sesi 2:
Pada anamnesis lanjutan, Tn. Hadi mengeluh sebagai tambahan, nyeri di pangkal ibu jari
kaki kirinya sejak 3 hari yang lalu, tapi sekarang sudah membaik.
Pada pemeriksaan fisik Tn. Hadi, didapatkan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
kelainan getah bening leher. Tidak ada kelainan pada pemeriksaan jantung dan paru.
Abdomen :
nyeri tekan (-), bising usus normal, shifting dulness (-), lingkar perut 114
cm
Hepar : teraba 1 jari b.a.c, kenyal, tepi tajam, permukaan licin, nyeri tekan (-)
Lien : tak teraba
Ekstremitas :
terdapat pembengkakan pada sendi pangkal ibu jari kaki kiri dan masih
Hb : 11,5 g%
Lekosit : 6.200/mm3
Trombosit : 212.000
LED : 45 mm/jam
- SGOT : 78 u/L
-
SGPT : 86 u/L
- GD puasa : 145 mg/dl
- HBA1C : 8%
Kolesterol LDL :
- Kolesterol total : 292 mg/dl
- Ureum : 40 mg/dl
BJ : 1015
B.
pH : 6
Protein : +1
Glukosa : (-)
Sedimen : Eritrosit : 5 6 /LPB
Lekosit : 10 15 /LPB
C.
Dasar
Hipotesis
Kesemutan
Obese central
Asupan berlebihan
Jarang olahraga
Anamnesis pasien
cepat lelah
Insulin krang bekerja ,
otot kurang asupan energi
Hipertensi
GDS>200
berkolesterol
Idiopatik
Faktor insulin
sepertiresistensi insulin
Idiopatik
Rongga dada menyempit
karena obese
Metabolisme meningkat
pasien
Pernapasan hipernoe
sebelah kiri
lebih
Xantelasma = penimbunan
lemak dibawah kulit
pagi hari
kaki
postural
Adanya inflamasi disekitar
pangkal ibu jari kaki
Penurunan Hb
Pemriksaan Laboratorium
Kelainan hepar
anemia
darah
Peningkatan LED
Pemeriksaan laboratorium
Penyakit kronis
darah
Peningkatan enzim hati
Pemeriksaan laboratorium
Kerusakan hepar
darah
Peningkatan gula darah
Laboratorium darah
Hiperglikemia
Peningkatan kolesterol
Pemeriksaan laboratorium
Dislipidemia
kolesterol
Pemeriksaan laboratorium
Adanya gout
darah
Peningkatan sedimen urin
Pemeriksaan laboratorium
Gangguan ginjal
urin
D.
Anamnesis
1. Identitas pasien
Nama
: Tn. Hadi
Umur
: 42 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: -
Pekerjaan
: -
2. Keluhan utama
3. Keluhan tambahan
5. Riwayat Keluarga
:-
6. Riwayat pengobatan
:-
7. Riwayat kebiasaan
Pembahasan anamnesis :
Daftar
Dasar
Hipotesis
Masalah
Sering
Kesemutan
(Parestesi)
gemuk
meningkatnya lipogenesis
energi.
Sakit Kepala
Pagi hari
dihubungkan dengan
vaskuler otak.
Nyeri pada
1. Gout Artritis
kaki
tubuh.
2. Trauma
Faktor truma juga tidak dapat
dilepaskan dari penyebab nyeri sendi.
E.
Pemeriksaan Fisik
Jenis Pemmeriksaan
Tekanan darah
Hasil Pemeriksaan
Normal
Tanda Vital
145/100 mmHg
<12/<80 mmHg
Interpretasi
Meningkat.
Menurut
Klasifikasi
tekanan
Nasional
Committe
on
Prevention, Detection,
Evaluation of High
Blood Pressure/ JNC
VII,
Tn.
menderita
Hadi
hipertensi
derajat 1.
Nadi
88x/menit,
volume 60-100x/menit
Suhu
Pernafasan
sedang, regular.
36,8 0 C
24x/menit
36,5-37,2 O C
16-20x/menit
Normal
Normal
Meningkat.
Peningkatan frekuensi
nafas
pasien
disebabkan
obese
karena
central
diderita
dapat
yang
pasien.
ini
dikompensasi dengan
hiperpnoe seperti yang
dialami oleh pasien.
Antopometri
BB : 85 kg
TB : 160 cm
33,20 kg/m2
kg/m2
dinyatakan
kilogram)
meter),
skala
yang
BMI
didapatkan
klasifikasi
Tn.
menderita
Hadi
obesitas
tingkat 1.
Kepala
Mata
kiri
benjolan
Pasien
kekuningan
dicurigai
menderita
Leher
mata.
Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran Normal
kelenjar
tiroid
dan kelenjar
tiroid
getah
dan
bening
leher
leher
Thorax
Jantung & Paru
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Normal
Abdomen
Perut
Nyeri tekan (-), bising Nyeri tekan (-), bising Lingkar
perut
pasien
usus normal, shifting usus normal, shifting melebihi batas normal. Tn.
dullness
(-),
menderita
pria.
central)
obesitas
(obesitas
yang
ditandai
dan
lingkar
berhubungan
Teraba
kenyal,
jari
tepi
Lien
Ekstremitas
pembengkakan
komplikasi
metabolic.
b.a.c, Tidak teraba dan tidak Terdapat kelainan
tajam, nyeri tekan
hepar.
dan
Pasien
pada
dicurigai
pada pembengkakan
pada diduga
Pasien
menderita
gout
sendi pangkal ibu jari sendi pangkal ibu jari arthritis akut karena terjadi
kaki kiri dan masih kaki kiri dan tidak pembengkakan
tampak
sedikit tampak
pada pembengkakan
Edema -/-
pada
ada dan
tampak
pada namun
kemerahan
tidak
ada
lain.
Keadaan
ini
mmHg. Menurut Klasifikasi tekanan darah berdasarkan The Seventh Report of The Joint
Nasional Committe on Prevention, Detection, Evaluation of High Blood Pressure/ JNC
VII, Tn. Hadi menderita hipertensi derajat 1.1
Tekanan darah
Sistolik (mmHg)
Normal
< 120
dan
< 80
Pre hipertensi
120 139
atau
80 90
Hipertensi derajat 1
140 159
atau
90 99
atau
> 100
Hipertensi derajat 2
>160
Diastolik (mmHg)
Klasifikasi
Berat Badan kurang
BMI (kg/m2)
<18,5
Kisaran normal
Berat badan lebih
Pra-Obesitas
Obesitas tingkat 1
Obesitas tingkat 2
Obesitas Tingkat 3
F.
18,5 - 29,4
>25
25,0 - 29,9
30 - 34,9
35,0 - 39,9
>40
Pemeriksaan Laboratorium3
Jenis Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Trombosit
LED
Hasil Pemeriksaan
Normal
Darah
11,5 g%
13-18 g%
3
6200/mm
5000-10000/mm3
212.000
150.000-450.000
45 mm/jam
0-10 mm/jam
Interpretasi
Menurun
Normal
Normal
Meningkat. LED yang
tinggi
dapat
terjadi
SGOT
78 u/L
5-40 u/L
SGPT
86 u/L
5-41 u/L
145 mg/dl
<110 mg/dl
pemeriksaan
dimana
hepar
diabetes
karena
210
mg/dl
8,5 mg/dl
juga.
Meningkat.
3,4-7 mg/dl
HBA1C
mencerminkan
kondisi glukosa darah
2-3 bulan sebelumnya.
Keadaan hiperglikemi
menyebabkan
peningkatan HBA1C.
Hal ini menunjukkan
bahwa
pasien
menderita
diabetes
melitus.
Kolesterol total
Trigliserida
Kolesterol HDL
Ureum
Kreatinin
292 mg/dl
270 mg/dl
35 mg/dl
40 mg/dl
1,5 mg/dl
Kolesterol LDL
<200 mg/dl
<150 mg/dl
>45 mg/dl
20-40 mg/dl
0,6-1,2 mg/dl
Pasien
dislipidemia.
Normal
Meningkat.
menderita
Ureum
dan
untuk
menilai
peningkatan
dari
kreatinin
8,5 mg/dl
3,4-7 mg/dl
pemeriksaan
darah
pemeriksaan
didapatkan
fisik
adanya
tampak
sedikit
kemerahan.
Berat jenis
pH
Protein
1015
6
(+1)
Urin
1003-1030
4,5-8,5
(-)
Normal
Normal
Protein dalam urin umumnya
adalah
albumin
karena
Dengan
protein
+1
mengenai
permukaan
epitel
ginjal
sehingga
didapatkan
eritrosit
peningkatan
urin
yang
(-)
5-6/LPB
(-)
0-1/LPB
+1.
Normal
Meningkat. Hal ini diduga
terjadi
karena
terbentuknya
10-15/LPB
0-5/LPB
Pasien menderita DM
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil gula darah sewaktu 210 mg/dl yakni
>200 mg/dl, gula darah puasa >110 mg/dl, serta HBA 1C di atas nilai normal. Denagn
demikian Tn. Hadi menderita diabetes mellitus.
terbentuknya batu asam urat yang mengenai permukaan epitel ginjal sehingga didapatkan
peningkatan eritrosit urin yang menyebabkan adanya protein +1. Oleh karena itu,
dianjurkan untuk malakukan pemeriksaan lebih lanjut.
G.
Diagnosis
Pada kasus ini, pasien dapat di diagnosis menderita Sindrom Metabolik disertai
Hiperuricemia. Hal ini dapat dipastikan dengan melihat anamnesis yang dilakukan
secara aloanamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh pemeriksa, pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut:
a. Anamnesis
Pada kasus ini, anamnesis dapat dilakukan secara alloanamnesis karena pasien datang
dalam keadaan sadar. Pada anamnesis pasien, ditemukan:
Pasien merasa sering kesemuatan, hal ini dapat mengindikasikan bahwa adanya
hiperlipidemia pada pembuluh darah pasien yang dapat mengganggu aliran darah pasien
ke perifer.
Kesemutan yang dikeluhkan pasien juga dapat diakibatkan karena adanya gangguan
neuropati diabetik akibat diabetes melitus yang dialami pasien.
Pasien mengakui bahwa badannya makin gemuk dan malas berolahraga. Hal ini dapat
mengindikasikan adanya obesitas pada pasien.
Pasien merasa cepat lelah. Pasien yang cepat lelah dapat diakibatkan adanya gangguan
kardiovaskuler akibat dislipidemia. Hal ini juga dapat diakibatkan karena adanya
kelaianan insulin pada pasien, sehingga insulin pasien tidak dapat mensintesis glukosa
menjadi energi untuk kebutuhan otot.
Sakit kepala pada pagi hari yang dikeluhkan pasien dapat merupakan suatu indikasi
adanya sleep apnea akibat obesitas yang dialami pasien.
Keluhan nyeri pada pangkal ibu jari pasien merupakan suatu ciri khas adanya gout
arthritis yang pada umumnya menyerang sendi-sendi kecil.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan, ditemukan:
Pasien memiliki penghitungan BMI 33,2, dimana nilai ini sudah masuk ke dalam kategori
obesitas.
Pada pemeriksaan tekanan darah, ditemukan tekanan darah pasien 145/100, dimana
tekanan darah ini termasuk kategori hipertensi stadium I menurut Kriteria JNC VII.
Pemeriksaan pernafasan pada pasien ditemukan 24x/menit. Hal ini berarti terjadi
hiperpnoe pada pasien yang dapat disebabkan akibat obesitas pada pasien yang
mengakibatkan penekanan rongga dada pasien.
Pada pemeriksaan gula darah sewaktu, dapat dipastikan pasien mengalami hiperglikemia.
Perut membuncit yang tampak pada pasien dapat mengindikasikan adanya obesitas
sentral. Hal ini juga didukung dengan pemeriksaan lingkar perut pasien yang telah
melebihi nilai lingkar perut normal pada pria Asia.
Pasien mengakui adanya benjolan di sekitar mata. Benjolan ini diindikasikan merupakan
xanthelasma yang biasa terjadi karena adanya hiperlipidemia.
Pada pemeriksaan kelenjar tiroid, ditemukan kelenjar tiroid pasien dalam keadaan normal,
hal ini dapat menghilangkan kemungkinan penyakit akibat kelenjar tiroid.
Keadaan jantung dan paru yang normal juga dapat menghilangkan kemungkinan bahwa
penyakit yang di derita pasien telah memiliki komplikasi ke daerah paru-paru dan jantung.
Pada pemeriksaan hepar ditemukan hepar teraba dengan tepi yang tajam dan licin, hal ini
dapat mengindikasikan adanya fatty liver.
Pada ekstremitas terdapat pembengkakan pangkal ibu jari kaki yang masih memerah. Hal
ini menjelaskan bahwa proses inflamasi akibat adanya gour arthritis masih berlangsung
pada pasien ini.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan LED ditemukan peningkatan nilai LED, maka dapat dipastikan bahwa
telah terjadi penyakit kronis pada pasien.
Pemeriksaan enzim hepar, ditemukan peningkatan SGOT dan SGPT, hal ini mendukung
adanya kelainan hepar seperti yang ditemukan dalam pemeriksaan fisik pasien.
Pada pemeriksaan glukosa darah, ditemukan terdapat peningkatan gula darah puasa dan
HbA1C, hal ini dapat mengindikasikan adanya diabetes melitus yang telah berlangsung
krosnis.
Pemeriksaan kadar kolesterol ditemukan kolesterol total mengalami peningkatan dan
kadar kolesterol HDL mengalami penurunan. Hal ini dapat mengindikasikan adanya
hiperlipidemia.
Terjadi peningkatan kadar asam urat. Hal ini mendukung kecurigaan adanya gout yang
telah ditandai dengan adanya artritis pada pemeriksaan fisik pasien.
Terjadi peningkatan sedimen urin berupa eritrosit dan leukosit, hal ini dapat menunjukkan
adanya kelainan pada ginjal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas, pasien diketahui mengalami penyakit diabetes
melitus yang menjadi faktor resiko sindrom metabolik, obesitas, hipertensi, dislipidemia, maka,
pasien dapat dipastikan menderita sindroma metabolik. Pada pasien juga ditemukan adanya
hiperuicemia, sedangkan, gejala hiperuricemia bukan merupakan salah satu kriteria sindroma
metabolik, maka, pada kasus ini, pasien dapat di diagnosis menderita Sindroma Metabolik
disertai dengan Hiperuricemia.
H.
Patofisiologi
depot penyimpanan energi yang paling besar. Kelebihan energi yang tidak digunakan
disimpan dalam bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis. Jaringan lemak merupakan
trigliserida. Obesitas yang dialami pasien merupakan obesitas sentral yang pada penelitian
ternyata lebih menimbulkan resiko pada gangguan metabolik dan penyakit kardiovaskular.
Hubungan obeitas sentral dengan resistensi insulin dan dislipidemia dapat dijelaskan
patofisiologinya. Resistensi insulin pada oebsitas sentral diduga merupakan penyebab
sindrom metabolik. Insulin mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada
penyimpanan lemak maupun sisntesis lemak dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin
dapat menyebabkan terganggunya proses penyimpanan lemak maupun sintesa lemak. Hal
ini dapat dikaitkan pula dengan berbagai keluhan yang dialami pasien dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Sering sakit kepala terutama pada pagi hari.
Pada saat pasien tidur, dapat terjadi keadaan sleep apneu. Hal ini dikaitkan dengan posisi
yang menentukan aliran jalan napas. Pada orang obesitas, pada posisi tidur, aliran jalan
napas dapat mengalami suatu hambatan akibat akumulasi lemak abdomen (peningkatan
tekanan abdominal) dan penekanan pada daerah leher. Hal ini menyebabkan kurangnya
pasokan oksigen paa saat tidur termasuk ke otak. Akibatnya, pada pagi hari setelah pasien
bangun, akan terasa sakit kepala sebagai akibat dari hipoksia otak.
b. Hiperpnoe (pernapasan 24x/ menit pada pemeriksaan fisik)
Keadaan hiperpnoe pada pasien dapat dikaitkan dengan perutnya yang buncit akibat
obesitas sentral. Akumulasi lemak pada daerah abdomen menyebabkan tekanan
abdominal bertambah yang mengakibatkan rongga dada tertekan dan mengecil. Keadaan
teraba 1 jari bawah arcus costae dan pada pemeriksaan enzim hati ditemukan peningkatan
SGOT dan SGPT. Trigliserid yang tinggi juga berdampak pada xanthelasma pada pasien
yaitu benjolan berwarna kuning sebesar biji kacang hijau pada kelopak mata sebagai
deposit lipid.
3. Hipertensi
a. Hipertensi sebagai akibat obesitas
Jaringan adiposa merupakan sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi faktor pro dan
akti- inflamasi diantaranya adipokinektin. Adiopokinektin menurun pada kondisi obesitas.
Faktor adipokinektin ini dipercaya memiliki efek anti-aterogenik. Jika efek antiaterogenik menurun, kemungkinan terjadi ateroskeloris makin besar akibat LDL yang
meningkat oleh karena dislipidemia (telah dijelaskan di atas).
mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunkan
jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.
a. Sering kesemutan sebagai Keluhan tidak Khas DM
Kesemutan/ parestesia dapat disebabkan oleh neuropati diabetikum. Neuropati
disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosasorbitolfruktosa) akibat kekurangan
insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sobitol dan fruktosa serta penurunan
kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf
akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya
akson. Hal ini akan menimbulkan parestesia.
Hiperglikemia persisen merangsang produki radikal bebas oksidatif yang disebut Reactive
Oxygen Species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan
menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme
kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalam membrana basalis; trombosis
pada arteriol intraneural; peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas
eritrosit. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah saraf dan
peningkatan resistensi vaskuler yang menyebabkan stasis aksonal, pembengkakan dan
demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut.
b. Cepat lelah akibat kurangnya pasokan glukosa
Pasien mengeluhkan cepat lelah saat aktivitas yang mengindikasikan adanya defisit
substansi untuk membentuk energi. Pada pasein diabetes tipe 2, terjadi resistensi insulin.
Hal ini menandakan bahwa insulin tidak dapat berikatan dengan reseptor yang akan
menghasilkan sinyal untuk regulasi dan metabolisme glukosa dalam sel (otot) untuk
dijadikan sebagai sumber energi. Akibatnya, pasien cepat lelah saat aktivitas akibat
kurangnya glukosa pada otot. Selain itu, telah disebutkan bahwa hiperglikemia
menyababkan kerusakan mikro dan makrovaskular yang meningkatkan resistensi
vaskular. Hal ini menyebabkan sel (otot) tidak mendapat pasokan cukup oksigen yang
digunakan untuk respirasi sel membentuk energi yang berujung pada cepat lelah.
c. Badan makin gemuk sebagai Konsekuensi Penurunan Penggunaan Glukosa Intrasel
Pada pasien diabetes melitus terutama tipe 2, dapat mengakibatkan penignkatan berat
badan. Hal ini karena terjadi resistensi insulin sehingga terjadi hiperglikemia akibat
penurunan pemakaian glukosa oleh sel-sel. Hal ini menyebabkan defisiensi glukosa
intrasel yang menyebabkan nafsu makan meningkat sehingga timbul polifagia.
Pemasukan kalori yang berlebih tidak diiumbangi dengan aktivitas (pasien ini jarang
olahraga) sehingga menyebabkan badan makin gemuk.
d. Hipertensi sebagai Komplikasi Vaskular Diabetes
Hipertensi yang disebabkan oleh hiperglikemi kronik melalui berbagai jalur yang
menyebabkan disfungsi endotel. Beberapa teori yang daoat dihubungkan dengan insiden
hipertensi akibat DM yaitu :
1. Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan
makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dan
protein dari DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskular
akibat gangguan keseimbangan Nitrit Oksida (NO) dan prostaglandin.
2. Hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylgliserol (DAG) melaui jalur
glikolitik. Peningkatan konsentrasi DAG akan meningkatkan akivitas PKC. Baik
DAG maupun PKC berperan memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
3. Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemia
akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidied
lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol yang lebih bersifat aterogenik. Hal
ini didukung oleh adanya peningkatan asam lemak darah yang terjadi pada pasien
DM akibat tingginya lipolisis sebagai konsekuensi insulin yang tidak dapat bekerja
sebagai inhibitor lipolisis jaringan adiposa. Pada akhirnya, aterosklerosis dini mudah
terjadi pada pasien DM.
Beberapa keadaan di atas menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah yang
bermanifestasi pada hipertensi.
4. Artritis Gout
Pada pasien, terdapat keluhan nyeri dan bengkak sendi pada pangkal ibu jari
kirinya . Pada pemeriksaan lab ditemukan hiperuricemia. Hal ini mengindikasikan adanya
reaksi peradangan pada sendi yang disebabkan penimbunan kristal urat pada cairan sendi.
Pada proses inflamasi, kristal urat pada cairan sendi dianggap sebagai benda
asing. Pertahanan tubuh bereaksi terhadap keadaan ini dengan mengaktifkan sistem
komplemen. Sistem komplemen yang telah aktif menarik neutrofil dan pada proses
selanjutnya neutrofil memfagosit kristal urat. Setelah memfagosit, neutrofil lisis dan
mengeluarkan enzim lisosom. Enzim lisosom akan menimbulkan kerusakan jaringan dan
inflamasi. Selain neutrofil, kristal urat juga difagosit oleh monosit. Setelah memfagosit,
monosit mengeluarkan sitokin-sitokin berupa IL-1, TNF-a, IL-6 dan IL-8 sebagai faktor
peradangan.
I.
berakibat fatal. Manifestasi klinis yang akan ditemukan pada pasien ini yaitu terjadi
iskemi atau infark miokard kadang-kadang tidak disertai dengan nyeri dada yang khas
(angina pektoris) keadaan tersebut dikenal sebagai Silent Myocardial Infarction (SMI)
yang disebabkan oleh
4. Diabetes Melitus
Keto asidosis diabetik dan koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik merupakan
komplikasi akut/ emergensi Diabetes Melitus. Sindrom HHNK ditandai oleh
hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah
dehidrasi berat, hiperglikemia berat, dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan
atau tanpa adanya ketosis.5
5.
Gout
Semakin tinggi dan semakin lama kadar asam urat tersebut, semakin mungkin terjadinya
endapan Kristal di sel-sel dan jaringan terutama sendi dan ginjal. Nefropati gout akut
timbul sebagai akibat pengendapan Kristal asam urat pada sel-sel tubulus menyebabkan
sindrom gagal ginjal akut tipe olikosurik.
J. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah:
Target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu yang berisiko tinggi seperti
orang dengan diabetes atau gagal ginjal dengan proteinuria target tekanan
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai
target terapi masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi non
farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.
Terapi nonfarmakologis terdiri dari: 6
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
Latihan fisik
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
Terapi farmakologi
Untuk terapi farmakologis kami menganjurkan pemberian ACE Inhibitor.
Angiotensin II adalah suatu kimia yang sangat kuat yang menyebabkan otot sekitar
pembuluh darah untuk berkontraksi, sehingga menyempitkan pembuluh darah. Penyempitan
pembuluh darah meningkatkan tekanan dalam pembuluh darah menjadi tinggi, hal ini
menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi). Angiotensin II terbentuk dari angiotensin I
dalam darah oleh enzim angiotensin converting enzyme (ACE). ACE inhibitors adalah obatobat yang memperlambat (menghambat) aktivitas enzim ACE, yang mengurangi produksi
angiotensin II. Akibatnya, pembuluh darah memperbesar atau melebar, dan tekanan darah
berkurang. Hal ini dapat menurunkan tekanan darah, memudahkan bagi jantung untuk
memompa darah dan dapat meningkatkan fungsi curah jantung. Selain itu, progresivitas
penyakit ginjal karena tekanan darah tinggi atau diabetes dapat diperlambat.
Efek samping yang paling umum adalah, batuk, kalium darah tingkat tinggi, tekanan
Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada
perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi
bersama dengan diabetesi, sehingga perubahan pola makan yang dianjurkan dapat dengan mudah
dilaksanakan, realistik dan sederhana.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan
diabetesi antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik, dan
faktor usia. Masalah lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,
lingkungan, kebiasaaan, atau tradisi di dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan
petugas kesehatan yang ada.
Petugas kesehatan harus dapat menentukan jumlah, komposisi dan makanan yang akan
dimakan oleh diabetesi. Diabetesi harus dapat melakukan perubahan pola makan ini secara
konsisten baik dalam jadwal, jumlah,dan jenis makanan sehari-hari. Komposisi bahan makanan
terdiri dari makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak, serta mikronutrien yang
meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan
diabetesi secara tepat.
a. Perhitungan jumlah kalori
Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut,
dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dihitung berdasarkan IMT (indeks masa
tubuh) atau rumus Brocca.
dengan risiko
obesitas tipe I
obesitas tipe II
23-24,9
25-29,9
30
Pada kasus ini, berat badan tuan Hadi adalah 85 kg dan tinggi badannya adalah
160 cm. Sehingga berdasarkan hasil perhitungan IMT adalah 85 kg = 33,2.
1,62 m
Tuan Hadi tergolong orang yang mengalami obesitas tipe II.
1. Kebutuhan basal:
Laki-laki : BB idaman (kg) X 30 kalori
Wanita : BB idaman (kg) X 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
Umur diatas 40 tahun
Aktivitas ringan
(duduk-duduk, nonton televisi)
Aktivitas sedang
(kerja kantoran, ibu rumah tangga, dokter)
Aktivitas berat
(olahragawan, tukang becak)
Berat badan gemuk
Berat badan lebih
: -5%
: +10%
: +20%
: +30%
: -20%
: -10%
: +20%
: +10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar.
Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan
jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk mengubah pola makan ini secara
bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita.
Contoh:
Pasien seorang laki-laki berusia 42 tahun, tinggi badan 160 cm, berat badan 85kg.
Perhitungan kebutuhan kalori :
Berat badan ideal = (TBcm-100) kg 10%
(160-100) kg 10%
60kg- 10%
54 kg
Status gizi
= (BB aktual : BB ideal) x 100%
(85 kg : 54kg) x 100%
157,4 kg (termasuk kategori gemuk)
Jumlah kebutuhan kalori perhari :
- Kebutuhan kalori basal =BB ideal x 30 kalori
54 x 30 kalori= 1620 kalori
- Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20% = 20% x 1620 kalori = 324
-
kalori
Koreksi karena kelebihan berat badan dikurangi 20% = 20% x 1620
kalori= 324 kalori
Jadi total kebutuhan kalori per hari untuk penderita 1620 kalori + 324
kalori 324 kalori= 1620 kalori.
b. Latihan jasmani
Pengelolaan diabetes melitus mempunyai 4 pilar, yaitu: edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani, intervensi farmakologis. Aktivitas fisik merupakan salah satu dari
keempat pilar tersebut. Anjuran untuk melakukan kegiatan fisik bagi diabetesi telah
dilakukan sejak seabad yang lalu oleh seorang dokter dari dinasti sui di China, dan
manfaat kegiatan ini masih diteliti oleh para ahli hingga saat ini. Kesimpulan sementara
dari penelitian itu ialah bahwa kegiatan fisik diabetesi akan mengurangi risiko kejadian
kardiovaskular dan meningkatkan harapan hidup.
Prinsip latihan jasmani bagi diabetesi, persis sama dengan prinsip latihan jasmani
secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal seperti : frekuensi, intensitas, durasi, dan
jenis.
kemampuan
Aktivitas fisik
prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi
dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat, seperti jalan kaki, naik
sepeda, berenang dan lain-lain. Penting sekali agar jenis olah raga disesuaikan dengan
kemampuan dan kesenangan pasien, hal ini dilakukan agar aktivitas fisik tersebut
dilanjutkan terus-menerus.8
2. Farmakologis
Untuk terapi farmakologis kami memberikan asam lemak omega 3 karena menurunkan
sintesis VLDL dan kolesterol serta tidak ada efek samping seperti gangguan fungsi hati.
Kami tidak menganjurkan pemberian obat yang dapat menurunkan kadar trigliserid. Karena
obat ini bersifat hepatotoksik. Selain itu, bila penyakit DMnya terkendali maka kadar asam
lemak dan trigliseridnya juga akan turun.
Asam lemak omega 3
Minyak ikan kaya akan asam lemak omega-3 yaitu asam eicosapentaenoic (EPA) dan asam
docasahexaenoic (DHA). Minyak ikan menurunkan sintesis VLDL. Dengan demikian dapat
juga menurunkan kadar kolesterol. Obat ini dipasarkan dalam bentuk kapsul dengan dosis
yang tergantung dari jenis asam lemak omega-3. Dosis obat tergantung dari jenis kombinasi
asam lemak. Sebagai contoh maxepa yang terdiri atas 18% asam eicosapentanoic dan 12%
asam docasahexanoic diberikan dengan dosis 10 kapsul sehari.8
d. Penatalaksanaan Gout Artritis
pengobatan arthritis gout akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan
dengan obat-obat.
- Medikamentosa ,untuk arthritis gout akut:
1. Kolkisin oral
Dosis yang biasa diberikan sebagai dosis initial adalah 1 mg kemudian diikuti dengan
dosis 0.5 mg setiap 2 jam sampai timbul gejala intioksikasi berupa diare. Jumlah dosis
kolkisin total biasanya antara4-8 mg.
Kolkisin intravena
Dosis yang diberikan tunggal 3 mg, dosis kumulatif tidak boleh melebihi 4 mg dalam
24 jam.
2. Indometasin oral
150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu
berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang.
Dosis initial 50 mg dan diulang setiap 6-8 jam tergantung beratnya serangan akut.
Dosis dikurangi 25 mg tiap 8 jam sesudah serangan akut menghilang. Efek samping
yang paling sering adalah gastric intolerance dan eksaserbasi ulkus peptikum.
Indometasin rectal
Indometasin diabsorpsi baik melalui rektum. Tablet supositoria mengandung 100 mg
indometasin.Cara ini dapat dipakai pada serangan gout akut yangsedang maupun yang
berat, biasanya pada penderita yang tidakdapat diberikan secara oral.
3. Kortikosteroid oral atau parenteral dan ACTH diberikan apabila kolkisin dan OAINS
tidak efektif atau merupakan kontraindikasi.
-
Non-medikamentosa :
1. Edukasi : mengkonsumsi makanan rendah protein, Evaluasi kadar asam urat dalam
urin selama 24 jam setelah terapi nonfarmakologi diberikan yaitu diet rendah purin
dijalankan.
2. Menurunkan berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik.
J.
Prognosis
Ad Vitam
: Dubia ad Bonam
Karena walaupun pasien menderita penyakit yang membutuhkan pengobatan seumur
hidup seperti hipertensi dan DM, akan tetapi belum ada tanda-tanda gejala yang
mengancam jiwa. Selain itu, fungsi jantung dan paru pasien masih normal.
Ad Functionam
: Dubia ad Malam
Penyakit yang diderita pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikontrol agar tidak menjadi lebih parah. Oleh karena itu, kepatuhan pasien pada
BAB III
PEMBAHASAN
A. Komentar Kasus
Pada kasus pasien yang disajikan, kelompok kami merasa kesulitan dalam
menentukan diagnosis yang tepat untuk pasien ini. Hal ini, mungkin karena faktor banyaknya
masalah yang dialami pasien dalam kasus ini. Berbagai keadaan yang dialami pasien dalam
kasus ini membuat kelompok kami memiliki berbagai asumsi untuk menentukan keadaan
pasien yang sebenarnya terjadi, dan berbagi asumsi tersebut juga masih merupakan hipotesishipotesis yang belum dapat diperjelas.
Kelompok kami mengalami kesulitan dan memiliki beberapa pendapat yang masih
rancu saat mengetahui bahwa glukosa urin pasien ditemukan negatif. Padahal, menurut asumsi
awal kelompok kami, dengan meningkatnya kadar gula pada pasien, berarti, akan didapatkan
glukosa pada urin pasien. Begitu pula dengan ditemukannya sedimen pada pemeriksaan urin
pasien yang membuat kelompok kami harus mencari beberapa sumber lain.
B. Informasi yang Kurang
Pada kasus ini penyusun menemukan beberapa informasi yang kurang, dan seharusnya dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada pasien. Informasi tersebut dapat
didapatkan dengan:
a. Anamnesis Tambahan
Dilakukan anamnesis tambahan berupa:
- Riwayat penyakit sekarang :
1. Bagaimana karakteristik nyeri kepalanya,apakah unilateral, berdenyut, apakah terasa
2. Bagaimana pola makan sehari-hari dan apa makanan apa yang biasanya dikonsumsi?
3. Apakah pasien sering berolahraga, olahraga apa?
4. Apakah pekerjaan atau aktivitas yang biasanya dilakukan pasien ?
b. Pemeriksaan Penunjang Tambahan
1. USG liver
Menurut kelompok kami, perlu dilakukan pemeriksaan tambahan berupa USG
liver. USG liver perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis kelompok kami bahwa
kemungkinan Tuan Hadi mengalami fatty liver oleh karena dislipidemia yang dialaminya.
Apabila Tuan Hadi mengalami fatty liver, maka akan didapatkan pada pemeriksaan USG
gambaran liver hiperekoikyang disebabkan oleh infiltrasi lemak di hati.9
2. Aspirasi cairan sendi
Aspirasi cairan sendi perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa nyeri dan
pembengkakan di pangkal ibu jari kiri yang dialami oleh Tuan Hadi disebabkan oleh
serangan gout. Kami menduga pembengkakan pada pangkal ibu jari kaki Tuan Hadi
merupakan serangan gout karena kadar asam urat serum yang tinggi yaitu 8,5 mg/dl dan
lokasi nyeri yaitu dipangkal ibu jari kaki, biasanya serangan gout sering mengenai sendi
kecil seperti pangkal ibu jari kaki.
Apabila benar merupakan serangan gout, maka pada aspirasi cairan sendi akan
didapatkan gambaran kristal monosodium urat. Kristal MSU berbentuk batang dengan
ukuran sekitar 40 um (4 kali leukosit).10
creatinine dalam urin dan darah. Creatinine adalah hasil dari pemecahan dari creatine,
yaitu suatu bagian penting daripada otot. Tes ini dilakukan untuk membantu mengevaluasi
laju dan efisiensi dari kmampuan ginjal untuk memfiltrasi (melihat fungsi dari ginjal).
Urin yang digunakan untuk test merupakan urin 24 jam.
Apabila terdapat suatu penyakit yang mempengaruhi
glomerulus
dan
penatalaksanaannya dapat diberikan obat yang membuat sel-sel dalam tubuh lebih sensitif
terhadap insulin yang dihasilkan. Kadar normal C-peptide dalam tubuh adalah sebesar
0,17-0,90 mmol/L.12
c. Tinjauan Pustaka
1. Sindroma Metabolik
Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensitivitas jaringan
terhadap kerja insulin sehingga terjadi penungkatan sekresi insulin sebagai bentuk
kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum
timbulnya penyakit diabetes mellitus dan kardiovaskular lainnya. Sedangkan sindrom
resistensi insulin atau sindrom metabolik adalah kumpulan gejala yang lebih tinggi pada
indicidu tersebut. Resistensi insulin juga berhubungan dengan beberapa keadaan seperti
hiperurisemia, sindroma ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkoholik. Di US,
peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik.
Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia >
50 tahun sebesar 45%. pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan
peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia.
Beberapa Kriteria Sindrom Metabolik
Kriteria klinis
WHO (1998)
EGIR
Resistensi
TGT, GDPT,
TGT atau
insulin
DMT2, atau
GDPT.
sensitivitas
Ditambah
insulin
dari kriteria
dari kriteria
menurun.
berikut
berikut
kriteria berikut
Ditambah 2
berdasarkan
dari kriteria
IMT >
berikut
25kg/m2
IDF (2005)
Tidak ada
Berat badan
Pria: rasio
Pria: LP >
Pria: LP >
IMT > 25
LP yang
pinggang
94cm
102cm
kg/m2
meningkat,
Wanita: LP >
ditambah 2
Wanita: rasio
88cm
kriteria berikut
80cm
pinggang
pinggul > 0,85
atau IMT >
30kg/m2
Lipid
TG > 150
TG > 150
TG > 150
mg/dL atau
mg/dL atau
mg/dL
mg/dL
mg/dL atau
HDL-C <
HDL-C <39
35mg/dL
mg/dL
40 mg/dL
40 mg/dL
pengobatan TG
Wanita: < 39
mg/dL
C <50 mg/dL
C < 50 mg/dL
40 mg/dL
Wanita: HDLC < 50 mg/dL
atau dalam
pengobatan
HDL-C
>140/90
>130/85
> 130/85
>130 mmHg
mmHg atau
mmHg
mmHg
dalam
85 mmHg
pengobatan
diastolik atau
hipertensi
dalam
pengobatan
hipertensi
Glukosa
Lainnya
TGT,GDPT
TGT atay
>110 mg/dL
TGT atau
atau DMT2
GDPT (tetapi
(termasuk
GDPT (tetapi
(termasuk
bukan
penderita
bukan
diabetes)
diabetes)
diabetes)
diabetes)
Mikroalbumin
Kriteria
uria
resistensi
insulin lainnya
Keterangan:
LP
: Lingkar pinggang
IMT
Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih
memudahkan seorang klinisi untuk mengidentifikasi seorang dengan sindrom metabolik.
Sindrom metabolik ditegakkan apabila seorang memiliki sedikitnya 3 kriteria.
ETIOLOGI
Genetik
Didapat (persoalan gaya hidup)
- Kelebihan berat badan
- Gaya hidup santai
- Diet tinggi karbohidrat, rendah serat, tinggi lemak jenuh
- Merokok
PATOFISIOLOGI
Pengetahuan mengenai patofisiologi masing- masing komponen sindrom
metabolik sebaiknya diketahui untuk dapat memprediksi pengaruh perubahan daya hidup
dan medikamentosa dalam penatalaksanaan sindrom metabolik.
1. Obesitas sentral
Studi menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut
lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar
perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan viceral. Meski dikatakan
bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular,
hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas beresiko pada peningkatan kejadian
kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun
kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang
menjadi resistensi insulin dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu
tanpa obes. Interaksi faktor genetik dan suatu resistensi insulin maupun obesitas.
BMI
ASIA
BARAT (USA-National
Institute of Health)
1. Normal
18.5 22.9
18.5 24.9
2. Kelebihan BB (overweight)
23 24.9
25 29.9
3. Obesitas klas I
25 29.9
30 39.9
4. Obesitas klas II
> 30
35 39.9
> 40
Lingkar Perut
Asia
Barat
Laki-laki
> 90 cm
> 102 cm
Wanita
> 80 cm
> 88 cm
2. Resistensi Insulin
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh
ini belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin.
Pemeriksaan glukosa plasma puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa
puasa hanya dijumpai pada 10% sindrom metabolik.
3. Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan
trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun
mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan
konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas
ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi menunjukkan
baha peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan
oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.
Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi
transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan
konsentrasi trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga
dipikirkan terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL
Tekanan darah
Sistolik (mmHg)
Normal
< 120
dan
< 80
Pre hipertensi
120 139
atau
80 90
Hipertensi derajat 1
140 159
atau
90 99
atau
> 100
Hipertensi derajat 2
>160
Diastolik (mmHg)
PENATALAKSAAN
Kasus
Hipertensi, obesitas
Kepustakaan
Resistensi insulin, lingkar
sentral, dislipidemia
perut,
dislipidemia,
glukosa
hipertensi,
intolerance,
sitokin
proinflamatori.
Tidak
ada
Faktor resiko
Diabetes melitus
kesemutan
Diabetes melitus, coronary
Pemeriksaan Laboratotium
Glukosa urin -
Penatalaksanaan
Anamnesis
Tatalaksana
dislipidemia
dengan dislipidemia
keluhan
dengan
karena
mengalami
pasien
gangguan
hepar.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. In: Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th Edition. Jakarta: EGC; 2006.p.582-3.
2. Sugondo S. Obesitas. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Syam
AF, Masjoer A, et al (editor) . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.p. 1977-80.
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa Dan Diabetes Melitus. In: Price SA,
Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th Edition.
Jakarta: EGC; 2006.p.1260-3.
Update:
Jun
24,
2011.
Available
at:
DC.
Creatinine
clearance.
Update:
Oct
8,
2009.
Available
at:
C-peptide.
Update:
April
28,
2011.
http://labtestsonline.org/understanding/analytes/c-peptide/tab/test.
2011
Available
at: