Anda di halaman 1dari 5

Latar Belakang

Kebakaran hutan yang terjadi di pulau sumatra dan Kalimantan merupkan


bencana nasional. Kebakaran yang terjadi merupakan bencana yang perlu
penanganan serius. Kebakaran menyebabkan terjadinya asap dengan konsentrasi
sangat tinggi. Tingkat kepekatan asap bahkan mencapai kategori berbahaya bagi
kesehatan.
Sebaran asap membentng pada 70 % pulau Sumatra da 60% pulau
Kalimantan. Asap bahkan telah sampai ke negara tetangga semacam Sigapura dan
Indonesia. Hl ini menunjukkan asap yang ada berasal dari kebakaran hutan yang
begitu luas. Citra satelt menunjukkan bahwahampir semua Pulau Sumatera Pulau
Kalimantan, Negara Malaysia bagian selatan dan seluruh Negara Singapura
tertutup warna putih. Warna putih tersebut disinyalir merupakan asap yang terjadi
akibat kebakaran hutan.
Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan baik oleh masyarakat,
pemda, aparat bahkan pemerintah pusat. Namun hingga awal oktober 2015 ini
belum ada tanda tanda asap mereda, bahkan asap pada beberapa kota mulai
menebal. Upaya pemadaman bervariasi dari pemadaman secara manual dengan
menerjunkan personel aparat ke lapangan dan menggunakan alat yang cukup
canggih semisal penggunaan helikopter. Masing masing pemadaan tersebut
memilii keterbatasan.
Pemadaman menggunakan helikopter sangat mahal. Biaya sewa mencapai
60 juta rupiah per jam sewa. Jika kita menggantungkan penanggulangan dengan
cara ini dalam jangka panjang akan terlalu banyak menyedot agaran pemerintah
baik APBD maupun APBN. Pemadaman secara manual dengan menerjunkan
personel ke hutan memerlukan biaya murah. Tapi hal tersebut kurang efektif.
Ruang gerak personel tidak bisa sangat mobile. Pemetaan objek titik api menjadi
hal yang sangat diperlukan untuk model pemadaman manual ini. Sistem
pemindaian titik api yang telah ada pada umumnya kurang terdapat sentuhan
teknologi. Kebanyakan informasi titik api didapatkan dari informasi warga,
laporan masyarakat dan pengamatan secara visual personel. Model pemetaan yang
seperti ini tak jarang kurang akurat dan membuat personel kurang mempersiapkan
kebutuhan pemadaman yang diperlukan.
Kami berinisiatif untuk mengajukan ide tentang pembuatan pesawat nir
awak atau Unmaned Aerial Vehicle (UAV) guna membantu pemetaan titik api.
UAV ini dilengkapi dengan sensor asap yang mendeteksi kepekatan asap. UAV ini
memetakan spot asap menggunakan beberapa metode. Medote pertama adalah
menggunakan kamera (pegamatan dilakukan dari monitor user) dan metode kedua
menggunakan sensor asap yang ampu mendeteksi kepekatanasap yang lebih
tinggi.

UAV ASAP: wahana pemetaan titik api kebakaran hutan guna mengatasi bencana
asap
1. Prinsip Kerja:

Prinsip kerja dari pengujian ini berdasarkan pada kemungkinan terjadinya medan
magnet yang keluar dari benda uji (disebut leakage field, medan bocoran) karena
garis gaya medan magnet itu terpotong diskontinuiti yang terletak di permukaan
atau subsurface, sehingga medan bocoran ini dapat menarik partikel magnetik
berkumpul disekitar medan bocoran itu. Adanya partikel yang mengumpul inilah
yang menjadi indikasi adanya diskontinuiti.
Jika suatu batang magnetik mempunyai kutub-kutub (utara dan selatan) diujunujungnya, maka didalam garis gaya medan magnet mengalir dari selatan ke utara.
Jika batang itu patah maka ujung patahan terjadi kutub-kutub baru dan bila kedua
ujung didekatkan atau bahkan ditempelkan garis gaya akan tersambung tetapi ada
garis gaya yang keluar dari bendanya dinamakan leakage field. Sekalipun batang
tersebut tidak sampai patah, hanya retak saja, ditempat retakan juga dapat terjadi
medan bocoran. Adanya medan bocoran ini menyebabkan terjadinya kutub baru
sehingga dapat menarik partikel magnetic.
Diskontinuiti dalam hal ini meliputi 3 jenis, seperti :
a. Bawaan
Biasanya berhubungan dengan diskontinuitas yang ditemukan dalam
logam cari lebih sering ditemukan sebelum proses pengolahan logam baik
itu dalam material yang langsung diambil dari alam maupun material yang
diolah kembali menjadi bahan baku lewat proses fabrikasi. Biasanya
terjadi karena peleburan dan pembekuan.
b. Proses
Biasanya berhubungan dengan aneka

proses

manufaktur

seperti

permesinan, pembentukan, extruding, pengerolan, pengelasan, laku panas,


dan pelapisan. Contohnya saat proses pengelasan diluar tangki.
c. Diskontinuitas seris
Berhubungan dengan aneka kondisi pengoperasian seperti korosi
tegangan, kelelahan, dan erosi.
4. Prosedur
Prosedur pengujian yang dilakukan dimulai dengan membersihkan permukaan
objek yang akan diperiksa. Kemudian memagnetisasi objek yang akan diperiksa

agar dapat terjadi medan bocoran (bila ada diskontinuiti). Dalam memagnetisasi
yang harus diingat adalah medan magnet yang dibangkitkan sedapat mungkin
berpotongan (tidak sejajar) dengan arah diskontinuiti yang akan dicari. Kekuatan
medan magnet yang dibangkitkan oleh arus listrik tentunya tergantung kuat
arusnya, makin kuat arus yang digunakan makin kuat pula medan magnet yang
dihasilkan. Alat yang digunakan untuk memagnetisasi benda uji adalah Yoke.
Tahap selanjutnya setelah memagnetisasi benda uji ialah menebar partikel
magnetik pada permukaan yang diperiksa. Kemudian setelah beberapa saat hasil
pengujian dapat diketahui dengan mencari indikasi diskontinuiti.
5. Aplikasi
Dalam dunia perindustrian, nyata bahwa Non Destructive Test sangat aplikatif dan
diperlukan, terkhusus dalam pembahasan ini dengan metode Magnetic Particle
Inspection. Magnetic Particle Inspection

sering kali digunakan dalam

maintenance untuk menguji diskontinuitas pada logam, kekeroposan, serta


pengujian pada hasil pengelasan.
6. Real Aplikasi
Bentuk nyata dari aplikasi penggunaan pengujian Magnetic Particle Inspection
yang pernah dilakukan salah satu nya adalah inspeksi sambungan las pada H beam
roof structure tangka amoniak. Pengujian ini menjadi sangatlah penting mengingat
apabila terjadi kebocoran pada konstruksi tangki, maka akan terjadi kebocoran
Liquid Gas berbahan NH3 (amoniak) sangatlah berbahaya bagi lingkungan sekitar.
MPI menjadi metode pengujian pada konstruksi ini dikarenakan pengujian
menggunakan metode ini memiliki kemampuan yang cukup baik dan juga jika
ditinjau dari tingkat sensitivitasnya yang lebih baik dibandingkan dengan metode
metode lainnya, dimana bentuk sesungguhnya dari diskontinuitas yang ada dapat
dimunculkan dengan jelas. Mengingat biaya yang dikeluarkan untuk pengujian ini
dari segi alat, bahan kimia, dan ahli dalam inspeksinya menjadikan metode ini
relative lebih murah.

Dalam pengujian ini, inspeksi pada Roof Surface ini menggunakan metode Wet
Visible Continous yang berarti menggunakan metode basah yang diaplikasikan
pada suatu specimen bersamaan dengan mengalirknya arus magnetisasinya.
Berikut ini tahap tahap yang dilakukan dalam pengujian :
a. Harus melalui tahap Visual Inspection terlebih dahulu oleh Welding Inspector
b. Pre Cleaning
c. Apply White Contrast Paint
d. Apply AC Yoke and 7HF-MPI INK
Nyalakan AC/DC yoke, lalu benda kerja mulai di magnetisasi, magnetisasi benda
uji dimaksudkan agar benda uji dapat menarik serbuk ferromagnetik yang
nantinya serbuk ferromagnetik tersebut akan mendeteksi adanya cacat pada benda
uji tersebut. Seiring dengan dinyalakannya Yoke maka pengaplikasian 7HF pun
bersamaan dilakukan untuk memunculkandiskontiunitas yang terdapat pada hasil
pengelasan.
e. Inspection
Untuk meneliti bentuk cacat yang terdapat pada benda uji. Selain itu juga dari
hasil pengevalusian kita akan dapat menentukan apakah benda uji harus di
perbaiki atau tidak.
f. Interpretation
Untuk melihat dan menentukan langkah yang diambil untuk memperbaiki
diskontiunitas yang tampak setelah metode inspeksi dijalankan
7. Kelebihan dan Keterbatasan
Kelebihan dari metode magnetik particle ialah dapat mengetahui adanya retak
atau cacat yang ada pada dipermukaan dan subsurface pada bahan ferromagnetik.
Serta pengujian ini tidak mahal dan dapat dilihat mata langsung. Namun
percobaan ini memiliki keterbatasan yakni tidak dapat mendeteksi cacat pada
permukaan benda uji non ferromagnetik. Kemudian permukaan benda uji harus

tegak lurus dengan arah Yoke dan Yoke harus dipegang tanpa henti yang bisa
menyebabkan kram pada praktikan.

Anda mungkin juga menyukai