Tatalaksana Bayi Dari Ibu HIV
Tatalaksana Bayi Dari Ibu HIV
I Made Setiawan
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof DR. Sulianti Saroso, Jakarta
Abstak: Jumlah penderita HIV/AIDS pada anak dan bayi makin lama makin bertambah, karena
jumlah ibu hamil yang menderita penyakit HIV/AIDS juga bertambah. Sebagian besar anak/
bayi yang menderita penyakit HIV mendapat penularan vertikal dari ibu hamil terinfeksi.
Penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor risiko yang terdapat pada ibu. Ada berbagai
faktor risiko pada ibu yang mempermudah penularan vertikal kepada anak/bayi, di antaranya
kebiasaan ibu (perokok, peminum, pemakai obat terlarang, hubungan seks bebas tanpa
pelindung dll.), jumlah muatan virus di dalam plasma, infeksi penyakit yang ditularkan melalui
seks, cara persalinan (per vaginam, bedah saesar), trauma pada proses persalinan per vaginam,
dan pemberian ASI kepada bayi. Untuk mengurangi penularan vertikal dari ibu terinfeksi HIV/
AIDS, maka program tata laksana pencegahan penularan vertikal dari ibu ke bayi harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya, misalnya dengan menghindari serta menghilangkan faktor
risiko yang terdapat pada ibu, sambil memberikan obat profilaksis antiretrovirus kepada ibu
maupun bayinya.
Kata kunci: Penularan vertikal, HIV/AIDS, faktor risiko, pencegahan, profilaksis antiretrovirus.
488
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
Abstract: The number of HIV/AIDS infection in children is increasing, because the incidence of
HIV-infected pregnant women is also mounting. Most of the infant and children suffering from
HIV infection receive vertical transmission from HIV-infected mothers. The transmission of the
disease is effluent by risk factors in the HIV-infected mother. There are many risk factors that can
facilitate vertical transmission to infants, such as, mothers behaviors (cigarette smooking, alcohol dringking, drugs using, unprotected sexual intercourse with multiple partners during pregnant, etc.), maternal plasma viral load, prevalence and incidence of other sexually-transmitted
infection in mother, mode of delivery (vaginal or caesarean section) especially when there are
traumas in vaginal delivery processes, and breast milk from HIV-infected mother. To avoid the
vertical transmission, the program of preventing mother-to-child transmission management should
be applied optimally by avoiding and abandoning the risk factors in HIV-infected pregnant women,
while giving antiretroviral prophylaxis to mothers and their infants.
Key words: mother-to-child transmission, HIV/AIDS, risk factors, prevention, antiviral prophylaxis.
Pendahuluan
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada bayi
dan anak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
sangat serius karena jumlah penderita banyak dan selalu
meningkat sebagai akibat jumlah ibu usia subur yang
menderita penyakit HIV bertambah. Sebagian besar (>90%)
infeksi HIV-1 pada bayi ditularkan oleh ibu terinfeksi HIV-1.1
Pada tahun 2005, secara global terdapat 700 000 penderita terinfeksi HIV setiap hari dan 200 000 di antaranya
adalah anak yang berusiausia kurang dari 15 tahun dengan
angka kematian terbanyak adalah mereka yang berusiausia
kurang dari 1 tahun. Kebanyakan anak-anak ini mendapat
infeksi pada saat perinatal. Sebagian besar penderita anak
ditemukan di Afrika.2 Di Amerika Serikat, hampir 6.000 ibu
hamil terinfeksi HIV melahirkan setiap tahun.3 Sampai tahun
1995, sebanyak 16.000 bayi terinfeksi HIV-1 di Amerika Serikat
mendapat penularan secara vertikal pada saat perinatal dan
umumnya anak-anak ini meninggal pada usia muda karena
menderita AIDS.4
Dengan majunya ilmu pengetahuan, para ahli berusaha
untuk melakukan pencegahan agar tidak terjadi penularan
HIV dari ibu ke bayi dengan berbagai cara yaitu, dengan
489
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
masa dini kehamilan dan pada saat bayi menetek. Akan tetapi,
peranan dari masing-masing saat penularan masih belum
diketahui dengan jelas.4,8,10-12
Walaupun demikian, Damania dan Tank (2006)
menyatakan bahwa sekitar 25 sampai 35% penularan terjadi
pada saat antenatal terutama pada fase akhir kehamilan dan
70 sampai 75% terjadi pada saat persalinan. Selain itu,
penularan pada saat menetek terjadi sekitar 14%.13
Karena banyak para ahli mengatakan bahwa penularan
lebih sering terjadi pada masa kehamilan tua dan pada saat
melahirkan, dan sangat jarang terjadi pada masa permulaan
kehamilan, maka yang menjadi sasaran penting untuk
mencegah penularan vertikal adalah janin pada fase akhir
intrauterin dan pada waktu intrapartum.9-11
Angka Penularan Vertikal dari Ibu ke Bayi
Angka penularan vertikal dari ibu ke bayi sangat
bervariasi pada berbagai populasi. Tanpa pencegahan, angka
rata-rata penularan HIV dari ibu ke bayi sekitar 14-42%.
Angka penularan vertikal di negara maju seperti Amerika
Serikat dan Eropah Barat berkisar antara 15 sampai 20%,
sedangkan di negara sedang berkembang angka penularan
vertikal adalah 40%. Misalnya di India, angka penularan
vertikal berkisar antara 24 sampai 40%.13 Akan tetapi, angka
penularan vertikal di Indonesia sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas.
Faktor Risiko Penularan Dari Ibu Ke Bayi
Tingginya angka penularan vertikal sangat dipengaruhi
oleh adanya faktor risiko pada ibu hamil yang terinfeksi HIV.
Oleh karena itu untuk menurunkan angka penularan vertikal,
maka pengenalan faktor risiko pada ibu secara dini sangat
penting. Ada banyak faktor risiko penularan vertikal dari ibu
ke bayi di antaranya, beratnya infeksi HIV/AIDS yang diderita
ibu, cara melahirkan bayi dan proses persalinan bayi, adanya
penyakit infeksi lain pada genitalia ibu, kebiasaan ibu, dan
pemberian ASI kepada bayi sesudah lahir.13
Beratnya keadaan infeksi HIV pada ibu merupakan faktor
risiko utama terjadinya penularan perinatal.14 Berdasarkan
hasil studi ternyata angka penularan vertikal lebih tinggi pada
ibu terinfeksi HIV dengan gejala yang sangat berat dibanding
ibu terinfeksi HIV tanpa gejala. Beratnya keadaan penyakit
ibu ditentukan dengan menggunakan kriteria klinis dan
jumlah partikel virus yang terdapat dalam plasma, serta
keadaan imunitas ibu.10,11,14-17 Ibu dengan gejala klinis
penyakit AIDS yang sangat jelas (dengan gejala berbagai
penyakit oportunistik), jumlah muatan virus di dalam tubuh
>1000/mL, dan jumlah limfosit <200-350/mL dianggap
menderita penyakit AIDS sangat berat dan harus mendapat
pengobatan antiretrovirus.13,15,16,18-20
Cara persalinan bayi sangat menentukan terjadinya
penularan vertikal. Bayi yang dilahirkan per vaginam mempunyai risiko penularan vertikal lebih tinggi dibandingkan
bayi yang lahir dengan bedah saesar.7,17 Bayi yang lahir per
490
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
Tabel 1. Strategi untuk mencegah penularan vertikal. 13
Antenatal
Intrapartum
Posnatal
Memberikan
antiretrovirus
Memperbaiki faktor
risiko
Memberikan
antiretrovirus
Mengoptimalkan
cara persalinan
Memberikan
antiretrovirus
Memberikan
pengganti ASI
(bila keadaan memungkinkan)
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
maka ibu hamil terinfeksi HIV harus mendapat pengobatan
atau profilaksis antiretrovirus (ARV).6,9,29 Tujuan pemberian
ARV pada ibu hamil, di samping untuk mengobati ibu, juga
untuk mengurangi risiko penularan perinatal kepada janin
atau neonatus.19,30 Ternyata ibu dengan jumlah virus sedikit
di dalam plasma (<1000 salinan RNA/ml), akan menularkan
HIV ke bayi hanya 22%, sedangkan ibu dengan jumlah
muatan virus banyak menularkan infeksi HIV pada bayi
sebanyak 60%. Jumlah virus dalam plasma ibu masih
merupakan faktor prediktor bebas yang paling kuat terjadinya
penularan perinatal.18,31 Karena itu, semua wanita hamil yang
terinfeksi HIV harus diberi pengobatan antiretrovirus (ARV)
untuk mengurangi jumlah muatan virus.7,17,30,32
Pemilihan antiretrovirus untuk ibu hamil terinfeksi HIV
sama dengan ibu yang tidak hamil. Yang harus diketahui dari
ibu hamil terinfeksi HIV adalah status penyakit HIV (beratnya
penyakit AIDS ditentukan berdasarkan hitung sel T CD4+,
perkembangan infeksi ditentukan berdasarkan jumlah muatan
virus, antigen p24 atau RNA/DNA HIV di dalam plasma),
riwayat pengobatan antiretrovirus saat ini dan sebelumnya,
usia kehamilan, dan perawatan penunjang yang diperlukan
seperti perawatan psikiater, nutrisi, aktivitas seksual harus
memakai kondom, dan lain-lain.10,11,14,17 ARV cukup aman
diberikan kepada ibu hamil. Obat ini tidak bersifat teratogenik
pada manusia, dan tidak bersifat lebih toksik pada ibu hamil
dibandingkan dengan ibu tidak hamil. 17,32 Walaupun
demikian, pemantauan jangka pendek dan jangka panjang
tentang toksisitas dari paparan sampai penggunaan
kombinasi ARV untuk janin di dalam kandungan dan pada
bayi adalah sangat penting, karena keterbatasan informasi,
dan data yang ada sering tidak sesuai.33
Indikasi pemberian antiretrovirus pada wanita hamil
sama dengan pada wanita tidak hamil. Untuk wanita hamil
yang sudah mendapat pengobatan antiretrovirus, keputusan
untuk mengganti obat adalah sama dengan wanita tidak hamil.
Rejimen kemoprofilaksis ZDV diberikan tunggal atau bersama
dengan antiretrovirus lain, mulai diberikan pada usia
kehamilan 14 minggu dan jangan ditunda. Karena dengan
menunda maka efektivitasnya akan menurun.34 Hal ini harus
didiskusikan dan ditawarkan kepada seluruh ibu hamil yang
terinfeksi agar risiko penularan HIV perinatal berkurang.7,35
Walaupun keputusan pemilihan dan penggunaan ARV
berbeda-beda, umumnya keputusan dibuat berdasarkan
pertimbangan 1) risiko penyakit berkembang pada ibu bila
tanpa pengobatan; 2) manfaat untuk menurunkan jumlah
virus, agar risiko penularan perinatal berkurang; 3) kemungkinan terjadi toksisitas obat; 4) kemungkinan ada infeksi oleh
virus yang sudah resisten obat; dan 5) efek paparan obat
jangka panjang pada bayi dalam kandungan.33
CDC and Prevention USA (2009) menyarankan untuk
memberikan pengobatan dan profilaksis antiretrovirus kepada
ibu pada saat intrapartum sebagai berikut: 36
Pemberian ZDV intravena disarankan untuk seluruh ibu
hamil terinfeksi HIV, tanpa memandang jenis antivirus
492
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
virus resisten terhadap NNRTI sebanyak 15-40% pada ibu
yang diberi nevirapine dosis tunggal pada waktu persalinan
yang mungkin akan mempunyai risiko resisten berikutnya,
bila ibu mendapat lagi pengobatan NNRTI.40-42
Pengobatan Penyakit Lain
Penyakit lain yang diderita ibu dengan risiko tinggi untuk
terjadi penularan vertikal juga harus diobati. Prevalensi dan
insiden penyakit yang ditularkan melalui seks (misalnya,
N.gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis) sangat tinggi
pada wanita terinfeksi HIV-1. Penyakit ini dikenal sebagai
faktor yang dapat menfasilitasi penyebaran infeksi HIV melalui
hubungan seksual. Beberapa studi membuktikan, bakteri yang
ditularkan melalui hubungan seksual (misalnya, N.gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis), trihomoniasis, dan
vulvovaginal candidiasis sering disertai dengan jumlah virus HIV yang banyak di dalam sekresi genital, 22 dan
pengobatan terhadap semua infeksi tersebut dapat mengurangi jumlah virus, sehingga risiko penularan vertikal HIV
juga berkurang.33 Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan
penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual pada
laki-laki agar penularan penyakit ini dan penyakit HIV kepada
wanita juga berkurang.43
Perawatan Intrapartum dan Cara Persalinan
Karena sebagian besar bayi tertular infeksi HIV pada
saat persalinan, maka cara persalinan bayi lahir dari ibu
terinfeksi HIV sangat menentukan terjadinya penularan
vertikal.44 Oleh karena itu, penanganan persalinan bayi harus
hati-hati dan prosedur yang invasif harus dihindari. Adanya
trauma dan kerusakan pada jaringan tubuh ibu maupun bayi
akan mengakibatkan terjadinya penularan vertikal. Untuk
menghindari penularan vertikal, maka pecah ketuban dini dan
penggunaan elektrode kepala perlu dihindari, dan jangan
mengambil sampel darah melalui kepala janin. Selain itu,
jangan melakukan pertolongan persalinan yang mengakibatkan trauma seperti menggunakan forsep atau vakum
Tabel 2. Protokol pemberian zidovudine pada ibu hamil untuk mencegah penularan vertikal. 36
Jenis Obat
Dosis
Saat Pemberian
Untuk Ibu
Zidovudine (retrovir)
100 mg 5 kali/hari
Per oral
2 mg/kg
1 mg/kg/jam
2 mg/kg/dosis, 4 kali/hari
Per oral
Per oral
Untuk Neonatus
Zidovudine (retrovir) masa
gestasi >35 minggu
Zidovudine (retrovir) masa
gestasi 30-35 minggu
Cara Pemberian
Intravena
Intravena
Per oral
493
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
Tabel 3. Antivirus Tambahan untuk Ibu Terinfeksi HIV-1 dan Neonatus dalam Keadaan Tertentu 36
Ibu selama intrapartum/postpartum
Jenis Obat
Dosis
Lamanya
NVP (dosis tunggal saat intrapartum)* 200 mg dosis tunggal diberikan per oral
ZDV + 3TC (ditambah dengan NVP
ZDV: intravens pada intrapartum seperti
dosis tunggal sebagai ekor untuk
pada tabel 2, sesudah melahirkan
mengurangi resisiten NVP)
300 mg dua kali/hari peroral
3TC:150 mg peroral 2 kali/hari mulai saat
mau melahirkan.
Neonatus
NVP (dosis tunggal)**
2 mg/kg dosis tunggal peroral.
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
tersebut juga diterapkan pada neonatus yang lahir dari ibu
terinfeksi HIV. yang telah mendapat ARV prenatal tetapi
dengan penurunan muatan virus yang tidak optimal; 2. hanya
mendapat ARV intrapartum; 3. tidak mendapat obat pada saat
antepartum maupun intrapartum; 4. diketahui terinfeksi virus resisten obat. Penambahan ARV lain pada ZDV 6 minggu
mungkin dapat meningkatkan efikasi pencegahan penularan
vertikal HIV-1, tetapi ini belum dibuktikan secara uji klinik.
Selain itu, formula ARV yang lain untuk neonatus belum
tersedia. Juga dosis obat untuk neonatus belum diketahui,
dan data tentang keamanan obat untuk neonatus juga belum
ada. Oleh sebab itu, pemberian obat kombinasi tambahan
kepada neonatus harus dipertimbangkan dengan matang.3,52
Informasi yang paling banyak dari kombinasi ARV untuk
neonatus adalah ZDV dengan NVP dosis tunggal, dan
kombinasi ZDV dan lamivudine yang juga dikombinasi
dengan nevirapine.4,10,50 Pemberian obat ini akan dapat
menurunkan penularan vertikal sebanyak 47%.17 Tetapi
pemantauan harus dilakukan dengan ketat terhadap
kemungkinan terjadi toksisitas pada sistem darah sebagai
akibat kombinasi ZDV dan lamivudine jika dibandingkan
hanya dengan ZDV. Kombinasi dengan nevirapine terutama
untuk bayi yang sudah terinfeksi HIV-1 harus berhati-hati,
karena dapat mengakibatkan munculnya virus yang resisten
terhadap nevirapine.3,40,41,52
ZDV (dikombinasi dengan ARV lain) harus diberikan
sesegera mungkin kepada neonatus, yaitu dalam 12 jam
sesudah lahir. Jika paparan HIV terhadap bayi diketahui antara
12 sampai 48 jam sesudah lahir, maka pemberian ZDV harus
dimulai pada periode waktu tersebut. Profilaksis pascapaparan yang dimulai 2 hari sesudah lahir tampaknya kurang
efisien untuk mencegah penularan. Penelitian memperlihatkan
bahwa pencegahan dengan profolaksis yang dimulai antara
usia 24 sampai 36 jam sesudah lahir, ternyata tidak efektif
karena infeksi diperkirakan akan sudah terjadi pada saat bayi
berusia 1 sampai 2 minggu.3
Profilaksis ZDV harus diberikan selama 6 minggu. Cara
pemberiannya harus disampaikan kepada keluarga sebelum
bayi dipulangkan. Obat ini sebaiknya disediakan di rumah
sakit agar keluarga tidak kesulitan untuk memperolehnya.3
Zidovudine mulai diberikan setelah neonatus lahir dengan
dosis 2 mg/kgBB setiap 6 jam selama 6 minggu. Pengobatan
Zidovudine pada ibu saat hamil dan melahirkan, serta
profilaksis kepada bayi baru lahir, dapat mengurangi angka
penularan vertikal sebanyak 66%.4,10,17,30,44
Pemantauan Bayi Sesudah Lahir
Pemeriksaan Laboratorium Untuk Mendiagnosis Bayi
Terinfeksi HIV
Diagnosis infeksi HIV bayi baru lahir perlu ditegakkan
secepat mungkin sehingga pemberian ARV dan terapi
tambahan dapat dimulai.33 Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui apakah bayi sudah terinfeksi
HIV atau tidak. Sebelum 1994 dilakukan pemeriksaan untuk
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
12 bulan dapat digunakan untuk memastikan apakah antibodi
HIV dari ibu yang menyeberang plasenta sudah tidak ada
lagi. Jika bayi pada usia 12 bulan masih menunjukkan antibodi
IgG positif dengan tes ELISA, maka tes harus diulang pada
usia 18 bulan. Bila hasil tes antibodi bayi pada usia ini negatif,
dan sebelumnya hasil tes PCR DNA HIV-1 dua sampel yang
terpisah juga negatif, maka dapat dipastikan bahwa bayi tidak
terinfeksi HIV.4,33
Seandainya semua tes HIV-1 menunjukkan hasil negatif
tetapi gejala klinis sangat jelas maka patut dicurigai adanya
infeksi HIV-1 subtipe lain seperti subtipe B, C, D, dan E, atau
infeksi HIV-2. Semua subtipe virus ini tidak akan terdeteksi
bila menggunakan antigen atau antibodi atau primer HIV-1.
Untuk mendeteksi virus ini diperlukan antigen, antibodi, atau
primer yang spesifik.3
Penilaian terhadap Hasil tes HIV Negatif
Penjelasan yang diberikan disini berdasarkan pada
definisi surveilans CDC and Prevention USA yang dianggap
sesuai untuk tata laksana bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi HIV-1. Definisi eklusi infeksi HIV ini digunakan
hanya untuk bayi yang tidak memenuhi kriteria yang sudah
dijelaskan di atas. Pada bayi usia kurang dari 18 bulan yang
tidak menetek dan hasil tes virologinya (RNA atau DNA)
negatif, diperkirakan tidak terinfeksi HIV-1 berdasarkan pada:3
Hasil dua tes virologi RNA atau DNA dari spesimen yang
terpisah, yang diambil pada usia >2 minggu dan usia >4
minggu adalah negatif; atau
Hasil satu tes virologi RNA atau DNA negatif dari
spesimen yang diambil pada usia >8 minggu; atau
Hasil 1 tes antibodi HIV-1 negatif dari spesimen yang
diambil pada usia 6 bulan; dan
Tidak ada bukti infeksi HIV secara klinis maupun hasil
tes laboratorium yang lain (mis. Hasil tes virologi yang
positif jika tes dilakukan berikutnya dan tidak ada tanda
AIDS).
Bayi atau anak dengan hasil tes seperti di atas diperkirakan tidak terinfeksi HIV-1, tetapi untuk memastikannya
perlu dilakukan tes virologi ulang. Kadang-kadang bayi
dengan hasil tes virologi positif bila diulang memberikan hasil
negatif. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengulang
pemeriksaan.3
Bayi yang tidak menetek yang berusia kurang dari 18
bulan dengan hasil tes virologi (RNA atau DNA) negatif,
dipastikan tidak terinfeksi HIV-1 berdasarkan ketentuan:3
Paling tidak dua hasil tes virologi (DNA atau RNA)
negatif dari dua spesimen yang berbeda, satu diambil
pada usia >1 bulan dan satu lagi diambil pada usia >4
bulan. Atau
Paling tidak 2 hasil tes antibodi HIV-1 negatif yang berasal
dari 2 spesimen yang terpisah diambil pada usia 6 bulan;
dan
Tidak ada bukti klinis maupun laboratorium untuk infeksi
HIV-1.
496
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
Tabel 4. Obat profilaksis Pneumocystis carinii Pneumonia pada bayi. 4
Jenis obat
Dosis
Cara pemberian
Alternatif pemberian
Sulfametoksazol
Obat alternatif:
Dapson (Bayi 1 bulan)
750mg/m2/hari atau
25mg/kg/hari
1 kali/hari
Secara oral
1 kali/hari
Secara oral
1 kali/hari
Secara oral
Atovakuon (mepron)
(Bayi 1 sampai 3 bulan
dan lebih 24 bulan)
45 mg/kg/hari
Anak usia 4-24 bulan
kepada bayi yang terpapar HIV. Akan tetapi, jika infeksi HIV
terdiagnosis, maka pemberian imunisasi harus mengikuti
petunjuk tata laksana untuk anak yang terinfeksi HIV.33
Setelah bayi dipulangkan dari ruang perawatan,
orangtua harus diberi tahu agar selalu datang ke poliklinik
anak untuk memantau perkembangan bayi serta kemungkinan
munculnya gejala penyakit infeksi HIV/AIDS. Karena banyak
ARV diketahui sangat toksik, maka perlu dilakukan pemeriksaan darah sebagai data dasar sebelum bayi dipulangkan
(seperti pemeriksaan darah tepi lengkap, tes fungsi hati).
Biasanya bayi yang terpapar tetapi tidak menunjukkan gejala
infeksi, harus dipantau di poliklinik anak secara rutin untuk
perawatan bayi sehat dan imunisasi.33
Tabel 5. Jadwal Pemantauan dan Pengobatan Bayi yang Terpapar HIV-1 (Sampai Usia 18 Bulan, sebagai Tambahan dari Perawatan Anak dan Imunisasi Rutin) 3
Kegiatan
Lahir
Riwayat dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan risiko infeksi lain
Profilaksis ARV
Saran tidak menetek
Pemeriksaan darah tepi lengkap
Pemeriksaan PCR DNA atau RNA
Mulai profilaksis PCP
Enzym immunoassay
X
X
X
X
X
X
14 hari
4 mg
Usia Bayi
6 mg
8 mg
4 bulan
12-18 bulan
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
497
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
kelainan imunologis serta munculnya gejala klinik untuk
mencegah agar tidak cepat terjadi resistens virus terhadap
obat.33
Penutup
Jumlah penderita infeksi HIV pada anak makin lama
makin meningkat. Hal ini terutama disebabkan oleh penularan
vertikal dari ibu hamil yang terinfeksi HIV. Ada berbagai faktor
risiko pada ibu yang mengakibatkan penularan lebih mudah
terjadi, sehingga insidens infeksi HIV pada anak cepat
meningkat. Oleh sebab itu, perlu ada tindakan pencegahan
yaitu dengan menghindari faktor risiko yang mungkin terjadi
pada ibu, serta memberikan antiretrovirus profilaksis pada
ibu maupun bayi yang dilahirkan. Untuk melaksanakan program pencegahan ini diperlukan kerja sama yang baik antara
dokter kebidanan, dokter anak, dokter ahli HIV/AIDS, perawat,
bidan, petugas sosial, serta anggota keluarga penderita.
Dengan demikian, program tata laksana pencegahan dapat
berjalan dengan baik, sehingga angka penularan dapat
ditekan semaksimal mungkin dan insedens penyakit ini pada
anak menjadi rendah.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
498
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan
33. Paintsil E, Andiman WA. Care and Management of the Infant of
the HIV-1-infected Mother. Semin Perinatol 31:112-232007
Elsevier Inc. All rights reserved.
34. Lallemant M, Jourdain G, Coeur SL, Kim S, Koetsawang S, Comeau
AM, et al. A Trial of SWhortened Zidovudine Regiment to Prevent Mother-to-Child Transmission of Human Immunodeficiency
Virus Type-1. N Engl J Med 2000;343:982-991.
35. Ekouevi DK, Toure R, Becquet R, Viho I, Sakarovitch C, Rouet F,
et al. Serum lactate levels in Infants Exposed Peripartum to
Antiretrovirul Agents to Prevent Mother-to-chlid Transmission
of HIV: Agence National de RecherchesSur le SIDA et les Hepatitis Virales 1209 Study, Abidjan, Ivory Coast. Pediatrics
2006;118:e1071-e7.
36. Public Health Service Task Force/CDC prevention USA. Recommendations for Use of Antiretroviral Drugs in Pregnant HIVInfected Women for Maternal Health and Interventions to Reduce Perinatal HIV Transmission in the United States. April 29,
2009. http://aidsinfo.nih.gov/ContentFiles/PerinatalGL.pdf.
37. Taha TE, Kumwenda NI, Gibbons A, Broadhead RL, Fiscus S,
Lema V, et al. Short postexposure prophylaxis in newborn baies
to reduce mother-tichild transmission of HIV-1: NVAZ randomized clinical trial. Lancet 2003;362:1171-7.
38. Lallemant M, Jourdain G, Coeur SL, Mary JY, Huong NNG,
Koetsawang S, et al. Single-Dose Perinatal Nevirapine plus
StandardZidovudine to Prevent Mother-to Child Transmission
of HIV-1 in Thailand. N Engl J Med 2004;351:217-28.
39. Capparelli EV, Mirochnick M, Dankner WM, Blanchard S,
Mofenson L, George D, et al. Phamacokinetics and Tolerance of
Zidovudine in Preterm Infants. Pediatr 2003;142:47-52.
40. Cunningham CK, Chaix M-L, Rekacewicz C, Britto P, Rouzioux
C, Gelber RD, et al. Development of Resistant Mutations in
Women Receiving Standard Antiretroviral Therapy Who Received Intrapartum Nevirapine ti Prevent Perinatal Human Immunodeficiency Virus Type-1 Transmission: A Substudy of Pediatric AIDS Clinical Trials GroupProtocol 316. J Infect Dis
2002;186:181-8.
41. Jackson JB, Pergola GB, Guay LA, Musoke P, Mracna M Fowler
G, et al. Identification of the K193N resistance in Uganda women
receing nevirapine to prevent HIV-1 vertical transmission AIDS
2000;14:F111-5.
42. Ishleman SH, Mracna M, Guay LA, Deseyve M, Cunningham S,
Mirochnick M, et al. Selection and fading of resistance mutations in women and infants receiving nevirapine to prevent HIV1 vertical transmission (HIVNET 012). AIDS, 2001;15:1951-7.
43. Cohen MS, Hoffman IF, Royce RA, Kazembe P, Dyer JR, Daly
CC, et al. Reduction of concentration of HIV-1 insemen after
treatment of urethritis: implications for prevention of sexual
transmission of HIV-1. Lancetg 1997;349:1868-73.
44. The International Perinatal HIV Group. The Mode of Delivery
and the Risk of Vertical Transmission of Human Immunodeficiency Virus Type-1. N Engl J Med 1999;340:977-987.
45. The European Mode of Delivery Collaboration. Elective caesarean-section versus vaginal delivery in prevention of vertical
HIV-1 transmission: a randomized clinical trial. Lancet
1999;353:1035-9.
46. Tonwe-Gold B, Ekouevi DK, Viho I, Amani-Bose C, Toure S,
Coffie PA, et al. Antiretroviral Treatment and Prevention of
Peripartum and Postnatal HIV Transmission in West Africa:
Evaluation of a Two-Tiered Approach. PLoS Med. 2007;4:136273.
47. Israel-Ballard KA, Maternowska MC, Abrams BF, Morrison P,
Chitibura L, Chipato P, et al. Acceptability of Heat Treating
Breast Milk to Prevent Mother-to Chlild Transmission of Human Immunodeficiency Virus in Zimbabwe: A Qualitative Study. J
Hum Lact 2006;22(1):48-60.
48. Kilewo C, Karlsson K, Masswe A, Lyamuya E, Swai A, Mhalu F, et
al. Prevention of Mother-toChild Transmission of HIV-1
Through Breast-Feeding by Treating Infants Prophylactically
With Lamivudine in Dar es Salaam, Tanzania. J Acqur Immune
Defic Synd 2008;48:315-23.
49. Kumwenda NI, MooveaDR, Mofenson LM, Thigpen MC,
Kafulafula G, Li Q, et al. Extended Antiretroviral Prophylaxis to
Reduce Breast-Milk HIV-1 Transmssion. N Engl J Med
2008;359:119-29.
50. Jackson JB, Musoke P, Fleming T, Guay LA, Bagenda D, Allen D,
et al. Intrapartum and neonatal single-dose nevirapin compared
with zidovudine for prevention of mother-to-child transmission
of HIV-1 in Kampla, Uganda: 18 month follow-up of the HIVNET
012 randomised trial. Lancet 2003;362:859-68.
51. Violari A. Cotton MF, Gibb DM, Babiker AG, Steyn J, Madhi SA,
et al. Early Antiviral Therapy and Mortality among HIV-Infected Infants. N Engl J Med 2008;359:2235-44.
52. Pacheco SE, McIntos K, Lu M, Mofenson LM, Diaz C, Foca M,
et al. Effect of Perinatal Antiretroviral Drug Exposure on Hematologic Values in HIV-Uninfected Children: An Analysis of the
Women and Transmission Study. J Infect Dis 2006;154:108997.
ZN/MS/FE
499